PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang
memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit,dimana tanggung jawab
dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis
kelamin pasien juga tidak boleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu (Wahyuni,
2003). Pelayanan kedokteran keluarga juga melaksanakan pelayanan kesehatan
holistik yang meliputi usaha promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dengan
pendekatan keluarga.Untuk dapat melaksanakan pelayanan kedokteran keluarga
dengan baik,kunjungan rumah ( home visit ) serta perawatan pasien di rumah
( home care )merupakan aspek yang mempunyai peranan penting (Suriyasa et al .,
2010).
2. Tujuan
Umum
Mengetahui gejala, Penanganan, dan Pencegahan penyakit Skizofrenia.
Khusus
Mengidentifikasi permasalahan kesehatan keluarga berdasarkan fungsi keluarga
dan menyusun usulan penatalaksaannya secara holistik dan komprehensif
3. Manfaat
a. Pasien dan keluarga dapat mengetahui gejala dan pentingnya pengobatan
penyakit Skizofrenia secara teratur, serta dapat mencegah terjadinya
penyakit Skizofrenia.
b. Penulis dapat mengetahui pentingnya menjadi dokter keluarga, dan kendala
apa saja yang dialami untuk menjadi dokter keluarga.
No. Berkas :
No. RM
Nama KK
: Tn. P
Tanggal
Tingkat
Pemahaman
Paraf Pembimbing
Paraf
Keterangan
: Nn. S
Alamat lengkap
Bentuk Keluarga
: Personal
Tn.
Ayah
Partono
(kepala
2.
Ny.
keluarga)
Ibu
3.
Kaya
Nn.
Pasien
Hadiya
63
Sekolah
tahun
Rakyat
55
SD
tahun
39
SD
Buruh
rumput
tahun
4.
5.
Santoso
Tn.
Amir
21
SD
Kuli
pasien
Keponakan L
tahun
23
SMP
Pegawai
pasien
tahun
listrik
Suanto
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA
BAB II
STATUS PENDERTTA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini diambil berdasarkan kasus yang diambil dari penemuan seorang
penderita gangguan jiwa psikotik, berjenis kelamin perempuan dan berusia 39 tahun,
dimana penderita terkena gangguan jiwa psikotik sejak 23 tahun di wilayah puskesmas
Sukodono, Kabupaten Sidoarjo. Mengingat kasus ini banyak ditemukan di masyarakat baik
usia muda maupun usia lanjut pada khususnya di Desa Jogosatru, Kecamatan Sukodono,
Kabupaten Sidoarjo beserta permasalahannya seperti masih kurangnya pengetahuan
masyarakat penyebab terjadinya psikotik serta penanganannya di masyarakat. Oleh karena
itu, penting kiranya bagi penulis untuk memperhatikan dan mencermatinya untuk
kemudian bisa menjadikannya sebagai pengalaman di lapangan.
