, 2015
BAB III
ANALISIS KAWASAN PERENCANAAN
Desa Sidamulya, dan Desa Cipedang, serta sebagian Kecamatan Kroya yang terdiri
dari Desa Jayamulya, Desa Sukamelang, Desa Temiyang dan Desa Temiyangsari.
3.1.1.
yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan
yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Karakteristik lokasi dan
ii.
air tanah maupun air yang diolah oleh penyelenggara dengan jumlah yang
cukup. Untuk air PDAM suplai air antara 60 L/org/hari 100 liter/org/hari, tidak
berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir, erosi, abrasi), drainase baik
sampai sedang, tidak berada pada wilayah sempadan sungai / pantai / waduk /
danau / mata air / saluran pengairan / rel kereta api dan daerah aman
penerbangan, tidak berada pada kawasan lindung, tidak terletak pada kawasan
iii.
iv.
Penyediaan
kebutuhan
sarana
pendidikan
di
kawasan
peruntukan
Sistem jaringan transportasi darat berupa jaringan lalu lintas dan angkutan jalan yang
terdiri atas sistem jaringan jalan, jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, dan
jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan. Sistem jaringan jalan terbagi
Penyediaan
kebutuhan
sarana
kesehatan
di
kawasan
peruntukan
3.1.1.
menjadi sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Sistem
jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan
distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional,
dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat
kegiatan. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan
perkotaan. Status sistem jaringan jalan dalam Perkotaan Haurgeulis yaitu lokal
sekunder, status Kabupaten.Ruas jaringan jalan lokal sekunder diantaranya yaitu ruas
jalan Siliwangi dalam, ruas jalan Terusan KH. A. Dahlan, ruas jalan Manggungan, ruas
dengan status jalan kolektor primer luar Perkotaan Indramayu, status Kabupaten.
Ruas-ruas jalan tersebut diantaranya yaitu ruas jalan Patrol-Haurgeulis, ruas jalan
Haurgeulis-Karangtumaritis, ruas Haurgeulis-Bantarwaru. Selain jalan lokal sekunder
dan kolektor primer, dalam perkotaan Haurgeulis terdapat pula ruas jalan dengan
status jalan lingkungan yang tersebar di kecamatan. Dalam wilayah Kota Haurgeulis
terdapat sistem jaringan perkeretaapian jalur lintas utara yang menghubungkan
Cirebon-Jakarta. Stasiun kereta api Haurgeulis berada di Kecamatan Haurgeulis.
3.1.2.
serta sistem pengendalian daya rusak air. Peningkatan pengelolaan wilayah sungai
diarahkan untuk pengembangan prasarana pengendalia daya rusak air, jaringan
irigasi, waduk dalam rangka konservasi dan pendayagunaan sumberdaya air dan
Sistem jaringan telekomunikasi terdiri atas jaringan teresterial dan jaringan satelit.
rehabilitasi kawasan hutan dan lahan kritis di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS)
Jaringan terseterial berupa kabel telepon yang tersebar di setiap kecamatan
kritis dan sangat kritis. Peningkatan pengelolaan wilayah sungai meliputi wilayah
sedangkan jaringan satelit untuk menjangkau telekomunikasi di kawasan hutan
sungai lintas provinsi yaitu Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, wilayah
atau kabupaten yang terpencil. Menara telekomunikasi berupa menara BTS,
sungai lintas kabupaten yaitu Wilayah Sungai Citarum, wilayah sungai satu
menara radio udara, dan menara radio komunikasi udara keberadaannya diperlu
kabupaten yang meliputi 73 aliran sungai kecil, waduk yaitu waduk Cipancuh dan
ditata dan dikendalikan keberadaannya. Pertumbuhan menara telekomunikasi
waduk Bojongsari, dan situ yaitu Situ Brahim, Situ Jangkar, Situ Sindang, Situ
yang pesat, tanpa adanya penataan yang baik akan berdampak pada lingkungan
Bolang, Situ Buburgadung, serta Situ Kesambi.
