PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan, melahirkan dan menjadi seorang ibu merupakan fisiologis wanita.
Peristiwa tersebut merupakan masa transisi kehidupan wanita. Banyak yang menganggap
bahwa hal tersebut merupakan proses masa transisi yang menyenangkan dari
kehidupannya. Namun, pada sebagian wanita, masa transisi tersebut menimbulkan stres
sehingga menimbulkan hal negatif dan merasa takut dan cemas dengan kehidupan
barunya. Pada masa ini wanita akan mempunyai risiko terhadap kesehatan fisik maupun
psikis. Gangguan psikis pada ibu pasca melahirkan dikenal dengan depresi postpartum.
Depresi postpartum merupakan suatu depresi yang relatif berat dan timbul setelah
melahirkan (Seminum, 2006).
Depresi merupakan salah satu penyakit gangguan mood. Sebanyak dua pertiga
orang dengan depresi tidak menyadari bahwa mereka memiliki penyakit yang dapat
disembuhkan sehingga tidak mencari pengobatan. Selain itu, kebodohan dan mispersepsi
penyakit oleh masyarakat, termasuk penyedia kesehatan, sebagai suatu kelemahan pribadi
atau kegagalan yang dapat menyebabkan stigmatisasi yang menyakitkan dan menghindari
diagnosa sehingga banyak dari mereka yang terkena dampak (Halverson, 2011).
Depresi postpartum ditandai dengan perasaan depresi dan adanya ide bunuh diri.
Pada kasus yang berat depresi dapat menjadi psikotik, dengan halusinasi, waham dan
pikiran untuk membunuh bayi atau infanticide. Sekitar 20% sampai 40% wanita
melaporkan adanya suatu gangguan emosional atau disfungsi kognitif pada masa pasca
persalinan. Banyak yang melaporkan banyak mengalami kesedihan pasca persalinan atau
yang disebut postpartum blue. Pada satu sampai dua dalam 1.000 kelahiran ditemukan
adanya suatu depresi postpartum (Kaplan, 2010).
Sekitar 10%-15% ibu postpartum pada tahun pertama mengalami depresi
postpartum. Ibu dengan usia muda lebih rentan mengalami hal ini. Berdasarkan hasil dari
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) prevalensi depresi postpartum
berkisar antara 11.7% sampai 20.4% pada tahun 2004-2005 (Barclay, 2008). Jika kondisi
ini tidak ditangani dengan baik, maka dapat berkembang menjadi psikosis postpartum
dengan prevalensi 0.1-0.2% (Joy, 2010).
Pada suatu penelitian yang dilakukan di Osaka, Jepang, pada tahun 2010 dengan
jumlah responden sebanyak 771 orang yang menghubungkan pekerjaan, penghasilan, dan
pendidikan dengan kejadian depresi postpartum mendapat hasil prevalensi postpartum
sebanyak 13.8% (Miyake, dkk, 2010). Suatu penelitian tentang perbedaan risiko depresi
1
postpartum antara ibu primipara dengan multipara yang dilakukan di RSIA Aisyiyah
Klaten tahun 2010, dengan jumlah responden sebanyak 44 orang didapati hasil angka
kejadian risiko depresi postpartum ibu primipara dan multipara berbeda berdasarkan usia.
Ibu primipara rentan dengan risiko depresi postpartum pada usia yang lebih muda
dibandingkan ibu multipara (Sari, 2010).
Penelitian yang dilakukan di Boyolali pada tahun 2008 dengan mengambil sampel
sebanyak 30 responden tentang dukungan sosial dengan kejadian depresi postpartum
didapatkan hasil bahwa semakin tinggi dukungan sosial yang diterima ibu maka semakin
menurun tingkat depresi (Dewi, 2008). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tahun
2009 pada 50 orang ibu postpartum spontan di bangsal rawat inap RSUP. Haji Adam
Malik Medan didapatkan hasil wanita postpartum yang mendapatkan sindrom depresi
postpartum sebanyak 16% dan yang tidak mengalami depresi postpartum sebanyak 84%
(Sari, 2009).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dan epidemiologi depresi post partum ?
