Anda di halaman 1dari 8

BAB IV

KEMERDEKAAN INDIVIDU DAN KENISCAYAAN UNIVERSAL

Tujuan Instruksional
Peserta memahami prinsip dinamika alam semesta (sunnatullah) dan prisip ihktiar manusia
berikut hubungan keduanya.
Peserta memahami kosep determinis dan freewill, baik yang berdasarkan ketuhanan atau
kealaman
Peserta mampu membandingkan serta mengkritisi determinis dan freewill
Peserta memahami akibat-akibat yang ditimbulkan dari determinisme dan freewill

Defenisi
Kemerdekaan berarti keleluasaan, kebebasan untuk memilih dan melakukan sesuatu. Individu
berasal dari dua suku kata yaitu in artinya tidak dan devinden artinya terbagi, atau manusia
secara personal. Kemerdekaan individu bermakna keleluasaan atau keterbatasan seseorang.
Kemerdekaan individu juga berarti ikhtiar manusia.
Keniscayaan berarti kemestian, tidak boleh tidak, harus, atau demikian adanya. Universal
barmakna menyeluruh. Keniscayaan universal berarti keniscayaan mutlak yang berlaku
menyeluruh. Keharusan universal dapat juga dipahami sebagai takdir.
Kemerdekaan Individu dan Keniscayaan Universal adalah pembehasan yang mencari titik temu
antara ikhtiar dan takdir manusia. Apakah ikhtiar manusia melampaui hukum universal atau
hukum universal yang tidak membatasi ikhtiar manusia? Pertanyaan lain adalah apakah begitu
universalnya ketentuan sehingga kehidupan ini tidak lain hanyalah pelaksanaan dari sebuah
scenario yang dirancang Tuhan. Manusia tidak memiliki kemerdekaan untuk memiliki dan
bertindak diluar scenario Tuhan.
Determinis dan Freewill.
Determinis berasal dari kata determinan yang berarti ditentukan. Determinisme kurang lebih
berarti suatu pahaman yang menyatakn bahwa segala sesuatu telah ditentukan. Segalanya
dilakoni dengan keterpaksaant., bukan kemerdekaan atau kesadaran. Factor yang menentukan

tergantunga deri sudut pandangnya. Jika alam dan hukum-hukumnya yang menjadi penentu,
maka sering disebut determinisme saja.
Determinisme yang memandang bahwa alam yang menjadi factor penentu diusung oleh Karl
Marx dengan konsep Materealisme Deialektika. Historis. Bahwa kesejarahan manusia diatur
oleh hukum besi sejarah dimana mengakibatkan loncatan kualitas menuju tahap masyarakat
berikutnya.
Freewill berarti kebebasan berkehedak. Pahaman ini berangkat dari asumsi bahwa manusia
memiliki kehendak dan kekuatan untuk menetukan jalan hidupnya sendiri tanpa harus
diintervensi oleh factor lain. Jika dihadapkan dengan alam, bahwasanya manusia dapat
menciptakan sejarahnya sendiri tanpa mesti harus terikat oleh hukumm besi sejarah. Freewill
ini dapat juga dibagi berdasar factor lain. Pertama alam. Freewill disin berarti manusia dapat
berkehendak tanpa terikat hukum besi sejarah dan kedua Tuhan, bahwasanya tugas Tuhan
hanya mencipta belaka. Kejadian-kejadian setelah penciptaan adalah murni kehendak bebas
manusia.
Jabariyah.
Bagi kita umat Islam, alam adalah ciptaan Tuhan, sehingga Tuhalalah yang menjadi factor
penentu alam dan manusai. Cuma pesoalanya adalah sejauh mana intervensi Tuhan.
Jika dalam pendangan ummat Islam, Tuhan sebagai factor yang menentukan, maka yang
selaras dengan determinisme adalah Jabariayah dan Asyariyah.
Jabariyah berasal dari kata jabr yang berarti terpaksa. Jabariayah memahami bahwa manusia
tingagal meenjalankan skenariao Tuhan, manusia tidak memiliki sedikitpun kebebasan, apalagi
dalam hal jodoh, rezeki dan ajal. Setiap tindakan manusia telah ditetapkan, termasuk hal yang
baik dan buruk. Jika Tuhan menskenariokan manusia untuk melakukan keburukan, maka
bagaimanapun ikhtiar manusia mustahil untuk melakukan kebaikan, pun sebalikanya.
Jabariyah juga memahami bahwa apapun tidakan Tuhan adalah adil. Tuhan dapat saja
memasukkan orang saleh ke neraka dan orang jahat ke surga, dan sekali lagi, itulah keadilan
Tuhan. Manusia hanya dapat pasrah menunggu takdirnya.
Mutazilah
Dalam sejarah perkembangan ilmu kalam, pemikiran kaum Jabariyah kemudian ditantang dan
ditentang oleh kaum Mutazilah. Mereka mengagap bahwa tugas Tuhan tidak lebih dari sekedar
mencipta belaka. Selanjutnya tergantung dari ikhtiar manusia. Jadi semua tindakan manusia
adalah murni ikhtiar manusia tanpa ada sedikitpun campur tangan Tuhan.
Keadilan Tuhan pespektif Mutazilah adalah Tuhan hanya dapat memasukakan orang saleh
kesurga dan sebaliknya orang jahat di neraka. Selain itu, kebebasan manusia dalam berikhtiar
yang lepas dari tindakan Tuhan adalah salah satu poin pemikirannya.