sekitar, seperti terganggunya fungsi resapan air, berkurangnya nilai estitika pada
kawasan yang memiliki nilai estitika tinggi, dampak sosial, lingkungan dan
aliran air, melakukan pembangunan dan perbaikan pintu-pintu air, dan mencegah
harus sigap dalam menanggapi fenomena tersebut. Rencana pengaturan lokasi dan
saja kebijakan yang dimaksudkan tidak bertentangan dengan kebijakan lain yang
kerjasama dengan proporsi yang seimbang, dan pengaturan kebutuhan irigasi dan
jaringan air baku untuk air bersih, jaringan air minum kepada kelompok pengguna
pembangunan
(tanggul),
saluran besar, sedang dan kecil, mengembangkan sistem drainase yang terintegrasi
dengan sistem DAS dan sub DAS untuk kawasan perdesaan, mengembangkan
sistem drainase terpadu untuk kawasan perkotaan yang rentan banjir, menangani
sungai, situ, waduk, dan lahan-lahan kritis. Normalisasi sungai meliputi wilayah
sistem mikro, menangani sistem makro yang dilakukan melalui perbaikan dan
normalisasi badan air dari endapan lumpur dan sampah, serta pengelolaan
dan
pengembangan
tembok
penahan
tanah
Jalur dan ruang evakuasi bencana di wilayah kabupaten Indramayu meliputi jalur
Lokasi Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) yang ada di
evakuasi rawan bencana banjir dan gelombang pasang, serta ruang evakuasi
bencana alam. Jalur evakuasi rawan bencana banjir dan gelombang pasang
Indramayu Tahun 2010, terdiri dari TPPAS Pecuk, TPPAS Kebulen, TPPAS
diarahkan pada jaringan jalan terdekat menuju ruang evakuasi bencana meliputi
28 ruas jalan yang tersebar lokasinya. Ruang evakuasi bencana alam meliputi
memungkinkan sebagai ruang evakuasi bencana pada daerah rawan bencana. Jalur
Sistem jaringan air limbah meliputi sistem jaringan air limbah non domestik dan
domestik. Sistem jaringan air limbah non domestik berupa pembangunan Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT).
Sistem jaringan air limbah domestik berupa pembangunan jamban umum dan
evakuasi bencana dengan daerah rawan bencana Kecamatan Patrol, Anjatan, dan
Haurgeulis terdapat pada ruas jalan Patrol Haurgeulis. Selain itu terdapat pula
ruas jalan lainnya yaitu ruas jalan Haurgeulis Gantar yang merupakan jalur
evakuasi bencana banjir dengan daerah rawan bencana Kecamatan Haurgeulis.
3.1.3.
3.1.4.
Hutan Produksi adalah areal hutan yang dipertahankan sebagai kawasan hutan dan
kawasan lindung Daerah sebesar 14 persen dari luas seluruh wilayah Daerah yang
meliputi kawasan lindung berupa kawasan hutan dan kawasan lindung di luar kawasan
yaitu berupa hutan produksi tetap seluas 32.004 Ha yang berlokasi di Kecamatan
mempertahankan kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi hidrologis untuk
Haurgeulis, Gantar, Terisi, Kroya, Cikedung, dan Tukdana. Salah satu kriteria umum
kawasan lindung yang berada di luar kawasan hutan sehingga tetap berfungsi lindung.
Kawasan lindung yang terdapat dalam perkotaan Haurgeulis salah satunya yaitu
peruntukan hutan produksi, penggunaan kawasan peruntukan hutan produksi untuk
berupa kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan dibawahnya. Kawasan
kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian ijin pinjam pakai oleh
tersebut berupa kawasan sekitar waduk dan situ yang terletak pada kawasan waduk
Menteri terkait dengan memperhatikan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta
Cipancuh di Kecamatan Haurgeulis. Kondisi kawasan waduk Cipancuh diarahkan agar
kelestarian hutan/lingkungan, penggunaan kawasan peruntukan hutan produksi untuk
daratan sepanjang tepian waduk dan situ yang lebarnya proporsional dengan bentuk
kepentingan pertambangan terbuka harus dilakukan dengan ketentuan khusus dan
dan kondisi fisik waduk dan situ sekurang-kurangnya 50 meter dari titik pasang
secara selektif.
tertinggi ke arah darat. RTH perkotaan Haurgeulis diarahkan disediakan tersebar
disetiap kecamatan. Kriteria penyediaan RTH disetiap kecamatan tersebut yaitu
Kriteria umum dan kaidah perencanaan kawasan peruntukan hutan produksi lainnya
dengan luas paling sedikit 2.500 meter persegi, berbentuk satu hamparan, berbentuk
jalur, atau kombinasi dari bentuk satu hamparan dan jalur, serta didominasi oleh
komunitas tumbuhan.
pemanfaatan hasil kayu dan atau bukan kayu, dan kegiatan pemungutan hasil kayu dan
atau bukan kayu. Kegiatan pemanfaatan kawasan peruntukan hutan produksi harus
terlebih dahulu memiliki kajian studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(Amdal) yang diselenggarakan oleh pemrakarsa yang dilengkapi dengan Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL).
