Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Uretra merupakan saluran yang urin dari vesika urinaria ke meatus uretra, untuk
dikeluarkan ke luar tubuh. Uretra pada pria memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai saluran urin &
saluran untuk semen dari organ reproduksi. Panjang uretra pria kira-kira 23 cm & melengkung
dari kandung kemih ke luar tubuh, melewati prostate dan penis. Sedangkan uretra pada wanita
lurus & pendek, berjalan secara langsung dari leher kandung kemih ke luar tubuh.
Uretra pria dibagi atas dua bagian, yaitu uretra anterior & uretra posterior. Uretra anterior
dibagi menjadi uretra bulbaris, penil, & glandular. Fosa navikularis ialah dilatasi distal kecil
dalam uretra glandular. Uretra anterior dikelilingi oleh badan erektil, korpus spongiosum.
Glandula bulbourethralis (glandula Cowper) terletak pada diafragma urogenitalis & bermuara ke
dalam uretra bulbaris. Uretra penil dilapisi oleh banyak kelenjar kecil, glandula Littre.
Uretra posterior terdiri dari uretra pars membranasea & prostatika. Uretra pars prostatika
terbentang dari vesika urinaria ke uretra pars membranasea, serta mengandung verumontanum
(daerah meninggi pada bagian distal basis uretra pars prostatika yang dibentuk oleh masuknya
duktus ejakulatorius dan utrikulus, yang merupakan sisa duktus Muller).
Uretra juga dapat dibagi atas tiga bagian, antara lain uretra prostatika, uretra
membranasea, dan uretra spongiosa. Uretra prostatika dimulai dari leher vesika urinaria dan
termasuk juga bagian yang melewati kelenjar prostat. Uretra prostatika merupakan bagian yang
paling lebar diantara bagian uretra lainnya. Uretra membranasea adalah uretra yang terpendek
dan paling sempit dengan panjang sekitar 12-19 mm. Pada uretra membranasea terdapat spingter
uretra eksterna, yang berfungsi dalam pengaturan keluar urin yang dikendalikan secara voluntar.
Uretra spongiosa adalah uretra yang terpanjang, kira-kira 150 mm, yang dimulai dari porsio
membranasea melewati korpus spongiosum dan berakhir di glan penis.
Penyakit striktur uretra biasanya sekunder terhadap trauma atau peradangan. Penyakit
gonokokus merupakan penyebab utama peradangan, dan penyebab traumatik yang sering terjadi
mencakup fraktur pelvis, instrumentasi, atau drainase kateter urinaria jangka panjang.

Bila mukosa ditraumatisasi, maka urin cenderung diekstravasasi dan jaringan parut
menyebabkan striktura. Pasien dengan striktura dapat timbul dengan infeksi traktus urinarius
atau penurunan ukuran dan tenaga aliran urin. Gejala bisa identik dengan hipertrofi prostat
benigna pada pria tua.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 PENGERTIAN
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut dan
kontraksi. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita karena adanya perbedaan
panjang uretra. Uretra pria dewasa berkisar antara 23-25 cm, sedangkan uretra wanita sekitar 3-5
cm. Karena itulah uretra pria lebih rentan terserang infeksi atau terkena trauma dibanding
wanita. Beberapa faktor resiko lain yang diketahui berperan dalam insiden penyakit ini,
diantaranya adalah pernah terpapar penyakit menular seksual, ras orang Afrika, berusia diatas 55
tahun, dan tinggal di daerah perkotaan. Striktur dapat terjadi pada semua bagian uretra, namun
kejadian yang paling sering pada orang dewasa adalah di bagian pars bulbosa-membranasea,
sementara pada pars prostatika lebih sering mengenai anak-anak. Infeksi yang paling sering
menimbulkan striktur uretra adalah infeksi oleh kuman gonokokus, yang sempat menginfeksi
uretra sebelumnya. Trauma yang dapat menyebabkan striktur uretra adalah trauma tumpul pada
selangkangannya (straddle injury), fraktur tulang pelvis, atau cedera pasca bedah akibat insersi
peralatan bedah selama operasi transurethral, pemasangan kateter, dan prosedur sitoskopi.
Striktur kongenital sangat jarang terjadi. Striktur ini disebabkan karena penyambungan yang
tidak adekuat antara ureta anterior dan posterior, tanpa adanya faktor trauma maupun
peradangan.

II. 2 PENYEBAB STRIKTUR URETRA


Striktur uretra dapat disebabkan oleh setiap peradangan kronik atau cedera. Radang
karena gonore merupakan penyebab penting, tetapi radang lain yang kebanyakan disebabkan
penyakit kelamin lain, juga merupakan penyebab uretritis dan periuretritis. Kebanyakan striktur
ini terletak di uretra pars membranasea, walaupun juga bisa ditempat lain.
Trauma uretra dapat terjadi pada fraktur panggul dan karena cedera langsung, misalnya
pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal sepeda sehingga jatuh dengan

uretra pada bingkai sepeda lelaki sehingga terjadi cedera kangkang. Yang juga tidak jarang
terjadi ialah cedera iatrogenik akibat kateterisasi atau instrumentasi.

