Kelompok 3:
1.
2.
3.
4.
5.
Mega Triasih
Gilang Noval Abdillah
Mirrah Kurnia Lestari
Isti Annisa Turrobiah
Viki Safitri
13030204031
13030204041
13030204071
13030204074
13030204080
4.
yang disediakan
Adanya tempat air minum agar air selalu tersedia sepanjang hari.
dan penurunan intensitas birahi menyebabkan waktu inseminasi buatan tidak tepat,
serta ovulasi yang diperpendek menyebabkan tumbuhnya kasus kawin berulang. Suhu
yang tinggi juga berpengaruh terhadap pengeluaran panas tubuhnya. Suhu dan
kelembapan lingkungan yang tinggi menyebabkan proses evaporasi pada tubuh sapi
berjalan tidak efektif, selain itu temperature yang tinggi menyebabkan kerja jantung
meningkat, pernafasan dan sirkulasi juga meningkat hasilnya penggunaan energi dan
metabolism pada tubuh sapi juga meningkat.
Suhu lingkungan yang optimum yang dibutuhkan sapi perah FH (Friesian
Holstein) untuk mendukung produktivitas yang optimum berkisar antara 13-18oC
dengan kelembaban relatif 55-65%. Selanjutnya batas suhu kritis minimum dan
maksimum masing-masing -14oC dan 25-26oC (Qisthon, 1999). Sedangkan keadaan
lingkungan yang ideal untuk ternak di daerah sub tropis (sapi perah) adalah pada
temperatur antara 30F-60F dan dengan kelembaban rendah. Selain itu, sapi FH
maupun PFH memerlukan persyaratan iklim dengan ketinggian tempat 800-1000
m dari permukaan laut, suhu berkisar antara 15- 21C dan kelembaban udaranya
diatas 55 persen. Kenaikan temperatur udara di atas 60F relatif mempunyai sedikit
efek terhadap produksi.
3. Pakan atau Ransum
Faktor pengelolaan terutama pengelolaan ransum yang diberikan, harus
mengandung nutrisi yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan baik untuk hidup
pokok, pertumbuhan, produksi dan fetus (untuk yang bunting). Pada umumnya cara
menyusun hanya berdasarkan pada protein dan energi saja, sedangkan kebutuhan
nutrisi lainnya kurang mendapat perhatian. Padahal keseimbangan kandungan
mineral dan vitamin sangat menentukan tingkat fertilitas. Misalnya kebutuhan
vitamin E mungkin mencukupi pada musim hujan, tetapi pada musim kemarau,
mungkin kekurangan karena hijauan yang diberikan kurang.
Nutrisi sangat berpengaruh terhadap siklus berahi. Faktor nutrisi merupakan
faktor yang sangat kritis, dalam arti baik pengaruh langsung maupun pengaruh tidak
langsung terhadap fenomena estrus dibanding faktor lainnya. Nutrisi yang kurang
baik tidak hanya akan mengurangi potensi genetiknya, tetapi juga memperbesar
pengaruh negatif dari lingkungan. Disamping itu, faktor nutrisi lebih siap
pakan yang dikonsumsi lebih banyak terserap untuk kebutuhan produksi susu. Hal
ini disebabkan karena pakan pada sapi perah digunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidup pokok, produksi dan reproduksi
Menurut Warwick dan Legates (1979), bahwa masa kosong yang ideal bagi
seekor sapi perah adalah 90--105 hari dengan rata-rata 100 hari. Hal ini
dimaksudkan untuk mencapai selang beranak 12--13 bulan. Semakin lama periode
masa kosong sapi perah akan mengakibatkan penurunan performa reproduksi sapi
perah, sehingga banyak waktu dan biaya terbuang. Dengan demikian sapi perah
sebaiknya dikawinkan 60--90 hari setelah beranak karena interval perkawinan
setelah beranak menentukan panjang interval kelahiran, hal ini akan berpengaruh
terhadap produksi susu.
2. Pemberian Pendinginan
Pada kandang dapat dilakukan dengan pemasangan nozzle sprinkler
(Abustam, 2012). Tujuan pemberian pendingin ini adalah untuk mengurangi
cekaman panas yang dapat berpengaruh langsung terhadap reproduksi sapi perah
yang diakibatkan pengaruh panas. Menurut Shibata (1996) usaha penurunan
cekaman panas dapat dikurangi melalui penyemprotan air keseluruh permukaan
tubuh sapi perah.
Upaya peningkatan reproduktivitas ternak sapi perah dapat dilakukan dengan
jalan usaha memberi kenyamanan dalam pemeliharaan. Menurut Budianto (2002)
bahwa daerah kenyamanan ternak merupakan rentangan suhu udara yang paling
sesuai untuk hidup seekor ternak, dimana suhu tubuh dipertahankan untuk tetap
konstan dengan usaha minimal dalam mekanisme pengaturan panas. Kisaran suhu
tersebut
menyebabkan
ternak
tidak
menggunakan
banyak
energi
untuk
Hardjopranjoto, 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak Airlangga Universitas Press, hal 103114, 139-146.
Hartono, B. 2006. Ekonomi rumahtangga peternak sapi perah: studi kasus di Desa
Pandesari Kecamatan Pujon Kabupaten Malang. J. Animal Production. Vol 8, No 3:
226-232.
Shibata, M. 1996. Factor affecting thermal balance and production of ruminants in a hot
environment. A Review. Mem. Nat. Inst. Anim. Ind. No 10 National Institute of
Animal Industri Tsukuba, Japan.
Siregar, S. B. 1989. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharaan, dan Analisa Usaha. Cetakan
Pertama. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal.4-88.
Sudarmoyo, B. 1995. Ilmu Lingkungan Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Diponegoro Semarang.
Sudono, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Sudono, A., R. F. Rosdiana, dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif.
PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.