Luas kawasan hutan dalam setiap daerah aliran sungai (DAS) dan atau pulau minimal
30% dari luas daratan. Berdasarkan pertimbangan tersebut setiap provinsi dan
Cara pengelolaan produksi hutan yang diterapkan harus didasarkan kepada rencana
kabupaten/kota yang luas kawasan hutannya kurang dari 30% perlu menambah luas
kerja yang disetujui Dinas Kehutanan dan atau Kementerian Kehutanan, dan
hutannya. Sedangkan bagi provinsi dan kabupaten/kota yang luas kawasan hutannya
pelaksanaannya harus dilaporkan secara berkala. Rencana kerja tersebut harus memuat
lebih dari 30% tidak boleh secara bebas mengurangi luas kawasan hutannya.
juga rencana kegiatan reboisasi di lokasi hutan yang sudah ditebang. Kegiatan pada
kawasan peruntukan hutan produksi harus diupayakan untuk tetap mempertahankan
bentuk tebing sungai dan mencegah sedimentasi ke aliran sungai akibat erosi dan
3.1.5.
Kawasan peruntukan hutan rakyat di Kabupaten Indramayu seluas kurang lebih 38.516
untuk menyerap sebesar mungkin tenaga kerja yang berasal dari masyarakat lokal.
dapat memanfaatkan kawasan lain berdasarkan daya dukung lingkungan dan nilai
ekonomis. Melalui pembangunan hutan rakyat berkelanjutan dari tahun ke tahun serta
listrik, telepon dan instalasi air, kepentingan religi, serta kepentingan pertahanan dan
keamanan.
hutan. Sasaran lokasi hutan rakyat adalah lahan milik rakyat, tanah adat atau lahan di
luar kawasan hutan yang memiliki potensi untuk untuk pengembangan hutan rakyatm
dapat berupa lahan tegalan dan lahan pekarangan yang luasnya memenuhi syarat
sebagai hutan rakayat dalam wilayah DAS Prioritas.
kepentingan negara dan kemakmuran rakyat, dengan tetap memelihara sumber daya
tersebut sebagai cadangan pembangunan yang berkelanjutan dan tetap menjaga
3.1.6.
kelestarian fungsi hutan sebagai daerah resapan air hujan serta memperhatikan kaidahkaidah pelestarian fungsi lingkungan hidup.
3.1.7.
Sebagian atau seluruh bagian kawasan peruntukan industri dapat dikelola oleh satu
pengelola tertentu. Dalam hal ini, kawasan yang dikelola oleh satu pengelola tertentu
tersebut disebut kawasan industri. Kawasan peruntukan industri memiliki fungsi antara
lain memfasilitasi kegiatan industri agar tercipta aglomerasi kegiatan produksi di satu
lokasi dengan biaya investasi prasarana yang efisien, mendukung upaya penyediaan
lapangan kerja, meningkatkan nilai tambah komoditas yang pada gilirannya
meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di wilayah yang
bersangkutan, serta mempermudah koordinasi pengendalian dampak lingkungan yang
mungkin ditimbulkan. Kriteria umum dan kaidah perencanaan kawasan peruntukan
industri :
pengolahan pasca panen dan pemasaran serta kegiatan pendukungnya secara terpadu,
terintegrasi dan berkelanjutan.
peningkatan pendapatan yang tercipta akibat efisiensi biaya investasi dan proses
dapat meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat setempat. Untuk itu jenis
kambing, domba, sapi potong, kerbau, ayam pedaging, kuda, ayam buras pedaging,
dengan karakteristik lokasi setempat, seperti kemudahan akses ke bahan baku dan
Khusus untuk kawasan industri, pihak pengelola wajib menyiapkan kajian studi
Amdal sehingga pihak industri cukup menyiapkan RPL dan RKL.
Peruntukan Lahan
Komponen ruang utama yaitu pemerintahan dan perkantoran skala regional, koleksi,
Tabel 3.1. Pemanfaatan Lahan Kawasan Perencanaan
dan distribusi (sub terminal agrobisnis), pelayanan umum skala regional. Komponen
ruang penunjang meliputi rumah sakit, fasilitas pendidikan, perumahan kepadatan
sedang, komplek perkotaan skala pelayanan lingkungan.
No.
Luas (Ha)
Persentase (%)
1.
Permukiman
2,19
25,61 %
2.
Pesawahan
5,11
59,77 %
3.
Perkebunan
0,53
6,20 %
4.
0,67
7,84 %
5.
Fasilitas Umum
0,05
0,58 %
Sumber : Analisis
Permukiman
Pemanfaatan
Lahan berdasarkan
RDTR Kec.
Haurgeulis
Analisis
fungsi yang akan dikembangkan sedangkan pengaturan KLB dalam penentuannya erat
dengan tinggi bangunan yang diijinkan. Penentuan tinggi bangunan dipengaruhi oleh
fungsi bangunan, di Desa Haurkolot ketinggian bangunan didominasi oleh bangunan
dengan ketinggian rendah. Koefisien dasar bangunan (KDB) adalah perbandingan
Fasilitas Umum
antara luasan lahan bangunan dengan luasan lahan pada setiap persil lahan.
