Anda di halaman 1dari 43

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)

, 2015

BAB III
ANALISIS KAWASAN PERENCANAAN

3.1.Analisis Kawasan Perencanaan Terhadap Tata Ruang Kabupaten Indramayu


Berdasarkan analisis dalam materi teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Indramayu tahun 2011, wilayah Kabupaten Indramayu terbagi menjadi 4 hirarki.
Setiap Hirarki memiliki fungsi kota atau distribusi kegiatan yang berbeda-beda.
Kawasan perencanan, Kota Haurgeulis, termasuk ke dalam hirarki III dengan fungsi
sebagai pusat pelayanan perdagangan dan jasa SWPP, pusat sosial dan skala SWPP,
pusat permukiman, serta pusat perhubungan dan komunikasi. SWPP Haurgeulis,
meliputi Kecamatan Haurgeulis, Anjatan dan Sukra dengan pusatnya di Kota
Haurgeulis.
Berdasarkan sistem pusat kegiatan perkotaan, Kota Haurgeulis, termasuk ke dalam
Sistem Pusat Kegiatan Lokal (PKL) perkotaan Kabupaten Indramayu yaitu sebagai
pusat pelayanan yang melayani dalam lingkup beberapa kecamatan dalam kabupaten.
PKL Haurgeulis berupa kawasan perkotaan Haurgeulis yang mencakup Desa
Haurgeulis, Desa Cipancuh, Desa Sukajati, Desa Wanakaya, Desa Haurkolot, Desa
Mekarjati dan Desa Karangtumaritis dengan wilayah layanan Kecamatan Haurgeulis,
sebagian Kecamatan Anjatan yang terdiri dari Desa Bugis, Desa Lempuyang, Desa
Mangunjaya, Desa Salamdarma, Desa Bugistua, Desa Kedungwung dan Desa
Wanguk, sebagian Kecamatan Bongas yang terdiri dari Desa Cipaat, Desa Bongas,

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Desa Sidamulya, dan Desa Cipedang, serta sebagian Kecamatan Kroya yang terdiri

dari Desa Jayamulya, Desa Sukamelang, Desa Temiyang dan Desa Temiyangsari.

3.1.1.

Kawasan Peruntukan Permukiman

Kepadatan bangunan dalam satu pengembangan kawasan baru perumahan


tidak bersusun maksimum 50 bangunan rumah/ha dan dilengkapi dengan

utilitas umum yang memadai.


Memanfaatkan ruang yang sesuai untuk tempat bermukim di kawasan
peruntukan permukiman di perdesaan dengan menyediakan lingkungan

Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan

yang sehat dan aman dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan

lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi

hidup yang sesuai bagi pengembangan masyarakat, dengan tetap

sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan
yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Karakteristik lokasi dan

memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup.


Kawasan perumahan harus dilengkapi dengan:
i.
Sistem pembuangan air limbah yang memenuhi SNI 03-1733-2004

kesesuaian lahan kawasan peruntukan permukiman yaitu memiliki topografi


datar sampai bergelombang (kelerengan lahan 0 - 25%), tersedia sumber air, baik

ii.

tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan.


Sistem pembuangan air hujan yang mempunyai kapasitas tampung

air tanah maupun air yang diolah oleh penyelenggara dengan jumlah yang

yang cukup sehingga lingkungan perumahan bebas dari genangan.

cukup. Untuk air PDAM suplai air antara 60 L/org/hari 100 liter/org/hari, tidak

Saluran pembuangan air hujan harus direncanakan berdasarkan

berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir, erosi, abrasi), drainase baik

frekuensi intensitas curah hujan 5 tahunan dan daya resap tanah.

sampai sedang, tidak berada pada wilayah sempadan sungai / pantai / waduk /

Saluran ini dapat berupa saluran terbuka maupun tertutup. Dilengkapi

danau / mata air / saluran pengairan / rel kereta api dan daerah aman

juga dengan sumur resapan air hujan mengikuti SNI 03-2453-2002

penerbangan, tidak berada pada kawasan lindung, tidak terletak pada kawasan

tentang Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk

budi daya pertanian/penyangga, menghindari sawah irigasi teknis. Kriteria dan

Lahan Pekarangan dan dilengkapi dengan penanaman pohon.


Prasarana air bersih yang memenuhi syarat, baik kuantitas maupun

iii.

batasan teknis kawasan peruntukan sebagai berikut :

kualitasnya. Kapasitas minimum sambungan rumah tangga 60


liter/orang/hari dan sambungan kran umum 30 liter/orang/hari.

Penggunaan lahan untuk pengembangan perumahan baru 40% - 60% dari


luas lahan yang ada, dan untuk kawasan-kawasan tertentu disesuaikan
dengan karakteristik serta daya dukung lingkungan.

iv.

Sistem pembuangan sampah mengikuti ketentuan SNI 03-3242-1994


tentang Tata Cara Pengelolaan Sampah di Permukiman.

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Penyediaan

kebutuhan

sarana

pendidikan

di

kawasan

peruntukan

Sistem jaringan transportasi darat berupa jaringan lalu lintas dan angkutan jalan yang

penduduk pendukung, luas lantai dan luas lahan minimal, radius

terdiri atas sistem jaringan jalan, jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, dan

pencapaian, serta lokasi.

jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan. Sistem jaringan jalan terbagi

Penyediaan

kebutuhan

sarana

kesehatan

di

kawasan

peruntukan

penduduk pendukung, luas lantai dan luas lahan minimal, radius

Sistem Jaringan Prasarana Utama

permukiman yang berkaitan dengan jenis sarana yang disediakan, jumlah

permukiman yang berkaitan dengan jenis sarana yang disediakan, jumlah

3.1.1.

pencapaian, serta lokasi.


Penyediaan kebutuhan sarana ruang terbuka, taman, dan lapangan olah raga

menjadi sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Sistem
jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan
distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional,
dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat
kegiatan. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan

di kawasan peruntukan permukiman yang berkaitan dengan jenis sarana

peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan

yang disediakan, jumlah penduduk pendukung, luas lahan minimal, radius

perkotaan. Status sistem jaringan jalan dalam Perkotaan Haurgeulis yaitu lokal

pencapaian, dan kriteria lokasi.


Penyediaan kebutuhan sarana perdagangan dan niaga di kawasan

sekunder, status Kabupaten.Ruas jaringan jalan lokal sekunder diantaranya yaitu ruas
jalan Siliwangi dalam, ruas jalan Terusan KH. A. Dahlan, ruas jalan Manggungan, ruas

peruntukan permukiman yang berkaitan dengan jenis sarana yang


jalan KH. Dewantara, ruas jalan Sukajadi, ruas jalan Cipancuh Haurkolot, dan ruas
disediakan, jumlah penduduk pendukung, luas lantai dan luas lahan
jalan Sumur Bandung.
minimal, radius pencapaian, serta lokasi.
Beberapa ruas jalan dalam Kota Haurgeulis termasuk ke dalam sistem jaringan jalan

Pemanfaatan kawasan perumahan merujuk pada SNI 03-1733-2004 tentang


Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan, serta
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1987 tentang Penyerahan
Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum, dan Fasilitas Sosial Perumahan
kepada Pemerintah Daerah.

dengan status jalan kolektor primer luar Perkotaan Indramayu, status Kabupaten.
Ruas-ruas jalan tersebut diantaranya yaitu ruas jalan Patrol-Haurgeulis, ruas jalan
Haurgeulis-Karangtumaritis, ruas Haurgeulis-Bantarwaru. Selain jalan lokal sekunder
dan kolektor primer, dalam perkotaan Haurgeulis terdapat pula ruas jalan dengan
status jalan lingkungan yang tersebar di kecamatan. Dalam wilayah Kota Haurgeulis
terdapat sistem jaringan perkeretaapian jalur lintas utara yang menghubungkan
Cirebon-Jakarta. Stasiun kereta api Haurgeulis berada di Kecamatan Haurgeulis.

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

3.1.2.

Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

A. Sistem Jaringan Telekomunikasi

serta sistem pengendalian daya rusak air. Peningkatan pengelolaan wilayah sungai
diarahkan untuk pengembangan prasarana pengendalia daya rusak air, jaringan
irigasi, waduk dalam rangka konservasi dan pendayagunaan sumberdaya air dan

Sistem jaringan telekomunikasi terdiri atas jaringan teresterial dan jaringan satelit.
rehabilitasi kawasan hutan dan lahan kritis di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS)
Jaringan terseterial berupa kabel telepon yang tersebar di setiap kecamatan
kritis dan sangat kritis. Peningkatan pengelolaan wilayah sungai meliputi wilayah
sedangkan jaringan satelit untuk menjangkau telekomunikasi di kawasan hutan
sungai lintas provinsi yaitu Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, wilayah
atau kabupaten yang terpencil. Menara telekomunikasi berupa menara BTS,
sungai lintas kabupaten yaitu Wilayah Sungai Citarum, wilayah sungai satu
menara radio udara, dan menara radio komunikasi udara keberadaannya diperlu
kabupaten yang meliputi 73 aliran sungai kecil, waduk yaitu waduk Cipancuh dan
ditata dan dikendalikan keberadaannya. Pertumbuhan menara telekomunikasi
waduk Bojongsari, dan situ yaitu Situ Brahim, Situ Jangkar, Situ Sindang, Situ
yang pesat, tanpa adanya penataan yang baik akan berdampak pada lingkungan
Bolang, Situ Buburgadung, serta Situ Kesambi.
sekitar, seperti terganggunya fungsi resapan air, berkurangnya nilai estitika pada
kawasan yang memiliki nilai estitika tinggi, dampak sosial, lingkungan dan

Peningkatan pengelolaan sistem jaringan irigasi dilakukan dengan cara

ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat, kawasan perkotaan akan terlihat

meningkatkan kualitas saluran irigasi, melakukan perlindungan terhadap daerah

semrawut oleh menara telekomunikasi. Pemerintah Daerah sebagai regulator

aliran air, melakukan pembangunan dan perbaikan pintu-pintu air, dan mencegah

harus sigap dalam menanggapi fenomena tersebut. Rencana pengaturan lokasi dan

terjadinya pendangkalan terhadap saluran irigasi. Pemanfaatan sumber daya air

struktur, serta dapat mengendalikan pertumbuhan jumlah menara tersebut. Tentu

untuk kepentingan irigasi dilakukan dengan cara pengaturan dalam bentuk

saja kebijakan yang dimaksudkan tidak bertentangan dengan kebijakan lain yang

kerjasama dengan proporsi yang seimbang, dan pengaturan kebutuhan irigasi dan

tingkatannya lebih tinggi, dan juga tidak mengganggu layanan telekomunikasi

komposisi antar wilayah.

yang semestinya dapat diterima oleh masyarakat luas.