B. IDENTITAS PENDERITA
Nama
Ny S
Umur
39 tahun
Jenis kelamin
Perempuan
Pekerjaan
Tidak bekerja
Pendidikan'
SD
Agama
Islam
Alamat
Suku
Jawa
Tanggal periksa
19 Agustus 2014
C. ANAMNESIS (Heteroanamnesa)
1. Keluhan Utama
Mulai 2 hari yang lalu pasien suka berbicara sendiri. Mengomel dan juga marahmarah sendiri. Pasien juga sering berkata kasar sambil mengatakan diseneni tok, gaji ga
dibayar. Pasien sering bicara ngelantur dan kata-kata yang tidak dapat dimengerti. Pasien
juga ada sering menulis di lantai menggunakan jarinya dan jika ditanya sedang melakukan
apa, pasien akan marah dan mengatakan jangan ganggu, aku lagi kerja. Pasien juga
terkadang suka melamun. Pasien beberapa kali mengatakan melihat seperti ada orang yg
masuk ke dalam rumahnya. Terkadang pasien sambil mengatakan kamu jelek, lapo
mrene dan sambil memukul tembok ataupun sofa. Pasien juga sering keluyuran keluar
rumah karena ada suara-suara yang menyuruh pasien untuk keluar rumah. Biasanya pasien
keluar rumah pada siang hari namun sebelum maghrib pasien pasti sudah kembali ke
rumah tanpa perlu dijemput. Pasien tidak perlu diingatkan untuk makan. Sehari pasien bisa
makan sampai 4 kali. Pasien harus diingatkan untuk mandi. Dalam sehari pasien biasanya
mandi satu kali, lebih sering mandi saat subuh saja.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Pada tahun 1991 pasien dipecat dari pekerjaannya di pabrik benang. Kemudian
pasien pulang kerumah dalam keadaan menangis. Pasien mengatakan sebelumnya memang
sering dimarahi oleh atasannya di pabrik. Setelah itu pasien menjadi lebih pendiam dan
suka melamun sendirian. Beberapa hari kemudian pasien suka marah-marah sendiri sambil
mengatakan jangan kesini lagi. Pasien mulai mengamuk dan suka membenturkan
kepalanya ke tembok. Pasien juga suka mengamuk dan marah-marah pada setiap orang
yang leewat didepan rumahnya. pasien dibawa berobat ke Porong dan dirawat selama 2
bulan. Sepulang dari RS Porong, pasien kembali mengamuk dan juga marah-marah.
Karena keluarga pasien takut pasien akan mencelakai orang lain maka keluarga pasien
memasung pasien di kamar belakang rumahnya. Pasien dipasung 3 tahun. Selama
dipasung pasien sering memukul tembok hingga tembok retak-retak. Setelah 3 tahun
dipasung, pasien dibawa ke RSJ Menur Surabaya. Pasien rawat inap selama 5 bulan.
Setalah itu pasien sempat bolak balik rawat inap di RSJ Menur sebanyak 5 kali sampai
tahun 2014 ini. Terakhir kali rawat inap di RSJ Menur 5 tahun yang lalu. Setelah itu
kontrol rutin di RS Sidoarjo.
- Riwayat trauma : - Riwayat kejang : - Riwayat penggunaan NAPZA : - Riwayat panas tinggi : - Riwayat tekanan darah tinggi : (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluarga dengan penyakit serupa
D. STATUS PSIKIATRI
A. Deskripsi umum
1) Penampilan
Seorang perempuan, usia 39 tahun, perawatan diri kurang, pakaian kurang rapi,
rambut pirang acak-acakan, kulit sawo matang, penampilan sesuai gender, tampak sehat,
gemuk, kontak mata kurang.
2) Perilaku dan aktivitas psikomotor
Pasien tidak mau diwawancara dan cenderung menghindar. Pasien suka mondarmandir didepan pemeriksa.
3) Sikap terhadap pemeriksa.
Pasien tidak kooperatif dan tidak mau menanggapi pertanyaan pemeriksa. Pasien
suka bicara sendiri yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan pemeriksa.
B. Mood dan Afek
Mood
: tde
Afek
: tumpul
C. Karakteristik bicara
Pasien tidak dapat diwawancara. Pasien suka bicara sendiri dengan artikulasi dan
intonasi bicara cukup jelas.
D. Gangguan persepsi
Menurut ibu pasien, pasien pernah mengaku melihat bayangan ataupun juga
mendengar suara- suara yang menyuruh pasien untuk melakukan sesuatu. Halusinasi visual
+, halusinasi auditorik +
E. Pikiran
Bentuk : non realistik
Arus pikiran
: asosiasi longgar
Isi pikir
: waham
- Orientasi waktu
baik
- Orientasi tempat
baik
- Orientasi orang
tidak baik
Daya konsentrasi
1.
Perhatian
2.
