memudahkan
pemahamannya,
maka
pengertian
tersebut
dapat
menjadi 2,40 pada tahun 2008, namun posisi Indonesia masih menjadi negara dengan
tingkat korupsi yang tinggi.
Hal-hal di atas menurut banyak pihak berpendapat terjadi disebabkan karena
kelemahan sistem pengendalian intern. Opini disclaimer disebabkan tidak memadainya
kompetensi sumber daya manusia dalam mengelola keuangan negara/daerah, terutama
di bidang akuntansi, dan tingginya tingkat korupsi, terutama disebabkan oleh
pemberantasan korupsi yang masih bertumpu pada langkah penindakan (represif)
ketimbang pencegahan (preventif), belum menyentuk kepada akar permasalahan yaitu
melalui pengelolaan risiko dan kegiatan pengendalian.
Dalam rangka upaya mereformasi bidang keuangan, pemerintah telah
mengeluarkan 3 paket perundang-undangan di bidang keuangan negara, yaitu Undangundang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan Negara. Dengan
adanya tiga paket tersebut telah memberikan implikasi pengelolaan keuangan negara
yang terdesentralisasi yang diwujudkan dalam suatu sistem yang transparan, akuntabel
dan terukur. Guna mewujudkan itu semua diperlukan suatu sistem pengendalian intern
yang dapat memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan instansi
secara efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebagai wujudnya dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004,
pasal 58 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa
lingkup penyelenggaraan
disebutkan di atas dapat berlaku pada tingkat instansi secara keseluruhan atau hanya
berlaku pada aktivitas atau fungsi tertentu saja dalam satu instansi (pada kegiatankegiatan yang dilaksanakan oleh instansi). Sesuai PP Nomor 60 Tahun 2008, tiap-tiap
unsur tersebut dirinci lagi kedalam sub unsur-sub unsur yang lebih detail dan bersifat
teknis. Misalnya unsur pertama dirinci kedalam 8 sub unsur yang harus diterapkan,
unsur kedua sebanyak 2 sub unsur, unsur ketiga terdiri dari 11 sub unsur, unsur keempat
sebanyak 2 sub unsur dan unsur kelima dirinci kedalam 3 sub unsur yang harus
diterapkan. Semua unsur saling terkait dan terintegrasi dam satu sistem, yaitu sistem
pengendalian intern.
begitu
penting
dan
strategisnya
penerapan
SPIP
dalam
diberikan sosialisasi dan workshop. Demikian pula pihak BPKP selaku pembina baik
BPKP Pusat maupun BPKP Perwakilan akan selalu memberikan arahan dan pembinaan.
Dalam waktu dekat BPKP akan mengeluarkan juklak/juknis terkait penerapan SPIP
tersebut.
Terkait dengan sosialisasi SPIP ini, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui
Badan Pendidikan dan Latihan Provinsi akan memasukkan materi SPIP sebagai salah
satu materi tambahan/penunjang pada setiap kegiatan Diklat yang diselenggarakan
mulai tahun anggaran 2010 ini. Sehingga akhirnya diharapkan SPIP akan diketahui dan
dipahami oleh seluruh aparatur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Akankah langkah-langkah ini dapat berhasil dengan baik, tentu sangat berkaitan pula
seberapa tingginya komitmen dan dukungan Pemerintah Daerah beserta aparaturnya,
mari kita lihat gebrakan berikutnya. Patut dicatat, bahwa untuk mengimplementasikan
SPIP tersebut tidak bisa disimsalabim dalam waktu sekejap tapi membutuhkan proses
dan waktu yang tidak sebentar.
------------------------------------------*) Sekretaris Inspektorat Prov Sumbar