Peningkatan pengelolaan sistem jaringan irigasi dilakukan dengan cara
B. Sistem Jaringan Sumberdaya Air
Sistem jaringan sumber daya air meliputi peningkatan pengelolaan wilayah
sungai, cekungan air tanah (CAT), dan sistem jaringan irigasi serta pengembangan

meningkatkan kualitas saluran irigasi, melakukan perlindungan terhadap daerah


aliran air, melakukan pembangunan dan perbaikan pintu-pintu air, dan mencegah
terjadinya pendangkalan terhadap saluran irigasi.

jaringan air baku untuk air bersih, jaringan air minum kepada kelompok pengguna

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Pengembangan sistem pengendalian daya rusak air meliputi normalisasi sungai,

Sistem jaringan drainase dilakukan dengan cara mengembangkan saluran drainase

pembangunan

(tanggul),

pada kawasan terbangun, melakukan pemeliharaan dan pembangunan saluran-

mengendalikan pengambilan air tanah, meningkatkan jumlah imbuhan air tanah

saluran primer, sekunder dan tersier, mengoptimalkan dan memadukan fungsi

untuk menghambat atau mengurangi laju penurunan muka air tanah,

saluran besar, sedang dan kecil, mengembangkan sistem drainase yang terintegrasi

pembangunan dan pengembangan pintu air, pembangunan lubang-lubang biopori,

dengan sistem DAS dan sub DAS untuk kawasan perdesaan, mengembangkan

penyediaan embung pengendali banjir, serta penanaman pohon di sempadan

sistem drainase terpadu untuk kawasan perkotaan yang rentan banjir, menangani

sungai, situ, waduk, dan lahan-lahan kritis. Normalisasi sungai meliputi wilayah

sistem mikro, menangani sistem makro yang dilakukan melalui perbaikan dan

sungai lintas provinsi, lintas kabupaten, dan dalam satu kabupaten.

normalisasi badan air dari endapan lumpur dan sampah, serta pengelolaan

dan

pengembangan

tembok

penahan

tanah

drainase yang diprioritaskan di sepanjang sisi jalan kolektor dan lokal.


C. Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Lainnya

Jalur dan ruang evakuasi bencana di wilayah kabupaten Indramayu meliputi jalur

Lokasi Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) yang ada di

evakuasi rawan bencana banjir dan gelombang pasang, serta ruang evakuasi

Kabupaten Indramayu, berdasarkan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten

bencana alam. Jalur evakuasi rawan bencana banjir dan gelombang pasang

Indramayu Tahun 2010, terdiri dari TPPAS Pecuk, TPPAS Kebulen, TPPAS

diarahkan pada jaringan jalan terdekat menuju ruang evakuasi bencana meliputi

Kertawinangun, TPPAS Mekarjati. TPPAS Pecuk terletak di Desa Panyindangan

28 ruas jalan yang tersebar lokasinya. Ruang evakuasi bencana alam meliputi

Kecamatan Sindang, TPPAS Kebulen terletak di Desa Kebulen Kecamatan

ruang terbuka yang terkonsentrasi di suatu wilayah, gedung pemerintah, gedung

Jatibarang, TPPAS Kertawinangun terletak di Desa Kertawinangun Kandanghaur,

sekolah, gedung pertemuan, gedung olahraga, dan bangunan lainnya yang

TPPAS Mekarjati terletak di Desa Mekarjati Kecamatan Haurgeulis.

memungkinkan sebagai ruang evakuasi bencana pada daerah rawan bencana. Jalur

Sistem jaringan air limbah meliputi sistem jaringan air limbah non domestik dan
domestik. Sistem jaringan air limbah non domestik berupa pembangunan Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT).
Sistem jaringan air limbah domestik berupa pembangunan jamban umum dan

evakuasi bencana dengan daerah rawan bencana Kecamatan Patrol, Anjatan, dan
Haurgeulis terdapat pada ruas jalan Patrol Haurgeulis. Selain itu terdapat pula
ruas jalan lainnya yaitu ruas jalan Haurgeulis Gantar yang merupakan jalur
evakuasi bencana banjir dengan daerah rawan bencana Kecamatan Haurgeulis.

mandi cuci kakus (MCK) pada kawasan permukiman.

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

3.1.3.

Kawasan Lindung Kabupaten Indramayu

3.1.4.

Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Rencana pola ruang kawasan lindung Kabupaten Indramayu adalah menetapkan

Hutan Produksi adalah areal hutan yang dipertahankan sebagai kawasan hutan dan

kawasan lindung Daerah sebesar 14 persen dari luas seluruh wilayah Daerah yang

berfungsi untuk menghasilkan hasil hutan bagi kepentingan konsumsi masyarakat,

meliputi kawasan lindung berupa kawasan hutan dan kawasan lindung di luar kawasan

industri dan ekspor. Kawasan peruntukan hutan produksi di Kabupaten Indramayu

hutan, mempertahankan kawasan hutan minimal 30 persen dari luas DAS,

yaitu berupa hutan produksi tetap seluas 32.004 Ha yang berlokasi di Kecamatan

mempertahankan kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi hidrologis untuk

Haurgeulis, Gantar, Terisi, Kroya, Cikedung, dan Tukdana. Salah satu kriteria umum

menjamin ketersediaan sumberdaya air, serta mengendalikan pemanfaatan ruang

dan kaidah perencanaan kawasan peruntukan hutan produksi yaitu penggunaan

kawasan lindung yang berada di luar kawasan hutan sehingga tetap berfungsi lindung.

kawasan peruntukan hutan produksi untuk kepentingan pembangunan di luar


kehutanan harus memenuhi ketentuan tidak mengubah fungsi pokok kawasan

Kawasan lindung yang terdapat dalam perkotaan Haurgeulis salah satunya yaitu
peruntukan hutan produksi, penggunaan kawasan peruntukan hutan produksi untuk
berupa kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan dibawahnya. Kawasan
kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian ijin pinjam pakai oleh
tersebut berupa kawasan sekitar waduk dan situ yang terletak pada kawasan waduk
Menteri terkait dengan memperhatikan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta
Cipancuh di Kecamatan Haurgeulis. Kondisi kawasan waduk Cipancuh diarahkan agar
kelestarian hutan/lingkungan, penggunaan kawasan peruntukan hutan produksi untuk
daratan sepanjang tepian waduk dan situ yang lebarnya proporsional dengan bentuk
kepentingan pertambangan terbuka harus dilakukan dengan ketentuan khusus dan
dan kondisi fisik waduk dan situ sekurang-kurangnya 50 meter dari titik pasang
secara selektif.
tertinggi ke arah darat. RTH perkotaan Haurgeulis diarahkan disediakan tersebar
disetiap kecamatan. Kriteria penyediaan RTH disetiap kecamatan tersebut yaitu

Kriteria umum dan kaidah perencanaan kawasan peruntukan hutan produksi lainnya

dengan luas paling sedikit 2.500 meter persegi, berbentuk satu hamparan, berbentuk

yaitu Kegiatan pemanfaatan kawasan peruntukan hutan produksi mencakup tentang

jalur, atau kombinasi dari bentuk satu hamparan dan jalur, serta didominasi oleh

kegiatan pemanfaatan kawasan, kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan, kegiatan

komunitas tumbuhan.

pemanfaatan hasil kayu dan atau bukan kayu, dan kegiatan pemungutan hasil kayu dan
atau bukan kayu. Kegiatan pemanfaatan kawasan peruntukan hutan produksi harus
terlebih dahulu memiliki kajian studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(Amdal) yang diselenggarakan oleh pemrakarsa yang dilengkapi dengan Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL).

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Luas kawasan hutan dalam setiap daerah aliran sungai (DAS) dan atau pulau minimal
30% dari luas daratan. Berdasarkan pertimbangan tersebut setiap provinsi dan
Cara pengelolaan produksi hutan yang diterapkan harus didasarkan kepada rencana
kabupaten/kota yang luas kawasan hutannya kurang dari 30% perlu menambah luas
kerja yang disetujui Dinas Kehutanan dan atau Kementerian Kehutanan, dan
hutannya. Sedangkan bagi provinsi dan kabupaten/kota yang luas kawasan hutannya
pelaksanaannya harus dilaporkan secara berkala. Rencana kerja tersebut harus memuat
lebih dari 30% tidak boleh secara bebas mengurangi luas kawasan hutannya.
juga rencana kegiatan reboisasi di lokasi hutan yang sudah ditebang. Kegiatan pada
kawasan peruntukan hutan produksi harus diupayakan untuk tetap mempertahankan
bentuk tebing sungai dan mencegah sedimentasi ke aliran sungai akibat erosi dan

3.1.5.