Lokasi striktur (1,2,3). 1. Pars membranasea, 2. Pars bulbosa, 3. Meatus uretra, 4.


Kandung kemih, 5. Prostat, 6. Rectum, 7. Diafragma urogenital, 8. Simfisis.
Tabel 1. Letak Striktur Uretra dan Penyebabnya
Letak Uretra
Pars membranasea

Penyebab
Trauma panggul, kateterisasi salah Jalan.

Pars bulbosa

Trauma/ cedera kangkang, uretritis.

Meatus

Balanitis, instrumentasi kasar.

Penyebab lain terjadinya striktur uretra ialah tindakan-tindakan bedah seperti bedah
rekonstruksi uretra terhadap hipospadia, epispadia, kordae, dan bedah urologi.
Striktur uretra paling sering terjadi pada pria karena uretra pria lebih panjang daripada
uretra wanita. Penyebab lainnya ialah tekanan dari luar uretra seperti tumor pada hipertrofi
prostat benigna, atau pun juga bisa diakibatkan oleh kelainan congenital, namun jarang terjadi.
Resiko striktur uretra meningkat pada orang yang memiliki riwayat penyakit menular seksual,
episode uretritis berulang, atau hipertrofi prostat benigna.

II. 3 DERAJAT PENYEMPITAN URETRA


Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur uretra dibagi menjadi tiga
tingkatan, yaitu derajat:
1. Ringan

: jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra

2. Sedang

: jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan diameter lumen uretra

3. Berat

: jika terdapat oklusi lebih besar dari diameter lumen uretra

Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum
yang dikenal dengan spongiofibrosis.

II. 4 GEJALA KLINIS


Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan hambatan arus kemih dan kemudian
timbul sebagai sindrom lengkap obstruksi leher kandung kemih seperti digambarkan pada
hipertrofi prostat.
Gejala klinis yang sering ditimbulkan oleh striktur antara lain disuria, kesuliran
berkemih, pancaran kemih yang menurun, frekuensi kemih yang abnormal, rasa tidak nyaman,
hematuria, nyeri pelvis atau bagian bawah perut, pengosongan kantung kemih yang tidak puas.
II. 5 PATOFISIOLOGI
Struktur uretra terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan mukosa
pada uretra merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, ureter dan ginjal. Mukosanya terdiri dari
epitel kolumnar, kecuali pada daerah dekat orifisium eksterna epitelnya skuamosa dan berlapis.
Submukosanya terdiri dari lapisan erektil vaskular.
Apabila terjadi perlukaan pada uretra, maka akan terjadi penyembuhan cara
epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan lain (jaringan ikat) yang tidak
sama dengan semula. Jaringan ikat ini menyebabkan hilangnya elastisitas dan memperkecil
lumen uretra, sehingga terjadi striktur uretra.

II 6 PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
Anamnesa
Untuk mencari gejala dan tanda adanya striktur uretra dan juga mencari penyebab striktur
uretra. Pemeriksaan fisik dan lokal: Untuk mengetahui keadaan penderita dan juga untuk meraba
fibrosis di uretra, infiltrat, abses atau fistula
2. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Urin dan kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi. Ureum dan kreatinin untuk
mengetahui faal ginjal.
Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan pancaran urin. Volume
urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi dengan lamanya proses miksi. Kecepatan
pancaran urin normal pada pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan
pancaran kurang dari harga normal menandakan ada obstruksi.
Radiologi
Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak penyempitan dan besarnya
penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang striktur adalah dengan
membuat foto bipolar sistouretrografi dengan cara memasukkan bahan kontras secara antegrad
dari buli-buli dan secara retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan ini panjang striktur dapat
diketahui sehingga penting untuk perencanaan terapi atau operasi.
Instrumentasi
Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan memasukkan kateter
Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba dengan kateter dengan ukuran yang lebih kecil

