Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi kapsul fibromuskuler,
yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra
pars prostatika) dan berada di sebelah anterior rektum. bentuknya sebesar buah kenari dengan
berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih
3cm, lebar paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5cm. memiliki 5 lobus lobus lateral, lobus medius,
lobus anterior, lobus posterior. sebagian besar hiperplasia prostat terjadi di zona transisional,
sedangkan karsinoma prostat pada zona perifer.
Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan cairan dan plasma
seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80%
pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan
dengan pemberian Stilbestrol.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. DEFINISI
Hiperplasia kelenjar periuretral prostat yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke
perifer dan menjadi simpai bedah.
II. 2 ETIOLOGI BPH
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia
prostat adalah:
1. Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara
hormon testosteron dan hormon estrogen. sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya
hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk
inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk
perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron
dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang
dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat..
3. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkuramgnya sel yang mati
4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa
berada dalam keadaan keseimbangan steady state, antara pertumbuhan sel dan sel yang
mati,. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau
proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.
5. Teori Dehidrotestosteron (DHT)

Testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang


menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein
menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.

II. 3 PATOFISIOLOGI BPH


Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk
dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase
penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran
kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan
gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase
dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.
Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan
aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh
ke dalam gagal ginjal.
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu
komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan
adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga
terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi
tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi
pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan
tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung
dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.

II. 4 GAMBARAN KLINIS BPH


1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruktif dan
gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika
karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi
cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah :
1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)
2. Pancaran miksi yang lemah (weak stream)
3. Miksi terputus (Intermittency)
4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga
faktor, yaitu :
1. Volume kelenjar periuretral
2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Kekuatan kontraksi otot detrusor
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak sempurna
pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat
menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum
penuh.Gejalanya ialah :
1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
2. Nokturia
3. Miksi sulit ditahan (Urgency)
4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, WHO
menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut Skor
Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score). Sistem skoring

I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu
pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien.
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu: Ringan :
skor 0-7, Sedang : skor 8-19, Berat skor 20-35
Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria untuk
mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami kepayahan
(fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin
akut. Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh beberapa faktor pencetus,
antara lain:
o

Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing
terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung diuretikum
(alkohol, kopi) dan minum air dalam jumlah yang berlebihan

Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau
mengalami infeksi prostat akut

Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau
yang dapat mempersempit leher vesica urinaria, antara lain: golongan antikolinergik atau
alfa adrenergik.

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhan akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala
obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari
hidronefrosis)., atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.
3. Gejala di luar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.
II. 5 DIAGNOSIS BPH
a. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan colok dubur memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani, reflek
bulbo cavernosus, mukosa rektum, kelainan dalam rektum dan tentu saja teraba prostat.
Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
2. Adakah asimetris
3. Adakah nodul pada prostate
4. Apakah batas atas dapat diraba
5. Sulcus medianus prostate
6. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar, konsistensi
prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak
didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat,
batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat
keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu
prostat akan teraba krepitasi.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan teraba
masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri tekan supra
simfisis.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.
1. Darah : Ureum dan Kreatinin, Elektrolit, Prostate Specific Antigen (PSA),Gula darah

2. Urin

: Kultur urin + sensitifitas test, Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik, Sedimen

Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang
menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa
antimikroba yang diujikan.

Faal ginjal diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang mengenai
saluran kemih bagian atas. Sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari kemungkinan
adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada vesica
urinaria.
d. Pemeriksaan pencitraan
1. Foto polos abdomen (BNO)
BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa
prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica urinaria yang penuh terisi urin,
yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Selain itu juga bisa menunjukkan adanya
hidronefrosis, divertikel kandung kemih atau adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.
2. Pielografi Intravena (IVP)
Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya:
a. kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis
b.

memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat
atau ureter di sebelah distal yang berbentuk seperti mata kail atau hooked fish

c. penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakulasi

d. foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin


3. USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)
Untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran
prostat maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan volume
vesica urinaria dan jumlah residual urine, serta mencari kelainan lain yang mungkin ada di
dalam vesica urinaria seperti batu, tumor, dan divertikel.
e. Pemeriksaan Lain
1. Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh daya
kontraksi otot detrusor, tekanan intravesica, resistensi uretra. Angka normal laju pancaran urin

ialah 10-12 ml/detik dengan puncak laju pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan,
laju pancaran melemah menjadi 6 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 15 ml/detik.
2. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)
Pancaran urin melemah yang diperoleh dari pemeriksaan uroflowmetri tidak dapat
membedakan penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi yang melemah.
3. Pemeriksaan Volume Residu Urin
Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan memasang kateter
uretra dan mengukur berapa volume urin yang masih tinggal. Sisa urin lebih dari 100 cc
biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada penderita
prostat hipertrofi.
II.6 KRITERIA PEMBESARAN PROSTAT
Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dilakukan beberapa cara, diantaranya adalah :
1. Rektal grading. Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum :

derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum

derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum

derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum

derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum

2. Berdasarkan jumlah residual urine

derajat 1 : <50 ml

derajat 2 : 50-100 ml

derajat 3 : >100 ml

derajat 4 : retensi urin total

3. Intra vesikal grading

derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet

derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter

derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter

derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter

4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi :


derajat 1 : kissing 1 cm
derajat 2 : kissing 2 cm
derajat 3 : kissing 3 cm
derajat 4 : kissing >3 cm
II. 7 KOMPLIKASI
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat
menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
1. Inkontinensia Paradoks
2. Batu Kandung Kemih
3. Hematuria
4. Sistitis
5. Pielonefritis
6. Retensi Urin Akut Atau Kronik
7. Refluks Vesiko-Ureter
8. Hidroureter
9. Hidronefrosis
10. Gagal Ginjal

II. 8 PENATALAKSANAAN

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat


gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO Prostate Symptom Score). Skor ini berdasarkan
jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila
WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan
WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.
Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk menentukan
cara penanganan.

Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan
pengobatan secara konservatif.

Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan yang
sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection (TUR).
Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam
keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif.

Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman
biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila
diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu
jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka.

Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan
penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang
sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi
diagnostik, kemudian terapi definitif dapat dengan TURP atau operasi terbuka.
Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan

kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan
bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun
demikian pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang mempunyai
keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah.
Mengingat gejala klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran
kelenjar periuretral, menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor,
maka pengobatan gejala klinik ditujukan untuk :
1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat

2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor
1. Terapi Konservatif Non Operatif
a. Observasi (Watchful waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang diberikan adalah
mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obatobatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi, dan tidak diperbolehkan
minuman alkohol agar tidak sering miksi.
b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:
1. mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan a blocker
(penghambat alfa adrenergik)
2. menurunkan

volume

prostat

dengan

cara

menurunkan

kadar

hormon

testosteron/dehidrotestosteron (DHT)
Obat Penghambat adrenergik a
Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam prostat dan
leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha adrenergik. Seperti diketahui di
dalam otot polos prostat dan leher vesica banyak terdapat reseptor alpha adrenergik. Obat-obatan
yang sering digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Obat penghambat alpha
adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos prostat yaitu 1a (tamsulosin), sehingga efek
sistemikyang tak diinginkan dari pemakai obat ini dapat dikurangi. Dosis dimulai 1 mg/hari
sedangkan dosis tamzulosin 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaan antagonis alpha 1 adrenergik untuk
mengurangi obstruksi pada vesica tanpa merusak kontraktilitas detrusor.
Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran urine, menurunkan sisa
urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga memberi penyulit hipotensi, pusing, mual,
lemas, dan meskipun sangat jarang bisa terjadi ejakulasi retrograd, biasanya pasien mulai
merasakan berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah pemakaian obat.
Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase

Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 15 mg/hari. Obat golongan
ini dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron sehingga prostat yang membesar dapat
mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan alpha blocker dan manfaatnya
hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Salah satu efek samping obat ini adalah melemahkan
libido dan ginekomastia.
Fitoterapi
Fitoterapi yang digunakan untuk pengobatan BPH adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto dan
Pumpkin Seeds. Saw Palmetto menunjukkan perbaikan klinis dalam hal:

frekuensi nokturia berkurang

aliran kencing bertambah lancar

volume residu di kandung kencing berkurang

gejala kurang enak dalam mekanisme urinaria berkurang.

Mekanisme kerja obat diduga kuat:

menghambat aktivitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor androgen

bersifat antiinflamasi dan anti oedema

2. Terapi Operatif
Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan penyulit
tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran kemih, kelainan
pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang tidak menunjukkan perbaikan setelah
menjalani pengobatan medikamentosa.
1. Prostatektomi terbuka. Dilakukan dengan metode:
Retropubic infravesica (Terence Millin)
Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)
2. Prostatektomi Endourologi
a. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)

Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir seluruhnya
terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama kapsulnya. Reseksi
kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar
supaya daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang
dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran
listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah adalah H2O
steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat
masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi.
Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau
dikenal dengan sindroma TUR P. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah,
kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi,
pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam keadaan koma dan meninggal.
b. Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)
Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran prostatnya
mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan pada pasien yang
umurnya masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau incisi leher buli-buli atau
bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara endoskopik yaitu
dengan menyayat memakai alat seperti yangg dipakai pada TUR P tetapi memakai alat
pemotong yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai
dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat..
c. Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)
Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TUR P) untuk mengangkat prostat yang
membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang pengobatan dengan TUMT dan TURF
belum dapat memberikan hasil yang sebaik dengan operasi maka dicoba cara operasi yang dapat
dilakukan hampir tanpa perdarahan.
Pada waktu ablasi akan ditemukan pop corn effect sehingga tampak melalui sistoskop terjadi
ablasi pada permukaan prostat, sehingga uretra pars prostatika akan segera menjadi lebih lebar,
3. Invasif Minimal
a. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)

Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan dengan jalan
melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan melalui operasi terbuka. Prostat
di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar. Mekanismenya :
1. Kapsul prostat diregangkan
2. Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut
3. Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika dirusak
b. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)
Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk menghasilkan ablasi
termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang baik guna mencapai tujuan untuk
menghasilkan prosedur dengan perdarahan minimal, tidak invasif dan mekanisme ejakulasi
dapat dipertahankan.
c. Stent Urethra
Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja kateter
tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang spiral dibuat dari logam
bercampur emas yang dipasang diujung kateter (Prostacath). Stents ini digunakan sebagai
protesis indwelling permanen yang ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau bimbingan
pencitraan.
BAB III
KESIMPULAN

Hiperplasia kelenjar periuretral prostat yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke
perifer dan menjadi simpai bedah.
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk
dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.

Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruktif dan
gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika
karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi
cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.
Mengingat gejala klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran
kelenjar periuretral, menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor,
maka pengobatan gejala klinik ditujukan untuk :
4. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat
5. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
6. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada leher
vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan
endourologi yang kurang invasif.

Anda mungkin juga menyukai