2. Apa etiologi depresi post partum ?
3.
4.
5.
6.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1. DEPRESI
2.1.1. Definisi dan Epidemiologi
Depresi merupakan suatu perasaan sedih tertekan (Baihaqi, dkk, 2007).
Depresi termasuk dalam gangguan mood yang utama. Pada pasien depresi akan
merasakan hilangnya energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan konsentrasi,
hilangnya nafsu makan dan berpikir tentang kematian atau bunuh diri (Kaplan,
2010).
Gangguan depresi berat adalah suatu gangguan yang sering ditemukan,
dengan prevalensi seumur hidup kira-kira 15%, kemungkinan setinggi 25% pada
wanita. Prevalensi berdasarkan jenis kelamin, ditemukan bahwa depresi pada
wanita dua kali lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Berdasarkan usia ratarata onset untuk gangguan depresi berat sekitar 40 tahun, 50% dari pasien
memiliki onset antara usia 20-50 tahun. Prevalensi gangguan mood tidak berbeda
dari satu ras dengan ras yang lain. Pada umumnya, depresi paling sering terjadi
pada orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau yang
bercerai (Kaplan, 2010).
2.1.2. Etiologi
Dasar umum pada gangguan depresi berat tidak diketahui. Faktor penyebab
dapat dibagi sebagai berikut (Kaplan, 2010):
1. Faktor Biologis
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan adanya berbagai kelainan di
dalam metabolit amin biogenik. Dari amin biogenik, norepinefrin dan serotonin
merupakan dua neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi
gangguan mood.
2. Faktor Genetika
Data genetik dengan kuat menyatakan genetika merupakan suatu faktor
penting di dalam perkembangan gangguan mood. Pola penurunan genetika
melalui suatu mekanisme penurunan yang kompleks, bukan tidak mungkin
untuk menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor nongenetik kemungkinan
memiliki peranan kausatif yang berperan dalam gangguan mood pada beberapa
orang.
3. Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan merupakan peranan primer
dalam terjadinya depresi. Data yang paling mendukung menyatakan bahwa
peristiwa kehidupan paling berhubungan dengan perkembangan depresi adalah
kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun. Stresor lingkungan yang paling
berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan.
2.1.3. Gejala Psikis dan Somatis
Yang termasuk dalam gejala psikis adalah merasa sedih, susah, tidak
berguna, gagal, putus asa, tidak mempunyai harapan. Yang termasuk gejala
somatis adalah anoreksia, kulit lembab, tekanan darah dan nadi naik turun, tidak
semangat dan sulit tidur. Ada depresi yang disertai dengan penarikan diri dan ada
pula dengan kegelisahan dan agitasi (Baihaqi, dkk, 2007).
2.2. POSTPARTUM
2.2.1 Definisi
Dalam bahasa Latin, waktu tertentu setelah melahirkan anak disebut
puerperium, yaitu dari kata puer yang berarti bayi dan parous yang artinya
melahirkan. Puerperium berarti masa setelah melahirkan bayi (Bahiyatun, 2009).
Masa nifas (puerperium) menurut Sarwono Prawirohardjo dimulai setelah
plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti ketika
sebelum hamil, berlangsung kira-kira enam minggu (Syafrudin dan Hamidah,
2009).
2.2.2. Periode
Nifas (pueperium) dibagi dalam tiga periode, yaitu (Bahiyatun, 2009):
1. Pueperium dini, adalah kepulihan ketika ibu diperbolehkan berdiri dan
berjalan.
2. Pueperium intermedial, adalah kepulihan menyeluruh alat-alat genital.
3. Remote pueperium, adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna, terutama bila masa hamil dan melahirkan terdapat komplikasi.