Daya ingat :
: tde
Jangka panjang
: tde
Jangka pendek
: tde
Segera
: tde
G. Daya nilai
Daya nilai sosial : tde
Uji daya nilai
: tde
: Tampak sehat
Kesadaran
: Berubah
Tanda vital
Kepala
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
B. Pemeriksaan neurologis
GCS
: E4M6V5
TRM
: Tidak ada
Mata
+/+
Pemeriksaan Nervus Kranialis
a. Nervus Olfaktorius (N.I)
Tidak dilakukan evaluasi
b. Nervus Optikus (N.II)
Tidak dilakukan evaluasi
c. Nervus Okulomotoris (N.III), Nervus Troklearis (N.IV), dan Nervus
Abducens (N.VI)
Pemeriksa mengamati bahwa pasien memiliki gerakan bola mata yang
wajar (pasien mampu melirikkan bola matanya ke kiri dan ke kanan). Selain
itu, bola mata pasien dapat mengikuti penlight kiri-kanan dan atas-bawah
d. Nervus Trigeminus (N.V)
Pemeriksa mengamati pasien dapat tersenyum, dan wajah simetris.
e. Nervus Facialis (N.VII)
Pemeriksa mengamati pasien dapat tersenyum dan wajah simetris
f. Nervus Vestibulokoklearis (N.VIII)
Pasien beberapa kali mau berbicara dan menjawab pertanyaan pemeriksa.
Hal ini memberi kesan bahwa pendengaran pasien normal. Saat berjalan
pasien terlihat stabil dan tidak terjatuh
g. Nervus Glossofaringeus (N.IX), Nervus vagus (N.X)
Artikulasi pasien jelas, kemampuan menelan normal.
h. Nervus Aksesorius (N.XI)
Medikamentosa
Clorpromazine
Haloperidol 5mg
Carbamazepin 200mg
Trihexyphenidil 2mg
FOLLOW UP
Tanggal 21 Agustus 2014
S : Penderita masih suka bicara sendiri, masih tidak dapat diajak berkomunikasi.
10
T : 130/100mmHg
R :22 x/menit
N :88x/menit
S :36,7C
A. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Psikologi.
Nn.S tinggal serumah dengan ayah, ibu, adik dan keponakannya, Hubungan
mereka terjalin cukup baik.
hanya
mengandalkan uang yang ada dan tidak pemah menyisihkannya untuk menabung
ataupun biaya-biaya mendadak. Pasien menggunakan BPJS untuk membantu
membayar biaya pengobatannya.
4. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Penderita termasuk orang yang tertutup sehingga bila mengalami kesulitan
atau masalah penderita lebih memilih untuk memendamnya sendiri. Dan sekarang
11
pasien tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar karena kejiwaan pasien
belum stabil.
B. APGAR SCORE
ADAPTATION
Sebelum sakit pasien merupakan orang yang tertutup dan jarang bercerita bila
ada masalah. Bila ada masalah akan dipendam sendiri. Semenjak sakit pasien tidak
dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Pasien juga tidak bergaul dengan
lingkungan sekitarnya. Pasien tidak merasa bahwa dirinya sakit. Sehingga untuk
pemeberian obat sehari-hari pasien harus didampingi oleh ayah atau ibunya.
PARTNERSHIP
Orang tua, saudara dan tetangga Nn. S mendukung dalam upaya pengobatan
sehingga Nn. S selalu mendapatkan pengobatan setiap bulannya.
GROWTH
Nn. S tidak menyadari jika ia sakit. Sehingga pasien tidak tahu apakah
penyakitnya ini mengganggu aktivitasnya sehari-hari atau tidak.
AFFECTION
Keluarga dan tetangga Nn. S memberikan support penuh terhadap pengobatan
Nn. S.
RESOLVE
Keluarga dan tetangga Nn. S cukup memberikan perhatian kpada Nn. S
APGAR Nn. S Terhadap Keluarga
Sering/ Kadang-
Jarang/
selalu
Tidak
kadang
Tidak
dapat
dievaluasi
12
mendukung
keinginan
saya
untuk
baru
Saya
puas
dengan
cara
mengekspresi-kan kasih
merespon emosi saya
R
keluarga
saya
sayangnya
dan
seperti
kemarahan,
perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya
PATHOLOGY
KET
Cultural
Religius
kesopanan
Pemahaman agama cukup.
haik untuk ketenangan individu yang tidak didapatkan dari yang lain
Ekonomi
meski
belum
kebutuhan
sekunder
mampu
rencana
mencukupi
ekonomi
tidak
13
memadai,
diperlukan
skala
prioritas
untuk
rendah.