Kawasan Hutan Rakyat

longsor. Kegiatan pemanfaatan kawasan peruntukan hutan produksi harus diupayakan

Kawasan peruntukan hutan rakyat di Kabupaten Indramayu seluas kurang lebih 38.516

untuk menyerap sebesar mungkin tenaga kerja yang berasal dari masyarakat lokal.

Ha berada di setiap kecamatan. Pengembangan kawasan peruntukan hutan rakyat

Kawasan peruntukan hutan produksi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan

dapat memanfaatkan kawasan lain berdasarkan daya dukung lingkungan dan nilai

pembangunan di luar sektor kehutanan seperti pertambangan, pembangunan jaringan

ekonomis. Melalui pembangunan hutan rakyat berkelanjutan dari tahun ke tahun serta

listrik, telepon dan instalasi air, kepentingan religi, serta kepentingan pertahanan dan

pengelolaannya diarahkan sebagai usaha kelompok tani secara mandiri, diharapkan

keamanan.

akan mempercepat upaya rehabilitasi lahan, perbaikan lingkungan, pemenuhan


kebutuhan kayu sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan disekitar

Kegiatan pemanfaatan kawasan peruntukan hutan produksi wajib memenuhi kriteria


dan indikator pengelolaan hutan secara lestari yang mencakup aspek ekonomi, sosial,
dan ekologi. Pemanfaatan ruang beserta sumber daya hasil hutan di kawasan
peruntukan hutan produksi harus diperuntukan untuk sebesar-besarnya bagi

hutan. Sasaran lokasi hutan rakyat adalah lahan milik rakyat, tanah adat atau lahan di
luar kawasan hutan yang memiliki potensi untuk untuk pengembangan hutan rakyatm
dapat berupa lahan tegalan dan lahan pekarangan yang luasnya memenuhi syarat
sebagai hutan rakayat dalam wilayah DAS Prioritas.

kepentingan negara dan kemakmuran rakyat, dengan tetap memelihara sumber daya
tersebut sebagai cadangan pembangunan yang berkelanjutan dan tetap menjaga

3.1.6.

Kawasan Peruntukan Pertanian

kelestarian fungsi hutan sebagai daerah resapan air hujan serta memperhatikan kaidahkaidah pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Kawasan budidaya pertanian merupakan kawasan yang ditujukan untuk mewujudkan


ketahanan pangan nasional. Arahan pengembangan pertanian difokuskan pada
mempertahankan kawasan pertanian pangan irigasi teknis, mendukung ketahanan

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

pangan provinsi dan nasional, meningkatkan produktivitas melalui pola intensifikasi,


diversifikasi, dan pola tanam yang sesuai dengan kondisi tanah dan perubahan iklim,
ditunjang dengan pengembangan infrastruktur sumberdaya air yang mampu menjamin
ketersediaan air, serta meningkatkan kesejahteraan petani dan pemanfaatan yang
lestari. Pengembangan kawasan pertanian pangan merujuk pada ketentuan memiliki
kesesuaian lahan untuk dikembangkan sebagai kawasan pertanian, terutama berada
dalam di lahan beririgasi teknis, dan memiliki kesesuaian lahan untuk pengembangan
kawasan hortikultura dan memperhatikan aspek penetapan kawasan hortikultura sesuai
ketentuan peraturan perundangan. Penetapan kawasan peruntukan pertanian ini
diperlukan untuk memudahkan dalam penumbuhan dan pengembangan kawasan
pertanian berbasis agribisnis mulai dari penyediaan sarana produksi, budidaya,

3.1.7.

Kawasan Peruntukan Industri

Sebagian atau seluruh bagian kawasan peruntukan industri dapat dikelola oleh satu
pengelola tertentu. Dalam hal ini, kawasan yang dikelola oleh satu pengelola tertentu
tersebut disebut kawasan industri. Kawasan peruntukan industri memiliki fungsi antara
lain memfasilitasi kegiatan industri agar tercipta aglomerasi kegiatan produksi di satu
lokasi dengan biaya investasi prasarana yang efisien, mendukung upaya penyediaan
lapangan kerja, meningkatkan nilai tambah komoditas yang pada gilirannya
meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di wilayah yang
bersangkutan, serta mempermudah koordinasi pengendalian dampak lingkungan yang
mungkin ditimbulkan. Kriteria umum dan kaidah perencanaan kawasan peruntukan
industri :

pengolahan pasca panen dan pemasaran serta kegiatan pendukungnya secara terpadu,
terintegrasi dan berkelanjutan.

Pemanfaatan kawasan peruntukan industri harus sebesar-besarnya diperuntukan


bagi upaya mensejahterakan masyarakat melalui peningkatan nilai tambah dan

Kawasan peruntukan pertanian di Kabupaten Indramayu meliputi kawasan tanaman

peningkatan pendapatan yang tercipta akibat efisiensi biaya investasi dan proses

pangan seluas 92.370 Ha berada di setiap kecamatan. Selanjutnya Kawasan tanaman


pangan tersebut akan ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan.

aglomerasi, dengan tetap mempertahankan kelestarian fungsi lingkungan hidup.


Jenis industri yang dikembangkan harus mampu menciptakan lapangan kerja dan

Kawasan hortikultura seluas 3.407 Ha berada di setiap kecamatan. Kawasan

dapat meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat setempat. Untuk itu jenis

perkebunan seluas 1.155 Ha berada di setiap kecamatan. kawasan peternakan itik,

industri yang dikembangkan harus memiliki hubungan keterkaitan yang kuat

kambing, domba, sapi potong, kerbau, ayam pedaging, kuda, ayam buras pedaging,

dengan karakteristik lokasi setempat, seperti kemudahan akses ke bahan baku dan

dan ayam buras petelur.

atau kemudahan akses ke pasar.


Kawasan peruntukan industri harus memiliki kajian Amdal, sehingga dapat

ditetapkan kriteria jenis industri yang diijinkan beroperasi di kawasan tersebut.

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Khusus untuk kawasan industri, pihak pengelola wajib menyiapkan kajian studi
Amdal sehingga pihak industri cukup menyiapkan RPL dan RKL.

Kriteria teknis kawasan peruntukan industri yaitu harus memperhatikan kelestarian


lingkungan, harus dilengkapi dengan unit pengolahan limbah, harus memperhatikan
suplai air bersih, jenis industri yang dikembangkan adalah industri yang ramah
lingkungan dan memenuhi kriteria ambang limbah yang ditetapkan Kementerian
Lingkungan Hidup, pengelolaan limbah untuk industri yang berkumpul di lokasi
berdekatan sebaiknya dikelola secara terpadu, pembatasan pembangunan perumahan
baru di kawasan peruntukan industri, harus memenuhi syarat AMDAL sesuai dengan
ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, memperhatikan penataan
kawasan perumahan di sekitar kawasan industri, pembangunan kawasan industri
minimal berjarak 2 Km dari permukiman dan berjarak 15-20 Km dari pusat kota,
kawasan industri minimal berjarak 5 Km dari sungai tipe C atau D, serta penggunaan
lahan pada kawasan industri terdiri dari penggunaan kaveling industri, jalan dan
saluran, ruang terbuka hijau, dan fasilitas penunjang. Kawasan Industri harus
menyediakan fasilitas fisik dan pelayanan umum. Setiap kawasan industri, sesuai
dengan luas lahan yang dikelola, harus mengalokasikan lahannya untuk kaveling
industri, kaveling perumahan, jalan dan sarana penunjang, dan ruang terbuka hijau.

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

3.2.Analisis Kawasan Perencanaan Terhadap Tata Ruang Kecamatan Haurgeulis


Penggunaan di wilayah perencanaan, Kecamatan Haurgeulis, didominasi oleh lahan
terbangun sebesar 215 Ha (27,32 % dari luas lahan). Sedangkan sisanya lahan belum
terbangun sekitar 572 Ha atau (72,68%) yang berupa pekarangan, lahan kosong
(kebun), dan pertanian. Lahan di kawasan perencanaan dimanfaatkan sebagai lahan
dengan guna lahan permukiman, sarana peribadatan, perdagangan dan jasa, pendidikan
dan penggunaan lahan campuran.
Desa Haurkolot merupakan wilayah dengan kategori BWK D yang memiliki fungsi
sebagai lahan cadangan, pusat pemerintahan, dan pelayanan umum skala SWPP BWK
D. Rencana pengembangan BWK D yaitu diarahkan pada pengembangan kawasan
pemerintahan dan pelayanan umum skala regional dan komponen ruang yang akan
dikembangkan meliputi komponen ruang utama dan komponen ruang penunjang.

3.3.Analisis Kawasan Prioritas


3.3.1.

Peruntukan Lahan

Kawasan prioritas Desa Haurkolot Kecamatan Haurgeulis, berdasarkan RDTR Kota


Haurgeulis diperuntukan sebagai kawasan lahan cadangan dalam pengembangan
kegiatan perkotaan serta kawasan penyangga. Lahan-lahan yang terdapat dalam
kawasan prioritas ini diperuntukan sebagai kawasan pelayanan lingkungan, bangunan
perkantoran skala regional, pelayanan umum skala regional, rumah sakit atau fasilitas
kesehatan lainnya, fasilitas pendidikan, dan perumahan kepadatan sedang. Dalam
pemanfaatannya, sebagian besar lahan Desa Haurkolot berupa permukiman kepadatan
sedang, lahan pertanian, dan lahan kosong. Kawasan ini masih dapat dikembangkan
sesuai dengan peruntukannya, sehingga dapat menunjang kegiatan perkotaan dan
kebutuhan masyarakatnya.