2.2.3 Perubahan Fisiologis
Perubahan fisiologis pada masa post partum adalah sebagai berikut (Leveno et
al 2009):
4
A. Uterus
Setelah persalinan, kaliber pembuluh ekstrauterus berkurang hingga
hampir mencapai keadaan sebelum hamil. Lubang serviks berkontraksi secara
perlahan, dan selama beberapa hari setelah persalinan lubang ini massih mudah
dimasuki dengan dua jari. Pada akhir minggu pertama, serviks menebal dan
kanalis terbentuk kembali. Os eksternus tidak pulih secara total ke bentuk
pragravidanya. Os eksternus tetap melebar dan cekungan bilateral di tempat
laserasi menetap hingga menjadi tanda serviks para. Setelah dua hari pertama,
uterus mulai menciut, dalam dua minggu uterus telah turun ke dalam rongga
panggul sejati. Ukuran uterus kembali seperti pada keadaan prahamil dalam
waktu sekitar empat minggu.
Tabel 2.1. Tinggi Fundus Uterus dan Berat Uterus Menurut Masa Involusi
Involusi
Tinggi
Bayi lahir
Uri lahir
1 minggu
uterus
Setinggi pusat
1000 gram
2 jari di bawah pusat
750 gram
Pertengahan
pusat 500 gram
2 minggu
simfisis
Tidak teraba di atas 350 gram
6 minggu
8 minggu
simfisis
Bertambah kecil
Sebesar normal
50 gram
30 gram
Afterpains
Pada multipara, uterus sering berkontraksi dengan kuat pada intervalinterval tertentu dan menimbulkan afterpains. Afterpains terutama dirasakan jika
bayi menyusui karena adanya pelepasan oksitosin, kadang, nyeri ini terasa
sangat hebat hingga pasien memerlukan analgesik, tetapi pada umumnya nyeri
akan berkurang pada hari ketiga postpartum.
Lokia
Pada awal masa nifas, peluruhan jaringan desidua menyebabkan
pengeluaran rabas vagina dengan jumlah bervariasi, rabas ini disebut dengan
lokia. Selama beberapa hari setelah persalinan, lokia mengandung cukup banyak
darah sehingga berwarna merah (lokia rubra). Setelah tiga atau empat hari, lokia
5
menjadi pucat (lokia serosa). Setelah sekitar hari ke-10 karena adanya leukosit
dan penurunan kandungan air, lokia berwarna putih atau putih kekuningan (lokia
alba). Lokia dapat menetap hingga empat minggu.
Subinvolusi
Kata ini menerangkan penghentian atau retardasi involusi, proses saat
uterus secara normal pulih ke ukuran semula pada masa nifas. Hal ini disertai
oleh perdarahan uterus yang ireguler atau berlebihan. Kausa subinvolusi
diantaranya adalah retensi potongan plasenta dan endometritis.
B. Saluran kemih
Kehamilan normal berkaitan dengan peningkatan bermakna air ekstrasel
dan diuresis setelah kehamilan merupakan proses fisiologis untuk membalikkan
keadaan tersebut. Diuresis biasa terjadi antara hari kedua dan kelima postpartum.
C. Vagina
Sama seperti seviks, vagina dan pintu keuar vagina jarang pulih ke
dimensi nulipara. Selain itu, perubahan pada penyangga panggul selama
persalinan mungkin mempermudah timbulnya prolaps uterus dan inkontinensia
urin.
D. Peritoneum dan Dinding Abdomen
Ligamentum latum dan teres memerlukan waktu yang cukup lama untuk
pulih dari peregangan dan pelonggaran yang terjadi selama masa kehamilan.
Dinding abdomen lunak dan lembek karena ruptur serat elastik di kulit.
Pemulihan struktur ini ke keadaan normal membutuhkan waktu beberapa
minggu.
E. Darah
Selama beberapa hari pertama postpartum, konsentrasi hemoglobin dan
hematokrit berfluktuasi dalam tingkat sedang. Pada waktu satu minggu setelah
melahirkan, volume darah hampir kembali ke tingkat nonhamil. Leukositosis dan
trombositosis yang mencolok terjadi selama dan setelah melahirkan. Kadangkadang hitung leukosit mencapai 30.000/l.
6
Teori psikologis, meliputi sistem pendukung yang buruk, stres psikologis atau
memiliki hubungan yang kurang baik dengan pasangannya.
3. Sensitivitas individual ibu terhadap perubahan hormon juga dapat menjadi faktor
penyebab. Penyebab lain yang mungkin adalah adanya riwayat keluarga tentang
depresi, kurang dukungan keluarga setelah melahirkan, isolasi dan keletihan kronis
(Curtis, 2000).
