Anda di halaman 1dari 6

Mengenal Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)

dan Penerapannya di Provinsi Sumatera Barat


Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta!! Itulah ungkapan yang
biasa diberikan oleh orang bijak ketika ia tidak memberikan perhatian kepada sesuatu
padahal yang sesuatu itu adalah penting bahkan amat penting untuk dikenal dan
dicintai. Lalu apa yang saya maksudkan sesuatu dalam tulisan ini? Adalah Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah yang disingkat dengan SPIP. Banyak orang telah
mengucapkan tapi tidak tahu artinya. Banyak orang telah membaca tapi tidak tahu
akronimnya. Hal itu terbukti, ketika saya pernah ditelpon bahkan ketemu langsung oleh
beberapa orang pejabat yang menanyakan perihal SPIP itu akronim dari apa, padahal
SPIP yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 itu, telah
disosialisasikan kepada seluruh pimpinan SKPD di Lingkungan Pemerintah Provinsi
Sumatera Barat. Kenapa masih ada yang tidak tahu? Jawabnya sederhana, mungkin
karena ia tidak hadir pada acara sosialisasi tersebut atau mungkin karena lupa atau
kurang perhatian dan tidak pula membaca Peraturan Pemerintah tersebut.
Apa arti SPIP?
Guna memahami arti SPIP terlebih dahulu perlu tahu apa arti sistem
pengendalian intern. Sistem pengendalian intern didalam PP Nomor 60 tahun 2008
artinya adalah proses yang intergral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara
terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan
memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien,
keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan. Lalu kalau demikian halnya maka Sistem Pengendalian
InternPemerintah atau SPIP didalam PP Nomor 60 Tahun 2008 adalah sistem
pengendalian intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah
baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Guna

memudahkan

pemahamannya,

maka

pengertian

diterjemahkan bahwa sistem pengendalian intern mencakup :


o proses;
o terintegrasi dalam tindakan dan kegiatan;
o secara terus menerus;
o pimpinan dan seluruh staf;
o memberikan keyakinan memadai;

tersebut

dapat

o mencapai tujuan; melalui :


-

kegiatan yang efektif dan efisien;

keandalan pelaporan keuangan;

pengamanan aset negara; dan

ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan pengertian tersebut jelaslah bahwa sistem pengendalian intern tidak


bisa dilaksanakan secara parsial, ia harus terintegrasi dalam bentuk tindakan dan
kegiatan. Dilaksanakan oleh semua anggota organisasi tidak terkecuali baik pimpinan
maupun staf, pimpinan tertinggi (top manajemen), middle manajemen maupun lower
manajemen. Semua barsatu padu membentuk konfigurasi yang terpola dalam satu
kesatuan, yang satu tidak merasa lebih penting dari yang lain, dan yang lain tidak boleh
merasa dilangkahi atau melangkahi yang lain dengan tekad yang sama yaitu mencapai
tujuan organisasi sebagaimana termaktub dalam visi dan misinya. Tujuan tercapai tidak
asal tercapai saja melainkan dengan sumber daya yang efektif dan efisien baik sumber
daya manusia maupun sumber daya keuangan. Laporan keuangannya handal, barang
milik negara (aset) terjaga dengan baik (aman) dalam koridor yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan berlaku. Setiap kegiatan, setiap kebijakan dan setiap
tindakan yang akan dilakukan harus dapat dipahami oleh semua unsur/pelaku yang
terlibat dalam organisasi tersebut. Tidak dikenal manajemen tunggal tetapi yang
diutamakan adalah manajemen partisipatif, semua untuk satu dan satu untuk semua,
itulah motto yang pantas dilengketkan dalam mengimplementasikan SPIP.
Kenapa perlunya ber-SPIP?
Perlunya menerapkan SPIP dilatar belakangi oleh adanya beberapa isu pokok
dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain : opini disclaimer (tidak memberikan
pendapat) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan. Opini
disclaimer yang diberikan BPK itu dapat mengakibatkan menurunnya kepercayaan
publik terhadap kemampuan pemerintah dalam mengelola keuangan negara/daerah.
Disamping itu penyerapan anggaran yang relatif rendah atau lambat juga menjadi isu
yang tidak kalah menariknya. Bagi daerah yang penyerapan anggarannya rendah telah
mendapat kecaman dari masyarakat dan untuk itu pemerintah pusat memberikan
punishment kepada daerah-daerah yang dinilai rendah kinerja penyerapan anggarannya.
Isu lainnya yang juga sangat mendapat perhatian publik adalah berkaitan dengan
masalah korupsi. Meskipun telah terjadi peningkatan skor pada Indeks Persepsi Korupsi
(IPK) menurut hasil survei Transparancy Internasional, yaitu dari 2,2 pada tahun 2007

