Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Ilmiah PANNMED

Vol. 1 No. 1 Juli 2006

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN ANGSANA


(Pterocarpus indicus Willd) SECARA IN VITRO
Cut Fatimah, Urip Harahap, Isma Sinaga, Safrida, Ernawati
1

Jurusan Farmasi Universitas Tjut Nyak Dhien


Jurusan Farmasi Universitas Sumatera Utara
Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan
Medan Indonesia

Abstrak
Telah dilakukan penelitian uji aktivitas antibakteri ekstrak daun angsana (Pterocarpus indicus Willd)
pada bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Escherichia coli, dan Pseudomonas
aeruginosa dan uji sediaan salap bentuk hidrofil dan hidrofob pada luka buatan kulit marmut yang
diinfeksikan dengan Staphylococcus aureus.
Ekstrak daun angsana dibuat secara perkolasi dengan etanol, lalu difraksinasi dengan kloroform dan
n-heksana. Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun angsana secara in vitro diukur berdasarkan luas daerah
hambatan pertumbuhan bakteri dengan metode Kirby Bauer menggunakan media Mueller-Hinlton agar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ekstrak Etanol Daun Angsana (EEDA) mempunyai aktivitas
penghambatan pertumbuhan yang baik pada Staphylococcus aureus dan kurang baik pada Streptococcus
pyogenes dan Escherichia coli sedangkan Ekstrak Kloroform Daun Angsana (EKDA) dan Ekstrak
Heksana Daun Angsana (EHDA) tidak menunjukkan penghambatan pertumbuhan seluruh bakteri yang
diuji.
Kata kunci: Daun Angsana, Pterocarpus indicus Willd, Antibakteri, EEDA, EKDA, EHDA

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angsana = sono kembang (Pterocarpus indicus
Willd) merupakan salah satu tumbuhan berkayu
berupa pohon dari famili Leguminosae, dengan sub
famili Papilionoideae. Tumbuhan ini telah dikenal
sejak lama di berbagai negara terutama di kawasan
Asia Tenggara seperti Filipina, Malaysia, Singapura,
dan Indonesia baik sebagai tumbuhan pelindung di
sepanjang pinggir jalan raya maupun sebagai hiasan
(http://www.mns.org.my/article.php?sid=318; Duaresma
dkk, 1977; info@wcmc. org.uk.).
Di samping itu tumbuhan ini juga banyak
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misalnya
daun muda untuk dimakan sebagai lalap, bunga
sebagai sumber madu, rebusan daun untuk sampo,
kayu sebagai bahan pembuatan perabot, dekorasi, dan
hiasan, sedangkan getahnya yang berwarna merah
sebagai pewarna hasil kerajinan tangan. Selain
sebagai ramuan obat tradisional (pengobatan kuno),
jus akar dipakai untuk pengobatan sifilis, getah
batang untuk mengobati kanker terutama kanker
mulut. Kulit kayunya digunakan sebagai antidiare,
antimalaria, meringankan penyakit kandung kemih,
udema, gangguan hati, dan meredakan sakit kepala.
Daun tumbuhan ini juga dapat menghambat
pertumbuhan sel tumor rongga perut, memecah batu
ginjal, gatal-gatal di kulit (eksim), sariawan,