4. Faktor demografi yaitu umur ibu saat kehamilan dan melahirkan yang sering
dikaitkan dengan kesiapan mental untuk menjadi seorang ibu.
5. Faktor pengalaman, depresi postpartum lebih sering ditemukan pada perempuan
yang baru pertama kali melahirkan (primipara)
6. Faktor pendidikan, perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan
sosial dan konflik peran antara dorongan untuk bekerja dengan peran sebagai ibu
rumah tangga yang harus mengurus anak-anak (Kruckman, 2001 dalam Soep,
2009)
2.3.3. Gambaran Klinis
Gejala pada depresi postpartum adalah sebagai berikut (Leveno et al, 2009;
Syafrudin dan Hamidah, 2009; Stevens, 2002):
Merasa sedih
Suasana hati yang tertekan atau kehilangan minat hampir sepanjang hari
Memiliki keluarga yang tidak stabil atau kasar di masa anak-anak atau remaja.
Tidak memiliki dukungan positif dari suami selama dan setelah melahirkan.
Terputus dari saudara dekat atau teman yang dapat merawat bayi dari waktu ke
waktu.
9
untuk pengobatan depresi postpartum, tetapi penting untuk dicatat bahwa obat ini akan
mempengaruhi ASI yang dikonsumsumsi oleh si bayi. Ada beberapa antidepresan yang
tersedia saat ini dengan efek samping minimal pada bayi.
Metode-metode pengobatan dapat digunakan sendiri atau secara bersamaan. Jika
ibu mengalami depresi, maka akan sangat memengaruhi bayinya. Pengobatan yang
ditangani dengan segera sangat penting bagi ibu maupun bayi.
Menyembuhkan ibu hamil dari depresi pasca melahirkan, bukan saja
memerlukan terapi kelompok dengan panduan psikiater yang benar. Tapi juga
membutuhkan asupan nutrisi yang dapat membuat pemulihan tubuh ibu berlangsung
lebih cepat dan tepat. Menurut Jill Mallory, ibu hamil di Amerika kekurangan lemak
omega-3. Asam lemak omega-3 adalah DHA atau docosahexaenoic acid yang dapat
ditemukan umumnya pada ikan tuna dan salmon, maupun ganggang laut.
Dalam penelitian lain yang jauh sebelumnya dilakukan, plasenta terbukti
mendorong perpindahan DHA dari ibu pada bayi. Menurut Mallory, hal ini terjadi
karena lemak tersebut diserap bayi untuk pertumbuhan otak dan mata, sehingga pada
wanita pasca melahirkan perlu mengembalikan kadar tersebut dalam tubuh. Hal ini
mejeleaskan bagaimana penurunan depresi dapat dilakukan dengan menaikkan asupan
DHA pada ibu, dan jumlah DHA dalam ASI berhubungan dengan depresi postpartum
dan terutama mengkonsumsi ikan yang bermanfaat (Joy, Saju. 2010).
Tanda-tanda yang perlu diawasi selama dan setelah melahirkan
Ketika hamil, atau setelah melahirkan, mungkin saja ibu merasa depresi tapi
tidak menyadarinya. Beberapa perubahan normal selama dan setelah melahirkan dapat
menunjukkan gejala yang mirip dengan depresi. Namun jika ibu mengalami gejala
berikut lebih dari 2 minggu, maka harus dihubungi dokter untuk penanganan segera.
Beberapa wanita tidak memberitahu siapa pun tentang gejala-gejala mereka.
Mereka merasa malu atau bersalah karena merasa tertekan ketika mereka seharusnya
bahagia. Mereka khawatir akan dipandang sebagai orang tua tidak layak (Joy, Saju.
2010).