Kelemahan Jabriyah dan Mutazilah.


Kaum Mutazilah mengkritik Jabariyah dengan mengatakan bahwa Tuhan perseptif Jabriyah
adalah zalim, semena-mena. Untuk membenarkan pendapatnya, Mutazilah mengutip beberapa
ayat yang mengindikasikan kebebasan manusia. Ayat yang sering digunakan adalah Tidak
berubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri merubahnya. Mutazilah mengatakan
bahwa ayat ini muhkamat (jelas) adanya. Dan ayat-ayat yang nampak menyerang argument
Mutazilah dianggap sebagai Mutasyabih.
Sebalikanya kaum Jabariyah mengkritik Mutazilah dengan mengatakn bahwa Tuhan perspetif
Mutazilah lemah dan tidak ada kuasa. Untuk membenarkan pendapatnya, Jabariyah mengutip
beberapa ayat yang mengidentifikasikan kekuasaan Tuhan salah satunya adalah Bukan kamu
yang membunuh tetapi Aku yang membunuh [8:9]. Jabariyah mengatakan bahwa ayat ini
muhkamat adanya, dan justru ayat yang mengatakan kaum Mutazilah ini mutasyabih [samarsamar].
Untuk mengkaji landasan berpikir kedua mazhab ini maka kita perlu memahami konsep
ketuhannya. Dari materi sebelumnya dibahas tetang tauhid zati, sifati, dan afali. Dalam hal
tauhid zati, kedua mazhab sepakat. Mutazilah kemudian terlalu cenderung pada tauhid sifati,
dimana pahaman tentang kemahaadilan Tuhan kemudian justru mengurangi bahkan mungkin
menghilangkan pahaman tentang kekuasaan Tuhan untuk berkehedak.
Sebaliknya Jabariyah terlalu cenderung pada tauhid Afali dimana kekusaan Tuhan untuk
bertindak malah mengurangi bahkan menghilangkan keadilan Tuhan.
Akibat dari pahaman Jabariyah adalah stagnasi individu dan masyarakat karena sikap
pesimisme dalam berikhtiar. Sementara akibat kaum Mutazilah adalah terlepasnya Tuhan dari
kehidupan manusia. Adapun pahaman ini masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing.
Untuk menengahi pedebatan ini kita harus mencari jalan tengah, dimana pahaman kita tidak
menjadikan Tuhan tidak adail dan Tuhan tidak ada kuasa.
Prinsip dinamika Alam Semesta.
Persoalan mendasar dalam penciptaan adalah apakah semuanya menjadi secara kebetulan
belaka tanpa ada yang mengatur atau ada yang mengatur secara mutlak atau ada yang
mengatur sesuai dengan hukum-hukumnya.
Jika mengikuti pendapat pertama bahwa tanpa ada mengatur berarti sama saja kita
mengatakan bahwa tidak ada pencipta dan ini tetunya mustahil.
Jika mengikuti pendapat kedua bahwa ada yang mengaturnya dimana ciptaan dalam hal ini
manusia tidak memiliki kebebasan untuk beriktiar dan memilih, berarti sama saja kita
katakana bahwa Tuhan tidak adil.