meredakan perut kembung, sakit kepala, sebagai


antidiare, menyembuhkan luka, koreng, borok, bisul,
kudis, puru, biang keringat, jerawat, dan burut
(pecah-pecah di vagina) (Mardisiswojo, 1985;
Hartwel, 1971; Lewis, 1977; Duke, 1981; Endo dkk.,
1972
dalam
http://www.purdue.edu/newcrop/dukeenergy/
PterocarpusindicusWild.html., dan http:///www.Laguna.
net/~erdb/ canopy/v26n3 3.html).
Berbagai penelitian ilmiah juga telah banyak
dilakukan untuk memastikan efek farmakologi
tumbuhan ini antara lain efeknya sebagai antitumor
(Hokoku, 1972), antidiabetik (Schiff dkk., 1983;
Ranthi dkk., 2002, dan Yadav dkk., 2002), antihiperlipidemik (Ray dkk., 1993), antidiabetik, dan anti
HIV/AIDS
dalam
(http://www.aidsmed.com/Fusetalk/messageview.cfm?
catid=6&threadid=9437).
Beberapa senyawa kimia yang terkandung dalam
tumbuhan ini juga telah banyak diteliti antara lain
senyawa terpen, fenol, fravon, isoflavon (Sinivase
Rao dkk., 2000), tannin (Schiff dkk., 1983), lignan
(Akpan dkk., 1995).
Apakah penggunaan daun angsana untuk
pengobatan berbagai penyakit kulit, luka, koreng,
borok, bisul, puru, burut, kudis, seperti yang telah
banyak digunakan oleh masyarakat di berbagai
negara, khususnya di Indonesia (Jawa, Madura, Sunda),
dikarenakan
aktivitas
antibakterinya
terhadap
Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes,
Pseudo.
-1-

Cut Fatimah, dkk.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas penulis


merasa perlu meneliti aktivitas antibakteri Ekstrak
Etanol Daun Angsana (EEDA), Ekstrak Kloroform
Daun Angsana (EKDA), dan Ekstrak Heksana Daun
Angsana (EHDA) terhadap Staphylococcus aureus,
Streptococcus pyogenes, Pseudomonas aeruginosa.

II. METODOLOGI PENELITIAN

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Angsana


B
A
Staphylococcus
aureus
Streptococcus
pyogenes
Pseudomonas
aeruginosa
Escherichia coli

2.1 Bahan-Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah daun muda angsana (Pterocarpus indicus
Willd) yaitu daun ke 25 dari pucuk, yang diambil
secara purposif dari pohon di tepi jalan
Sisingamangaraja Medan, etanol 96%, kloroform, nheksana, media Mueller-Hinton Agar (MHA), dan
gentamisin sulfat (dari CV. Varka Bayak Medan),
bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus
pyogenes, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli
(diperoleh dari Laboratorium Kesehatan Daerah
Medan yang langsung diisolasi dan dimurnikan dari
spesimen pasien).
2.2 Alat-Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah timbangan, botol timbang, seperangkat alat
perkolasi (perkolator), seperangkat alat penguap
vakum putar (rotavapour), pengering dingin (feeze
dryer), cawan petri, beker gelas, gelas ukur, pencetak
lubang (punch hole) dengan diameter 6 mm, pipet
m, lemari pendingin, inkubator, lampu bunsen,
oven, autoklaf, penangas air, lumping dan alu, dan
pinset.
2.3 Susunan Rancangan Penelitian
Uji in vitro aktivitas EEDA, EKDA, dan EHDA
terhadap bakteri dilakukan dengan 2 perlakuan
(treatment) yaitu berdasarkan perbedaan jenis bakteri
(A) dan perbedaan konsentrasi larutan EEDA,
EKDA, dan EHDA (B).
Kode: A1
A2
A3
B1
B2
B3
A4
B4
B5
B6

= Staphylococcus aureus
= Streptococcus pyogenes
= Pseudomonas aeruginosa
= konsentrasi 600 mg/ml
= konsentrasi 500 mg/ml
= konsentrasi 400 mg/ml
= Escherichia coli
= konsentrasi 300 mg/ml
= konsentrasi 200 mg/ml
= konsentrasi 100 mg/ml

Uji in vitro terdiri dari 4 x 6 perlakuan


kombinasi, dilakukan 3 kali pengulangan, maka
susunan rancangan percobaannya sebagai berikut:

600
mg/ml
A1B1 1
A1B1 2
A1B1 3
A2B1 1
A2B1 2
A3B1 3
A3B1 1
A3B1 2
A3B1 3
A4B1 1
A4B1 2
A4B1 3

500
mg/ml
A1B2 1
A1B2 2
A1B2 3
A2B2 1
A2B2 2
A3B2 3
A3B2 1
A3B2 2
A3B2 3
A4B2 1
A4B2 2
A4B2 3

400
mg/ml
A1B3 1
A1B3 2
A1B3 3
A2B3 1
A2B3 2
A3B3 3
A3B3 1
A3B3 2
A3B3 3
A4B3 1
A4B3 2
A4B3 3

300
mg/ml
A1B4 1
A1B4 2
A1B4 3
A2B4 1
A2B4 2
A3B4 3
A3B4 1
A3B4 2
A3B4 3
A4B4 1
A4B4 2
A4B4 3

200
mg/ml
A1B5 1
A1B5 2
A1B5 3
A2B5 1
A2B5 2
A3B5 3
A3B5 1
A3B5 2
A3B5 3
A4B5 1
A4B5 2
A4B5 3

100
mg/ml
A1B6 1
A1B6 2
A1B6 3
A2B6 1
A2B6 2
A3B6 3
A3B6 1
A3B6 2
A3B6 3
A4B6 1
A4B6 2
A4B6 3

Data yang diperoleh dari uji in vitro ini


dianalisis secara statistik dengan menggunakan
analisis variansi (ANOVA = Analysis of Variance
{Hanafiah, 2001}).
2.4 Pelaksanaan Penelitian
2.4.1 Penyiapan Bahan Uji
Daun angsana muda dikumpulkan, dibersihkan,
lalu dikeringkan di udara terbuka dan terlindung dari
sinar matahari langsung selama 2 minggu sampai
dapat hancur bila diremas. Setelah kering, diserbuk
dengan kehalusan 4 mm, selanjutnya disimpan di
dalam wadah plastik (Materia Medika Indonesia,
1980).
2.4.2 Pembuatan Ekstrak Daun Angsana
Sebanyak 1 kg bahan uji (serbuk daun angsana
kering) dimasukkan ke dalam beker gelas, dibasahi
dengan etanol 96%, dibiarkan selama 3 jam, lalu
dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator
dan ditambahkan etanol 96% sampai bahan terendam
oleh bahan penyari dan tergenang 2 cm. Perkolator
ditutup dan dibiarkan selama 24 jam. Kemudian
perkolasi dijalankan dengan cara meneteskan cairan
secara terus menerus dengan kecepatan 1 ml/menit,
dan diatur sedemikian rupa sehingga cairan yang
keluar seimbang dengan cairan yang ditambahkan
dari atas perkolator sampai cairan yang keluar tidak
berwarna dan jika cairan yang keluar terakhir
diuapkan tidak meninggalkan sisa. Hasil sari
dibiarkan selama dua hari di tempat yang sejuk, lalu
disaring menggunakan kertas saring dan disuling
menggunakan alat penguap vakum putar (rotavapour)
pada suhu tidak lebih dari 40x248oC sampai diperoleh
ekstrak kental, selanjutnya dikeringkan dengan
pengering dingin (freeze dryer) pada suhu -4C, lalu
ditimbang ekstrak kering yang diperoleh selanjutnya
disebut Ekstrak Etanol Daun Angsana (EEDA).
Sebahagian EEDA diambil dan ditambahkan etanol
96% untuk difraksinasi secara ekstraksi cair-cair
menggunakan penyari kloroform dan n-heksan.
Masing-masing ekstrak hasil fraksinasi dipekatkan
menggunakan alat penguap vakum putar pada suhu
40C, sehingga diperoleh Ekstrak Kloroform Daun
Angsana (EKDA) dan Ekstrak n-Heksana Daun
Angsana (EHDA).
2.4.3 Persiapan Suspensi Bakteri
Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini
dibuat dalam bentuk suspensi sebagai berikut:

-2-

Jurnal Ilmiah PANNMED

Vol. 1 No. 1 Juli 2006

Diambil satu ose biakan murni bakteri uji,


disuspensikan dengan larutan natrium klorida 0,9%
sehingga diperoleh kekeruhan yang sama dengan
standar Mc. Farland (1 x 108 CFU/ml). Diambil 0,1
ml, suspensi bakteri ini dimasukkan ke dalam tabung
steril kemudian ditambahkan 9,9 ml larutan natrium
klorida 0,9%, dikocok sampai homogen sehingga
diperoleh suspensi bakteri 10 CFU/ml.