Berdasarkan Kepmen Kimpraswil, ketentuan koefisien dasar bangunan (KDB) adalah:
Perdagangan &
permukiman
Permukiman
Perdagangan &
permukiman
Fasilitas Umum
Kondisi Eksisting
KDB : 50-65%
KDB : 60-75%
KDB : 40-60%
Intensitas : 45%
Intensitas : 10 %
Intensitas : 5 %
KDB berdasarkan Sangat tinggi: lebih besar dari 75 %.
Standar Kepmen
Koefisien dasar bangunan tinggi: 60 % - 70 %.
Koefisien dasar bangunan sedang: 30%- 60 %.
Koefisen dasar bangunan rendah: <30 %.
Standar Intensitas Permukiman 47 %
No
1
2
3
4
5
Tabel 3.3. Pengaturan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Jalan Lokal Sekunder
KDB
Jumlah
Fungsi Alokasi
Maksimal
lantai
Perdagangan dan jasa (komersil)
75%
13
Perkantoran dan pemerintahan dan pelayanan umum
60%
12
Perumahan kepadatan tinggi
70%
12
Perumahan kepadatan sedang
60%
12
Perumahan kepadatan rendah
30%
1
Sumber : RDTR Kec. Haurgeulis tahun 2004-2014
Koefisien lantai bangunan pada kawasan perencanaan sebagian besar masih berupa
KDB. Hal tersebut dapat mengendalikan ketersediaan lahan tidak terbangun sebagai
lingkungan hunian, dan pertimbangan blok ini sama dengan satu lingkungan RW
dimana tiap lingkungan RT terdiri dari beberapa kaveling.
Dalam penataan bangunan perlu diperhatikan orientasi bangunan yang merupakan
arah dari tampak bukaan bangunan yang ditujukan kepada potensi view yang optimal.
Potensi view tersebut bisa merupakan unsur-unsur alam, misalnya pemandangan
pegunungan atau pemandangan kearah sungai, atau merupakan unsur-unsur fisik
bangunan atau ruang terbuka diperkotaan yang dianggap penting atau menonjol pada
wilayah tersebut. Penataan kavling eksisting di Haurkolot yang berbentuk grid dan
tertata rapi memungkinkan view yang cukup baik. Setiap rumah yang dilewati jalan
poros desa saling berhadapan. Posisi kavling pemukiman di kawasan ini dapat menjadi
view yang cukup bagus dengan jalan lingkungan menghadap jalan utama dimana di
tengahnya
membentuk suatu pola tata masa bangunan yang kompak dan terpadu dan
menghubungkan antar massa bangunan yang dapat dipadukan dengan sistem
penghubung dan berpotensi memperkuat karakter kawasan dan mendukung aktivitas
perekonomian warga dan menghidupkan kawasan hunian di dalamnya.
Gambar 3.1. Pola Tata Bangunan
wilayah perencanaan ini adalah bentuk segi-empat (baik persegi panjang maupun
bujur sangkar).
Sumber : Analisis
Sumber : Analisis
Selain itu perlu diperhatikan pula garis langit atau Skyline merupakan garis maya yang
terbentuk dari batasan ketinggian sekelompok bangunan dengan langit. Pada wilayah
perencanaan garis langit atau skyline terkesan datar, sehingga terlihat monoton. Hal ini
disebabkan oleh ketinggian bangunan serta jumlah lantai bangunan yang seragam.
Oleh karena itu, diperlukan penataan skyline bangunan, sehingga dapat memberikan
kesan visual yang khas pada wilayah perencanaan.
lingkungan.
Gambar 3.2. Pengaturan Ketinggian Bangunan
Hal penting lainnya dalam penataan bangunan yaitu Garis Sempadan Bangunan (GSB)
yang ditetapkan untuk memberi batasan keamanan bagi pengguna jalan dan
lingkungannya. Kegunaan garis sempadan bangunan ini antara lain adalah untuk
pengamanan terhadap lalu lintas jalan, memberikan ruang bagi sinar matahari,
sirkulasi udara, peresapan air tanah dan juga berguna pada keadaan darurat, misalnya
kebakaran. GSB berlaku untuk kawasan terbangun yang berada di tepi jalan dan
sungai yang penentuannya setengah dari lebar badan jalan.
Penataan GSB sangat diperlukan terutama bangunan yang berlokasi di tepi jalan utama
berupa jalan aspal, jalan desa sebagian besar berupa jalan tanah, sedangkan untuk
yaitu jalan kolektor sekunder. Untuk Garis Sempadan Muka (GSM) yang berada di
jalan lingkungan sebagian besar sudah diperkeras dengan paving. Pada jalur
jalan kolektor sebagian besar tidak sesuai dengan aturan yaitu 12 meter dari as jalan,
sedangkan untuk jalan lingkungan sebagian besar memenuhi aturan antara 3-5 meter.