Komponen ruang utama yaitu pemerintahan dan perkantoran skala regional, koleksi,
Tabel 3.1. Pemanfaatan Lahan Kawasan Perencanaan

dan distribusi (sub terminal agrobisnis), pelayanan umum skala regional. Komponen
ruang penunjang meliputi rumah sakit, fasilitas pendidikan, perumahan kepadatan
sedang, komplek perkotaan skala pelayanan lingkungan.

No.

Jenis Pemanfaatan Lahan

Luas (Ha)

Persentase (%)

1.

Permukiman

2,19

25,61 %

2.

Pesawahan

5,11

59,77 %

3.

Perkebunan

0,53

6,20 %

4.

Lahan tak terbangun

0,67

7,84 %

5.

Fasilitas Umum

0,05

0,58 %

Sumber : Analisis

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Peta 3.1. Peta Analisis Tata Guna Lahan

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Sumber : Hasil Analisis

.3.2. Intensitas Pemanfaatan Lahan


Fungsi Bangunan

Rencana pengaturan bangunan mencakup pengaturan intensitas penggunaan lahan,


penentuan Koefisien Dasar bangunan (KDB), Koefisien Lantai bangunan (KLB) dan
Garis Sempadan Bangunan (GSB). Pengaturan kepadatan bangunan dipengaruhi oleh

Permukiman

Pemanfaatan
Lahan berdasarkan
RDTR Kec.
Haurgeulis
Analisis

fungsi yang akan dikembangkan sedangkan pengaturan KLB dalam penentuannya erat
dengan tinggi bangunan yang diijinkan. Penentuan tinggi bangunan dipengaruhi oleh
fungsi bangunan, di Desa Haurkolot ketinggian bangunan didominasi oleh bangunan
dengan ketinggian rendah. Koefisien dasar bangunan (KDB) adalah perbandingan

Koefisien dasar bangunan sangat tinggi: lebih besar dari 75 %.


Koefisien dasar bangunan tinggi: 60 % - 70 %.
Koefisien dasar bangunan sedang: 30%- 60 %.

Koefisen dasar bangunan rendah: <30 %.

Fasilitas Umum

Perdagangan dan jasa 16,75 %


Fasilitas Pendidikan 11,6 %
Kesahatan 4,5%
Pemerintahan 0,97%
Pemanfaatan lahan pada kawasan perencanaan Desa Haurkolot
memiliki KDB sedang namun terdapat sebagian kecil bangunan
yang melebihi ketentuan KDB. Secara keseluruhan intensitas
bangunan yang ada masih dibawah standar intensitas pemanfaatan
ruang yang ditetapkan dalam RDTR Kecamatan Haurgeulis.
Sehingga masih memungkinkan untuk adanya pengembangan.
Dengan catatan pengembangan bangunan hunian / perumahan perlu
dikendalikan agar tidak terlalu padat.

Sumber : Hasil Analisis

antara luasan lahan bangunan dengan luasan lahan pada setiap persil lahan.
Berdasarkan Kepmen Kimpraswil, ketentuan koefisien dasar bangunan (KDB) adalah:

Perdagangan &
permukiman

Dalam pemanfaatan lahan, koefisien lantai bangunan merupakan perbandingan antara


total luas lantai pada bangunan dengan luas lahan pada setiap persil lahan. Ketinggian
bangunan ditentukan berdasarkan angka banding antara besarnya KLB dan KDB,
selain itu ketinggian bangunan juga dipengaruhi oleh fungsi bangunan. Berdasarkan
RDTR Kec. Haurgeulis 2004-2014 koefisien lantai bangunan di wilayah perencanaan
diarahkan sebagai berikut :

Tabel 3.2. Analisis Koefisien Dasar Bangunan


Fungsi Bangunan

Permukiman

Perdagangan &
permukiman

Fasilitas Umum

Kondisi Eksisting

KDB : 50-65%
KDB : 60-75%
KDB : 40-60%
Intensitas : 45%
Intensitas : 10 %
Intensitas : 5 %
KDB berdasarkan Sangat tinggi: lebih besar dari 75 %.
Standar Kepmen
Koefisien dasar bangunan tinggi: 60 % - 70 %.
Koefisien dasar bangunan sedang: 30%- 60 %.
Koefisen dasar bangunan rendah: <30 %.
Standar Intensitas Permukiman 47 %

No
1
2
3
4
5

Tabel 3.3. Pengaturan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Jalan Lokal Sekunder
KDB
Jumlah
Fungsi Alokasi
Maksimal
lantai
Perdagangan dan jasa (komersil)
75%
13
Perkantoran dan pemerintahan dan pelayanan umum
60%
12
Perumahan kepadatan tinggi
70%
12
Perumahan kepadatan sedang
60%
12
Perumahan kepadatan rendah
30%
1
Sumber : RDTR Kec. Haurgeulis tahun 2004-2014

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Koefisien lantai bangunan pada kawasan perencanaan sebagian besar masih berupa

KDB. Hal tersebut dapat mengendalikan ketersediaan lahan tidak terbangun sebagai

bangunan satu lantai. Dalam pengembangannya bangunan-bangunan tersebut dapat

penyediaan RTH untuk meningkatkan daya dukung lingkungan.

dikembangkan dengan menambah jumlah lantai sehingga tidak mengurangi besaran

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Peta 3.2. Peta Analisis Intensitas Pemanfaatan Lahan

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Sumber : Hasil Analisis

.3.3 Tata Bangunan

kaveling berdasarkan kumpulan beberapa bangunan yang menjadi satu kesatuan

Penyelenggaraan bangunan gedung beserta lingkungannya sebagai wujud pemanfaatan


ruang, yang meliputi berbagai aspek termasuk pembentukan citra / karakter fisik
lingkungan, besaran, dan konfigurasi dari elemen-elemen blok, kaveling / petak lahan,
bangunan, serta ketinggian dan elevasi lantai bangunan, yang dapat menciptakan dan
mendefinisikan berbagai kualitas ruang kota yang akomodatif terhadap keragaman
kegiatan yang ada, terutama yang berlangsung dalam ruang-ruang publik. Tata
Bangunan juga merupakan sistem perencanaan sebagai bagian dari penyelenggaraan
bangunan gedung beserta lingkungannya, termasuk sarana dan prasarananya pada
suatu lingkungan binaan baik di perkotaan maupun di perdesaan sesuai dengan
peruntukan lokasi yang diatur dengan aturan tata ruang yang berlaku dalam RTRW
Kabupaten Indramayu, dan rencana rincinya.
Perencanaan pembagian lahan dalam kawasan menjadi blok dan kaveling serta jalan,
dimana blok terdiri atas petak lahan/kaveling dengan konfigurasi tertentu. Pengaturan
ini terdiri atas bentuk dan ukuran blok, pengelompokan dan konfigurasi blok, ruang
terbuka dan tata hijau. Bentuk dasar bangunan dapat dipertimbangkan dari berbagai
segi, baik segi kebutuhan ruangnya sendiri ataupun dari ekspresi budaya dan nilai-nilai
arsitektur yang ada pada saat ini. Pola-pola bentuk dasar sebagian besar bangunan di

lingkungan hunian, dan pertimbangan blok ini sama dengan satu lingkungan RW
dimana tiap lingkungan RT terdiri dari beberapa kaveling.
Dalam penataan bangunan perlu diperhatikan orientasi bangunan yang merupakan
arah dari tampak bukaan bangunan yang ditujukan kepada potensi view yang optimal.
Potensi view tersebut bisa merupakan unsur-unsur alam, misalnya pemandangan
pegunungan atau pemandangan kearah sungai, atau merupakan unsur-unsur fisik
bangunan atau ruang terbuka diperkotaan yang dianggap penting atau menonjol pada
wilayah tersebut. Penataan kavling eksisting di Haurkolot yang berbentuk grid dan
tertata rapi memungkinkan view yang cukup baik. Setiap rumah yang dilewati jalan
poros desa saling berhadapan. Posisi kavling pemukiman di kawasan ini dapat menjadi
view yang cukup bagus dengan jalan lingkungan menghadap jalan utama dimana di
tengahnya

jalan lingkungan ada jalan penghubung ke semua jalan, sehingga

membentuk suatu pola tata masa bangunan yang kompak dan terpadu dan
menghubungkan antar massa bangunan yang dapat dipadukan dengan sistem
penghubung dan berpotensi memperkuat karakter kawasan dan mendukung aktivitas
perekonomian warga dan menghidupkan kawasan hunian di dalamnya.
Gambar 3.1. Pola Tata Bangunan

wilayah perencanaan ini adalah bentuk segi-empat (baik persegi panjang maupun
bujur sangkar).