2.4.4 Pembuatan Media Mueller-Hinton Agar


(MHA)
Media MHA yang telah disiapkan langsung
dicampurkan dengan bakteri uji dengan tahapan
sebagai berikut:
Dilarutkan 40 gram bahan media MHA dalam
air suling sampai 1000 ml, kemudian disterilkan
dalam autoklaf pada temperatur 121C, dan
dituangkan ke dalam beberapa cawan petri masingmasing sebanyak 15 ml yang telah diisi dengan 1 ml
suspensi bakteri uji dengan kekeruhan 280 nm, lalu
dihomogenkan dan didinginkan sambil diputar.
2.4.5 Uji Aktivitas Antibakteria Secara In Vitro
Media Mueller-Hinton agar yang telah
dicampurkan dengan bakteri uji dibuat lubang dengan

metode punch hole (pencetak lubang) kemudian


masing-masing lubang diisi ekstrak daun angsana
yang dilarutkan di dalam masing-masing penyari
(etanol 96%, kloroform, dan n-heksan) dengan variasi
konsentrasi 600 mg/ml, 500 mg/ml, 400 mg/ml,
300 mg/l, 200 mg/l, dan 100 mg/l), dengan volume
penetesan 100 l, lalu dibuat 2 buah kontrol yaitu
cairan penyari dan gentamisin sulfat dengan
konsentrasi 40 g/ml, lalu dibiarkan selama 15 menit,
dan dieramkan dalam inkubator pada temperatur
35C selama 18 jam. Hasil eraman kemudian dilihat
dan daerah yang jernih diukur (merupakan daerah
hambatan pertumbuhan bakteri), sehingga dapat
diperoleh data ekstrak daun angsana yang paling aktif
sebagai antibakteri apakah EEDA, EKDA, atau
EHDA.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Uji Aktivitas Antibakteri Secara In vitro
Data hasil pengukuran diameter hambatan
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus,
Streptococcus pyogenes, Pseudomonas aeruginosa,
dan Escherichia coli oleh EEDA, ditunjukkan pada
Gambar 3.1 dan Tabel 3.1.

F
E

Staphylococcus aureus

Streptococcus pyogenes

B
C
C

D
E

Escherichia coli

D
E

Pseudomonas aeruginosa

-3-

Cut Fatimah, dkk.

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Angsana

Gambar 3.1: Hambaran pertumbuhan beberapa bakteri oleh EEDA dan Gentamisin. A = Gentamisin Sulfat 40g/ml, B
= EEDA 500 mg/ml, C = EEDA 400 mg/ml; D = EEDA 300 mg/ml, E = EEDA 200 mg/ml, F = EEDA
100 mg/ml

Tabel 3.1. Hasil Pengukuran diameter hambatan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus
pyogenes, Pseudomonas aeruginosa dan Escherichia coli oleh EEDA

Gentamisin
(40 g/ml)

Esktrak
(mg/ml)
600
500
400
300
200
100

S.aureus
17 0,29

Diameter hambatan pertumbuhan bakteri (mm)


