Anda di halaman 1dari 60

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang
sangat pesat. Oleh karena itu, kelompok usia balita perlu mendapat perhatian,
karena merupakan kelompok yang rawan terhadap kekurangan gizi (Ditjen
Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan Anak Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami
perbaikan. Hal ini dapat dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi
buruk pada anak balita dari 5,4% tahun 2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010.
Meskipun terjadi penurunan, tetapi jumlah nominal anak gizi buruk masih
relatif besar, oleh karena itu diperlukan tenaga yang mampu mengatasi kasus
gizi buruk secara cepat, tepat dan profesional yang diikuti dengan penyiapan
sarana dan prasarana yang memadai. Untuk menyiapkan tenaga kesehatan
terampil seperti yang diharapkan selain memberikan peningkatan kapasitas
juga diperlukan panduan tatalaksana gizi buruk yang akan digunakan tenaga
kesehatan (Ditjen Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan Anak Kementerian
Kesehatan RI, 2011).
Untuk mengatasi kekurangan gizi yang terjadi pada kelompok usia
balita perlu diselenggarakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
Pemulihan. PMT Pemulihan bagi anak usia 6-59 bulan dimaksudkan sebagai
tambahan, bukan sebagai pengganti makanan utama sehari-hari. PMT
Pemulihan dimaksud berbasis bahan makanan lokal dengan menu khas daerah
yang disesuaikan dengan kondisi setempat (Ditjen Bina Gizi Dan Kesehatan
Ibu Dan Anak Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Mulai tahun 2011 Kementerian Kesehatan RI menyediakan anggaran
untuk kegiatan PMT Penyuluhan dan PMT Pemulihan melalui dana Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK). Dengan adanya dana BOK di setiap
puskesmas, kegiatan PMT Pemulihan bagi anak balita usia 6 59 bulan
1

diharapkan dapat didukung oleh pimpinan puskesmas dan jajarannya. Untuk


memperoleh pemahaman yang sama dalam melaksanakan kegiatan dimaksud,
maka disusun Panduan Penyelenggaraan PMT Pemulihan bagi Balita Gizi
Kurang. dalam melakukan penanggulangan gizi buruk oleh tim asuhan gizi
(dokter, perawat, dan ahli gizi) (Ditjen Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan
Anak Kementerian Kesehatan RI, 2011)
B. Tujuan
- Mengetahui dan mengidentifikasi gejala-gejala gizi kurang
- Mengetahui penanganan dan pencegahan gizi kurang
- Mengidentifikasi permasalahan kesehatan anggota keluarga yang
-

dikunjungi sesuai dengan penyakit.


Menentukan prioritas faktor yang besar pengaruhnya terhadap
kesehatan pasien

C. Manfaat
- Dapat mengidentifikasikan gejala dari gizi
- Mengetahui faktor lingkungan yang berperan dalam jalannya penyakit

FORM HASIL KEGIATAN HOME VISIT


LAPORAN HOME VISIT DOKTER KELUARGA
Berkas Pembinaan Keluarga
Puskesmas Porong
No. RM
:
Tanggal kunjungan pertama kali 09 September 2015,
Nama pembimbing

: dr. Anis Mahmudah Lestari

Nama pembina keluarga

Nama DM Pembina

: Meta Andharasta, S,Ked

Tabel 1. CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING (diisi setiap kali selesai satu


periode pembinaan )
Tanggal

Tingkat

Paraf

Pemahaman

Pembimbing

Paraf

Keterangan

September 2015
dr.
September 2015
dr.
September 2015
dr.
September 2015
dr..

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA


Nama Kepala Keluarga

: Tn. C

Alamat lengkap

: Desa Mindi RT 006 RW 001, Kecamatan


Porong, Sidoarjo

Bentuk Keluarga

: Nuclear Family

Tabel 2. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah

No

Nama

1 Tn. C
2
3
4
5
6

Ny. F
An. SS
An. N
An. M
An. S

Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan

Pasien

dalam

Klinik

keluarga
KK

34

SLTP

Swasta

(Y/T)
Y

Istri
Anak ke-1
Anak ke-2
Anak ke-3
Anak ke-4

P
P
P
L
L

27
10
7
4
1

SLTP
SD
SD
-

Swasta
Pelajar
Pelajar
-

Y
Y
Y
Y
Y

Ket

Pasien
Gizi
kurang

Sumber : Data Primer, September 2015

LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA

BAB I
STATUS PENDERITA

A.

PENDAHULUAN
Laporan ini berdasarkan kasus yang diambil dari seorang penderita

berjenis kelamin laki-laki berusia 1 tahun 3 bulan dimana pasien merupakan salah
satu dari pasien gizi kurang yang berada di wilayah Puskesmas Porong,
Kabupaten Sidoarjo. Mengingat kasus ini masih banyak ditemukan di masyarakat
khususnya di daerah Puskesmas Porong, Kabupaten Sidoarjo. Oleh karena itu
penting kiranya bagi penulis untuk memperhatikan dan mencermatinya untuk
kemudian bisa menjadikannya sebagai pengamatan di lapangan.
B. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: An. S

Umur

: 1 tahun 3 bulan

Jenis kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

:-

Pendidikan

:-

Agama

: Islam

Alamat

: Desa Mindi RT 006 RW 001


Kelurahan Mindi Kecamatan
Porong Kabupaten Sidoarjo

Suku

: Jawa

Tanggal kunjungan Rumah

: (1) 09 September 2015


(2) 18 September 2015

C. ANAMNESIS
1.

Keluhan Utama : Berat badan tidak ada

peningkatan berarti
2.

Riwayat

Penyakit

Sekarang

Heteroanamnesa
Berat Badan tidak ada peningkatan yang berarti sejak 2 bulan yang
lalu. Berat badan akhir-akhir ini turun hingga berat badan menjadi 7,2kg.
kesehariannya sangat aktif namun pasien sulit untuk diberikan makanan
atau pun susu. Pasien tidak terbiasa minum susu, sehingga hanya minum air
gula. Sebelumnya pasien mengeluh batuk, pilek dan demam seminggu yang
lalu, namun pasien tidak terlalu sering mengalami sakit seperti ini. Menggigil
(-), kejang (-). Buang air kecil lancar. Buang air besar lancar.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Riwayat penyakit yang sama yang pernah diderita: disangkal


Riwayat mondok/opname
: tidak pernah
Riwayat Operasi
: tidak pernah
Riwayat alergi obat/makanan
: Disangkal
Riwayat sakit sesak nafas
: Disangkal
Riwayat Kecelakaan
: tidak ada
Riwayat Pengobatan
: tidak ingat
Riwayat Alergi makanan / obat : tidak ada
Riwayat Imunisasi Dasar:
1) Imunisasi DPT
: lengkap
2) Imunisasi BCG
: lengkap
3) Imunisasi Polio
: lengkap
4) Imunisasi Campak
: lengkap
5) Imunisasi Hepatitis B: lengkap
j. Riwayat Imunisasi Tambahan:
Tidak didapatkan
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluarga dengan penyakit serupa: diakui, kakak pasien yang
pertama dan ketiga juga pernah mengalami seperti ini.