Di kawasan perencanaan pembagian kawasan menjadi blok dan

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Sumber : Analisis

Sumber : Analisis

Komponen penataan bangunan lainnya pada kawasan perencanaan ini yaitu


perencanaan ketinggian maksimum bangunan disesuaikan dengan kondisi bangunan
terhadap jalan, daya dukung lahan terhadap bangunan, skala dan proporsi, serta tidak
berdampak negatif terhadap lingkungan. Pengaturan ketinggian bangunan pada
wilayah perencanaan 12 m dengan jumlah lantai bangunan 2 lantai pada fungsi jalan
kolektor primer, dan 6 m dengan jumlah lantai bangunan 1 lantai pada fungsi jalan

Selain itu perlu diperhatikan pula garis langit atau Skyline merupakan garis maya yang
terbentuk dari batasan ketinggian sekelompok bangunan dengan langit. Pada wilayah
perencanaan garis langit atau skyline terkesan datar, sehingga terlihat monoton. Hal ini
disebabkan oleh ketinggian bangunan serta jumlah lantai bangunan yang seragam.
Oleh karena itu, diperlukan penataan skyline bangunan, sehingga dapat memberikan
kesan visual yang khas pada wilayah perencanaan.

lingkungan.
Gambar 3.2. Pengaturan Ketinggian Bangunan

Hal penting lainnya dalam penataan bangunan yaitu Garis Sempadan Bangunan (GSB)
yang ditetapkan untuk memberi batasan keamanan bagi pengguna jalan dan
lingkungannya. Kegunaan garis sempadan bangunan ini antara lain adalah untuk
pengamanan terhadap lalu lintas jalan, memberikan ruang bagi sinar matahari,
sirkulasi udara, peresapan air tanah dan juga berguna pada keadaan darurat, misalnya
kebakaran. GSB berlaku untuk kawasan terbangun yang berada di tepi jalan dan
sungai yang penentuannya setengah dari lebar badan jalan.

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Penataan GSB sangat diperlukan terutama bangunan yang berlokasi di tepi jalan utama

berupa jalan aspal, jalan desa sebagian besar berupa jalan tanah, sedangkan untuk

yaitu jalan kolektor sekunder. Untuk Garis Sempadan Muka (GSM) yang berada di

jalan lingkungan sebagian besar sudah diperkeras dengan paving. Pada jalur

jalan kolektor sebagian besar tidak sesuai dengan aturan yaitu 12 meter dari as jalan,

kabupaten terdapat bangunan-bangunan perdagangan dan jasa.

sedangkan untuk jalan lingkungan sebagian besar memenuhi aturan antara 3-5 meter.
Untuk garis sempadan samping dan belakang bangunan ditetapkan untuk bangunan
tunggal tidak bertingkat dapat berimpit atau minimal 1,5 m, untuk bangunan deret
dapat berimpit.

Kondisi jalan provinsi yang kurang baik


berbanding terbalik dengan banyaknya
kendaraan bermuatan besar.

Gambar 3.3. Tipe Sempadan Bangunan

Kondisi jalan lingkungan yang tidak memadai


Permasalahan
mengurangi
kenyamanan dan kebersihan
lingkungan disekitar jalan-jalan lingkungan
tersebut.
Tidak adanya jalur pejalan kaki dapat
membahayakan para pejalan kaki.
Tidak memadainya area parkir pada
bangunan perdagangan dan jasa
menghambat sirkulasi kendaraan.

Sumber :

.3.4 Sistem Sirkulasi dan Jalur Penghubung


A. Sistem Jaringan Jalan
Jaringan jalan pada kawasan perencanaan bervariasi sesuai dengan fungsinya.
Jaringan jalan yang ada di dalam kawasan berpola linier sesuai dengan perletakan

Dengan permasalah tersebut, maka dalam perencanaannya diarahankan pada :

Pengaturan sistem transportasi meliputi sarana dan prasarana lalu lintas.

Pengaturan parkir dan pengaturan bangunan perdagangan dan jasa.

dan konfigurasi bangunan. Jaringan jalan yang ada di kawasan perencanaan terdiri
dari Jalan Kabupaten, jalan desa, jalan lingkungan. Kondisi jalan kabupaten

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Dalam penataan lingkungan kawasan, tidak terkecuali pada kawasan perencanaan,


perlu dikembangkan suatu sistem penghubung yang akan menghubungkan antar
bagian dari kawasan tersebut dengan kawasan lain yang berdampingan

Panjang

Lebar

(m)

(m)

113,00

2,00

438,30

2,00

285,30

1,90

82,00

1,75

Gg. Duren 2

27,00

1,70

Gg. Manggis 1

73,00

1,70

Gg. Manggis 2

40,00

1,50

Gg. Kenanga

28,00

1,60

Gg. Nasihin

53,15

1,50

Gg. Kelapa

49,00

1,60

Gg. Dalim

32,40

1,60

No

Jenis Jalan

Jenis
Pekerasan

Kondisi

Jalan Kabupaten

Aspal

Cukup Baik

Jalan Desa
Tanah Berbatu

Tidak nyaman
untuk dilalui

dengannya. Penataan sistem penghubung tersebut merupakan awal dari usaha

Jalan Al Hikmah

perwujudan dari kawasan / wilayah yang diinginkan.

Jalan Pring Ayu

Ketersediaan jalan
3

penghubung dalam kawasan perencanaan terdiri atas jalan kolektor sekunder dan
jalan lokal atau jalan lingkungan. Jalan kolektor sekunder merupakan jalan
provinsi yang menghubungkan wilayah Kabupaten Indramayu dengan Kabupaten
Subang. Sedangkan jalan lingkungan adalah jalan yang berada di dalam kawasan
permukiman dengan lebar 2-3 meter yang menghubungkan antar blok lingkungan
dengan jalan utama atau dengan kawasan lainnya. Selain itu terdapat jalan yang
menghubungkan antar bangunan dengan lebar 1-1,5 meter. Jalan kolektor ini

Jalan Lingkungan
Gg. Manggis
Gg. Duren 1

Tanpa
Pekerasan

Tidak nyaman
untuk dilalui

Gg. Mawar

230,00

2,00

berfungsi sebagai jalur sirkulasi untuk kendaraan umum maupun kendaraan

Gg. Serba Guna

82,80

1,90

pribadi yang menghubungkan kawasan perencanaan dengan kawasan lainnya baik

Gg. Arum

104,60

1,50

Gg. Suta

32,00

1,50

Gg. Wamis

102,80

1,50

masuk maupun keluar kawasan.

Sumber : Hasil Analisis

Sirkulasi kendaraan di kawasan perencanaan terdiri dari sirkulasi kendaraan


umum dan sirkulasi kendaraan pribadi. Kendaraan yang melalui jalan provinsi dan
kawasan didalam lingkungan permukiman hanya dilayani oleh kendaraan pribadi

B. Sirkulasi Pejalan Kaki

atau kendaraan umum informal setempat berupa ojek dan beca. Selain itu, jalan
Ruang pejalan kaki atau pedestrian biasanya berbentuk koridor, berada diantara
provinsi dilalui pula oleh kendaraan besar yang mendistribusikan barang-barang
bangunan, disamping jalan, dan di dalam taman. Dengan adanya sistem pedestrian
hasil produksi dari industri maupun bahan pangan.
secara tidak langsung akan menurunkan ketergantungan akan kendaraan,
Tabel 3.4. Jaringan Jalan pada Kawasan Prioritas

meningkatkan kualitas lingkungan, dan secara tidak langsung dapat meningkatkan

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

kualitas udara bersih. Dalam suatu sistem pedestrian pada tepi jalan

Area parkir merupakan salah satu fasilitas dalam suatu traffic system management,

diidentifikasikan dan dibedakan berdasarkan fungsi yang akan ditentukan untuk

yang keberadaannya sangat penting untuk menunjang kelancaran sirkulasi lalu

jalur tersebut, misalnya jalur pedestrian utama, pedestrian internal, dan pedestrian

lintas yang sedang berlangsung, khususnya pada kawasan perencanaan. Parkir

penghubung dalam kawasan. Pada kawasaan perencanaan belum dilengkapi

kendaraan bermotor merupakan masalah umum yang dijumpai dalam sistem

dengan fasilitas pedestrian jalan provinsi maupun jalan lingkungan karena jumlah

transportasi perkotaan. Masalah ini timbul sebagai akibat dari kebutuhan lahan

kendaraan yang melintas hanya kendaraan pribadi dan masih tidak terlalu banyak.

parkir yang kurang mencukupi dan tidak tertata dengan sebagaimana mestinya.
Beberapa jenis parkir kendaraan bermotor yang terdapat dalam kawasan

Gambar 3.4. Sirkulasi Pejalan Kaki

perencanaan antara lain yaitu :

Parkir Tepi Jalan (On Street)


Pada kawasan perencanaan lahan parkir dapat menggunakan badan jalan
karena ruang kiri-kanan jalan masih kosong. Kondisi parkir on street ini
sering dijumpai pada ruas jalan kabupaten dan desa. Arahan penataan untuk
parkir di badan jalan yaitu menggunakan lahan dipinggir jalan dengan pola
memanjang atau sejajar dengan jalan.
Gambar 3.5. Sistem Parkir Tepi Jalan

Sumber : Pathway
(https://gemestolas.wordpress.com/category/landscape-2/pathway/)

C. Sistem Parkir Kendaraan Bermotor


Sumber : Bike Lanes And Separated Bike Lanes (Vancouver.Ca)

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Parkir Di Luar Badan Jalan (Off Street)


Parkir off street, sistem parkir kendaraan bermotor berada di luar badan jalan
atau biasanya terdapat pada halaman / pekarangan bangunan. Sistem parkir
ini sebagian besar terdapat dalam kawasan perencanaan karena tidak
tersedianya lahan untuk parkir. Pekarangan bangunan pada kawasan
perencanaan luasnya cukup memadai sebagai lahan parkir.

