Tanggal Mulai
Tanggal Selesai
: 1 Mei 2012
: 8 Mei 2012
J3E111019
J3E111044
Chintia Hutagalung
J3E111089
Asisten Praktikum :
Sofiatul Andariah
Penanggung Jawab :
Dwi Yuni Hastuti, STP,DEA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemasan merupakan suatu wadah yang dapat berfungsi untuk melindungi
produk pangan yang dari tekanan, gesekan, dan kontaminasi mikroba. Mikroba
yang terdapat pada produk pangan dapat berupa spora, mikroba pembusuk,
bahkan mikroba patogen. Oleh karena itu, peran kemasan sebagai pelindung
sangat dibutuhkan untuk melindungi produk pangan dari kontaminasi. Untuk
menghasilkan produk pangan yang bebas dari mikroba, industri menerapkan
sistem kemasan yang steril dan dapat disesuaikan dengan produk yang dihasilkan.
Untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba maka diterapkan sistem
kemasan aseptik. Kemasan aseptik adalah kemasan yang dapat melindungi
produk dari kontaminasi luar terutama adalah mikroba. Sistem kemasan aseptik
digunakan pada produk pangan yang telah mengalami proses sterilasasi dan
pemanasan terlebih dahulu. Tujuan dilakukannya sterilisasi adalah untuk
menginaktifkan dan membunuh mikroba pembusuk, maupun mikroba patogen,
sehingga menghasilkan produk yang sesuai dengan standar mutu yang telah
ditetapkan dan tidak membahayakan konsumen.
Sterilisasi dilakukan untuk menghilangkan sebagian mikroba pada produk
pangan, supaya dapat memperpanjang umur simpan produk pangan. Produk
pangan akan lebih terjaga mutunya jika dilakukan proses sterilisasi dan dikemas
dalam kemasan aseptik. Namun, produk pangan yang dikemas dalam kemasan
aseptik juga dapat mengalami kerusakan. Oleh karena itu, dibutuhkan pemahaman
tentang tata cara penggunaan kemasan aseptik pada produk pangan.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukan resume atau rangkumaan agar mahasiswa memahami
tata cara pengemasan aseptik pada produk pangan dan menganalisis jenis
kerusakan pangan pada produk yang dikemas dengan menggunakan kemasan
aseptik.
BAB II
PEMBAHASAN
Teknologi aseptik pada botol PET pada umumnya memiliki beberapa
prinsip dasar, yaitu suatu sistem untuk sterilisasi wadah, suatu sistem untuk
sterilisasi tutup botol, suatu mesin pengisi yang mampu mengisi wadah dan
menutupnya dalam kondisi aseptik suatu sistem pengendalian kontaminasi
lingkungan, dan rangkaian sistem proses yang memasok sistem di atas dengan
fluida yang diperlukan (nitrogen, udara, air) pada kondisi optimum. Pada proses
pembuatan kemasan aseptik botol PET, proses yang digunakan adalah aseptic
filling dan sterilisasi dengan gas H2O2. Aseptic filling pada kemasan botol PET
terdiri dari 3 tahap, yaitu proses sterilisasi, pengisian (filling), dan cupping. Salah
satu keuntungan dari proses pengolahan aseptis adalah proses sterilisasi dapat
dilakukan secara terpisah antara sterilisasi produk dan sterilisasi kemasan. Hal ini
memungkinkan dilakukannya sterilisasi secara sinambung (continuous) dengan
menggunakan alat penukar panas atau bahkan dengan pemanasan langsung,
sehingga pemanasan bisa dilakukan pada suhu yang sangat tinggi dan waktu yang
sangat singkat.
Botol PET disterilisasi menggunakan uap panas dan atau H2O2 yang
disemprotkan secara homogen ke seluruh permukaan botol untuk memastikan
tingkat sterilitas yang diinginkan. Penggunaan uap panas untuk menghilangkan
sisa H2O2 pada botol. Penghilangan udara menggunakan uap, yaitu aliran uap air
dilewatkan pada kemasan sebelum penutupan. Metode ini paling sesuai untuk
produk pangan yang berwujud cair karena biasanya terdapat sejumlah udara yang
terperangkap dan permukaan datar sehingga tidak mengganggu aliran uap air.
Setelah proses sterilisasi, dilanjutkan dengan proses pengisian produk secara
aseptis, kemudian diakhiri dengan proses penutupan.