Str. Pyogenes
E.coli
P.aeruginosa
16 0,29
14 0,29
12 0,29

16 0,29
16 0,29
14 0,29
12 0,29
11 0,29
9 0,29

Bakteri dikatakan tidak peka terhadap antibakteri


jika diameter luas daerah hambatan pertumbuhan
tersebut < 11 mm, kurang peka 1214 mm, dan peka
> 15 mm. Bakteri dikatakan tidak peka terhadap
gentamisin pada percobaan dengan menggunakan
cakram kertas dengan konsentrasi 0,01 mg/ml, jika
diameter hambatan < 11 mm, kurang peka 1214
mm, dan peka > 15 mm (Kumari, 2000).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gentamisin
sulfat pada konsentrasi 40 g/ml menghasilkan
hambatan pertumbuhan yang baik terhadap seluruh
bakteri yang diuji, hal ini sesuai dengan literatur
bahwa Staphylococcus eureus, Streptococcus
pyogenes, Escherichia coli, dan Pseudomonas
aeruginosa peka terhadap gentamisin (Kumari,
2000).
Hasil uji aktivitas antibakteri EEDA pada
konsentrasi 500 mg/ml menghasilkan hambatan
pertumbuhan yang baik terhadap Staphylococcus
aureus yaitu berdiameter 16 0,29 mm, kurang baik
pada konsentrasi 400 mg/ml berdiameter 14 0,29
mm, dan tidak baik pada konsentrasi 200 mg/ml
berdiameter 11 0,29 mm. Terhadap Streptococcus
pyogenes terlihat sampai konsentrasi 500 mg/ml
masih menunjukkan hambatan pertumbuhan yang
kurang baik dengan diameter 11 0,29 mm,
meskipun pada konsentrasi 600 mg/ml dapat
menunjukkan hambatan pertumbuhan yang baik
dengan diameter 13 0,29 mm. Terhadap
Escherichia coli sampai pada konsentrasi 600 mg/ml
baru menunjukkan hambatan pertumbuhan tetapi
masih kurang baik dengan diameter 11 0,29 mm.
Sedangkan terhadap Pesudomonas aeruginosa
sampai konsentrasi 600 mg/ml belum menunjukkan
ada hambatan pertumbuhan.
Berdasarkan jenis kuman yang diuji, ternyata
EEDA lebih banyak menghambat pertumbuhan
Staphylococcus aureus, tetapi kurang baik terhadap

-4-

13 0,29
11 0,29
8 0,29
7 0,29
-

11 0,29
8 0,29
-

Streptococcus pyogenes dan Escherichia coli bahkan


tidak mampu terhadap Pseudomonas aeruginosa.
Menurut Mardisiswojo (1985), dan beberapa
situs seperti:
http://www.purdue.edu/newcrop/dukeenergy
/Pterocarpus indivus Wild.html.
http://www.Laguna.net/~erdb/canopy.v26n3/
. html.
http://www.aidsmeds.com/Fusetalk/message
view.cfm?catid=6&threadid=9437
Bahwa tumbuhan ini telah terbukti dapat
mengobati berbagai penyakit kulit seperti eksim,
luka, koreng, borok, bisul, kudis, puru, biang
keringat, jerawat, burut (pecah-pecah di vagina), dan
juga untuk pengobati sifilis, sariawan, dan diare.
Penyembuhan berbagai penyakit ini kemungkinan
besar karena aktivitas antibakteri tumbuhan ini dan
umumnya bakteri yang berperan pada penyakit kulit
adalah bakteri gram positif seperti Staphylococcus
aureus.
Ditinjau dari komponen penyusun dinding sel
bakteri gram positif relatif lebih sederhana
berbanding bakteri gram negatif yaitu terdiri dari dua
sampai tiga lapis membran sitoplasma yang tersusun
dari asam teikhik dan asam teikhouronik berupa
polimer yang larut dalam air, sedangkan dinding sel
bakteri gram negatif lebih kompleks dan lebih tebal,
tersusun dari peptidoglikon, lipoprotein, dan
lipopolisakarida, sehingga dinding sel bakteri gram
positif lebih permeabel terhadap senyawa yang
bersifat hidrofil dibandingkan sel bakteri gram negatif
(Jawetz dkk., 2001).
Merujuk pada hasil penelitian sebelumnya
(Akpanyung, 1995; Sheehan, 1983; dan Krisnaveni,
2000) beberapa senyawa yang terkandung dalam
tumbuhan ini adalah triterpen, glikosida, flavon,
isoflavon, dan tannin. Sedangkan menurut penelitian
Masfria dkk dalam Media Farmasi 8(2), 2000