5. Riwayat Kebiasaan
Pasien suka mengkonsumsi krupuk.
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita adalah anak ke-4 dari pasangan suami istri Tn. C dan Ny. F.
Saat ini ayah penderita masih bekerja menjadi kernet bus, dan

ibu

penderita sebagai ibu rumah tangga, ketiga saudara penderita saat ini ada
yang masih bersekolah dan tidak bersekolah. Sumber pendapatan keluarga
didapatkan tidak tentu setiap bulannya. Kebutuhan sehari-hari dicukupi
dengan penghasilan kurang lebih Rp. 800.000per bulan.
Penderita saat ini tinggal di Desa Mindi RT 006 RW 001, Kecamatan
Porong, Sidoarjo, dengan kondisi lingkungan rumah dan sekitarnya yang
kurang sehat. Rumah pasien berukuran 15 x 5 m2 dan letaknya berdekatan
dengan rumah tetangga lainnya. Rumah memiliki jamban yang tampak
kotor, sumber air yang dimiliki pasien adalah air sumur yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti mandi dan mencuci baju
tampak keruh, tidak terdapat tempat pembuangan sampah atau limbah
dimana sampah keluaga dibuang begitu saja di dalam rumah, tidak
terdapat lemari sehingga baju-baju berserakan, ruang tidur lembab, tidak
terdapat jendela pada ruang tidur, dapur tampak kotor dengan sisa-sisa
makanan yang berserakan di lantai. Suasana sekitar rumah pasien dekat
dengan rel kereta api dan tampak kumuh.
7. Riwayat Gizi.
Penderita makan 3 kali sehari namun hanya 4-5sendok makan dengan
sepiring nasi dan sayur, tidak ada lauk pauk. Makanan kadang tidak habis,
jarang mengkonsumsi buah-buahan. Tidak pernah minum susu, hanya
minum air gula. Pasien mendapatkan ASI sampai umur 8 bulan.

8.

Riwayat Persalinan

Pasien dilahirkan cukup bulan, ditolong bidan, BBL 2400 gram.


Selama hamil, ibu pasien memeriksakan kehamilannya ke bidan desa.
Riwayat mengkonsumsi obat-obatan selama hamil tidak diketahui.
9.

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


a. Usia 6 bulan: berbalik, telungkup dan terlentang
b. Usia 10 bulan: berdiri
c. Usia 12 bulan: berjalan

D. ANAMNESIS SISTEM
1.

Kulit

: warna kulit sawo matang,

kulit gatal (-)


2.

Kepala

: simetris, sakit kepala (-),

pusing (-), rambut kepala (warna hitam kecoklatan), luka


pada kepala (-), benjolan/borok dikepala (-)
3.

Mata

: pandangan mata berkunang-

kunang (-), penglihatan kabur (-)


4.

Hidung

: tersumbat (-), mimisan (-),

sekret (+)
5.

Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung

(-), keluar cairan (-)


6.

Mulut :

sariawan

(-),

mulut

kering

(-),sensasi rasa pada lidah (-)


7.

Tenggorokan : sakit menelan (-), serak (-),

faring hiperemi (-)


8.

Pernafasan

: sesak nafas (-), batuk (+),

mengi (-)
9.

Kadiovaskuler

: berdebar-debar (-),

nyeri dada (-)


10.

Gastrointestinal

: mual (-), muntah (-),

diare (-), nyeri perut (-), perut buncit (-), BAB tidak ada
keluhan
8

11.

Genitourinaria

: BAK lancar, 3-4

kali/hari warna dan jumlah biasa


12.

Neuropsikiatri

: Neurologik :

kejang (-)
Psikiatrik
13.

: sde

Muskuloskeletal

: kaku sendi (-), nyeri

tangan dan kaki (-), nyeri otot (-)


14.

Ekstremitas

: Atas : bengkak (-), sakit (-),

oedem (-)
Bawah

: bengkak (-), sakit (-), oedem (-)

E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Baik, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi kesan kurang.
2. Tanda Vital dan Status Gizi
a. Tanda Vital
Nadi

: 106x/menit, reguler

Pernafasan : 22 x/menit
Suhu

: 36,9oC

BB

: 7,2 kg

TB

: 60 cm
b. Status gizi ( Kurva NCHS ) :

BB

: 7.2 kg

TB

: 60 cm

Lila

: 11 cm

BMI: BB/TB(m2) = 7,2 / 0,36 m

= 20 m2 (sangat kurus)

NCHS :
TB/U

x = < -3SD

BB/U

x = < -3SD

BB/TB x = < -3SD


9

Status Gizi Gizi Buruk tanpa komplikasi


Status gizi menurut KMS : bawah garis merah
3.

Kulit

: Warna:, sawo matang, ikterik(-) , sianosis (-)

4.

Kepala

: bentuk simetris, luka (-), keadaan rambut (tidak

mudah dicabut), atrofi m. Temporalis (-), papula (-), nodula (-), kelainan
mimik wajah/bells palsy (-)
5.

Mata

: Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil

isokor (3mm/3mm), reflek kornea (+/+), warna kelopak (coklat kehitaman),


radang/conjunctivitis/uveitis (-/-).
6.

Hidung

: Nafas cuping hidung (-), sekret (+), epistaksis (-),

deformitas hidung (-), hiperpigmentasi (-)


7.

Mulut

: Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-),

papil lidah atrofi (-), tepi lidah hiperemis (-), tremor (-), faring hiperemi (-)
8.

Telinga

: Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran

berkurang (-), cuping telinga dalam batas normal.


9.

Tenggorokan

10.

Leher

: Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)

: JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran

kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe (-).


11.

Thoraks : Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal

(-).
- Cor : I : ictus cordis tidak tampak
P : ictus cordis tidak kuat angkat
P : batas kiri atas

:ICS II PSLS

batas kanan atas

:ICS II PSLD

batas kiri bawah

:ICS V MCLS

batas kanan bawah :SIC IV PSLD


batas jantung kesan tidak melebar
A: S1S2 tunggal, reguler, bising (-)
- Pulmo: Statis (depan dan belakang)
I : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
P : fremitus raba kiri sama dengan kanan
10

P : sonor/sonor
A: suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan Rhonki Basah Kasar (-/-) , rhonki basah halus
(-/-) whezing (-/-)
Dinamis (depan dan belakang)
I

:pergerakan dada kanan sama dengan kiri


P : fremitus raba kiri sama dengan kanan
P : sonor/sonor
A: suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan Rhonki Basah Kasar (-/-) , rhonki basah halus
(-/-) whezing (-/-)
12. Abdomen

I
A
P
P

:flat, scar (-) dinding perut sejajar dengan dinding dada.


:peristaltik (+) normal
:timpani seluruh lapang perut
:supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak terab
13. Sistem Collumna Vertebralis

I :deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)


P :nyeri tekan (-)
P :NKCV (-)
14.

Ektremitas:

palmar eritema (-/-)

akral dingin

oedem

15. Sistem genetalia: dalam batas normal


16. Pemeriksaan Neurologik
Fungsi Luhur

: dalam batas normal

Fungsi Vegetatif : dalam batas normal


Fungsi Sensorik : dalam batas normal
Fungsi motorik :

11

K sde sde
sde

sde

T N

RF +

+
+

RP +

17. Pemeriksaan Psikiatrik


Penampilan

: kurus, perawatan diri cukup

Kesadaran

: kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis

Afek

: tidak dapat dievaluasi

Psikomotor

: normoaktif

Proses pikir

: bentuk :sde

Insight :

isi

:sde

arus

:tidak dapat dievaluasi

tidak dapat dievaluF.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
G. RESUME
Seorang penderita 1 tahun 3 bulan dengan keluhan berat badan
tidak bertambah. Berat badan pasien tidak bertambah sejak 2 bulan yang lalu.
Pada usianya yang sudah 1 tahun 3 bulan berat badan pasien hanya 7,2 kg. Pasien
sangat sulit bila diberi makan atau susu, pasien hanya mau minum air gula.
Riwayat tumbuh kembang dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, compos mentis,
status gizi kesan kurang. Tanda vital N: 106 x/menit, RR: 22 x/menit, S: 36,9oC,
BB:7.2 kg, TB:60 cm. Status gizi

berdasarkan TB/U = < -3 SD (sangat

pendek), BB/U = < -3 SD (berat badan sangat rendah), BB/TB = < -3 SD


( sangat kurus). Status gizi menurut KMS : bawah garis merah.

H. PATIENT CENTERED DIAGNOSIS


Diagnosis Biologis
Gizi buruk tanpa komplikasi

12

Diagnosis Psikologis
Diagnosis Sosial Ekonomi dan Budaya
1.Status Ekonomi yang kurang
2.Kondisi rumah pasien digolongkan pada
kriteria rumah tidak sehat dikarenakan rumah tidak terdapat penyediaan air
bersih, tidak terdapat pembuangan sampah atau limbah, ruang tidur lembab,
tidak terdapat jendela pada ruang tidur, dan rumah kumuh.