Kemampuan
untuk
memperoleh
dan
puskesmas
memberikan
yang
lebih
balk
Dalam
mencari
pelayanan -
karena pasien tidak lagi menjalankan perintah Nya dan pasien serta keluarganya
lebih percaya hal-hal gaib.
Edukasi (+) artinya Nn. S juga menghadapi permasalahan dalam bidang
pendidikan. Nn. S hanya tamatan SD.
Sosial (+) artinya Nn S tidak mampu bersosialisasi dengan keluarga dan tetangga.
Kultural (+) Nn. S sudah tidak mampu mengikuti kegiatan-kegiatan di sekitar
lingkungannya
Medical (-) Nn. S memiliki kartu jaminan kesehatan sehingga penderita mudah
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
14
Bentuk Keluarga : -
Keterangan
Nn. S : Penderita
Tn. P : Ayah penderita
15
BAB IV
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KESEHATAN
A. Identiflkasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
1. Faktor Perilaku Keluarga
Nn S adalah anak ke 2 dari 4 bersaudara. Penderita sekarang tidak bekerja
semenjak 23 tahun yang lalu. Pasien juga tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan
sekitarnya. Menurut ibu pasien, pasien juga tidak merasa sedang sakit.
2. Faktor Non Perilaku
Dipandang dari segi ekonomi, Nn.S termasuk ekonomi menengah kebawah.
Karena sumber penghasilannya hanya dari pekerjaan ibunya sebagai buruh rumput dan
batuan dari keponakannya.
Rumah yang dihuni Nn. S kurang memadai karena kurang memenuhi standar
kesehatan, Lantai sudah ada yang dikeramik dan masih ada yang hanya di semen,
pencahayaan ruangan kurang, ventilasi kurang. Sampah rumah dibuang ditempat
pembuangan sampah yang ada di depan rumah.
B. Identifikasi Lingkungan Rumah
Gambaran Lingkungan
Rumah Nn. S ini tinggal di sebuah rumah berukuran 9 x 5 m 2 menghadap ke
Barat. Memiliki pekarangan rumah yang cukup luas namun tidak ada pagar pembatas.
Terdiri dari teras, ada ruang tamu, 4 kamar tidur, dapur, dan kamar mandi + WC.
Terdiri d1ari pintu keluar, yaitu 1 pintu depan. Jendela ada 3 buah, 2 buah di ruang
tamu, 1 jendela kamar tidur ayah pasien. Semuanya jarang dibuka.
16
Di depan rumah terdapat teras yang berukuran 1,5 x 5 m2. Lantai rumah ada
yang terbuat dari keramik ada yang masih terbuat dari semen. Ventilasi dan penerangan
rumah kurang. Atap rumah tersusun dari genteng, dan ditutup plafon namun ada bagian
yang berlubang. Kamar penderita tidak didapatkan tempat tidur maupun dipan. Hanya
berupa kamar kosong dan terdapat beberapa pakaian yang digantung di dinding
Dinding rumah terbuat dari batu bata yang sudah dicat permanen. Perabotan rumah
tangga minim. Sumber air untuk kebutuhan sehari-harinya Nn S menggunakan sumur.
Secara keseluruhan kebersihan rumah masih kurang. Sehari-hari ibu pasien memasak
menggunakan kompor gas.
17
18
Tampak dalam
Dapur
19
Kamar Mandi
20
BAB
V
DAFTAR MASALAH
Masalah Aktif :
A. Skizofrenia Hebefrenik
B. Mengamuk dan mengomel
Faktor resiko:
A.Genetik
B. stressor dari pekerjaan
Genetik
21
Stressor dari
masalah keluaga
Nn. Suwanti
39 tahun
Stressor dari
pekerjan
Stressor dari
masalah keuangan
BAB VI
PATIENT MANAGEMENT
A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT
A.1
22
A.2
Pasien diberi nasehat bahwa skizofrenia dapat dikontrol dengan cara pengendalian
atau manajemen stress yang baik Oleh karena itu pasien dianjurkan :
Pasien melakukan konseling bila sedang mengalami masalah.