Untuk garis sempadan samping dan belakang bangunan ditetapkan untuk bangunan
tunggal tidak bertingkat dapat berimpit atau minimal 1,5 m, untuk bangunan deret
dapat berimpit.
Sumber :
dan konfigurasi bangunan. Jaringan jalan yang ada di kawasan perencanaan terdiri
dari Jalan Kabupaten, jalan desa, jalan lingkungan. Kondisi jalan kabupaten
Panjang
Lebar
(m)
(m)
113,00
2,00
438,30
2,00
285,30
1,90
82,00
1,75
Gg. Duren 2
27,00
1,70
Gg. Manggis 1
73,00
1,70
Gg. Manggis 2
40,00
1,50
Gg. Kenanga
28,00
1,60
Gg. Nasihin
53,15
1,50
Gg. Kelapa
49,00
1,60
Gg. Dalim
32,40
1,60
No
Jenis Jalan
Jenis
Pekerasan
Kondisi
Jalan Kabupaten
Aspal
Cukup Baik
Jalan Desa
Tanah Berbatu
Tidak nyaman
untuk dilalui
Jalan Al Hikmah
Ketersediaan jalan
3
penghubung dalam kawasan perencanaan terdiri atas jalan kolektor sekunder dan
jalan lokal atau jalan lingkungan. Jalan kolektor sekunder merupakan jalan
provinsi yang menghubungkan wilayah Kabupaten Indramayu dengan Kabupaten
Subang. Sedangkan jalan lingkungan adalah jalan yang berada di dalam kawasan
permukiman dengan lebar 2-3 meter yang menghubungkan antar blok lingkungan
dengan jalan utama atau dengan kawasan lainnya. Selain itu terdapat jalan yang
menghubungkan antar bangunan dengan lebar 1-1,5 meter. Jalan kolektor ini
Jalan Lingkungan
Gg. Manggis
Gg. Duren 1
Tanpa
Pekerasan
Tidak nyaman
untuk dilalui
Gg. Mawar
230,00
2,00
82,80
1,90
Gg. Arum
104,60
1,50
Gg. Suta
32,00
1,50
Gg. Wamis
102,80
1,50
atau kendaraan umum informal setempat berupa ojek dan beca. Selain itu, jalan
Ruang pejalan kaki atau pedestrian biasanya berbentuk koridor, berada diantara
provinsi dilalui pula oleh kendaraan besar yang mendistribusikan barang-barang
bangunan, disamping jalan, dan di dalam taman. Dengan adanya sistem pedestrian
hasil produksi dari industri maupun bahan pangan.
secara tidak langsung akan menurunkan ketergantungan akan kendaraan,
Tabel 3.4. Jaringan Jalan pada Kawasan Prioritas
kualitas udara bersih. Dalam suatu sistem pedestrian pada tepi jalan
Area parkir merupakan salah satu fasilitas dalam suatu traffic system management,
jalur tersebut, misalnya jalur pedestrian utama, pedestrian internal, dan pedestrian
dengan fasilitas pedestrian jalan provinsi maupun jalan lingkungan karena jumlah
transportasi perkotaan. Masalah ini timbul sebagai akibat dari kebutuhan lahan
kendaraan yang melintas hanya kendaraan pribadi dan masih tidak terlalu banyak.
parkir yang kurang mencukupi dan tidak tertata dengan sebagaimana mestinya.
Beberapa jenis parkir kendaraan bermotor yang terdapat dalam kawasan
Sumber : Pathway
(https://gemestolas.wordpress.com/category/landscape-2/pathway/)
Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan bagian dari ruang terbuka yaitu sebagai suatu
No
sistem tanah umum (system of public land) yang di dalamnya termasuk jalan, sekolah,
250 jiwa
Taman rt
250
1,0
Di tengah lingkungan
RT
2.500 jiwa
Taman rw
1.250
0,5
Di pusat kegiatan RW
30.000 jiwa
Taman
kelurahan
9.000
0,3
Dikelompokan dengan
sekolah/ pusat
kelurahan
120.000 jiwa
Taman
kecamatan
24.000
0,2
Dikelompokan dengan
sekolah/ pusat
kecamatan
480.000 jiwa
Taman kota
144.000
0,3
Kecamatan
Pemakaman
Disesuaikan
1,2 *)
Tersebar
Hutan Kota
Disesuaikan
4,0
taman, ruang-ruang untuk bangunan umum yang tersusun dalam suatu jaringan kota
(Mirsa, 2012). RTH adalah bagian dari ruang-ruang terbuka dalam suatu wilayah yang
diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi guna mendukung manfaat langsung
maupun tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH tersebut berupa keamanan,
kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah sekitarnya (Budiman, 2010).