13

I. PENATALAKSANAAN
1. Non Medika mentosa
Kegiatan stimulasi meliputi berbagai kegiatan untuk merangsang
perkembangan anak seperti latihan gerak, bicara, berpikir, mandiri serta
bergaul. Kegiatan stimulasi ini dapat dilakukan oleh orang tua atau
keluarga setiap ada kesempatan atau sehari-hari (Depkes 1997).
Anak Gizi buruk/ KEP berat didapatkan keterlambatan perkembangan
mental dan perilaku sehingga diberikan:
a. Kasih sayang
b. Lingkungan yang ceria
c. Terapi bermain terstruktur selama 15 30 menit /hari
d. Aktifitas fisik segera setelah sembuh
e. Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain
2. Medikamentosa
Anak gizi buruk tanpa tanda klinis langsung diberikan fase rehabilitasi
lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali
pemberian/hari (Formula 100). Rehabilitasi lanjutan diberikan selama 5
minggu dengan pemberian makanan secara bertahap dengan mengurangi
frekuensi makanan cair dan menambah frekuensi makanan padat.
Contoh Frekuensi Pemberian Makanan per hari
Tabel 1: Anak gizi buruk tanpa tanda klinis:
Minggu Ke

Formula 100

I
II
III
IV
V

5 kali
4 kali
4 kali
3 kali
3 kali

Makanan
Utama
+
Buah
1 kali
2 kali
2 kali
3 kali
3 kali

Makanan
Selingan
1 kali
1 kali
1 kali
2 kali
2 kali

Bila berat badan anak > 7 Kg ; diberikan makanan anak (lunak)


Berupa pemberian makanan tambahan pemulihan status gizi, misalnya :
Jumlah kebutuhan : Energi 350 400 kalori
14

Protein 10 -

15 g
a.Bentuk makanan PMT-P

Makanan yang diberikan berupa :


1) Kudapan (makanan kecil) yang dibuat dari bahan makanan
setempat/lokal.
2) bahan makanan mentah berupa

tepung beras,atau tepung lainnya,

tepung susu, gula minyak, kacang-kacangan, sayuran, telur dan lauk


pauk lainnya.
3) Contoh paket bahan makanan tambahan pemulihan (PMT-P) yang
dibawa pulang
Contoh bahan makanan yang dibawa pulang :
Altern
ative
I

Kebutuhan Paket Bahan Makanan/Anak/Hari


Beras 60 g

Telur 1 butir atau kacang-

gula 15

II
III

Beras 70 g
Ubi/singkong 150

kacangan 25 g
Ikan 30 g
Kacang-kacangan 40 g

g
gula 20

g
Tepung ubi 40 g

Kacang-kacangan 40 g

g
gula 20
g

b.Lama PMT-P
Pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) diberikan setiap hari
kepada anak selama 3 bulan (90 hari)

15

J. Follow Up
Tanggal 11 september 2015
S :Demam (-), batuk (-), pilek (-), pusing (-), mual (-), muntah (-), sulit
makan, badan lemas (-), BAB (+), BAK (+) N, warna kuning.
O : Keadaan Umum : cukup, compos mentis
Tanda Vital : nadi
: 106x/menit
Pernafasan : 22x/menit
Suhu
: 36,90C
BB
: 7,2 kg
Status Generalis

: dbn

Status Neurologis : sde.


Status Mentalis

: sde

A : Gizi buruk tanpa komplikasi


P :
Tanggal 18 September 2015
S : Demam (-), batuk (-), pilek (-), pusing (-), mual (-), muntah (-), nafsu
makan mulai meningkat, badan lemas (-), BAB (+), BAK (+) N, warna
kuning.
O : Keadaan Umum : cukup, compos mentis
Tanda Vital : nadi
: 109x/menit
Pernafasan : 24x/menit
Suhu
: 36,40C
BB
: 7,2 kg
Status Generalis

: dbn

Status Neurologis : sde.


Status Mentalis
: sde
A : Gizi buruk tanpa komplikasi
P :

16

FLOW SHEET
Nama

: An. S

Diagnosis : Gizi buruk tanpa komplikasi

No
1.

Tgl
11-09-15 -

18-09-15 -

Problem

RR

Sulit makan

106

22

36,9

Masih sulit

109

24

36,4

BB

TB

kg
7,2

cm
60 -

7,2

60 -

makan
-

Planning

Target

Diet tinggi

Meningkatkan

protein

berat badan

Edukasi
Diet tinggi

Meningkatkan

protein

berat badan

Edukasi

17

BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA

A.

FUNGSI KELUARGA
1.

Fungsi Biologis
Keluarga terdiri dari bapak kandung dan ibu kandung An. S, Tn.
C berusia 34 tahun, yang merupakan seorang kepala rumah tangga. Ny
F adalah ibu kandung dari penderita, berumur 27 tahun. An.S
merupakan anak bungsu dari 4 bersaudara yang berusia 1 tahun 3 bulan.
Penderita ketika lahir ditolong oleh bidan, cukup bulan, spontan, menangis
dengan berat badan lahir 2400gram di rumah bidan.

2.

Fungsi Psikologis
An. S tinggal serumah dengan kedua orang tua dan kedua kakak
perempuan dan kakak laki-lakinya (Tn. C, Ny. F, An SS, An. N dan An.
M). Hubungan keluarga mereka terjalin cukup akrab, terbukti dengan
permasalahan-permasalahan yang dapat diatasi dengan baik dalam
keluarga ini. Hubungan diantara mereka cukup dekat antara satu dengan
yang lain. Ayah pasien bekerja dari senin hingga minggu dengan waktu
yang tidak menentu tergantung shif yang berubah setiap minggu. Sehingga
sehari-hari pasien lebih banyak menghabiskan waktunya dengan ibunya,
namun saat ayah pasien di rumah ayah pasien juga menemani pasien
bermain setiap harinya.
Permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan secara
musyawarah dan dicari jalan tengah, serta dibiasakan sikap saling tolong
menolong baik fisik, mental, maupun jika ada salah seorang di antaranya
yang

menderita

kesusahan.

Meskipun

penghasilan

mereka

tak

berkecukupan, namun mereka tetap hidup bahagia dan memasrahkan


semuanya kepada Tuhan.

18

3.

Fungsi Sosial
An. S adalah anak yang senang bermain dengan teman sekitar
rumah dan keluarganya. Dalam masyarakat pasien dan kedua orang tua
hanya sebagai anggota masyarakat biasa, tidak mempunyai kedudukan
sosial tertentu dalam masyarakat. Kedua orang tua penderita kurang aktif
dalam kegiatan sosial di masyarakat karena selain sibuk dengan
pekerjaannya juga sibuk dengan mengurus rumah tangga dan keluarga.
Kegiatan-kegiatan yang harus mengeluarkan biaya juga menjadi
penghambat bagi keluarga ini untuk aktif dalam kegiatan sosial dan
kemasyarakatan.

4.

Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan


Ayah pasien bekerja sebagai kernet bus dengan jam kerja yang
diatur sesuai shift yang di putar setiap minggunya. Ibu pasien sebagai ibu
rumah tangga. Sumber pendapatan keluarga didapatkan dari Ayah dengan
total penghasilan rata-rata perbulan Rp. 700.000 Rp 800.000. Ayah
pasien jarang menyisihkan gajinya untuk menabung ataupun untuk digunakan
sebagai biaya-biaya mendadak (seperti biaya pengobatan dan lain-lain).
Untuk biaya hidup sehari-hari seperti makan, minum, atau iuran
membayar listrik hanya mengandalkan hasil usaha bekerja menjadi kernet bus
tersebut. Untuk memasak memakai kompor minyak tanah. Makan sehari-hari
dengan nasi, jarang dengan lauk pauk, sayur-mayur, buah terkadang jika ada
yang memberikan buah tangan dari tetangga sekitar. dengan frekuensi makan
2-3 kali setiap harinya. Kalau ada keluarga yang sakit biasa berobat ke
Puskesmas atau bidan desa.
5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Penderita masih belum dapat memecahkan masalah sendiri karena
usia kedewasaan yang belum cukup. Untuk kemampuan beradaptasi
penderita tidak takut dengan orang baru yang ia kenal dan cepat
beradaptasi bermain bersama namun harus ada orang tua atau orang yang
lebih dulu dikenalnya.