sampai dapat masuk ke buli-buli. Apabila dengan kateter ukuran kecil dapat masuk menandakan
adanya penyempitan lumen uretra.
Uretroskopi
Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra. Jika diketemukan adanya
striktur langsung diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik
dengan memakai pisau sachse
Diagnosis pasti terhadap striktur uretra, dapat dilakukan pemeriksaan radiologi dengan
kontras. Pemeriksaan ini dapat diketahui letak dan derajat strikturnya. Pemeriksaan radiology
dengan kontras yang biasa dilakukan ialah Retrograde Urethrogram (RUG) with Voiding
Cystourethrogram (VCUG).
Pemeriksaan yang lebih maju digunakan sistoskopi, yaitu penggunaan kamera fiberoptik pada
uretra. Dengan sitoskopi dapat dilihat penyebab striktur, letaknya, dan karakter dari striktur.
II. 7 DIAGNOSIS
Diagnosis striktur uretra dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik. Diagnosis pasti
striktur uretra didapat dari pemeriksaan radiologi, tentukan lokasi dan panjang striktur serta
derajat penyempitan dari lumen uretra.
II. 8 TERAPI
Pengobatan terhadap striktur uretra tergantung pada lokasi striktur, panjang/ pendeknya
striktur, dan kedaruratannya. Striktur uretra dapat diobati dengan melakukan dilatasi uretra
secara periodik. Dilatasi dilakukan dengan halus & hati-hati setiap 2-3 bulan. Namun teknik
seperti ini cenderung menimbulkan striktur uretra kembali.
Komplikasi striktur uretra yang ringan sangat rendah, sehingga pilihan terapi yang dapat
diberikan ialah dengan dilatasi uretra atau uretrotomi interna yang dilihat langsung. Pada pasien
tertentu dengan striktura pendek, maka uretrotomi interna yang dilakukan dengan peralatan
pemotong kecil, telah memberikan hasil yang memuaskan. Bila diperlukan dilatasi secara sering,
bila ada striktura panjang atau majemuk, bila dilatasi terlalu sulit atau bila striktura terdapat pada
anak, maka intervensi bedah terbuka dapat menjadi indikasi.

Beberapa pilihan terapi yang dapat dilakukan antara lain:


1. Dilatasi, balon kateter atau dialtor (plastik atau metal) dimasukkan ke dalam uretra untuk
membuka daerah yang menyempit.
2. Obturation, benda yang kecil, elastis, pipa plastik dimasukkan dan diposisikan pada
daerah striktur.
3. Uretrotomi (Endoscopic internal urethrotomy or incision), teknik bedah dengan derajat
invasif yang minim, dimana dilakukan tindakan insisi pada jaringan radang untuk
membuka striktur. Tindakan ini dikerjakan dengan menggunakan kamera fiberoptik
dibawah pengaruh anastesi.
4. Uretroplasti atau rekonstruksi uretra terbuka, ada dua jenis uretroplasti yaitu uretroplasti
anastomosis (daerah yang menyempit dibedah lalu uretra diperbaiki dengan mencangkok
jaringan atau flap dari jaringan di sekitarnya) & uretroplasti subsitusi (mencangkok
jaringan striktur yang dibedah dengan jaringan mukosa bibir/ Buccal Mucosa Graft,
jaringan kelamin, atau jaringan preputium/ Vascularized preputial or genital skin flaps).
5. Prosedur rekonstruksi multipel (perineal urethrostomy), tindakan bedah dengan membuat
saluran uretra di perineum (ruang antara anus dan skrotum).
Penggunaan antibiotik diindikasikan pada pasien yang memiliki infeksi saluran kemih.
Antibiotik yang diberikan disesuaikan dengan hasil tes kepekaan. Jika hasil tes kepekaan steril,
maka antibiotik dapat diindikasikan atas profilaksis seperti ampisilin atau sefalosporin generasi
ke I atau aminoglikosida (gentamisin, ibramisin).
II. 9 KOMPLIKASI
Striktur uretra menyebabkan retensi urin di dalam kantung kemih. Penumpukan urin
dalam kantung kemih beresiko tinggi untuk terjadinya infeksi, yang dapat menyebab ke kantung
kemih, prostat, dan ginjal. Abses di atas lokasi striktur juga dapat terjadi, sehingga menyebabkan
kerusakan uretra dan jaringan di bawahnya.
Selain itu, resiko terjadinya batu kandung kemih juga meningkat, timbul gejala sulit
ejakulasi, fistula uretrokutaneus (hubungan abnormal antara uretra dengan kulit), dan gagal
ginjal (jarang)

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan parut dan
kontraksi. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita karena adanya perbedaan
panjang uretra. Uretra pria dewasa berkisar antara 23-25 cm, sedangkan uretra wanita sekitar 3-5
cm. Karena itulah uretra pria lebih rentan terserang infeksi atau terkena trauma dibanding
wanita.
. Letak Striktur Uretra dan Penyebabnya
Letak Uretra
Pars membranasea

Penyebab
Trauma panggul, kateterisasi salah Jalan.

Pars bulbosa

Trauma/ cedera kangkang, uretritis.

Meatus

Balanitis, instrumentasi kasar.

Diagnosis striktur uretra dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik. Diagnosis pasti
striktur uretra didapat dari pemeriksaan radiologi, tentukan lokasi dan panjang striktur serta
derajat penyempitan dari lumen uretra.

Anda mungkin juga menyukai