Gambar 3.6. Sistem Parkir di Luar Badan Jalan

Sumber : Site Plan Parking Pictures


(www.gopixpic.com)

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Peta 3.3. Peta Analisis Jaringan Jalan

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Sumber : Hasil Analisis

.3.5 Sistem Tata Hijau


Ketersediaan Ruang Terbuka dan Tata Hijau merupakan komponen rancang kawasan,
yang tidak hanya sebagai elemen tambahan dalam proses rancang arsitektural,
melainkan juga diciptakan sebagai bagian dari suatu lingkungan yang lebih luas.

Tabel 3.5. Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk


Unit
Luas Min/
Luas Min/
Tipe RTH
Lokasi
2
Lingkungan
unit (m )
kapita(m2)

Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan bagian dari ruang terbuka yaitu sebagai suatu

No

sistem tanah umum (system of public land) yang di dalamnya termasuk jalan, sekolah,

250 jiwa

Taman rt

250

1,0

Di tengah lingkungan
RT

2.500 jiwa

Taman rw

1.250

0,5

Di pusat kegiatan RW

30.000 jiwa

Taman
kelurahan

9.000

0,3

Dikelompokan dengan
sekolah/ pusat
kelurahan

120.000 jiwa

Taman
kecamatan

24.000

0,2

Dikelompokan dengan
sekolah/ pusat
kecamatan

480.000 jiwa

Taman kota

144.000

0,3

Di pusat wilayah/ kota

Kecamatan

Pemakaman

Disesuaikan

1,2 *)

Tersebar

Bag. Wil. Kota

Hutan Kota

Disesuaikan

4,0

Di dalam/ di tepi kota

Bag. Wil. Kota

taman, ruang-ruang untuk bangunan umum yang tersusun dalam suatu jaringan kota
(Mirsa, 2012). RTH adalah bagian dari ruang-ruang terbuka dalam suatu wilayah yang
diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi guna mendukung manfaat langsung
maupun tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH tersebut berupa keamanan,
kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah sekitarnya (Budiman, 2010).
Kebutuhan ruang terbuka hijau pada suatu kawasan dapat diukur luas wilayah dan
berdasarkan jumlah penduduknya. Berdasarkan luas wilayahnya, Desa Haurkolot
membutuhkan RTH publik seluas 55,8 Ha yaitu 20 % dari luas seluruh wilayah desa
dan RTH privat seluas 27,9 Ha yaitu 10 % dari luas wilayah desa. Berdasarkan jumlah
penduduk, penyediaan RTH telah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan
Perkotaan, sebagai berikut :

Untuk fungsi Disesuaikan 12,5


Disesuaikan dengan
tertentu
kebutuhan
*) Disesuaikan dengan angka kematian setempat dan sistem penyempurnaan
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05 Tahun 2008

Untuk menentukan kebutuhan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan


dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH
per kapita sesuai peraturan yang berlaku. Dengan jumlah penduduk sebanyak 10.964
jiwa, maka Desa Haurkolot yaitu membutuhkan ketersediaan RTH minimal 4 taman /

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

lokasi RTH berupa taman RW, atau 40 taman RT, dan dapat pula berupa 1 taman

gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/ penghijauan dan luas tanah

kelurahan. Sedangkan pada kawasan perencanaan terdiri dari blok 4, blok 5, dan blok

perpetakan/ daerah perencanaan yang dikuasai. Menurut Kristian (2013), KDH

6 dengan jumlah penduduk sebanyak 1322 jiwa membutuhkan RTH berupa taman RT

adalah rasio perbandingan luas ruang terbuka hijau blok peruntukan dengan luas

yang tersebar dalam 5 lokasi.

blok peruntukan atau merupakan suatu hasil pengurangan antara luas blok
peruntukan dengan luas wilayah terbangun dibagi dengan luas blok peruntukan.
Batasan KDH dinyatakan dalam persen, dengan perhitungan sebagai berikut :

A. Ruang Terbuka Hijau Pekarangan


Pemanfaatan halaman atau pekarangan pada bangunan perlu dikendalikan agar
dapat dimanfaatkan sebagai RTH privat yang memiliki fungsi ekologis, soal, dan
estetika yang secara keseluruhan dapat meningkatkan kualitas lingkungan
perkotaan (Joga, 2011). Sebagai upaya pengendalian pemanfaatan lahan privat
dan pengembangan RTH privat maka pemerintah menggunakan parameter untuk
mengukur intensitas ruang, dengan menetapkan angka KDB, KLB, dan ketinggian
bangunan. Parameter-parameter tersebut masih belum dapat menjamin adanya

KDH=

Luas RuangTerbuka Hijau


100
Luas Blok Peruntukan

Besaran KDH secara langsung terkait dengan besaran KDB, karena dengan
adanya ketentuan tentang KDB mempunyai arti bahwa setiap lahan akan
menyisakan ruang terbuka (RT) sebagai sisa luas lahan dikurangi luas lantai dasar
bangunan yang didirikan di atasnya. Dengan menggunakan asumsi praktis, angka
KDH merupakan sisa ruang terbuka pada suatu lahan dibagi rata untuk keperluan
perkerasan dan keperluan penghijauan sehingga didapatkan angka KDH yaitu
sebesar 50 % dari Koefisisen Ruang Terbuka (KRT).

penyediaan RTH yang mencukupi pada lahan privat yang diperlukan untuk
menjaga kualitas lingkungan. Dalam melengkapi produk hukum demi mencapai

Gambar 3.7. Ruang Terbuka Hijau Pekarangan

kualitas lingkungan hidup yang lebih baik, pemerintah daerah telah menetapkan
ketentuan tentang koefisien dasar hijau (KDH).
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan menjelaskan KDH yaitu angka
persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

(ruang hijau) minimal seluas 70% - 80% dari luas taman. Pada taman ini selain
ditanami dengan berbagai tanaman, juga terdapat minimal 3 pohon pelindung dari
jenis pohon kecil atau sedang.
RTH Taman Rukun Warga (RW) dapat disediakan dalam bentuk taman yang
ditujukan untuk melayani penduduk satu RW, khususnya kegiatan remaja,
kegiatan olahraga masyarakat, serta kegiatan masyarakat lainnya di lingkungan
RW tersebut. Luas taman ini minimal 0,5 m2 per penduduk RW, dengan luas
minimal 1.250 m2. Lokasi taman berada pada radius kurang dari 1000 m dari
Sumber : Analisis

Pada kawasan perencanaan, dengan koefisien dasar bangunan 40%-60% dari luas
lahan, maka terdapat ruang terbuka sebesar 40%-60% pula. Dengan besaran KRT
tersebut maka dapat diketahui besaran RTH yang dapat disediakan yaitu sebesar

rumah-rumah penduduk yang dilayaninya. Luas area yang ditanami tanaman


(ruang hijau) minimal seluas 70% - 80% dari luas taman, sisanya dapat berupa
pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada
taman ditanami minimal 10 pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang.

20%-30% dari luas euang terbuka pada pekarangan. Besaran RTH pekarangan
tersebut merupakan ruang terbuka tanpa pekerasan dan ditanami dengan
tumbuhan yang dapat memberikan manfaat estetis, sosial, dan ekologis.

B. Ruang Terbuka Hijau Taman Lingkungan


Gambar 3.8. Ruang Terbuka Hijau Lingkungan

Taman Rukun Tetangga (RT) adalah taman yang ditujukan untuk melayani
penduduk dalam lingkup 1 RT, khususnya untuk melayani kegiatan sosial di
lingkungan RT tersebut. Luas taman ini adalah minimal 1 m 2 per penduduk RT,
dengan luas minimal 250 m2. Lokasi taman berada pada radius kurang dari 300 m
dari rumah-rumah penduduk yang dilayani. Luas area yang ditanami tanaman

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

C. Ruang Terbuka Hijau Jalur Hijau Jalan


Ruang terbuka hijau jalur hijau jalan diantarannya yaitu berupa pulau jalan,
median jalan, jalur pejalan kaki, sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan
listrik tegangan tinggi, sempadan sungai, sempadan pantai, dan ruang dibawah
jalan layang. RTH jalur hijau dapat disediakan dengan penempatan tanaman
antara 20%-30% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan klas jalan. Untuk
menentukan pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan 2 hal, yaitu fungsi
tanaman dan persyaratan penempatannya. RTH jalur hijau yang diperlukan
penyediaannya pada kawasan perencanaan Desa Haurkolot yaitu berupa jalur
hijau tepian jalan. Kondisi kawasan sebagian besar masih memiliki area hijau
Sumber : Interactive Space
(http://stjamespocketpark.mindmixer.com)

yang cukup luas dan tersebar di seluruh kawasan, termasuk di sepanjang tepian
jalan dan tepian rel kereta api. RTH tepian jalan yang sudah ada perlu dilestarikan

Pada kawasan perencanaan Desa Haurkolot, hingga saat ini belum memiliki RTH
lingkungan.

Berdasarkan

jumlah

penduduknya

kawasan

dan juga ditata kembali agar memberikan nilai estetis bagi kawasan tersebut.

perencanaan

membutuhkan RTH lingkungan berupa taman RT. Dengan demikian, kawasan

Gambar 3.9. Ruang Terbuka Hijau Jalan

perencanaan ini perlu adanya penyediaan taman RT yang dapat memberikan


fungsi-fungsi RTH sebagaimana mestinya. Tidak hanya memberikan fungsi
ekologis, dengan adanya tanaman yang di tata dalam taman RT tersebut maka
dapat memberikan nilai estesis bagi lingkungannya. Selain itu, dengan penyediaan
taman RT diharapkan dapat memberikan ruang bermain, olah raga, dan berkumpul
untuk masyarakat setempat.