19

B. FUNGSI FISIOLOGIS (A.P.G.A.R SCORE)


Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan A.P.G.A.R
SCORE dengan nilai hampir selalu = 2, kadang = 1, hampir tidak pernah = 0.
A.P.G.A.R SCORE disini akan dilakukan pada masing-masing anggota
keluarga dan kemudian dirata-rata untuk menentukan fungsi fisiologis
keluarga secara keseluruhan. Nilai rata-rata 1-5 = jelek, 5-7 = sedang, 8-10 =
baik.
ADAPTATION
An.S masih belum mampu berkomunikasi dengan baik, jika ada sesuatu
yang penderita inginkan ataupun yang penderita tidak sukai penderita hanya
menangis atau mengucap kata-kata yang belum lengkap.
PARTNERSHIP
An.S selalu ditemani dengan anggota keluarga yang tinggal serumah
secara bergantian dan dapat bersosialisasi dengan baik.
GROWTH
An.A belum dapat mengungkapkan keinginannya dengan baik.
AFFECTION
An.S mendapatkan kasih sayang yang cukup dari seluruh anggota
keluarganya.
RESOLVE
An.S mendapatkan kebersamaan dalam keluarga yang cukup baik meski
jarang bermain dengan Ayahnya karena Ayahnya bekerja pada malam hari dan
pagi atau siang harinya lebih banyak dipakai untuk beristirahat karena lelah.

Tabel 2.1 Skor APGAR Tn. C

20

A.P.G.A.R Tn. C Terhadap Keluarga

Hampir

Kadang

Hampir

selalu

-kadang

tidak
pernah

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke


keluarga
P

saya

bila

saya

menghadapi

masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan

saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerimadan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga

saya

mengekspresikan kasih sayangnya dan


merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan

saya membagi waktu bersama-sama


Total poin = 9
Tn. C bekerja sebagai kernet bus antar kota yang lebih sering mendapat shift
pada malam hari dan pulang pagi hari sehingga waktu siang hari atau sore hari
dimana merupakan kesempatan untuk bersama keluarga dipakai untuk beristirahat
sehingga sulit untuk membagi waktu untuk bersama-sama.

21

Tabel 2.2 Skor APGAR Ny. F


A.P.G.A.R An. AA Terhadap Keluarga

Hampir

Kadang

Hampir

selalu

-kadang

tidak
pernah

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke


keluarga
P

saya

bila

saya

menghadapi

masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan

saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerimadan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga

saya

mengekspresikan kasih sayangnya dan


merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan

carakeluarga

saya

dansaya membagi waktu bersama-sama


Total poin = 10
Ny. F bekerja sebagai ibu rumah tangga seluruh waktunya digunakan untuk
mengurus rumah dan anak-anaknya. Seluruh waktunya diluangkan untuk anak dan
suaminya

22

Tabel 2.3 Skor APGAR An. SS


A.P.G.A.R An. AR Terhadap Keluarga

Hampir

Kadang

Hampir

selalu

-kadang

tidak
pernah

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke


keluarga
P

saya

bila

saya

menghadapi

masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan

saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerimadan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga

saya

mengekspresikan kasih sayangnya dan


merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan

carakeluarga

saya

dansaya membagi waktu bersama-sama


Total poin = 9
An. SS merupakan kakak tertua An. S yang masih besekolah di tingkat
SD, sepulang sekolah ia mengasuh ketiga adiknya dan membantu mengurus
urusan rumah sehingga sulit memiliki waktu untuk bersama-sama.

23

Tabel 2.4 Skor APGAR An. N


A.P.G.A.R Tn. N Terhadap Keluarga

Hampir

Kadang

Hampir

selalu

-kadang

tidak
pernah

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke


keluarga
P

saya

bila

saya

menghadapi

masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan

saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerimadan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga

saya

mengekspresikan kasih sayangnya dan


merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan

saya membagi waktu bersama-sama


Total poin = 9
A.P.G.A.R SCORE keluarga pasien = (9+10+9+9)/4
=

9,2

Kesimpulan : fungsi fisiologis keluarga pasien baik


Secara keseluruhan total poin dari A.P.G.A.R keluarga pasien adalah 37,
sehingga rata-rata A.P.G.A.R dari keluarga pasien adalah 9,2. Hal ini
menunjukkan bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga pasien dalam
keadaan baik.
C. FUNGSI PATOLOGIS (S.C.R.E.E.M)

24

Fungsi patologis dari keluarga An. S dinilai dengan menggunakan


S.C.R.E.E.M sebagai berikut :
Tabel 2.6 Tabel SCREEM
SUMBER
Social

PATOLOGI
KET
Interaksi sosial yang baik antar anggota keluarga juga +
dengan saudara pertisipasi mereka dalam masyarakat
kurang baik karena memiliki aktivitas masing-masing
dan Ayah penderita bekerja pada malam hari
sehingga

Cultural

pagi/siang

hari

digunakan

untuk

beristirahat.
Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan sehari-hari baik dalam
keluarga maupun di lingkungan, banyak tradisi budaya
yang masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara yang
bersifat hajatan, sunatan, wetonan dll. Menggunakan

Religion

bahasa jawa, tata krama dan kesopanan.


Pemahaman agama cukup. Namun penerapan ajaran +
agama kurang, hal ini dapat dilihat dari penderita dan
orang tua hanya menjalankan sholat sesekali saja.
Sebelum sakit penderita rutin belajar mengaji di sore

Economic

hari di masjid dekat rumah.


Ekonomi keluarga ini tergolong menengah kebawah, +
untuk memenuhi kebutuhan primer sudah bisa
terpenuhi,

meskipun

belum

mampu

mencukupi

kebutuhan sekunder rencana ekonomi tidak memadai,


diperlukan skala prioritas untuk memenuhi kebutuhan
Education

hidup.
Pendidikan

anggota

keluarga

kurang

memadai. +

Pendidikan dan pengetahuan orang tua masih rendah.


Kemampuan untuk memperoleh dan memiliki fasilitas
pendidikan seperti buku dan koran terbatas.

25

Medical

Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan yang lebih baik. Dalam mencari pelayanan kesehatan
keluarga ini biasanya menggunakan puskesmas dan hal
ini mudah dijangkau karena letaknya dekat.

Keterangan :
Social (+) artinya keluarga An. S masih menghadapi permasalahan dalam

hal sosial terutama di kalangan tetangga, karena kurangnya aktifitas antar tetangga
di tempat tinggal An. S sehingga mungkin menyebabkan interaksi sosial antar
tetangga terutama bapak-bapak sedikit berkurang..

Cultural (-) artinya keluarga An. S masih aktif dalam pergaulan


sehari-hari. Keluarga An. S masih menganut tradisi jawa, hal ini terbukti
keluarga An.S masih mengikuti tradisi yasinan, mauludan, wetonan,
menggunakan bahasa jawa, tata krama dan kesopanan.

Religion (+) artinya keluarga An. S memiliki permasalahan dalam


bidang agama, keluarga An. S tidak menjalankan kewajiban sholat 5 waktu.
Hal ini akan mempengaruhi ketentraman batin karena penderita dan
keluarganya kurang dekat dengan Tuhan terutama dalam menghadapi
berbagai permasalahan yang ada.