Jurnal Ilmiah PANNMED

Vol. 1 No. 1 Juli 2006

senyawa yang tersari ke dalam ekstrak etanol dari


beberapa tumbuhan adalah alkaloida, glikosida,
flavonoida, dan tannin. Dan ekstrak etanol yang diuji
ternyata mampu menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Berdasarkan hal-hal di atas besar kemungkinan
EEDA yang mengandung senyawa kimia yang
bersifat polar seperti glikosida, flavon, isoflavon, dan
tannin mampu melewati dinding sel bakteri gram
positif yang bersifat lebih permeabel secara difusi
aktif dan tidak mampu melewati dinding sel bakteri
gram negatif yang lebih kompleks dan banyak
mengandung lipid, sehingga tidak mampu
menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif.
Aktivitas antibakteri EEDA terhadap Streptococcus
pyogenes kurang baik jika dibandingkan dengan
Staphylococcus aureus, walaupun Streptococcus
pyogenes juga tergolong bakteri gram positif, namun

dinding sel bakteri ini mempunyai kapsul (Jawetz


dkk., 2001), sehingga lebih sulit dilewati.
Hasil uji hambatan pertumbuhan bakteri oleh
EKDA dan EHD sampai pada konsentrasi 500 mg/ml
belum menunjukkan hambatan pertumbuhan terhadap
seluruh bakteri yang diuji, walaupun terhadap
Staphylococcus aureus, pada konsentrasi 600 mg/ml
terjadi sedikit hambatan tetapi belum menunjukkan
hambatan yang berarti yaitu dengan diameter
hambatan hanya 8 0,29 mm.
Data
pengukuran
diameter
hambatan
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus,
Streptococcus pyogenes, Pseudomonas aeruginosa,
dan Escherichia coli oleh EKDA, ditunjukkan pada
Gambar 3.2 dan Tabel 3.2 Dan uji hambatan
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus,
Streptococcus pyogenes, Pseudomonas aeruginosa
dan Escherichia coli oleh EHDA, ditunjukkan pada
Gambar 3.3.

B
C

B
C

Staphylococcus aureus

Streptococcus pyogenes

B
C
C

B
E

D
E

Escherichia coli

Pseudomonas aeruginosa

Gambar 3.2. Hambatan pertumbuhan beberapa bakteri oleh EKDA dan Gentamisin. A = Gentamisin Sulfat
40g/ml, B = EKDA 500 mg/ml, C = EKDA 400 mg/ml; D = EKDA 300 mg/ml, E = EKDA 200
mg/ml, F = EEDA 100 mg/ml
Tabel 3.2. Hasil Pengukuran diameter hambatan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus
pyogenes, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli oleh EKDA

Gentamisin
(40 g/ml)

Esktrak
(mg/ml)

S.aureus
17 0,29

Diameter hambatan pertumbuhan bakteri (mm)


Str. Pyogenes
E.coli
P.aeruginosa
16 0,29
14 0,29
12 0,29
-5-

Cut Fatimah, dkk.

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Angsana

600
500
400
300
200
100

8 0,29
7 0,29
-

A
C

B
D

A
E

B
F

Streptococcus pyogenes

A
B

C
E

Staphylococcus aureus

A
E
F

Escherichia coli

C
E

B
F

Pseudomonas aeruginosa

Gambar 3.3. Gambaran pertumbuhan beberapa bakteri oleh EHDA dan Gentamisin. A= Gentamisin Sulfat
40g/ml, B= EHDA 500 mg/ml, C= EHDA 400 mg/ml; D= EHDA 300 mg/ml, E= EHDA 200
mg/ml,
F= EHDA 100 mg/ml
Secara keseluruhan EEDA mempunyai aktivitas
antibakteri yang lebih baik untuk menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus karena
pada konsentrasi 100 mg/ml sudah menunjukkan
hambatan dengan diameter 9 0,29 mm, dan telah
menunjukkan hambatan yang baik pada konsentrasi
500 mg/ml dengan diameter 16 0,29 mm,
sedangkan EKDA dan EHDA tidak menunjukkan
aktivitas hambatan pertumbuhan yang berarti
terhadap seluruh bakteri yang diuji. Hal ini
kemungkinan karena senyawa yang tersari di dalam
EEDA bersifat polar seperti glikosida, flavon,
isoflavon, dan tannin mampu melewati dinding sel
bakteri Staphylococcus aureus secara difusi aktif dan
mempunyai aktivitas antibakteri, sedangkan senyawa
kimia yang tersari di dalam EKDA dan EHDA
bersifat non polar dan tidak ada yang mempunyai
aktivitas antibakteri.