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Sumber : neigborhood (http://www.sfgate.com)

Sumber : Neigborhood park


(galleryhip.com)

.3.6 Tata Kualitas Lingkungan


Tata Kualitas Lingkungan yaitu terkait dengan elemen-elemen kawasan yang
menciptakan suatu kawasan atau sub area dengan sistem lingkungan yang informatif,
berkarakter khas, dan memiliki orientasi tertentu. Penataan sistem lingkungan yang
informatif terletak pada koridor Jalan Desa Haurkolot berupa papan reklame dan
informasi. Penataan papan reklame diperlukan untuk menghindari ketidakteraturan
lingkungan dan menjaga keselamatan pengguna jalan akibat peletakan papan reklame
yang tidak teratur dan tidak semestinya ada. Selain itu diperlukan penataan papan
informasi lingkungan yang letaknya dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat.

Gambar 3.10. Tata Lingkungan Permukiman

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Peta 3.4. Peta Analisis Ruang Terbuka Hijau

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Sumber : Hasil Analisis

3.3.7.

Sistem Jaringan Drainase

pada semakin bertambahnya volume air yang akan meluap ketika debit air hujan

Kondisi saluran drainase yang terdapat pada kawasan perencanaan Desa Haurkolot
sebagian besar tidak terawat dan kapasitas volume saluran yang kurang memadai
(terlalu dangkal). Tidak hanya saluran yang dangkal, permasalahan lainnya yang
terdapat pada kawasan ini yaitu saluran drainase yang terputus. Kondisi tersebut
menimbulkan permasalahan sering timbulnya luapan air hujan dari saluran drainase

sangat tinggi. Permasalahan genangan air hujan pada jalan lingkungan dan
permukiman akan semakin buruk akibat rusaknya goron-gorong tersebut. Dengan
permasalahan tersebut, maka diperlukan penataan sistem jaringan drainase dengan
cara memperbaiki kondisi saluran drainase dan gorong-gorong yang sudah ada sesuai
dengan ketentuan penyediaan saluran drainase.

sehingga terdapat genangan-genangan air di sekitar permukiman, terutama pada jalan,


Tabel 3.6. Sistem Jaringan Drainase

apabila hujan deras turun. Genangan luapan air hujan dari drainase ini dapat surut
dalam waktu 6-12 jam, bergantung pada intensitas air hujan yang turun dan jumlah

N
o

Panjang

Kondisi
(m)

Saluran Terbuka

ini dapat dihitung sebagai berikut ini :


Q=0,6 . 1300 .1,34

Tinggi

Jenis Drainase

limpasan air hujan pada kawasan tersebut. Volume limpasan air hujan pada kawasan

Q=C . A . I

Lebar

Drainase Gg. Wiwi

63,00

0,40

0,50

Drainase Gg. Edi


Sutarno

49,50

0,45

0,50

Drainase Gg. Dedi H

209,00

1,00

0,80

Drainase Jl. Yance

270,00

0,40

0,50

Drainase Gg. Manggis

285,30

0,40

0,50

Drainase Gg. Kamir

330,00

0,30

0,60

Drainase Jl. Siliwangi

260,00

0,40

0,60

Q=1045,2 m3 / jam

Q : besarnya air hujan yang dikumpulkan (m/jam)


C : koefisien limpasan berdasarkan jenis permukaan (tanpa dimensi)
A : luas permukaan wilayah yang akan dikeringkan(m)
I : intensitas hujan (cm/jam)
Selain itu pada kawasan perencanaan ini terdapat gorong-gorong yang kondisinya
sudah rusak dan belum ada rencana perbaikan. Kondisi tersebut tentu akan berdampak

Belum seluruh
saluran sudah
menggunakan
pekerasan /
senderan

Sumber: Analisis

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015
Gambar 3.12. Sistem Infiltrasi

Dalam penataan sistem drainase terdapat konsep penataan yang disebut dengan ecodrainage, dimana sistem ini merupakan sistem drainase yang berwawasan lingkungan.
Sistem Eco-Drainage terdiri atas sistem detensi, perluasan detensi, infiltrasi, dan
water harvesting (pengumpulan air). Detention bertujuan untuk memperlambat aliran
permukaan, dengan cara menyediakan reservoir atau penyimpanan air. Penyediaan
reservoir ini bertujuan untuk mengendalikan banjir dan mengurangi erosi dengan cara
memperlambat laju aliran. Perluasan detensi berperan untuk memperbaiki kualitas air
apabila air tetap berada pada kolam penampungan dan partikel-pertikel terlarut akan
mengendap. Struktur penampungan yang diperlukan lebih besar dari pada struktur
penampungan air hujan untuk pengendalian banjir.

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan


(Kementrian PU)

Gambar 3.11. Sistem Detensi

Water harvesting yaitu upaya pengumpulan air hujan dan kemudian menggunakan air
hujan tersebut secara langsung. Secara teknis, air hujan yang turun ditampung dalam
kolam-kolam penampungan dan kemudian dapat dimanfaatkan untuk kegiatankegiatan yang dapat menggunakan air hujan tersebut seperti air bilas toilet, menyiram
tanaman, cuci kendaraan, dll. Apabila air hujan yang ditampung sudah melebihi
kapasitas kolam, air hujan akan mengalir menuju saluran drainase melalui saluran
Sumber : Sistem Drainase Perkotaan (Kementrian PU)

Infiltrasi merupakan sistem drainase dengan cara mengalirkan air hujan kedalam

yang telah disediakan.


Gambar 3.13. Sistem Water Harvesting

tanah, sehingga air hujan mengalir secara vertikal ke dalam tanah. Sistem infiltrasi ini
dapat mengatasi persoalan banjir, erosi, kualitas air, meningkatkan imbuhan air tanah,
dan penyediaan air bersih. Infiltration pada dasarnya dapat diterapkan pada semua
permukaan tanah yang ditumbuhi oleh tumbuhan.

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Sumber : Assistance for implementing Rain Water Harvesting


(http://www.propertydocumentverification.com)

Keempat sistem eco-drainage tersebut dapat mengurangi jumlah limpasan air dan
mengungari resiko timbulnya genangan air pada jalan lingkungan dan permukiman.
Tidak hanya mengurangi resiko genangan air, tetapi juga dapat memberikan solusi
dalam penyediaan air selain air untuk minum, makan, dan mandi. Sistem-sietem
tersebut dapat dijadikan alternatif penyelesaian permasalahan penataan jaringan
drainase pada kawasan perencanaan dengan wawasan lingkungan dan berkelanjutan.

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Peta 3.5. Peta Analisis Jaringan Drainase

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Sumber : Hasil Analisis

3.3.8. Sistem Jaringan Air Bersih


Kualitas air pada kawasan ini cukup baik, tetapi jumlahnya masih terbatas.
Permasalahan jumlah air yang terbatas terjadi di saat musim kemarau, dimana
ketersediaan air bersih tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat di
kawasan prioritas. Arahan penataan lingkungan terkait dengan sistem jaringan air
bersih yaitu dengan pembuatan sumber air bersih komunal yang dapat menampung air
bersih yang dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu alternatif penanganan lainnya

Tidak hanya kondisi saluran air limbah yang tidak memadai, permasalahan lainnya
terkait limbah cair yaitu ketersediaan septictank. Pada kawasan perencanaan, sebagian
besar bangunan hunian belum dilengkapi dengan septictank. Beberapa bangunan
hunian memiliki penampungan air limbah dari kegiatan MCK. Kondisi penampungan
tersebut berupa penampungan terbuka dan tanpa pekerasan. Keberadaan penampungan
limbah MCK tersebut dapat merusak kualitas air tanah dan menimbulkan penyakit.
Gambar 3.14. Sistem Jaringan Air Limbah

adalah penyediaan kran-kran umum yang bersumber dari pengadaan jaringan PDAM.

3.3.9. Sistem Jaringan Air Limbah


Pada kawasan perencanaan masalah jaringan air limbah terjadi akibat belum adanya
instalasi pembuangan air limbah yang terintegrasi dari setiap bangunan hunian.
Beberapa bangunan hunian memiliki saluran air limbah di pekarangan belakang
rumah, tetapi saluran tersebut terputus dan tidak mengalir menuju saluran air limbah
kota. Permasalahan lainnya timbul pula akibat bentuk dari saluran air limbah yang
berupa saluran terbuka dan tanpa pekerasan, sehingga memicu timbulnya berbagai
penyakit.