Economic (+) artinya ekonomi keluarga pasien masih tergolong


rendah, pendapatan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan primer.

Education (+) artinya keluara Tn. C masih memiliki pengetahuan


yang kurang, khususnya mengenai permasalahan kesehatan.

Medical (-) artinya dalam mencari pelayanan kesehatan pasien


sudah baik, yaitu dengan langsung mengunjungi Puskesmas terdekat tidak
berobat ke dukun atau yang semisalnya.

Kesimpulan :

26

Dalam keluarga An. S fungsi patologis yang positif adalah fungsi sosial,
fungsi kultural, fungsi religi, fungsi ekonomi dan fungsi edukasi.
D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Alamat

: Desa Mindi RT 006 RW 001, Kecamatan Porong, Sidoarjo

Bentuk Keluarga : Nuclear Family


Diagram 1. Genogram Keluarga
Dibuat tanggal 11 September 2015

Tn. C, 34 thn

Ny.D,27thn

An. SS, 10 th

An. N, 7 thn

An. M, 4 tahun

An. S, 1 thn 3 bln

Keterangan:
= Laki-laki
= Perempuan
Atau

= Meninggal
= Pasien

27

E. INFORMASI POLA INTERAKSI KELUARGA


Diagram 2. Pola Interaksi Keluarga An. F
DALAM SATU RUMAH
Ny.F

Tn.C

An.S

An. SS

An. N

Sumber : Data Primer, September 2015


Keterangan :

hubungan baik

Kesimpulan :
Hubungan antara anggota keluarga di keluarga An.F baik-baik saja dan
sangat harmonis dan saling dukung mendukung.

F. Pertanyaan Sirkuler
28

1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh ibu
penderita?
Jawab : Mengobati dengan membelikan obat di warung dekat rumah,
merawat dan menyiapkan kebutuhan selama sakit. Jika tidak kunjung
membaik membawanya ke puskesmas terdekat.
2. Ketika ibu bertindak seperti itu apa yang dilakukan ayah penderita?
Jawab : Mendukung dan membantu apa yang dilakukan oleh ibu,
termasuk mengantar penderita ke puskesmas.
3. Ketika ayah seperti itu apa yang dilakukan anggota keluarga yang lain?
Jawab : Ikut mendukung dan membantu apa yang telah diputuskan ayah,
seperti ikut ke puskesmas menemani penderita, dan juga membantu ibu
mengerjakan pekerjaan rumah.
4. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan?
Jawab : Ijin ayah, jika berhalangan bisa diwakilkan ke ibu.
5. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita?
Jawab :Anggota keluarga yang dekat dengan penderita adalah ibunya yaitu
Ny.F.
6. Selanjutnya siapa?
Jawab : Kakak perempuannya yaitu An.SS, An.N karena keduanya selalu
berada di rumah setelah pulang dari sekolah dan kakak laki-lakinya An.M
yang belum bersekolah.
7. Siapa yang secara emosional jauh dari penderita?
Jawab : Tidak ada.
8. Siapa yang selalu tidak setuju dengan pasien?
Jawab :Tidak ada.
9. Siapa yang biasanya tidak setuju dengan anggota keluarga lainnya?
Jawab :Tidak ada.

29

BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN

A.

IDENTIFIKASI FAKTOR PERILAKUDAN NON PERILAKU


1. Faktor Perilaku Keluarga
An. S adalah seorang anak dari pasangan Tn. C dan Ny. F. Penderita
belum sekolah dan masih dalam proses pertumbuhan dan perkembangan
anak. Sejak tiga bulan ini penderita memiliki status gizi kurang dan kedua
orang tua penderita belum banyak memiliki pengetahuan tentang
kesehatan khususnya tentang gizi balita dan pentingnya pola asuh serta
sanitasi yang berkaitan erat dengan penyakit penderita. Walaupun begitu
kedua orang tua An.S tetap menginginkan anaknya sehat dengan gizi
seimbang.
Menurut semua anggota keluarga ini sehat adalah terhindar dari
penyakit dan tetap dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Keluarga ini
menyadari pentingnya kesehatan karena apabila mereka sakit akan
menghambat pekerjaan mereka dan pendapatan keluarga akan berkurang
sehingga membebani anggota keluarga lainnya. Keluarga ini meyakini
bahwa sakitnya bukan berasal dari guna-guna atau sihir melainkan karena
pola pemberian makanan yang kurang seimbang. Mereka tidak
mempercayai mitos namun untuk berobat mereka lebih mempercayakan
pemeriksaan atau pengobatannya pada mantri, bidan, dokter di puskesmas.
Perabot keluarga di rumah ini tidak tertata rapi dan kebersihan dalam
rumah sangat kurang. Barang-barang hanya diletakkan seadanya. Rumah
jarang disapu dan halaman rumah tidak tertata rapi.
Keluarga ini memiliki fasilitas jamban tapi sangat kotor namun
keluarga tetap menggunakan jamban tersebut untuk buang hajat. Untuk

30

melakukan kegiatan cuci mencuci dan mandi keluarga ini menggunakan


air sumur.
2. Faktor Non Perilaku
Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga
menengah kebawah. Keluarga ini memiliki satu sumber penghasilan yaitu
dari ayah penderita.
Rumah yang dihuni keluarga ini kurang memadai karena masih ada
kekurangan dalam pemenuhan standar kesehatan. Dari tata ruang yang tidak
sehat dimana dapur ruang kelurga ruang makan dan kamar mandi
bersebelahan. Sampah keluarga dibuang ditempat pembuangan sampah yang
ada di belakang rumah. Fasilitas kesehatan yang sering dikunjungi oleh
keluarga ini jika sakit adalah posyandu.
B. IDENTIFIKASI LINGKUNGAN RUMAH
1. Gambaran Lingkungan
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 15 x 5 m2,
berdempetan dengan rumah tetangganya, memiliki pekarangan rumah di
belakang dan tidak memiliki pagar pembatas. Rumah ini terdiri dari 1
kamar tidur, 1 ruang tempat baju yang jarang digunakan, 1 kamar mandi
dan tempat untuk mencuci, 1 ruang tempat kardus dan sepeda motor, 1
ruang TV, dapur dan lantai atas untuk tempat jemuran. Semua dinding
rumah dari tembok dan sudah dicat sebagian. Ruang tempat kardus dan
sepeda motor, ruang TV, dan sebagian koridor lantainya terbuat dari
semen. Sedangkan kamar tidur, dapur dan kamar mandi lantainya dari
tekel. Atap rumah pasien terbuat dari genteng dan tidak ditutupi langitlangit. Rumah memiliki koridor dan terdapat dua jendela dengan ukuran 2
x1 m sedangkan kamar tidur rumah pasien tidak memiliki jendela.
Ventilasi dan penerangan rumah kurang. Perabotan rumah tangga cukup.
Sumber air untuk kebutuhan sehari-harinya keluarga ini menggunakan air
sumur. Sehari-hari keluarga memasak menggunakan kompor minyak
tanah. Secara keseluruhan kebersihan rumah kurang.

31

2. Denah Rumah
5M

TEMPAT MENCUCI
R. TV

K. mandi

DAPUR
K. Tidur

15 M

K. Tidur

R. GARASI

Gambar. Denah Rumah An.S

Keterangan :
: Jendela
: Satu Pintu
: Tembok Bata dengan cat

32

BAB IV
DAFTAR MASALAH

1.

Masalah aktif :
a.
b.
c.
2.

Gizi buruk tanpa komplikasi


Kondisi ekonomi lemah
Tingkat pendidikan orang tua masih rendah
Faktor resiko :
a.

Asupan gizi yang kurang terpenuhi

b.

Sosial ekonomi rendah

c.

Lingkungan tempat tinggal yang tidak sehat

33

DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN


(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada dengan
faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)
3. M asalah
pem berian
m akan

2. Peran kader dalam penem uan


kasus gizi kurang

4. K urangnya inform asi


tentang gizi kurang

A
n.