11
BAB III
TINJAUAN KASUS
Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan
Depresi Post Partum Terhadap Ny. Y P1aoh1 Hari Ke 2 Post Partum Di Klinik
Bersalin Sehat Sentosa Padang
Tanggal 12 Juni 2012
SUBJEKTIF :
A. Identitas
Nama
: Yeni Susanti
Nama suami : Jatmiko
Umur
: 21 tahun
umur
: 30 tahun
Agama
: Islam
Agama
: Islam
Pendidikan
: DIII
Pendidikan
: S1
Suku
: Jawa
Suku
: Jawa
Alamat
: Jalan Melati
Alamat
: Jalan melati
B. Anamnesa
1. Keluhan utama
Ibu post partum hari ke 2 mengeluh sangat merasa sedih, tidak ingin melihat
apalagi mendekati bayinya, karena lahir bayi perempuan, ibu tidak nafsu makan,
merasa lelah yang berlebihan dan tidak bisa tidur.
2. Riwayat persalinan
Anak lahir tanggal
: 12 Juni 2012 pukul 12.30 wib
Jenis kelamin
: Perempuan
Jenis persalinan
: Spontan
3. Pola Kehidupan
a. Eliminasi
Sebelum melahirkan : Ibu mengatakan BAB 1 kali sehari, BAK 6-8 kali
perhari
Setelah melahirkan
: Ibu mengatakan BAB 1 kali sehari.BAK 3-4 kali sehari
b. Nutrisi
Sebelum melahirkan : ibu makan 3 kali sehari, dengan porsi 1 piring nasi,
mangkuk sayur, lauk-pauk, tempe, tahu, kadang ikan/ayam. Ibu sering minum
susu, minum 6-8 gelas/hari.
Setelah melahirkan
: ibu makan 2 kali sehari, dengan porsi piring nasi,
mangkuk sayur, lauk-pauk, tempe, tahu, kadang ikan/ayam, minum 6-8
gelas/hari.
c. Istirahat
12
d. Aktifitas
Sebelum melahirkan : ibu bekerja dan beraktivitas seperti biasa dengan
sendiri.
Setelah melahirkan
: ibu mengatakan masih perlu bantuan untuk
beraktivitas.
e. Personal hygiene
Sebelum melahirkan
: mandi 2 x sehari, ganti pakaian 2 x sehari, cuci
rambut 3 kali seminggu.
Setelah melahirkan
: mandi 1 x sehari, ganti pakaian 2 x sehari, cuci
rambut 1 x seminggu.
4.
5.
Keadaan psikologi
Ibu sedih tidak mau melihat atau merawat bayinya karena bayi lahir
perempuan ibu cemas takut bila suami dan keluarga tidak menyukai bayinya.
OBJEKTIF:
1.
a)
b)
c)
2.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : baik
Kesadaran
: composmentis
Tanda-tanda vital :
TD
: 100/70 mmHg
Nadi
: 90 x/menit
Suhu
: 36 C
RR
: 24 x/menit
Pemeriksaan inspeksi
Rambut
Wajah
Mata
13
Genetalia
Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Hb
11 gr %
ASSESSMENT :
Ibu Nifas P1A0H1 Hari Ke 2 Dengan Depresi Post Partum.
Dasar :
Ibu P1AoH1 post partum tanggal 12 Juni 2012 pukul 14.00 WIB
Ibu mengatakan sulit tidur, tidak nafsu makan, perasaan tidak berdaya, tidak senang melihat
bayinya, tidak mau mendekati bayinya, tidak ada
perhatian terhadap penampilannya dengan keadaan ibu yang kotor dan lemah.
PENATALAKSANAAN :
1. Melakukan observasi keadaan umum ibu dan tanda vital
E/ ibu dalam kondisi baik
2. Menjelaskan pada ibu bahwa ibu mengalami depresi karena tidak menghendaki lahirnya
anak perempuan, oleh karena itu beri penjelasan pada ibu bahwa anak perempuan maupun
laki-laki sama saja, karena sama-sama titipan Tuhan.
E/ ibu mengerti penjelasan bidan.
3. Menganjurkan keluarga untuk membantu ibu untuk beristirahat dan melakukan aktivitas
E/ keluarga mengerti penjelasan bidan.
4. Membantu ibu memenuhi kebutuhan nutrisi dengan cara menganjurkan ibu untuk makan
3 x sehari dengan menu yang sehat dan bergizi, ibu bisa makan nasi dengan lauk, seperti
tempe, tahu, telor, ikan, atau daging dan menganjurkan ibu banyak makan buah untuk
memulihkan keadaan.