Dengan demikian otomatis dalam penciptaan kita mempercayai bahwa alam semesta ini diatur
berdasarkan hukum-hukum yang ditetapkan sang Pencipta. Manusia sebagai bagian alam
semesta juga pasti dikenai hukum-hukum dari sejak penciptaan, tindakan sampai akhir
perjalanan manusia.
Takwini dan Tasyrii.
Untuk mepermudah pembahasan, kita bagi dua wilayah hukum-hukum Tuhan. Pertama takwini,
dalam hal ini penciptaan dan kedua tasyrii dalam hal ini aksiden-akasiden di alam material.
Perlu dibedakan antara hukum penciptaan dengan hukum syari. Dalam hal hukum penciptaan,
tidak ada hak manusia. Sebagai contoh binatang diberi insting dan manusia diberi akal. Karena
manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dimana manusia dibekali akal untuk
mengelola alam semesta, maka Tuhan kemudian menurunkan aturan bagi manusia, dalam hal
ini syariat. Jadi syariat berlaku pada manusia, itupun yang memenuhi syarat agar terjaga
keseimbangan sesuai peran dan fungsi penciptaaan manusia.
Pada wilayah takwini atau penciptaan, Allah mencipta sesuai dengan kadar masing-masing
sesuai dengan tujuan penciptaannya. Dalam hal ini, manusia tidak memiliki sedikitpun hak.
Sebagai contoh lahirnya seotang bayi dari orang tua tertentu, dimana bayi tidak dapat memilih
atau berusaha untuk mencari orang tua tertetu, dimana bayi tidak dapat memilih atau
berusaha untuk mencari orang tua yang ia senangi. Contoh lain, diciptankannya matahari
sebagai tata surya. Tuhan memberi matahari energi dan daya gravitasi, sesuai dengan tujuan
penciptaannya. Masih banyak contoh yang tidak dapat kami sebutkan disini.
Pada wilayah tasyrii disini manusia memiliki hak dan kemampuan untuk memilih dan berikhtiar.
Sebagai contoh makan disaat lapar. Tubuh kita hanya mengirimpan implus ke syaraf yang
menandakan lambung sedang kosong. Pada kondisi ini manusia dapat memilih untuk makan
atau tidak, maka makanan A atau makanan B, dan seterusnya. Hukum agama berlaku pada
wilayah tasyrii. Seseorang tidak dihukumi kafir karena orang tuanyamemilih untuk makan atau
tidak, maka makanan A atau makanan B, dan seterusnya. Hukum agama berlaku pada wilayah
tasyrii. Seseorang tidak dihukumi kafir karena orang tuanya. Budi bahkan lahir dari hubungan
tidah syah. Mengapa, karena anak tersebut tidak dibekali kemampuan untuk memilih dan
berusaha dalam menentukan orang tuanya. Ini jelas wilayah takwini. Tetapi siapapun dia ketika
akalnya sudah matang, informasi tentang kebenaran telah disampikan kemudian menutup diri
dari kebenaran, maka orang tersebut dihukumi kafir. Mengakap, karena orang tersebut
memiliki kemampuan untuk memilih dan berikhtiar tapi tidak dilakukan.
Baik dan Buruk.
Pertanyaan substansial pada bagian ini adalah apakah kebaikan dan keburukan adalah dua
entitas yang masing-masing memiliki eksistensi? Atau kedaunya tidak memiliki eksistensi, atau
Cuma salah satunya?.