1. Rum ah tidak sehat baik luas,


ventilasi (lem bab), dll

34

BAB V
PATIENT MANAGEMENT

A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT


a.

Dukungan Psikologis
Suport psikologis Pasien memerlukan dukungan psikologis dengan
memberikan perhatian pada berbagai aspek masalah yang dihadapi,
memberikan perhatian pada pemecahan masalah yang ada, memantau
kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan, memberikan
stimulasi. Sehingga diharapkan suppport psikologis tersebut dapat
mendukung tumbuh kembang pasien.
Dukungan psikososial dari keluarga dan lingkungan merupakan
hal yang harus dilakukan. Bila ada masalah, evaluasi psikologis dan
evaluasi kondisi sosial, dapat dijadikan titik tolak program terapi.

b.

Penentraman Hati
Menentramkan Menentramkan hati diperlukan untuk keluarga
pasien dengan problem psikologis antara lain yang disebabkan oleh
persepsi yang salah tentang penyakit pasien, kecemasan, kekecewaan
dan

keterasingan

yang

dialami

pasien

akibat

penyakitnya.

Menentramkan hati keluarga penderita dengan memberikan edukasi


tentang penyakit bahwa penyakitnya tersebut bukan penyakit turunan
dan dapat disembuhkan. Faktor yang paling penting untuk
kesembuhannya adalah ketekunan dalam menjalani pengobatan sesuai
petunjuk dokter. Selain itu juga didukung dengan makan makanan
yang bergizi tinggi meskipun sederhana, istirahat yang cukup.
c.

Penjelasan,

Basic

Kounseling

dan

Pendidikan Pasien
Keluarga diberikan penjelasan yang benar mengenai apa itu gizi
buruk dan gizi kurang. Hal ini bisa dilakukan melalui konseling setiap
kali pasien kontrol dan melalui kunjungan rumah baik oleh dokter
35

maupun oleh Yankes. Keluarga penderita juga diberi penjelasan


tentang pentingnya asupan gizi pasien dan pentingnya gizi untuk
perkembangan tumbuh kembang pasien.
d.

Menimbulkan

rasa

percaya

diri

dan

tanggung jawab pada diri sendiri


Dokter perlu menimbulkan rasa percaya dan keyakinan pada diri pasien
dan keluarga bahwa ia bisa melewati berbagai kesulitan dan pasienannya.
Selain itu juga ditanamkan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri
mengenai kepatuhan dalam jadwal makan, mau makan-makanan yang
bergizi.
e.

Pengobatan
Medikamentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera dalam
penatalaksanaan.

f.

Pencegahan dan Promosi Kesehatan


Hal yang tidak boleh terlupakan adalah pencegahan dan promosi
kesehatan berupa pemberian makanan yang bergizi, penyuluhan
tentang pentingnya asupan gizi yang cukup untuk perkembangan
tumbuh kembang balita. pemantauan posyandu terhadap anak anak
yang dicurigai mengalami gizi kurang dan gizi buruk sehingga dapat di
tangani lebih dini.

B.

FAMILY CENTERED MANAGEMENT


Prevensi untuk bebas gizi buruk antara lain dengan cara :
1. Memberikan ASI eksklusif dan MP-ASI pada bayi sesuai
kebutuhan
2. Makan makanan yang mengandung gizi seimbang
3. Meningkatkan Perhatian / Dukungan Ibu terhadap Anak dalam
Praktek Pemberian Makanan
4. Pemantauan pertumbuhan anak
5. Penggunaan garam beryodium
Menjaga kebersihan lingkungan dan rumah agar bersih dan sehat

36

BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
GIZI BURUK

A.

LATAR BELAKANG
Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi
pemantauan pertumbuhan dan identifikasi faktor risiko melalui kegiatan
surveilans. Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia. Hasil
Susenas menunjukkan adanya penurunan prevalensi balita gizi buruk yaitu
dari 10,1% pada tahun 1998 menjadi 8,1% pada tahun 1999 dan menjadi 6,3%
pada tahun 2001.
Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya
manusia. Gizi buruk tidak hanya meningkatkan angka kesakitan dan angka
kematian tetapi juga menurunkan produktifitas, menghambat pertumbuhan
sel-sel otak yang mengakibatkan kebodohan dan keterbelakangan (Novitasari,
2012).
Salah satu upaya peningkatan derajat kesehatan adalah perbaikan gizi
masyarakat, gizi yang seimbang dapat meningkatkan ketahanan tubuh, dapat
meningkatkan kecerdasan dan menjadikan pertumbuhan yang normal (Depkes
RI, 2004). Namun sebaliknya gizi yang tidak seimbang menimbulkan masalah
yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh Indonesia, masalah gizi yang tidak
seimbang itu adalah Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA),
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) dan Anemia Gizi Besi
(Depkes RI, 2004 ).
Khusus untuk masalah Kurang Energi Protein (KEP) atau biasa dikenal
dengan gizi kurang atau yang sering ditemukan secara mendadak adalah gizi
buruk terutama pada anak balita, masih merupakan masalah yang sangat sulit
sekali ditanggulangi oleh pemerintah, walaupun penyebab gizi buruk itu
sendiri pada dasarnya sangat sederhana yaitu kurangnya intake (konsumsi)
makanan terhadap kebutuhan makan seseorang. Sebelum gizi buruk ini
37

terjadi, telah melewati beberapa tahapan yang dimulai dari penurunan berat
badan dari berat badan ideal seorang anak sampai akhirnya terlihat anak
tersebut sangat buruk (gizi buruk). Jadi masalah sebenarnya adalah
masyarakat atau keluarga balita belum mengatahui cara menilai status berat
badan anak (status gizi anak).
B. DEFINISI
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi,
atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi
tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut
kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus),
dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak
balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut
(busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan
kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya berada di
bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein,
karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah
teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran.
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi
menahun (Novitasari, 2012).
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui
dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun
(baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur
menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau
sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila
jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah
salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut (Novitasari, 2012).

38

C. KRITERIA ANAK GIZI BURUK


Menurut Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk Kementrian Kesehatan
Indonesia pada tahun 2011, Kriteria anak dengan gizi buruk adalah sebagai
berikut :
1. Gizi Buruk Tanpa Komplikasi
a. BB/TB: < -3 SD dan atau;
b. Terlihat sangat kurus dan atau;
c. Adanya Edema dan atau;
d. LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan
2. Gizi Buruk dengan Komplikasi
Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah
satu atau lebih dari tanda komplikasi medis berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Anoreksia
Pneumonia berat
Anemia berat
Dehidrasi berat
Demam sangat tinggi
Penurunan kesadaran

D. KLASIFIKASI GIZI BURUK


Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmuskwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda
klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda, antara lain (Wahidin 2007)
:
1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat.
Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak
terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit),
rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan
pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak
sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih
merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Wahidin 2007).
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan
otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
39

c. Iga gambang dan perut cekung


d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan
protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat
adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung
kaki sampai seluruh tubuh
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah
dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut
kepala kusam.
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan
terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang
tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (Wahidin 2007).
3. Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung
protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita
demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula (Wahidin
2007).
E.

PATOFISIOLOGI
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau
anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti
40

suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok


dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena
keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga
mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan
protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya
bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini
terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel
rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi
pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini
butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran
adaptasi rodopsin (Wahidin 2007).
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi).
Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon
patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan
Mg seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi
karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi
penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan
LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit
ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting
edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting
edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik
intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma
ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada
penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi
natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh.
Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi
multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke daerah
sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya
membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya

41

terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan


hidrostatik dan onkotik (Nelson, 2007).
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus adalah
kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup,
kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak
terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan
ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan
penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri
anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya
marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :
1. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori
yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang
dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya
pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
2. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi
enteral

misalnya

infantil

gastroenteritis,

bronkhopneumonia,

pielonephiritis dan sifilis kongenital.


3. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis
pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
4. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut
pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat.
5. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan
yang cukup.
6. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance.
7. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan
bila penyebab maramus yang lain disingkirkan
8. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan
tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus.

42

9. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya


marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan
penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan
susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila
disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak
jatuh dalam marasmus.
F.

FAKTOR PENYEBAB GIZI BURUK


Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut (Wahidin,
2007) :
1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang
dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita
penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering
diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi.
2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga, perilaku,
pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan,
tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan,
pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh
karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor
Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga dalam memenuhi
kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup
baik maupun gizinya.
Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan
yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan
yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya
makanan secara adekuat, anak tidak cukup salah mendapat makanan bergizi
seimbang, dan pola makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti
layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling
terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan
kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk
43

pada

sistem

pertahanan

sehingga

memudahkan

terjadinya

infeksi

(Soetjiningsih, 1995).
Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan
zat-zat gizi ensensial, yang bisa disebabkan oleh: asupan yang kurang karena
makanan yang jelek atau penyerapan yang buruk dari usus (malabsorbsi),
penggunaan berlebihan dari zat-zat gizi oleh tubuh, dan kehilangan zat-zat
gizi yang abnormal melalui diare, pendarahan, gagal ginjal atau keringat yang
berlebihan (Soetjiningsih, 1995).
G.

DIAGNOSIS
Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri
dan pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis gizi buruk berbeda-beda
tergantung dari derajat dan lamanya deplesi protein dan energi, umur
penderita, modifikasi disebabkan oleh karena adanya kekurangan vitamin dan
mineral yang menyertainya. Gejala klinis gizi buruk ringan dan sedang tidak
terlalu jelas, yang ditemukan hanya pertumbuhan yang kurang seperti berat
badan yang kurang dibandingkan dengan anak yang sehat (Krisnansari, 2010).
Penentuan status gizi berdasarkan Z score =
nilai individu subyek nilai median baku rujukan
nilai simpang baku rujukan

44

Tabel Status Gizi secara Klinis dan Antropometri

Tabel Nilai baku rujukan menurut WHO

45

H. PENATALAKSANAAN
Alur dan Penatalaksanaan Gizi buruk
Berikut disertakan alur pemeriksaan anak dengan gizi buruk

Gambar 7.1 Bagan Diagnosa Gizi Buruk dan Gizi Kurang3

46

Selain itu, berikut disertakan alur pelayanan anak gizi buruk di rumah
sakit/puskesmas perawatan.

Bagan 2. Alur Pelayanan Anak Gizi buruk di Rumah Sakit/Puskesmas


Perawatan

47

Gambar 7.2 Bagan Diagnosa Gizi kurang dan penympangan tumbuh


kembang anak
1. Penanganan anak gizi kurang
Untuk mengatasi kekurangan gizi yang terjadi pada kelompok usia
balita perlu diselenggarakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
Pemulihan. PMT Pemulihan bagi anak usia 6-59 bulan dimaksudkan
sebagai tambahan, bukan sebagai pengganti makanan utama sehari-hari.
PMT Pemulihan dimaksud berbasis bahan makanan lokal dengan menu
khas daerah yang disesuaikan dengan kondisi setempat (Ditjen Bina Gizi
Dan Kesehatan Ibu Dan Anak Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Sasaran
a. Balita gizi kurang atau kurus usia 6-59 bulan termasuk balita dengan
Bawah Garis Merah (BGM) dari keluarga miskin menjadi sasaran
prioritas penerima PMT Pemulihan (Ditjen Bina Gizi Dan
Kesehatan Ibu Dan Anak Kementerian Kesehatan RI,
2011).
48

b. Balita dengan kriteria tersebut di atas, perlu dikonfirmasi kepada


Tenaga Pelaksana Gizi atau petugas puskesmas, guna menentukan
sasaran penerima PMT Pemulihan. 1
Cara Penentuan Sasaran :
Sasaran dipilih melalui hasil penimbangan bulanan di
Posyandu dengan urutan prioritas dan kriteria sebagai
berikut :
a. Balita yang dalam pemulihan pasca perawatan gizi
buruk

di

TFC/Pusat

Pemulihan

Gizi/Puskesmas

Perawatan atau RS
b. Balita kurus dan berat badannya tidak naik dua kali
berturut-turut (2 T)
c. Balita kurus
d.

Balita Bawah Garis Merah (BGM) (Ditjen Bina Gizi Dan Kesehatan
Ibu Dan Anak Kementerian Kesehatan RI, 2011)

Tabel 7.3 pola pemberian makanan bayi dan balita (Ditjen Bina Gizi Dan
Kesehatan Ibu Dan Anak Kementerian Kesehatan RI, 2011).

49

I.

DAMPAK GIZI BURUK


Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu saja
terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun negara, di
samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri. Kondisi gizi
buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena kondisi gizi
buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan) asupan
mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan
memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme
maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi
(Soetjiningsih, 1995).
Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa
karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain
hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia
(kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan kekurangan
elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan namun tidak di
follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat catch up dan mengejar
ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk
terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya.
Akibat

gizi

buruk

terhadap

pertumbuhan

sangat

merugikan

performance anak, akibat kondisi stunting (postur tubuh kecil pendek) yang
diakibatkannya dan perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi
terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya,
lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak terhadap
pertumbuhan otak ini menjadi patal karena otak adalah salah satu aset yang
vital bagi anak.
Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk
terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami
gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan dampak
jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangn
kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian,
50

gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi
anak (Nelson, 2007).
J. HUBUNGAN KONDISI PERUMAHAN DENGAN GIZI BURUK
Kondisi Lingkungan memegang peranan penting dalam menentukan
status kese-hatan balita. Lingkungan yang baik akan memberikan dampak
yang baik bagi ke-sehatan guna menciptakan manusia yang berkualitas.
Sebaliknya lingkungan yang kumuh akan berdampak buruk pada status
kesehatan.
Faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan lingkungan diantaranya
adalah kondisi keluarga. Kondisi keluarga yang baik akan memberikan
pengaruh kepada lingkungan fisik rumah, ketahanan pangan dan asupan gizi
anggota ke-luarga. Dengan baiknya kondisi keluarga akan memungkinkan
keluarga memper-baiki lingkungan fisik rumah dan akan memberikan
dampak yang baik bagi kese-hatan. Baiknya lingkungan fisik rumah akan
memberikan kontribusi terhindarnya balita dari kontak langsung dengan
kontaminan. Sehingga antara lingkungan fisik rumah dengan kondisi keluarga
erat hubungannya.
Kondisi keluarga juga mempunyai hubungan dengan ketahanan pangan,
karena dengan baiknya kondisi keluarga membuat orang tua akan memenuhi
ke-butuhan akan asupan pangan yang cukup. Dengan terpenuhinya pangan
keluarga akan memperbaiki kondisi status gizi balitanya, karena salah satu
faktor yang mempengaruhi status gizi adalah ketahanan pangan keluarga.
Dengan baiknya sta-tus gizi balita akan berhubungan dengan status
kesehatan.
Berdasarkan dari Laporan Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2004
ten-tang kajian kesehatan lingkungan menyatakan bahwa cakupan jamban
keluarga baru mencapai 76 %, air bersih 84,9 %, sistem pembuangan air
limbah (SPAL) 77 %, sistem pembuangan sampah yang belum memadai.
Kondisi lingkungan se-perti ini akan menjadi permasalahan serius yang perlu
diperhatikan.