E/ ibu mengerti penjelasan bidan dan akan mengikuti penjelasannya
5. Mengajarkan ibu tentang perawatan bayi yang benar, mandi lap, dan mandi rendam.
Mengajarkan ibu cara perawatan tali pusat dengan kasa steril, kasa tidak boleh basah
dengan alkohol atau betadin.
E/ ibu mengerti penjelasan bidan
14
b.
c.
BAB IV
PENUTUP
15
4.1 Kesimpulan
Depresi merupakan suatu perasaan sedih tertekan. Depresi termasuk dalam
gangguan mood yang utama. Pada pasien depresi akan merasakan hilangnya energi dan
minat, perasaan bersalah, kesulitan konsentrasi, hilangnya nafsu makan dan berpikir
tentang kematian atau bunuh diri.
Depresi postpartum adalah depresi berat yang biasa timbul mulai 1-2 dan 4
minggu setelah melahirkan. Depresi postpartum sangat umum terjadi pada ibu yang baru
melahirkan, khususnya melahirkan anak pertama.
Insiden depresi postpartum sedang atau berat atau gangguan bipolar postpartum
berkisar dari 30-200 per 1000 kelahiran hidup. Depresi postpartum mengenai sekitar 10%
dari semua ibu baru.
Antara 8-12% wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan
menjadi sangat tertekan. Depresi yang terdeteksi secara klinis biasa muncul pada 6-12
minggu pertama postpartum. Dengan alasan itu, ibu diminta untuk mengisi kuesioner
setelah melahirkan
4.2 Saran
Dari hasil pembuatan makalah ini, penulis menyarankan kepada pembaca yaitu
agar pembaca memahami lebih memahami tentang Depresi Postpartum. Demi
kesempurnaan makalah ini, kritik dan saran kami perkenankan dari pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
16
Bahiyatun., 2009. Buku Ajar Kebidanan Asuhan Nifas Normal. Jakarta: EGC.
Baihaqi, MIF.dkk, 2007. Psikiatri (Konsep Dasar dan Gangguan-Gangguan). Bandung: PT.
Refika Aditama.
Barclay, Laurie., 2008. Medscape Medical News: Prevalence of Self-Reported Postpartum
Depresisive Symptoms Ranges From 11,7to 20,4%, 57 (14); 361-366.
Cox, J.L., Holden, J.M., & Sagovsky, R., 1987. British Journal of Psychiatry: Detection of
Postnatal Depression. Development of the 10-item Edinburgh Postnatal Depression
Scale. Volume 150: 782-786.
Curtis, Glade B., 2000. Kehamilan di Atas Usia 30. Jakarta: Arcan.
Department of Health, Government of Western Australia, 2006. Using the Edinburgh
Postnatal Depression Scale EPDS Translated into languages Other Than English.
Dewi EP. 2008. Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Kejadian Depresi Pada Ibu
Postpartum Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngemplak Boyolali. Available from:
http://etd.eprints.ums.ac.id/438/ [Accesed April 2013].
Halverson,
Jerry
L.,
2011.
Depression.
Available
from:
http://emedicine.
17
Miyake, Yoshihiro., Tanaka, Keiko., Sasaki, Satosi & Hirota, Yoshio. 2010. Employment,
income, and education and risk of postpartum depression: The Osaka Maternal and
Child Health Study. Journal of Affective Disorder. Volume: 130 h-133-137.
Nielsen, D., Videbech, P., Hedegaard, M., Dalby, J. & Secher, N.J., 2000. Postpartum
depression: identification of women at risk. BJOG: An International Journal of
Obstetrics & Gynaecology, 107: 12101217.
Sadock, B.J., Sadock, V.A., 2003. Synopsis Psychiatry. Behavioral Sciences/ Clinical
Psychiatry. Ninth Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
Sari, Laila Sylvia., 2009. Sindroma Depresi Pasca Melahirkan Di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji
Adam
Malik
Medan.
Available
from:
Di
RSIA
Aisyiyah
Klaten.
Available
from:
18
19