-6-

Daerah hambatan pertumbuhan bakteri yang


terjadi
di
sekitar
EEDA,
baik
terhadap
Staphylococcus aureus maupun Streptococcus
pyogenes cukup transparan, hal ini menunjukkan
besar kemungkinan EEDA ini mempunyai aktivitas
antibakteri bersifat bakterisid (membunuh bakteri).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan dan pengukuran uji
aktivitas antibakteri ekstrak daun angsana
(Pterocarpus indicus Willd) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes,
Escherichia coli dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. EEDA dapat menghambat pertumbuhan bakteri
yang baik pada Staphylococcus aureus, kurang
baik para Streptococcus pyogenes, dan tidak baik

Jurnal Ilmiah PANNMED

2.

pada Escherichia coli, akan tetapi sama sekali


tidak
menghambat
pertumbuhan
bakteri
Pseudomonas aeruginosa.
Dan
aktivitas
antibakteri EEDA kemungkinan
bersifat
bakterisid.
EKDA dan EHDA tidak dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
Streptococcus pyogenes, Escherichia coli, dan
Pseudomonas aeruginosa.

4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang dipaparkan di atas
disarankan:
1.

2.

EEDA dikembangkan menjadi salah satu


antibakteri alternatif pada pengobatan infeksi
luka karena di samping telah terbukti mempunyai
aktivitas antibakteri, dengan merujuk pada
penelitian sebelumnya (http://www.lagna.net/
~erdb/v26n3/_.html) ternyata bahwa angsana
tidak mempunyai efek toksik dengan LD50 yang
cukup besar yaitu 283 g/kg BB.
Dianjurkan melakukan penelitian secara in vivo.

DAFTAR PUSTAKA
Akpanyung, B.O., Udoh A.P., dan Akpan E.J.,
(1990), Chemical Composition of The Leaves
of Pterocarpus midbradedii, Plant Food Hum
Nuts, 48(3): 209-15.
Anief, M., (1986), Farmasetika, Edisi Pertama,
Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 125142.
Anonim, (1974), Ekstra Farmakope Indonesia,
Jakarta, Departemen Kesehatan RI.
Anonim, (1980), Materia Medika Indonesia, Jilid I,
Jakarta, Departemen Kesehatan RI, Halaman 7
9.
Brooks, G.F., Buttel, J.S., dan Morse, S.A., (2001)
Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 20, Judul Asli
Medical Microbiology Alih Bahasa Edi
Nugroho, Salemba Medika, Jakarta, hal. 233
238.
Cut, F., dkk, ( 2005) Uji coba aktivitasantibakteri
dari Ekstrak Daun Angsana (Pterocarpus
indicus Willd), Medan.
Grover, J.K., Vats, V., dan Yadav, S., (2002), Effect
of Feeding, Aqueous of Pterocarpus
marsupium on Glycogen Content of Tissue
and The Key an Enzymes of Carbohydrate
Metabolism, Mol Cell Biochem, 241 (12):
539.
Hanafiah, A.K., (2001), Rancangan Percobaan, Edisi
2, Raja Grafindo Persada, Jakarta, halaman
2568.
Hand, D.J., dan Taylor, C.C., (1993) Multivariate
Analysis of Variance and Repeated Measures:
A Practical Approach for Behavioral Scientist.
London: Chapman & Hall.
Harborne, J.B., (1987), Metode Fitokimia, Terbitan 2,
Judul asli Phytochecimal Methode, Alih
Bahasa Kosasih Padmawinata, Iwang Soediro,
ITM, Bandung, halaman 18.