Kebutuhan ruang terbuka hijau pada suatu kawasan dapat diukur luas wilayah dan
berdasarkan jumlah penduduknya. Berdasarkan luas wilayahnya, Desa Haurkolot
membutuhkan RTH publik seluas 55,8 Ha yaitu 20 % dari luas seluruh wilayah desa
dan RTH privat seluas 27,9 Ha yaitu 10 % dari luas wilayah desa. Berdasarkan jumlah
penduduk, penyediaan RTH telah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan
Perkotaan, sebagai berikut :
lokasi RTH berupa taman RW, atau 40 taman RT, dan dapat pula berupa 1 taman
kelurahan. Sedangkan pada kawasan perencanaan terdiri dari blok 4, blok 5, dan blok
6 dengan jumlah penduduk sebanyak 1322 jiwa membutuhkan RTH berupa taman RT
adalah rasio perbandingan luas ruang terbuka hijau blok peruntukan dengan luas
blok peruntukan atau merupakan suatu hasil pengurangan antara luas blok
peruntukan dengan luas wilayah terbangun dibagi dengan luas blok peruntukan.
Batasan KDH dinyatakan dalam persen, dengan perhitungan sebagai berikut :
KDH=
Besaran KDH secara langsung terkait dengan besaran KDB, karena dengan
adanya ketentuan tentang KDB mempunyai arti bahwa setiap lahan akan
menyisakan ruang terbuka (RT) sebagai sisa luas lahan dikurangi luas lantai dasar
bangunan yang didirikan di atasnya. Dengan menggunakan asumsi praktis, angka
KDH merupakan sisa ruang terbuka pada suatu lahan dibagi rata untuk keperluan
perkerasan dan keperluan penghijauan sehingga didapatkan angka KDH yaitu
sebesar 50 % dari Koefisisen Ruang Terbuka (KRT).
penyediaan RTH yang mencukupi pada lahan privat yang diperlukan untuk
menjaga kualitas lingkungan. Dalam melengkapi produk hukum demi mencapai
kualitas lingkungan hidup yang lebih baik, pemerintah daerah telah menetapkan
ketentuan tentang koefisien dasar hijau (KDH).
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan menjelaskan KDH yaitu angka
persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan
(ruang hijau) minimal seluas 70% - 80% dari luas taman. Pada taman ini selain
ditanami dengan berbagai tanaman, juga terdapat minimal 3 pohon pelindung dari
jenis pohon kecil atau sedang.
RTH Taman Rukun Warga (RW) dapat disediakan dalam bentuk taman yang
ditujukan untuk melayani penduduk satu RW, khususnya kegiatan remaja,
kegiatan olahraga masyarakat, serta kegiatan masyarakat lainnya di lingkungan
RW tersebut. Luas taman ini minimal 0,5 m2 per penduduk RW, dengan luas
minimal 1.250 m2. Lokasi taman berada pada radius kurang dari 1000 m dari
Sumber : Analisis
Pada kawasan perencanaan, dengan koefisien dasar bangunan 40%-60% dari luas
lahan, maka terdapat ruang terbuka sebesar 40%-60% pula. Dengan besaran KRT
tersebut maka dapat diketahui besaran RTH yang dapat disediakan yaitu sebesar
20%-30% dari luas euang terbuka pada pekarangan. Besaran RTH pekarangan
tersebut merupakan ruang terbuka tanpa pekerasan dan ditanami dengan
tumbuhan yang dapat memberikan manfaat estetis, sosial, dan ekologis.
Taman Rukun Tetangga (RT) adalah taman yang ditujukan untuk melayani
penduduk dalam lingkup 1 RT, khususnya untuk melayani kegiatan sosial di
lingkungan RT tersebut. Luas taman ini adalah minimal 1 m 2 per penduduk RT,
dengan luas minimal 250 m2. Lokasi taman berada pada radius kurang dari 300 m
dari rumah-rumah penduduk yang dilayani. Luas area yang ditanami tanaman
yang cukup luas dan tersebar di seluruh kawasan, termasuk di sepanjang tepian
jalan dan tepian rel kereta api. RTH tepian jalan yang sudah ada perlu dilestarikan
Pada kawasan perencanaan Desa Haurkolot, hingga saat ini belum memiliki RTH
lingkungan.