Susu yang diproduksi pada negara tropis seperti India tidak dapat disimpan
lebih dari 3 jam setelah pemerahan sehingga dapat rusak selama proses distribusi.
Untuk itu, perlu dikembangkan teknologi pengemasan yang dapat meningkatkan
shelf life susu. Salah proses untuk meningkatkan umur produk atau shelf life
adalah dengan proses sterilisasi perlakuan suhu panas. UHT (Ultra High
Dalam memproduksi susu dengan shelf life yang panjang, terdapat dua
metode yang dapat dilakukan, yaitu sterilisasi wadah (In container sterilization)
dan UHT (Ultra High Temperature). Susu yang diproduksi dengan metode UHT
(Ultra High Temperature) diolah dengan melalui beberapa tahap proses, yaitu Pra
sterilisasi (Pre-sterilization), produksi, dan pengemasan aseptik. Pra-sterilisasi
dilakukan sebelum proses produksi untuk menghindari infeksi ulang dari produk.
Sterilisasi dengan air panas dilakukan selama 30 menit saat suhu yang relevan
telah tercapai. Selanjtunya, dilakukan proses pendinginan yang dibutuhkan untuk
proses produksi. Pada proses produksi, dilakukan pemanasan secara tidak
langsung menggunakan Plate Heat Exchanger. Sebelum dilakukan pemanasan,
susu dihomogenisasi dengan tekanan 180-250 bar. Susu dipanaskan dengan Plate
Heat Exchanger hingga suhu 137C dengan injeksi uap. Setelah pemanasan,
dilakukan proses pendingan secara regeneratif. Proses aseptik susu disterilkan
diluar kemasan dengah menggunakan pemanasa UHT secara singkat dan
mendinginkan susu sebelum wadah disi. proses pemanasan dilakukan selama 3
sampai 5 detik dengan suhu 90C-140C. setelah steril, susu dikemas dengan
pengemasan kedap udara pada lingkungan yang higienis.
Produk ikan kaleng atau yang biasa disebut sebagai Sardines merupakan
sumber zat gizi seperti protein hewani, mineral, karbohidrat, vitamin, dan garam
mineral. Untuk memperpanjang umur simpan pada produk ikan segar, maka ikan
dilakukan pengemasan dengan menggunakan kemasan aseptik, yaitu kemasan
kaleng. Tujuan dilakukannya pengemasan dengan menggunakan kaleng
dikarenakan ikan mengandung kadar lemak yang tinggi, yaitu sekitar 10-15% dan
mengandung protein dalam jumlah yang banyak, sehingga membutuhkan
kemasan yang dapat melindungi dari kontaminasi lingkungan luar dan diproses
dengan menggunakan teknik sterilisasi untuk menginaktivasi mikroba yang
terdapat pada produk ikan kaleng (sardines).
Pada produk ikan kaleng (sardines) memiliki limit waktu tertentu yang
telah ditentukan untuk menjamin mutu produk, terutama menjaga mutu produk
dari kontaminasi bakteri. Untuk menganalisis kerusakan yang terjadi pada
kemasan kaleng maka dilakukan penelitian dengan menggunakan produk ikan
kaleng (sardines) kemasan expire tahun 2003, 2004, dan pada tahun 2007.
Bakteri
Bakteri
Bakteri
Bakteri
Sardines expire
proteolitik
+++
anaerobik
++++
aerobik
++
colifrom
++++
2003
Sardines expire
++
+++
++
+++
2004
Sardines expire
2007
Keterangan : ++++ = Sangat banyak, +++ = banyak, ++ = sedang, + = sedikit
Dari tabel 1 dapat dianalisa bahwa kandungan bakteri terbanyak adalah
pada ikan kaleng (sardines) kemasan tahun 2003 dan 2004, dan kandungan bakteri
paling sedikit terdapat pada ikan kaleng (sardenes) kemasan tahun 2007. Faktor
yang mempengaruhi terdapatnya banyak bakteri padaikan kaleng (sardines)
kemasan tahun 2003 dan 2004 adalah batas waktu keamanan kualitas zat gizinya
telah berakhir, sehingga zat gizi yang terkandung dalam ikan terjadi penurunan
dan kadar air pada ikan meningkat. Semakin banyak kadar air, maka semakin
cepat bakteri melakukan metabolisme dan dapat berkembang dengan baik.