Pasien menghindari stressor.
Pasien harus beraktivitas yang positif untuk mengalihkan pikiran dari stressor.
Pasien harus rajin kontrol ke sarana kesehatan terdekat baik puskesmas maupun
rumah sakit.
Pasien harus mau menggunakan obat-obat anti psikotik secara teratur.
23
Pasien tidak boleh merasa stres fisik dan stres psikis, yaitu harus istirahat cukup
dan tidak boleh banyak pikiran.
B. PENGOBATAN
Medikamentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera dalam
penatalaksanaan.
BAB VII
TINJAUAN PUSTAKA SKIZOFRENIA HEBEFRENIK
A. Definisi
Skizofrenia
24
lambat atau dating secara tiba-tiba pada penderita yang cenderung suka menyendiri
yang mengalami stress (Atkinson dkk, 1992)
Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan
afektif yang tampak jelas dan secara umum juga dijumpai waham dan halusinasi
yang bersifat mengambang serta terputus-putus (fragmentary), perilaku yang tidak
bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, serta umumnya maneurisme (Depkes
RI, 1993:111-112).
Skizofrenia hebefrenik disebut juga disorganized type atau kacau balau yang
ditandai dengan inkoherensi, affect datar, perilaku dan tertawa kekanak-kanakan,
yang terpecah-pecah, dan perilaku aneh seperti menyeringai sendiri, menunjukkan
gerakan-gerakan aneh, mengucap berulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik
diri secara ekstrim dari hubungan sosial (Dadang Hawari, 2001:64-65).
B. Etiologi
Etiologi Skizofrenia Hebefrenik pada umumnya sama seperti etiologi skizofrenia
lainnya. Dibawah ini beberapa etiologi yang sering ditemukan :
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi
seperti harga diri rendah antara lain :
a. Faktor genetik
Telah diketahui bahwa secara genetis skizofrenia diturunkan melalui kromosomkromosom tertentu. Tetapi kromosom yang ke berapa menjadi faktor penentu
gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen
skizofrenia ada dikromosom no. 6 dengan kontribusi genetik tambahan no. 4, 8, 15
dan 22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia
sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizigot
peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami
skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofreia maka peluangnya
menjadi 35%.
b. Faktor neurologis
25
Ditemukan bahwa korteks prefrotal dan korteks limbik pada klien skizofrenia tidak
pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien skizofrenia terjadi
penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmiter yang
ditemukan tidak normal khususnya dopamine, serotonine, dan glutamat.
c. Studi neurotransmitter
Skizofrenia
diduga
juga
disebkan
oleh
adanya
ketidakseimbangan
26
teman, mereka akan mengatakan orang ini tidak seperti yang dulu. Semakin
lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya.
Pada fase aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah
laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir
semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan
gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi
atau terus bertahan.
Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama
dengan fase prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya sudah berkurang.
Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, penderita
skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara
spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi,
konsentrasi, hubungan sosial).
Pada Skizofrenia Hebefrenik kita dapat melihat tanda dan gejala yang
khas, antara lain;
1. Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa
maksudnya.
2. Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi atau ketololtololan.
3. Perilaku dan tertawa kekenak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa puas
diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri.
4. Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik tidak terorganisasi sebagai suatu
kesatuan.
5. Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisasi sebagai
satu kesatuan.
6. Gangguan proses berfikir
7. Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan
aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan cenderung
untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial (Dadang Hawari,
2001 :640).
Gejala-gejala pencetus respon biologis :
27
Waham; yaitu suatu keyakinan yang salah yang tidak sesuai dengan latar
belakang sosial budaya serta pendidikan pasien, namun dipertahankan oleh
pasien dan tidak dapat ditangguhkan.