51

Kondisi itu banyak ditemukan pada rumah tangga pinggiran yang masih
sangat minim dalam penanganan masalah lingkungan. Ditandai dengan belum
adanya wc sendiri, tempat pembuangan sampah rumah tangga, belum
tersedianya sarana air bersih, masih menggunakan media kayu sebagai bahan
bakar dan masih banyaknya rumah dengan kondisi tidak sehat. Kondisi ini
akan menyebabkan ter-jadinya kontak langsung antara kontaminan dengan
balita dan ibu yang mempe-ngaruhi keadaan kesehatan balita itu sendiri.
Status kesehatan dan status gizi balita saling memberi dampak, karena
ke-dua faktor ini saling mempengaruhi. Baiknya asupan gizi akan
memberikan pe-ngaruh yang baik bagi status kesehatan balita. Karena status
gizi pada balita ada-lah salah satu indikator dalam pembangunan nasional.
Pada masa balita mereka mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan
yang cepat dan sangat penting untuk keberlangsungan hidupnya. Oleh karena
itu status gizi merupakan salah sa-tu ukuran penting dari kualitas sumber daya
manusia.
1. Sanitasi
Sanitasi adalah suatu usaha kesehatan yang bertujuan untuk
mencegah fak-tor-faktor hidup yang dapat menimbulkan berbagai macam
penyakit secara epi-demologi, meliputi semua media pemukiman hidup
organisme serta segala kondisi yang secara langsung maupun tidak yang
diduga dapat mempengaruhi tingkat ke-hidupan dan kesehatan organisme
itu sendiri. Tempat pembuangan limbah rumah tangga di rumah pasien
terlihat tidak teratur. Kondisi rumah juga bersebelahan dengan kandang
kambing diman dapat menularkan penyakit akibat sanitasi yang buruk.
Tempat pembuangan kotoran rumah tangga (jamban) juga tidak ada di
rumah tersebut sehingga jika buang air besar di kali.
2. Air Minum
Air terlindungi yaitu air yang terhindar dari kontaminan luar seperti
air ledeng, pam, atau sejenisnya atau air yang langsung dari mata air
tanpa harus kena sinar matahari terlebih dahulu me-lalui pipa yang
menyalurkan ke rumah-rumah. Sedangkan air tidak terlindungi a-dalah
52

air sungai, air sumur terbuka dan air hujan. Di tempat rumah pasien
sumber air minum berasal dari air sumur, dimana lokasi rumah pasien
berdekatan dengan lokasi lumpur, sehingga ada kemungkinan sumber air
yang digunakan sudah tercemar.
3. Bahan Bakar
Bahan bakar dengan memperhatikan aspek bahan bakar yang
digunakan untuk memasak. Bahan bakar dikategorikan pada bahan bakar
kayu, kompor dan kompor gas. Kondisi di rumah pasien masih
menggunakan tungku sebagai alat masak dimana kebersihannya masih
belum terjamin,
4. Lantai Rumah
Lantai rumah adalah keadaan fisik konstruksi lantai rumah dimana masih
berupa lantai dari tanah.
Kebiasaan dan perilaku penghuni
a.
b.
c.
d.
e.

Harus rajin membersihkan rumah


Memindahkan kandang hewan jauh dari rumah
Membuat tempat pembuangan limbah yang baik
Membuat jamban
Membersihkan alat makanan dan minuman termasuk alat memasak

53

BAB VII
PENUTUP

A.

KESIMPULAN
1. Segi Biologis :
a. An. S (15 bulan) menderita Gizi buruk berdasarkan kategori NCHS.
b. Nafsu makan yang kurang menyebabkan berat badan An. S tidak
bertambah
c. Rumah dan lingkungan sekitar keluarga An. S tidak sehat
2. Segi Psikologis :
a.

Hubungan antara anggota keluarga dan anggota

masyarakat yang terjalin cukup akrab, harmonis dan hangat.


b.

Pengetahuan akan status gizi balita masih kurang

berhubungan dengan tingkat pendidikan yang masih rendah


c.
Ketelatenan keluarga dalam megobati dan memberi
makan pasien sangat membantu pasien dalam proses penyembuhan
3. Segi Sosial, Ekonomi :
a. Problem ekonomi menjadi kendala utama dalam keluarga ini yang
berpengaruh pada ketidak mampuan mendapatkan pelayanan dan
informasi tentang kesehatan keluarga juga untuk dapat mempunyai
fasilitas sanitasi, rumah yang sesuai dengan standart kesehatan
b. Kurangnya kegiatan di daerah tempat tinggal menyebabkan ayah
pasien kurang berinteraksi dengan kepala keluarga lainnya
4. Segi fisik :
a. Lingkungan rumah An. S yang tidak bersih.

B.

SARAN

54

Untuk mengatasi kasus yang diderita pasien maka harus :


1. Untuk masalah medis (Gizi buruk) dilakukan langkah-langkah :

Preventif : Pasien diberikan makanan dengan menu

seimbang. Menjaga lingkngan rumah agar bersih dan sehat,


memperhatikan higiene sanitasi dan lingkungan.

Promotif : Edukasi keluarga pasien mengenai pola

makan yang memenuhi gizi seimbang dan diberi pengarahan


mengenai cara penyiapan dan penyimpanan makanan yang baik.
Diusahakan makanan sederhana tetapi mengandung menu gizi
seimbang.

Kuratif

: Mengkonsumsi makanan yang banyak

mengandung banyak kalori dan protein yang mencukupi kebutuhan


tubuh, selain itu dapat meningkatkan daya tahan tubuh.

Rehabilitatif : Memberikan stimulasi guna tumbuh

kembang dan pemulihan kondisi pasien.


2. Untuk masalah kondisi rumah yang tergolong kriteria rumah tidak
sehat dapat dilakukan langkah-langkah :

Preventif :

Edukasi penderita dan anggota keluarga untuk menjaga kebersihan


rumah dan lingkungan rumah. Rajin menjemur bantal, guling dan
kasur. Membuka pintu rumah pada pagi hari agar sinar matahari
pagi dapat masuk terutama ke dalam kamar tidur. Diharapkan
menggunakan beberapa genteng kaca atau genteng plastik pada
ruang yang kurang dalam pencahayaan. Membersihkan rumah dan
jamban, menguras bak mandi, membangun tempat pembuangan
sampah dan saluran air dengan membuat SPAL (Sarana
Pembuangan Air Limbah), menata barang-barang agar tidak
menjadi sarang kuman dan nyamuk.

Promotif : Edukasi penderita dan anggota keluarga

untuk menjaga kebersihan rumah dan lingkungan rumah.


55

3. Untuk masalah persepsi mengenai penyakit gizi buruk, dilakukan


langkah-langkah :

Promotif : Memberikan pengertian kepada keluarga

pasien mengenai gizi buruk, bahwa gizi buruk dapat ditangani


dengan baik hingga sembuh.

56

DAFTAR PUSTAKA

Ditjen Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan Anak Kementerian Kesehatan RI,
(2011),

Panduan Penyelenggaraan Pemberian Makanan Tambahan

Pemulihan Bagibalita Gizi Kurang. Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta
Glascoe FP. Robertshaw NS. 2007 Parents Evaluation of Developmental
Status (PEDS): An evidence-based method for detecting and addressing
developmental and behavioral problems in children Case ExampleEllsworth &
Vandermeer Press, Nolensville
Irwanto, dkk, (2006), Penyimpangan Tumbuh Kembang Anak, Divisi Tumbuh
Kembang Anak dan Remaja Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr.
Soetomo Surabaya, Surabaya.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, (2011). Keputusan Mentri
Kesehatan Republik Indonesia nomor: 1995/MENKES/SKX/XII/2010 tentang
Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (2011), Bagan Tata Laksana Anak
Gizi buruk Buku 1, Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan Anak
Direktorat Bina Gizi, Jakarta
Lestari, Hesti dkk , (2007) ,Penilaian PEDS pada Anak Usia 6-72 bulan, Sari
Pediatri
Nelson, 2007, Ilmu Kesehatan Anak, Ed 15th , EGC, Jakarta

57

1. LAMPIRAN

Bagian depan rumah

Ruang TV

58

Kamar

Dapur

59

Kamar mandi

60

Anda mungkin juga menyukai