Jika kenaikan dan keburukan masing-masing memilik eksisatensi, maka pertanyaan berikutnya
adalah dari manakah datangnya keburukan?. Mengatakan keburukan berasal dari Tuhan
otomatis menuduh Tuhan memiliki keburukan karena mustahil Tuhan memberi keburukan kalau
Ia tidak punya keburukan.
Adalah agama Zoroaster yang meyakini dua eksistensi Tuhan yaitu hriman (Tuhan baik) dan
Ahzuramazda (Tuhan Buruk). Mustahil kebaikan dan keburukan menyatu, olehnya Tuhan dalam
perspektif ini dibagi berdasarkan peran dan fungsinya. Tapi ternyata dalam Islam kita
diwajibkan untuk mempercayai takdir baik dan takdir buruk (qodha dan qodar). Untuk qodha
dan qodar akan dibahas pada bagian berikutnya.
Kembali pada kebaikan dan keburukan, kalau kita katakana bahwa Tuhan hanya memiliki
kebaikan, lantas mengapa ada keburukan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka perlu
kita mendefenisikan tetang keburukan itu sendiri. Defenisi keburukan, pertama adalah ketidak
sesuaian antara apa yang terjadi dan apa yang diinginkan. Misalnya kita ingin punya harta yang
banyak atau menjadi orang kaya, tetapi harta yang kita miliki justru sedikit, maka kita
katakana bahwa kemiskinan itu buruk. Defenisi ini mengacu pada reasi psikologis semata.
Defenisi berikitnya mengatakan keburukan adalah kurangnya intensitas/derajat kebaikan.
Defenisi ini yang akan kita jabarkan.
Kebaikan dianalogikan seperti cahaya dan Tuhan sebagai sumber cahaya. Keburukan adalah
kurangnya intensitas cahaya atau kegelapan. Kegelapan sendiri tidak memiliki eksistensikarena
kegelapan mustahil menyebabkan adanya cahaya. Kegelapan terjadi ketika sesuatu jauh dari
sumber cahaya.
Dalam hal takwini, semuanya baik. Keburukan terjadi pada wilayah tasytii, dimana terjadi
pengingkaran terhadap aturan yang diturnkan Tuhan pada manusia, sebagai contoh membunuh.
Meninggalnya orang yang dibunuh dari sudut penciptaan adalah baik. Bisa dibayangkan jika
seseorang yang organ tubuhnya tidak mampu lagi berjalan sesuai fungsinya seperti terpisahnya
kepala dari tubuh, tapi orang itu tetap hidup.
Akan tetapi jika masuk pada wilayah tasyrii, maka pertanyaannya yang muncul adalah siapa
pelaku dan korban, bagaimana proses kejadian, akibat yang ditimbulkan serta alasan.
Jika yang dibunuh orang saleh tanpa alasan, maka sama saja menghilangkan kesempatan orang
tersebut untuk berbuat baik. Bahkan juga berarti menutup peluang orang lain untuk
mendapatkan manfaat dari orang saleh. Ini juga berarti membunuh nilai-nilai kemanusiaan.
Oleh karena itu, syariat melarang kita untuk melakukan hal ini.
Sebaliknya jika yang dibunuh adalah orang yang jelas pembangkangannya terhadap Tuhan dan
selalu melakukan hal-hal yang merugikan orang lain, ini berarti turbunuhnya orang tersebut
menutup peluangnya untuk berbuat jahat lagi dan membuat orang lain tidak merasakan efek
negatif dari orang jahat yang terbunuh tersebut. Membunuh orang jahat bukan berarti
membunuh kemanusian, karena justru kejahatanlah yang membunuh kemanusian. Jadi kita
membunuh dari pembunuh kemanusiaan sama saja berarti menghidupkan kemanusiaan. Tapi

yang perlu persyaratan yang ketat dan bukan bagian kami untuk membahasnya, kecuali sebagai
contoh belaka.
Jadi rahasia dan hikmah dibalik syariat adalah supaya manusia tidak salah memilih dan
menetukan sikap, apakah pengetahuan manusia telah mencapainya atau tidak.
Qadha dan Qadar.
Qodha dalam bahas arab satu akar kata dengan qadi yang maknanya kurang lebih penetapan
hukum. Qadar, jika ditafsirkan kurang lebih berarti ukuran. Jadi adalah sebuah kerancuan
anadi kita pahami bahwa qadha dan qadar bararti takdir baik dan takdir buruk, karena baik
secara filosofis maupun etimologis bahkan islam sendiri menentang pahaman tersebut.
Secara ringkas qadha dan qahar adalah berlakunya ketetapan tuhan berdasarkan ukurannya.
Inilah yang dimakasudkan dengan Tuhan mengatur alam semesta sesuai dengan hukumhukumnya.
Sebagai contoh, hukum Tuhan (sunnatullah) adalah gaya gravitasi. Sebuah benda yang lebih
berat dari udara, berada dalam atmosfer dan tidak memiliki gaya untuk melawan gaya
gravitasi, maka dengan ukuran seprti itu ketetapan. Tuhan yang berlaku adalah benda tersebut
harus jatuh.
Sebaliknya, jika syarat-syaratnya tidak terpenuhi maka ketetapan tidak berlaku. Sebagi
contoh, meski masih dalam atmosfer dan lebih berat dari udara seperti pesawat dan roket,
akan tetapi memiliki gaya yang lebih bersar dari gravitasi, maka ketatapan Tuhan yang berlaku
adalah benda tersebut terbang.
Contoh yang lain yang sederhana misalnya, antara anak SD dan mahasiswa. Oleh orang tuanya
anak SD akan diberi uang yang lebih sedikit dibanding mahasiswa karena ukuran kebutuhannya
berbeda. Disini, ketetapan adalah pemberian uang jajan misalanya.
Dalam semesta ini ketatapan Tuhan yang berlaku selalu berdasarkan ukuran masing-masing.
Inilah letak keadilan Tuhan, dimana Tuhan tidak membebani hambahnya diluar kemampuannya
dan memberi tanggung jawab berdasarkan fasilitas yang diciptakan untuk makhluk.
Surga dan Neraka.
Keniscayaan adanya hari akhir dan pembalasan telah dibahas dalam materi sebelumnya. Untuk
memahami adanya surga dan neraka sebagai berikut. Semakin dekat sesuatu denga sumber
cahaya maka makin terang ia. Sebaliknya semakin jauh sesuatu dari sumber cahaya maka
makin gelap ia.
Tuhan adalah sumber kebaikan. Jika kita dengan sumber kebaikan maka semakin dekat kita
dengan Tuhan, konsekwensinya adalah kita akan mengalami kenikmatan abadi. Inilah yang
disebut dengan surga.