Berdasarkan
jumlah
penduduknya
kawasan
dan juga ditata kembali agar memberikan nilai estetis bagi kawasan tersebut.
perencanaan
3.3.7.
pada semakin bertambahnya volume air yang akan meluap ketika debit air hujan
Kondisi saluran drainase yang terdapat pada kawasan perencanaan Desa Haurkolot
sebagian besar tidak terawat dan kapasitas volume saluran yang kurang memadai
(terlalu dangkal). Tidak hanya saluran yang dangkal, permasalahan lainnya yang
terdapat pada kawasan ini yaitu saluran drainase yang terputus. Kondisi tersebut
menimbulkan permasalahan sering timbulnya luapan air hujan dari saluran drainase
sangat tinggi. Permasalahan genangan air hujan pada jalan lingkungan dan
permukiman akan semakin buruk akibat rusaknya goron-gorong tersebut. Dengan
permasalahan tersebut, maka diperlukan penataan sistem jaringan drainase dengan
cara memperbaiki kondisi saluran drainase dan gorong-gorong yang sudah ada sesuai
dengan ketentuan penyediaan saluran drainase.
apabila hujan deras turun. Genangan luapan air hujan dari drainase ini dapat surut
dalam waktu 6-12 jam, bergantung pada intensitas air hujan yang turun dan jumlah
N
o
Panjang
Kondisi
(m)
Saluran Terbuka
Tinggi
Jenis Drainase
limpasan air hujan pada kawasan tersebut. Volume limpasan air hujan pada kawasan
Q=C . A . I
Lebar
63,00
0,40
0,50
49,50
0,45
0,50
209,00
1,00
0,80
270,00
0,40
0,50
285,30
0,40
0,50
330,00
0,30
0,60
260,00
0,40
0,60
Q=1045,2 m3 / jam
Belum seluruh
saluran sudah
menggunakan
pekerasan /
senderan
Sumber: Analisis
Dalam penataan sistem drainase terdapat konsep penataan yang disebut dengan ecodrainage, dimana sistem ini merupakan sistem drainase yang berwawasan lingkungan.
Sistem Eco-Drainage terdiri atas sistem detensi, perluasan detensi, infiltrasi, dan
water harvesting (pengumpulan air). Detention bertujuan untuk memperlambat aliran
permukaan, dengan cara menyediakan reservoir atau penyimpanan air. Penyediaan
reservoir ini bertujuan untuk mengendalikan banjir dan mengurangi erosi dengan cara
memperlambat laju aliran. Perluasan detensi berperan untuk memperbaiki kualitas air
apabila air tetap berada pada kolam penampungan dan partikel-pertikel terlarut akan
mengendap. Struktur penampungan yang diperlukan lebih besar dari pada struktur
penampungan air hujan untuk pengendalian banjir.
Water harvesting yaitu upaya pengumpulan air hujan dan kemudian menggunakan air
hujan tersebut secara langsung. Secara teknis, air hujan yang turun ditampung dalam
kolam-kolam penampungan dan kemudian dapat dimanfaatkan untuk kegiatankegiatan yang dapat menggunakan air hujan tersebut seperti air bilas toilet, menyiram
tanaman, cuci kendaraan, dll. Apabila air hujan yang ditampung sudah melebihi
kapasitas kolam, air hujan akan mengalir menuju saluran drainase melalui saluran
Sumber : Sistem Drainase Perkotaan (Kementrian PU)
Infiltrasi merupakan sistem drainase dengan cara mengalirkan air hujan kedalam
tanah, sehingga air hujan mengalir secara vertikal ke dalam tanah. Sistem infiltrasi ini
dapat mengatasi persoalan banjir, erosi, kualitas air, meningkatkan imbuhan air tanah,
dan penyediaan air bersih. Infiltration pada dasarnya dapat diterapkan pada semua
permukaan tanah yang ditumbuhi oleh tumbuhan.
Keempat sistem eco-drainage tersebut dapat mengurangi jumlah limpasan air dan
mengungari resiko timbulnya genangan air pada jalan lingkungan dan permukiman.
Tidak hanya mengurangi resiko genangan air, tetapi juga dapat memberikan solusi
dalam penyediaan air selain air untuk minum, makan, dan mandi. Sistem-sietem
tersebut dapat dijadikan alternatif penyelesaian permasalahan penataan jaringan
drainase pada kawasan perencanaan dengan wawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Tidak hanya kondisi saluran air limbah yang tidak memadai, permasalahan lainnya
terkait limbah cair yaitu ketersediaan septictank. Pada kawasan perencanaan, sebagian
besar bangunan hunian belum dilengkapi dengan septictank. Beberapa bangunan
hunian memiliki penampungan air limbah dari kegiatan MCK. Kondisi penampungan
tersebut berupa penampungan terbuka dan tanpa pekerasan. Keberadaan penampungan
limbah MCK tersebut dapat merusak kualitas air tanah dan menimbulkan penyakit.
Gambar 3.14. Sistem Jaringan Air Limbah
adalah penyediaan kran-kran umum yang bersumber dari pengadaan jaringan PDAM.