Halusinasi; gangguan persepsi ini membuat pasien skizofrenia dapat melihat
sesuatu atau mendengar suara yang tidak ada sumbernya. Halusinasi yang
sering terdapat pada pasien adalah halusinasi auditorik (pendengaran).
Terkadang juga terdapat halusinasi penglihatan dan halusinasi perabaan.
Siar pikiran, yaitu pasien merasa bahwa pikirannya dapat disiarkan melalui
alat-alat bantu elektronik atau merasa pikirannya dapat dibaca oleh orang
lain. Terkadang pasien dapat mengatakan bahwa dirinya dapat berbincangbincang dengan penyiar televisi maupun radio. Beberapa pasien juga
mengatakan pikirannya dimasuki oleh pikiran atau kekuatan lain atau
ditarik/diambil oleh kekuatan lain.
D. Psikofisiologi
28
1.
b. Tahap Condeming
Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makin meninggi selanjutnya
klien merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa takut apabila orang lain
ikut mendengarkan apa-apa yang ia rasakan sehingga timbul perilaku
menarik diri ( with drawl ).
c. Tahap Controling
Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang timbul
tetapi suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga menyebabkan
klien susah berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang
klien merasa sangat kesepian atau sedih.
d. Tahap Conquering
Klien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak
diikuti perilaku klien dapat bersifat merusak atau dapat timbul perilaku
suicide.
2. Waham
Kelompok ini ditandai secara khas oleh berkembangnya waham yg umumnya
menetap dan kadang-kadang bertahan seumur hidup. Waham dapat berupa
waham kejaran, hipokondrik, kebesaran, cemburu, tubuhnya dibentuk secara
abnormal,merasa dirinya bau dan homoseks. Tidak dijumpai Gangguan lain,
hanya depresi bisa terjadi secara intermitten. Onset biasanya pada usia
pertengahan, tetapi kadang-kadang yg berkaitan dgn bentuk tubuh yang salah
dijumpai pada usia muda. Isi waham dan waktu timbulnya sering dihubungkan
dengan situasi kehidupan individu, misalnya waham kejaran pada kelompok
minoritas. Terlepas dari perbuatan dan sikapnya yang berhubungan dengan
29
F. Penatalaksanaan
30
5. Stelazine ( trifluoperazine)
2. Mellaril (thioridazine)
6. Thorazine ( chlorpromazine)
3. Navane (thiothixene)
7. Trilafon (perphenazine)
4. Prolixin (fluphenazine)
----Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer
atypical antipsycotic.
----Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama,
pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat
menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti.
Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian
antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil
secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang
lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot
formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu
di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation
ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.
31
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasienpasien dengan Skizofrenia.
c. Clozaril
----Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal
yang pertama. Clozaril dapat membantu 25-50% pasien yang tidak merespon
(berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril
memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus
yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang
berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril
harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli
merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat
antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
Cara penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis)
yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis
yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat
psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya
dimana profil efek samping belum tentu sama.
32
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek
samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak
begitu mengganggu kualitas hidup pasien
Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari
sampai
33
Keadaan ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas
atrofin 0,25 mg IM dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari)
Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang
tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi
oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru
ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan. Pambarian anti psikosis long acting hanya
untuk terapi stabilisasi danpemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.
Penggunaan CPZ (Chlorpromazine) injeksi sering menimbulkan hipotensi
ortostatik pada waktu peubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade).
Tindakan mengatasinya dengan injeksi noradrenalin (effortil IM)--Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama
Newer atypical antipsycoic merupakan terapi pilihan untuk penderita
Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan
resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah.
Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai
bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan
obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2
kali lebih lama pada Clozaril)
Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting
untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang
penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat
tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis menambah obat
untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya
lebih rendah.
Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat
mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4
minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai
anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat
obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer
atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik
34
atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi
dengan obat-obatan diatas gagal.
Pengobatan Selama fase Penyembuhan
Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah
sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang berhenti minum obat
setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan
pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama
12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang menderita
Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total pada episode pertama
membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa penghentian
pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya
penyakit.