Sebaliknya jika kita selalu menjauh dari sumber kebaikan dengan cara melakukan apa yang
dilarang dan meninggalkan yang diperintahkan maka otomatis kita akan jauh dari Tuhan,
akibatnya adalah kenikmatan yang kita serap sangat-sangat sedikit, inilah ketersiksaan dan
kegelapan abadi, dan disebut sebagai neraka.
Jika surga dan neraka adalah konsekwensi dari pilihan dan tindakan kita didunia, apakah kita
memilih dan bertindak untuk menjauhi atau mendekati (bertakarrub illallah) Tuhan. Artinya
surga dan neraka tidak lebih dari konsekwensi dari pilihan dan tindakan, bukan paksaan Tuhan
berdasarkan skenario yang Dia ciptakan.
Ada pertanyaan mengelitik, apakah Tuhan mengetahui bahwa seseorang akan masuk neraka
atau surga? Jika kita jawab ya, berarti Tuhan zalim karena tidak memberi kebebasan pada
manusia untuk berikhtiar. Jika kita jawab tidak berarti tuhan tidak maha mengetahui.
Untuk menjawab pertanyaan dilematis ini maka kita perlu mebedakan antara ke-Maha
menetahuan-Nya dan penetapan-Nya. Memang betul Tuhan itu Maha mengetahui. Pengetahuan
Tuhan tidak terbatas ruang dan waktu, oleh karena itu Dia mengetahui kejadian masa lalu,
sekarang dan akan data baik dialam materi ataupun dialam barzakh.
Meski demikan, Tuhan tetap membei kesempatan kepada manusia untuk berikhtiar dengan
tidak menetapkan surga atau neraka pada manusia.
Sebagai ilustrasi kecil seotang dokter yang dengan pengetahuannya ia mengetahui bahwa
pasiennya akan mati dalam jangka waktu tertentu, tapi bukan dokter yang menyebabkan
kematian pasien, akan tetapi konsekuwensi dari perbuatan dari pasien dimasa lalu yang
menyebabkan penyakita parah yang berakhir pada kematian. Pasien maupun keluarga pasien
tidak dapat mengggugat dokter atas pengetahuan dokter tersebut.
Kesimpulan.
Bahwasanya keadilan ilahi bermakna segala sesuatu diciotakan tidak sia-sia melainkan memiliki
peran dan fungsi masing-masing. Untuk itu Tuhan menciptakan fasilitas pada mahkluk sesuai
tujuan penciptanya. Fasilitas yang diberi pada makhluk kemudian akan dimintai pertanggung
jawabanya sebagai ketetapan sesuai denga fsasilitas sebagai ukuran untuk ketetapan.
Tahan menciptakan manusi dari tanah sebagai penyusun material dan tiupan ruh illahiyah
sebagai aspek ruhanianya karena tujuan penciptaan manusia dalah menjadi khalifah, maka
manusia diberi fasilitas berupa pendengaran, penglihatan, hati dan akal agar manusia
bersyukur. Akhirnya fasilitas tersebut akan dimintai pertanggung jawabannya sebagai
konsekwensi pemberian fasilitas.
Tuhan menganugrahi manusia akan dan kitab untuk membedakan yang benar dan salah, yang
nantinya menjadi dasar untuk memilih. Kebebasan manusia untuk memilih adalah ketetapan
Tuhan. Artinya, memilihnya manusia bukan dari manusia sendiri, melainkan ketetuan Tuhan.
Manusia bebas memilih tidak berarti lepas dari kekusaan Tuhan dan kekuasaan Tuhan tidak

berarti menutupn peluang manusia untuk memilih. Sederhananya, TUHAN MEMAKSA MANUSIA
UNTUK MEMILIH, PILIHAN MANUSIA TIDAK LEPAS DARI KEHENDAKNYA, DAN KEHENDAKNYA
MEMBERIKAN PILIHAN PADA MANUSIA.

Anda mungkin juga menyukai