Vol. 1 No. 1 Juli 2006

Jahromi,
M.A.,
dan
Ray
A.B.,
(1973),
Antyhiperlipidemic Effect of Flavonoids From
Pterocarpus marsupium, J. Nat Prod., 56(7):
98994.
Jawetz, E., Melnik, J., dan Adelberg E., (2001),
Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 20, Judul Asli
Medical Microbiology Alih bahasa Edi
Nugroho, Maulany R.F., Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, hal. 1134 dan 317371.
Krishanaveni, K.S., dan Rao, J.V., (2000), An
Isoflavone from Pterocarpus santalinus,
Phytochemistry, 53(5): 6056.
Krishanaveni, K.S., Srinivase, J.V., dan Rao, (2000),
A New Triterpene from callus of Pterocarpus
santalinus, Fitoterapia, 71(1): 103.
Krishanaveni, K.S., Srinivase, J.V., dan Rao, (2000),
A New Isoflavone from Pterocarpus
santalinus, J. Asian Nat Prod, 2(3): 21923.
Kumari, S., dan Ichhpujani, R.L., (2000), Guildelines
on Standard Operating Procedures for
Microbiology, WHO, halaman 4351.
Mardisiswojo S., dan Rajamangunsudarso H., (1987),
Cabe Puyung Warisan Nenek Moyang, Edisi I,
Balai Pustaka, Jakarta, Jilid 1, halaman 192,
jilid 2 halaman 400.
Markham, K.R., (1988), Cara Mengidentifikasi
Falvonoid, Judul asli Technicques of
Falvonoid Identification, Alih Bahasa Kosasih
Padmawinata, Sofia Nikosolihin, ITB,
Bandung, halaman 111.
Masfria, (2000), Skrining Fitokimia dan Uji Efek
Antibakteri dari Beberapa Sediaan Tanaman
Semanggi (Oxalis corniculata L.) terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli,
Media Farmasi, 8(2), 2000, halaman 128134.
Rivera-Ocasio, E., Aide T.M., dan Mc Millan W.O.
(2000), Patterns of Genetic Diversity and
Biogeorgrapical History of The Tropical
Wetland Tree, Pterocarpus officinale Jacq, in
the Caribbean basin, Mol Ecol, 11(4): 67583.
Sheehan, E.W., Zemaitis M.A., Slatkin D.J., dan
Schiff P.L., (1983), A Constituent of
Pterocarpus marsupium, (-)- Epicatechin, as
Potential Antidiabetic Agent, J Nat Prod,
46(2): 2324.
Sen Gupta P.C., dan Mkherjee, P.C., (1981), Newer
Applications of the Histological Stain
Prepared from Pterocarpus santalinus, Stain
Technol, 56(2): 7982.
Vats, V., Grover, J.K., dan Rathi, S.S., (2000),
Evaluation of Antihyperglycemic
and
Hypoglicemic Effect of Trigonella Foenum
Linn, Ocimum sanctum Linn and Pterocarpus
marsupium Linn in Normal and Aloxanized
Dibetic Rats, J. Ethnopharmacol, 79(1): 95
100.
____ , NFT Highlights, (1992) Pterocarpus Indicus,
The Majestic N-Fixing Tree,
Info@wcmc.org.uk.
____ , Narra: from Building Homes To Building
Health News
(http://www.citem.com.ph/biosearch/news4.htm)
.
-7-

Cut Fatimah, dkk.

____ , Pterocarpus Indicus


http://www.aidsmeds.com/Fusetalk/messagevi.cfm
?
catid=6&threadid=9437
(The
link
http://www.news
flash.org/2003/05/
si/si001568.html).
____ , The Philippine Narra: A Potential Cure for
Cancer,

-8-

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Angsana

http://laguna.net/~erdb/conopy/v26n3/_3.html.
____ , Tree Conservation Information Service
Pterocarpus indicus,
http://www.wcmc.org.uk/trees/Speciesintrade/
Pterocarpus indicus.htm.

Anda mungkin juga menyukai