Tabel 2. Jumlah total count bakteri yang terdapat pada ikan kaleng (sardines)
kemasan dalam limit waktu tertentu
Perlakuan
Sardines expire 2003
Sardines expire 2004
Sardines expire 2007
Berdasarkan tabel 2 dapat dianalisa bahwa jumlah total bakteri pada ikan
kaleng (sardines) kemasan expire 2003 lebih banyak yaitu 3,15 x 108 jika
dibandingkan dengan ikan kaleng (sardines) expire 2004 dan 2007 sebesar 1,95 x
108 dan 1,2 x104. Banyaknya total count bakteri dikarenakan bahan yang
terkandung dalam ikan digunakan bakteri sebagai nutrient untuk tumbuh dan
berkembang, sehingga jumlah total bakteri meningkat seiring dengan lamnaya
waktu penyimpanan. Adanya kandungan jumlah total bakteri pada ikan kaleng
(sardines) kemasan 2003 dan 2004 dapat dilihat dari tekstur ikan kaleng yang
telah mengalami perubahan kimia dengan meningkatnya kadar air dan perubahan
pH, sedangkan pada perubahan fisik yaitu dapat diamati pada teksturnya yang
lembek dan menimbulkan aroma tidak sedap. Perubahan fisik dan kimia terjadi
dikarenakan oleh adanya aktivitas metabolisme yang berlangsung cepat karena
bakteri mendapatkan nutrient dan kondisi yang mendukung untuk
pertumbuhannya. Pada ikan kaleng (sardines) pada tahun 2007 hanya terdapat
jumlah total bakteri yang lebih sedikit yaitu 1,2 x 104, disebabkan oleh adanya
proses pemanasan dan sterilisasi yang dapat menginaktivasi mikroba pada jangka
waktu yang belum melewati batas waktunya.
Tabel 3. Jumlah total masing-masing kelompok bakteri yang terdapat pada ikan
kaleng (sardines) kemasan dalam limit waktu tertentu
Perlakuan
Proteolitik
Anaerobik
Aerobik
Colifrom/100 gr
Sampel
(sel/gr)
1,2 x 108
(sel/gr)
2,96 x 108
(sel/gr)
3,8 x 104
1,2 x 103
expire 2003
Sampel
1,1 x 107
2,86 x 108
9,8 x 104
1,1 x 103
expire 2004
Sampel
2,2 x 104
1,1 x 104
7 x 103
7,2 x 101
expire 2007
Berdasarkan tabel 3 dapat dianalisa bahwa jumlah bakteri proteolitik,
anaerobik, aerobik, dan colifrom pada ikan kaleng (sardines) tahun 2003 dan 2004
lebih banyak dari pada ikan kaleng (sardines) tahun 2007. Terdapatnya bakteri
proteolitik pada ikan kaleng (sardines) tahun 2003 dan 2004 disebabkan oleh
lamnya waktu penyimpanan dan telah melewati batas akhir penyimpanan produk,
sehingga kandungan gizinya ikan mengalami penurunan terutama protein. Bakteri
BAB III
KESIMPULAN
Pada kemasan aseptis, seluruh proses pengolahan dilakukan secara
higienis dan steril. Wadah dan bahan yang akan dikemas disterilkan secara
terpisah untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Proses sterilisasi dilakukan
untuk menghemat waktu proses sehingga untuk mencegah laju pertumbuhan
mikroorganisme. Penggunaan UHT pada susu dapat memperpanjang umur simpan
karena suhu yang tinggi akan membunuh bakteri patogen dan sporanya. Pada
kemasan kaleng, kurangnya suhu sterilasi atau ketidak sesuaian suhu
menyebabkan proses pemanasan menjadi tidak sempurna sehingga masih terdapat
bakteri atau mikroba tumbuh. Penentuan waktu dan suhu pada saat proses
sterilisasi akan menentukan keefektivitas kemasan aseptis karena akan
mempengaruhi kemampuan kemasan dalam menjaga mutu dan kualitas bahan
yang dikemasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Gedham, K , dkk. 2007. The Study on UHT Processing of Milk: A Versatile
Option for Rural Sector vol. 2(2):49-53. New Delhi: Indian Institute of
Technology http://www.idosi.org [7 Mei 2012]
KronesTv. 2010. PET Asept D Process. [Video]. http://www.youtube.com [4 Mei
2012]
Wulandari, S, dkk. Analisis Mikrobiologi Produk Ikan Kaleng (Sardines)
Kemasan Dalam Limit Waktu Tertentu (Expire) Vol. 2(1):30-35. Pekanbaru:
Universitas Riau Pekanbaru. http://www.pdf.kq5.org [6 Mei 2012]