Sumber : Proses dan Cara Pengolahan Limbah Rumah Tangga (Sanitasi)


(https://duniatehnikku.wordpress.com)

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Sistem pengelolaan air limbah sebagaimana yang dikemukakan oleh Haug (1998)

juga masyarakat membuang sampah pada saluran air hujan / drainase dan tanah

diklasifikasikan dalam dua sistem, yaitu sistem setempat (on site system) dan terpusat

kosong. Pengeloaan sampah secara individu oleh masyarakat ini menimbulkan

(off site system). Sistem setempat merupakan fasilitas pengelolaan air limbah yang

permasalahan lainnya yaitu pencemaran udara dari penimbunan sampah dan

berada di daerah persil pelayanannya. Bentuk sistem setempat antara lain adalah

pembakaran sampah, timbulnya berbagai penyakit karena lingkungan yang kotor,

sistem cubluk dan tangki septik. Sistem terpusat adalah sistem pengelolaan yang

mengakibatkan genangan air dan luapan air hujan dari saluran drainase, serta

berada di luar persil. Bentuk sistem terpusat merupakan bentuk sistem penyaluran air

mengurangi keindahan lingkungan. Sistem pengelolaan sampah dapat dilakukan

limbah yang dibuang ke suatu tempat pembuangan (disposal site) yang aman dan sehat

dengan dua cara yaitu on site system dan off site system. Sistem on site adalah fasilitasi

dengan atau tanpa pengolahan sesuai kriteria.

pembuangan sampah yang berada di daerah persil pelayanannya (batas tanah yang
dimiliki) dengan keuntungan dan kerugian sebagai berikut :

Dengan demikian penataan jaringan air limbah pada kawasan perencanaan ini yaitu
dengan menggunakan sistem setempat (on site system) dan juga terpusat (off site
system). Sistem setempat ditempatkan pada bangunan hunian yang sudah memiliki
sistem cubluk dan tangki septik sendiri. Penataan yang dilakukan pada sistem setempat
yang sudah ada yaitu penyesuaian kondisi tangki septik dengan standar ketentuan

Keuntungan :

Kerugian
:

penyediaan tangki septik. Sedangkan sistem terpusat dapat disediakan pada lahan yang
memungkinkan untuk menampung limbah, tidak mengganggu air tanah, dan disetujuji
oleh pemiliki tanah serta masyarakat sekitar.

Biaya pembuatan murah


Dibuat oleh swasta ataupun pribadi
Teknologi cukup sederhana
Operasi dan pemeliharaan dilakukan secara pribadi
Tidak selalu cocok di semua daerah
Sukar mengontrol operasi dan pemeliharaan
Bila pemeliharaan tidak sempurna, maka ada kemungkinan
sampah dibuang sembarangan dan mencemari lingkungan.

Sistem off site adalah sistem pembuangan yang berada diluar persil atau mempunyai
skala pelayanan komunal, dapat berupa kawasan maupun lingkungan. Sistem ini
memiliki keuntungan dan kerugian sebagai berikut :

3.3.10. Sistem Jaringan Persampahan


Permasalahan pengelolaan limbah atau sampah yang berasal dari setiap rumah yaitu
belum adanya sistem pengelolaan sampah. Masyarakat pada kawasan perencanaan
terbiasa mengelola sampah secara individu, yaitu dengan cara rutin membakar sampah
atau pun menanam sampah di masing-masing pekarangan rumah serta tidak jarang

Keuntungan :

Kerugian
:

Menampung semua sampah domestik secara komunal


Pencemaran lingkungan dapat dihindari
Cocok untuk daerah dengan kepadatan tingkat tinggi
Masa atau umur pemakaian relatif lebih lama
Perlu pembiayaan rutin/berkala dari warga.
Memerlukan SDM operasional dan pemeliharaan.
Memerlukan perencanaan dan pelaksanaan jangka panjang.

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Pengelolaan sampah yang cocok diterapkan pada kawasan perencanaan untuk masa
yang akan datang yaitu off site system. Untuk mendukung pelayanan persampahan
diperlukan penyediaan tong sampah dan sarana pengangkutnya berupa motor roda tiga
yang dilengkapi dengan bak penampungan sampah. Berdasarkan proyeksi jumlah
penduduk kawasan perencanan hingga tahun 2017, diperkiraan jumlah sampah
perorang/hari sekitar 2,5 liter maka timbunan sampah diperkirakan mencapai 15.447,5
liter/hari. Adanya sistem 3R diharapkan dapat mengurangi jumlah sampah, sehingga
beban pengangkutan semakin berkurang.
Tabel 3.7. Perkiraan Jumlah Timbunan Sampah

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

2014

2015

2016

2017

Jml
Pddk
(Jiwa)

Jml
sampah
(m3)

Jml
Pddk
(Jiwa)

Jml
sampah
(m3)

Jml
Pddk
(Jiwa)

Jml
sampah
(m3)

Jml
Pddk
(Jiwa)

Jml
sampah
(m3)

5.606

14,01

5.791

14,5

5.981

15

6.179

15,45

Peta 3.6. Peta Analisis Jaringan Air Bersih

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Sumber : Hasil Analisis

Peta 3.7. Peta Analisis Jaringan Air Limbah

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Sumber : Hasil Analisis

3.3.11. Sistem Jaringan Listrik


Pada kawasan prioritasDesa Haurkolot, terdapat permasalahan terkait ketersediaan
jaringan listrik pada bangunan hunian. Masalah tersebut yaitu belum seluruh rumah
memiliki sumber listrik langsung dari PLN, tetapi terdapat beberapa bangunan rumah

dimanfaatkan oleh sebagian kecil masyarakat, bahkan pengguna telepon ini semakin
berkurang jumlahnya. Pengembangan jaringan telekomunikasi kabel untuk saat ini
masyarakat kurang begitu antusias dikarenakan adanya jaringan telepon nirkabel yang
cukup murah dan efisien.

yang dialiri listrik dari bangunan rumah disekitarnya. Arahan penataan lingkungan
terkait jaringan listrik adalah penyedian paket pemasangan listrik untuk masyarakat
yang belum terlayani oleh jaringan listrik.

3.3.13. Sistem Jaringan Evakuasi Bancana


Sistem jaringan evakuasi yaitu jalur perjalanan yang menerus (termasuk jalan ke luar,
korido / selasar umum dan sejenis) dari setiap bagian bangunan gedung termasuk di

3.3.12. Sistem Jaringan Telekomunikasi


Jaringan telekomunikasi pada kawasan prioritas sebagian besar menggunakan
jaringan telepon nirkabel. Jaringan telekomunikasi dengan sistem kabel hanya

dalam unit hunian tunggal ke tempat aman, yang disediakan bagi suatu lingkungan /
kawasan sebagai tempat penyelamatan atau evakuasi. Pada kawasan perencanaan ini
diperlukan penetapan jaringan evakuasi yang terintegrasi dengan sistem jaringan jalan

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

kota dan perovinsi ketika terjadi bencana. Selain penetapan jalur evakuasi, diperlukan

terletak diluar kawasan ini memiliki peserta didik yang cukup banyak, sehingga

pula peningkatan kualitas jalur evakuasi dan penyediaan rambu pengarah jalur

masyarakat membutuhkan PAUD di kawasannya. Selain membutuhkan fasilitas

evakuasi maupun titik simpul.

gedung kesehatan dan pendidikan dibutuhkan gedung serbaguna yang dapat


memfasilitasi kegiatan rembug masyarakat kawasan tersebut. Untuk menjaga

3.3.14. Sistem Fasilitas Umum


Kebutuhan fasilitas umum di kawasan perencanaan antara lain fasiliitas kesehatan dan

keamanan lingkungan permukiman pada kawasan ini dibutuhkan pos kamling sebagai
pos untuk masyarakat dalam menjaga keamanan lingkungannya.

pendidikan. Fasilitas pendidikan yang dibutuhkan yaitu berupa bangunan untuk


kegiatan posyandu, karena hingga saat ini kegiatan posyandu rutin dilaksanakan di
salah satu rumah masyarakat kawasan tersebut. Fasilitas pendidikan yang dibutuhkan
dalan kawasan perencanaan ini yaitu berupa bangunan PAUD. Kegiatan PAUD yang

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Peta 3.8. Peta Analisis Daerah Rawan Bencana

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK)


, 2015

Sumber : Hasil Analisis

3.4.Analisis SWOT
Strenght

Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui inventarisasi faktor potensi (Strenght),

Opportunities

Lokasi perencanaan mudah diakses Perlu penanganan yang


untuk keperluan proyek;
menyeluruh untuk mengatasi
Lokasi perencanaan berada di jalur
genangan air;
pusat kota Kec. Haurgeulis;
Hampir seluruh lahan berstatus
Implementasi proyek untuk jangka
milik masyarakat.
pendek sangat memungkinkan;
Jalan lingkungan sudah tertata
dengan baik;
Koefisian Dasar Bangunan masih
kecil.
Terdapat beberapa kegiatan
perekonomian berupa home
industri.

Threats

Menjadi percontohan penataan


Perlu waktu panjang untuk
lingkungan permukiman yang
koordinasi dengan berbagai
bersih, teratur, tertata, dan serasi;
pihak;
Merupakan kawasan
Pelaksanaan proyek
pengembangan kecamatan
membutuhkan waktu yang
haurgeulis (BWK B dalam
panjang dalam upaya
RDTR kecamatan).
penyadaran masyarakat akan
Memungkinkan perkembangan
pentingnya lingkungan
perdagangan dan pemukiman
permukiman yang bersih,
yang pesat.
teratur, tertata dan serasi serta
berkelanjutan.

Masalah (Weakness), Peluang (Opportunities), dan Ancaman (Threats) pada Kawasan


Perencanaan terutama mengenai pengembangan kawasan tersebut. Analisis SWOT
adalah metode analisis yang digunakan dalam mengidentifikasi potensi dan masalah
serta digunakan juga sebagai dasar kebijakan dari strategi pengembangan.
Analisis SWOT ini merupakan salah satu teknik analisis yang digunakan dalam
menginterpretasikan suatu wilayah, khususnya pada kondisi yang sangat kompleks
dimana faktor eksternal dan faktor internal memegang peranan yang sama pentingnya.
Analisis SWOT yang digunakan ini bertujuan untuk menentukan arahan-arahan
pengembangan yang akan dilakukan dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
Kawasan Perencanaan Desa Haurkolot.
Tabel 3.8. MATRIK SWOT

Weakness

3Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman (RTPLP) | BAB III

Anda mungkin juga menyukai