menjadi 2,40 pada tahun 2008, namun posisi Indonesia masih menjadi negara dengan
tingkat korupsi yang tinggi.
Hal-hal di atas menurut banyak pihak berpendapat terjadi disebabkan karena
kelemahan sistem pengendalian intern. Opini disclaimer disebabkan tidak memadainya
kompetensi sumber daya manusia dalam mengelola keuangan negara/daerah, terutama
di bidang akuntansi, dan tingginya tingkat korupsi, terutama disebabkan oleh
pemberantasan korupsi yang masih bertumpu pada langkah penindakan (represif)
ketimbang pencegahan (preventif), belum menyentuk kepada akar permasalahan yaitu
melalui pengelolaan risiko dan kegiatan pengendalian.
Dalam rangka upaya mereformasi bidang keuangan, pemerintah telah
mengeluarkan 3 paket perundang-undangan di bidang keuangan negara, yaitu Undangundang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan Negara. Dengan
adanya tiga paket tersebut telah memberikan implikasi pengelolaan keuangan negara
yang terdesentralisasi yang diwujudkan dalam suatu sistem yang transparan, akuntabel
dan terukur. Guna mewujudkan itu semua diperlukan suatu sistem pengendalian intern
yang dapat memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan instansi
secara efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebagai wujudnya dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004,
pasal 58 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa

dalam rangka meningkatkan kinerja,

transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku kepala


pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di
lingkungan pemerintahan secara menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan
pemerintah. Oleh karena itu lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Terbitnya PP Nomor 60 Tahun 2008
tersebut selain sebagai amanah dari reformasi di bidang keuangan negara juga ditujukan
untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah sebagaimana dijelaskan
di atas. Dengan membangun SPIP secara berkelanjutan pada akhirnya ditujukan untuk
menciptakan pelaporan keuangan pemerintah yang handal, kegiatan yang efektif dan
efisien, taat pada peraturan, serta iklim yang kondusif untuk mencegah korupsi (clean
government), memperkuat akuntabilitas yang akhirnya menciptakan tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance).

Apa saja Unsur-Unsur SPIP itu?


Sesuai dengan PP Nomor 60 tahun 2008 terdapat 5 unsur SPIP yang perlu
diimplementasikan oleh seluruh pimpinan dan staf pada semua jajaran instansi
pemerintah, yaitu :
1. Lingkungan pengendalian, adalah kondisi dalam instansi pemerintah yang dapat
membangun kesadaran semua personil akan pentingnya pengendalian dalam instansi
untuk menjalankan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya sehingga dapat
meningkatkan efektifitas sistem pengendalian intern.
2. Penilaian risiko adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang
mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah yang meliputi
kegiatan identifikasi, analisis dan mengelola risiko yang relevan bagi proses atau
kegiatan instansi.
3. Kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko
serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa
tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif.
4. Informasi dan komunikasi, dalam hal ini Informasi adalah data yang telah diolah
yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan dalam rangka penyelenggaraan
tugas dan fungsi instansi pemerintah. Sedangkan komunikasi adalah proses
penyampaian pesan atau informasi dengan menggunakan simbol atau lambang
tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan
balik.
5. Pemantauan adalah proses penilaian atas mutu kinerja sistem pengendalian intern
dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya
segera ditindaklanjuti.
Dalam implementasinya,

lingkup penyelenggaraan

kelima unsur yang

disebutkan di atas dapat berlaku pada tingkat instansi secara keseluruhan atau hanya
berlaku pada aktivitas atau fungsi tertentu saja dalam satu instansi (pada kegiatankegiatan yang dilaksanakan oleh instansi). Sesuai PP Nomor 60 Tahun 2008, tiap-tiap
unsur tersebut dirinci lagi kedalam sub unsur-sub unsur yang lebih detail dan bersifat
teknis. Misalnya unsur pertama dirinci kedalam 8 sub unsur yang harus diterapkan,
unsur kedua sebanyak 2 sub unsur, unsur ketiga terdiri dari 11 sub unsur, unsur keempat
sebanyak 2 sub unsur dan unsur kelima dirinci kedalam 3 sub unsur yang harus
diterapkan. Semua unsur saling terkait dan terintegrasi dam satu sistem, yaitu sistem
pengendalian intern.