Sistem pengelolaan air limbah sebagaimana yang dikemukakan oleh Haug (1998)
juga masyarakat membuang sampah pada saluran air hujan / drainase dan tanah
diklasifikasikan dalam dua sistem, yaitu sistem setempat (on site system) dan terpusat
(off site system). Sistem setempat merupakan fasilitas pengelolaan air limbah yang
berada di daerah persil pelayanannya. Bentuk sistem setempat antara lain adalah
sistem cubluk dan tangki septik. Sistem terpusat adalah sistem pengelolaan yang
mengakibatkan genangan air dan luapan air hujan dari saluran drainase, serta
berada di luar persil. Bentuk sistem terpusat merupakan bentuk sistem penyaluran air
limbah yang dibuang ke suatu tempat pembuangan (disposal site) yang aman dan sehat
dengan dua cara yaitu on site system dan off site system. Sistem on site adalah fasilitasi
pembuangan sampah yang berada di daerah persil pelayanannya (batas tanah yang
dimiliki) dengan keuntungan dan kerugian sebagai berikut :
Dengan demikian penataan jaringan air limbah pada kawasan perencanaan ini yaitu
dengan menggunakan sistem setempat (on site system) dan juga terpusat (off site
system). Sistem setempat ditempatkan pada bangunan hunian yang sudah memiliki
sistem cubluk dan tangki septik sendiri. Penataan yang dilakukan pada sistem setempat
yang sudah ada yaitu penyesuaian kondisi tangki septik dengan standar ketentuan
Keuntungan :
Kerugian
:
penyediaan tangki septik. Sedangkan sistem terpusat dapat disediakan pada lahan yang
memungkinkan untuk menampung limbah, tidak mengganggu air tanah, dan disetujuji
oleh pemiliki tanah serta masyarakat sekitar.
Sistem off site adalah sistem pembuangan yang berada diluar persil atau mempunyai
skala pelayanan komunal, dapat berupa kawasan maupun lingkungan. Sistem ini
memiliki keuntungan dan kerugian sebagai berikut :
Keuntungan :
Kerugian
:
Pengelolaan sampah yang cocok diterapkan pada kawasan perencanaan untuk masa
yang akan datang yaitu off site system. Untuk mendukung pelayanan persampahan
diperlukan penyediaan tong sampah dan sarana pengangkutnya berupa motor roda tiga
yang dilengkapi dengan bak penampungan sampah. Berdasarkan proyeksi jumlah
penduduk kawasan perencanan hingga tahun 2017, diperkiraan jumlah sampah
perorang/hari sekitar 2,5 liter maka timbunan sampah diperkirakan mencapai 15.447,5
liter/hari. Adanya sistem 3R diharapkan dapat mengurangi jumlah sampah, sehingga
beban pengangkutan semakin berkurang.
Tabel 3.7. Perkiraan Jumlah Timbunan Sampah
2014
2015
2016
2017
Jml
Pddk
(Jiwa)
Jml
sampah
(m3)
Jml
Pddk
(Jiwa)
Jml
sampah
(m3)
Jml
Pddk
(Jiwa)
Jml
sampah
(m3)
Jml
Pddk
(Jiwa)
Jml
sampah
(m3)
5.606
14,01
5.791
14,5
5.981
15
6.179
15,45
dimanfaatkan oleh sebagian kecil masyarakat, bahkan pengguna telepon ini semakin
berkurang jumlahnya. Pengembangan jaringan telekomunikasi kabel untuk saat ini
masyarakat kurang begitu antusias dikarenakan adanya jaringan telepon nirkabel yang
cukup murah dan efisien.
yang dialiri listrik dari bangunan rumah disekitarnya. Arahan penataan lingkungan
terkait jaringan listrik adalah penyedian paket pemasangan listrik untuk masyarakat
yang belum terlayani oleh jaringan listrik.
dalam unit hunian tunggal ke tempat aman, yang disediakan bagi suatu lingkungan /
kawasan sebagai tempat penyelamatan atau evakuasi. Pada kawasan perencanaan ini
diperlukan penetapan jaringan evakuasi yang terintegrasi dengan sistem jaringan jalan
kota dan perovinsi ketika terjadi bencana. Selain penetapan jalur evakuasi, diperlukan
terletak diluar kawasan ini memiliki peserta didik yang cukup banyak, sehingga
pula peningkatan kualitas jalur evakuasi dan penyediaan rambu pengarah jalur
keamanan lingkungan permukiman pada kawasan ini dibutuhkan pos kamling sebagai
pos untuk masyarakat dalam menjaga keamanan lingkungannya.
3.4.Analisis SWOT
Strenght
Opportunities
Threats
Weakness