Implementasi SPIP di Provinsi Sumatera Barat


Mengingat

begitu

penting

dan

strategisnya

penerapan

SPIP

dalam

penyelenggaraan pemerintahan, maka Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah


berkomitmen dengan sungguh-sungguh untuk menerapkan SPIP tersebut, agar
mempercepat terciptanya good and clean government di Provinsi Sumatera Barat. Hal
itu ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 40 Tahun
2009 tanggal 30 September 2009 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, sesuai dengan amanat pasal 60 PP Nomor 60
Tahun 2008. Menurut Kepala Puslitbangwas BPKP/Ketua Koordinator Satgas
Pembinaan Penyelenggaraan SPIP (Mirawati Sudjono, Ak, M.Sc) yang dimuat dalam
warta pengawasan edisi 4 Desember 2009 bahwa Pemerintah Provinsi Sumatera Barat
merupakan pemda pertama di Indonesia yang menetapkan peraturan kepala daerah
tentang Penyelenggaraan SPIP. Pasal 3 Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 40
Tahun 2009 menyatakan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah wajib menerapkan SPIP
sebagaimana dimaksud Pasal 2 Ayat (2) yang meliputi unsur : lingkungan pengendlian,
penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi dan pemantauan
pengendalian intern. Ketentuan tersebut telah menandai secara yuridis formal, masingmasing SKPD sudah wajib mengimplementasikannya dalam pelaksanaan tugas dan
kegiatan sehari-hari. Namun untuk mempermudah implementasinya, pada tahap awal
akan diuji cobakan pada 2 SKPD sebagai pilot proyeknya yaitu Inspektorat Provinsi dan
Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Barat. Meskipun demikian
SKPD lainnya tetap mempersiapkan infra struktur yang diperlukan dan lebih intens
mensosialisasikannya kepada seluruh aparatur di jajaran masing-masing, agar ia lebih
kenal dan lebih cinta untuk mendukung dan mengimplementasikannya nanti.
Adapun langkah-langkah dan kegiatan lainnya yang sudah dilakukan oleh
Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk mendukung pengimplementasian dan
pengembangan SPIP ini adalah melakukan sosialisasi dengan menghadirkan Plt. Kepala
BPKP, Kuswono Soeseno beserta Kepala Puslibangwas BPKP, Mirawati Soejono,
Ak.,M.Sc. Sosialisasi tersebut untuk pertama kali diselenggarakan tanggal 18 Agustus
2009 yang diikuti oleh seluruh pejabat eselon II di Lingkungan Pemerintah Provinsi
Sumatera Barat. Kemudian pada tahap berikutnya telah diberikan workshop terhadap 80
orang pejabat eselon III dan IV pada 7 s/d 11 September dan 8 s/d 12 September 2009.
Keberhasilan penerapan SPIP akan ditentukan oleh seberapa jauh tingkat
pengenalan dan pemahaman aparatur terhadap SPIP tersebut. Oleh karena itu, SPIP
harus dikenal oleh semua aparatur, dan kepadanya secara berkesinambungan akan

diberikan sosialisasi dan workshop. Demikian pula pihak BPKP selaku pembina baik
BPKP Pusat maupun BPKP Perwakilan akan selalu memberikan arahan dan pembinaan.
Dalam waktu dekat BPKP akan mengeluarkan juklak/juknis terkait penerapan SPIP
tersebut.
Terkait dengan sosialisasi SPIP ini, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui
Badan Pendidikan dan Latihan Provinsi akan memasukkan materi SPIP sebagai salah
satu materi tambahan/penunjang pada setiap kegiatan Diklat yang diselenggarakan
mulai tahun anggaran 2010 ini. Sehingga akhirnya diharapkan SPIP akan diketahui dan
dipahami oleh seluruh aparatur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Akankah langkah-langkah ini dapat berhasil dengan baik, tentu sangat berkaitan pula
seberapa tingginya komitmen dan dukungan Pemerintah Daerah beserta aparaturnya,
mari kita lihat gebrakan berikutnya. Patut dicatat, bahwa untuk mengimplementasikan
SPIP tersebut tidak bisa disimsalabim dalam waktu sekejap tapi membutuhkan proses
dan waktu yang tidak sebentar.
------------------------------------------*) Sekretaris Inspektorat Prov Sumbar

Anda mungkin juga menyukai