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama,
sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin
masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek
samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan
kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan
akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah
tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat
antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk
mencegah atau mengobati efek samping ini.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi
pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace.
Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan
dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan
antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan
mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi
seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obatobatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis
35
efektif terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang efek
sampingnya lebih sedikit.
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang
memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik
atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome,
dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat
menimbulkan komplikasi berupa demam, penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini
membutuhkan penanganan yang segera.
Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial
untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan
praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan
pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak
istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku
maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan
dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia kembali seringkali
mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari).
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi
keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali,
anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena
skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu
optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari
penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.-Ahli terapi harus membantu keluarga
dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah
penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan
relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik.
36
Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan
terapi keluarga.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi
secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi
kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin
dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu
bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam
pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi akan membantu dan
menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi
pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami
pasien. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak
emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang
diinterpretasikan oleh pasien.
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di
dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit
dilakukan, pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban
dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi
jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah
sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah
lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama
yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan
adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,
manipulasi, atau eksploitasi.
Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau
37
G. Prognosis
Prognosis untuk skizofrenia hebefrenik sama dengan skizofrenia tipe lainnya,
prognosisnya pada umumnya kurang begitu menggembirakan. Sekitar 25% pasien
dapat kembali pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat
prodromal (sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah
pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada
diantaranya, ditandai dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi
dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia
1.Keluarga
Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari keluarganya. jangan
membeda-bedakan antara orang yang mengalami Skizofrenia dengan orang yang
normal, karena orang yang mengalami gangguan Skizofrenia mudah tersinggung.
2.Inteligensi
Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi yang tinggi akan
lebih mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang inteligensinya rendah.
38
3.Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil pasien
(kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi
mental yang cukup normal. Kedua antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek
merugikan yang mengganggu dan serius. Namun pasien skkizofrenia perlu di beri
obat Risperidone serta Clozapine.
4.Reaksi Pengobatan
Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi terhadap obat lebih
bagus perkembangan kesembuhan daripada orang yang tidak bereaksi terhadap
pemberian obat.
5.Stressor Psikososial
Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari luar, maka akan mempunayi dampak
yang positif, karena tekanan dari luar diri individu dapat diminimalisir atau
dihilangkan. Begitu pula sebaliknya apabila stressor datangnya dari luar individu dan
bertubi-tubi atau tidak dapat diminimalisir maka prosgnosisnya adalah negatif atau
akan bertambah parah.
6.Kekambuhan
Penderita skizofrenia yang sering kambuh prognosisnya lebih buruk.
7.Gangguan Kepribadian
Prognosis untuk orang yang mempunyai gangguan kepribadian akan sulit
disembuhkan. Besar kecilnya pengalaman akan memiliki peran yang sangat besar
terhadap kesembuhan.
8.Onset
Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset yang lambat dan
akut, sedangkan onset yang tidak jelas memiliki prognosis yang lebih baik.
9.Proporsi
Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional) mempunyai prognosis
yang lebih baik dari pada penderita yang bentuk tubuhnya tidak proporsional.
10.Perjalanan penyakit
Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase prodromal prognosisnya lebih baik
dari pada orang yang sudah pada fase aktif dan fase residual.
39
11.Kesadaran
Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia adalah jernih. Hal inilah
yang menunjukkan prognosisnya baik nantinya.
40
Prognosis Baik
Onset lambat
Prognosis Buruk
Onset muda
Riwayat
Faktor pencetus
yang jelas
Onset akut
Riwayat
sosial,
seksual
premorbid yang
buruk
Gejala gangguan
Tidak
menikah,
depresif)
Sistem
pendukung
Menikah
Gejala negatif
Riwayat keluarga
Tanda
gangguan mood
Sistem
pendukung yang
baik
Gejala positif
yang
buruk
bercerai
mood (terutama
gangguan
baik
dan
dan
pekerjaan
social
dan
gejala
neurologist
Banyak relaps
Riwayat penyerangan
BAB VIII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Segi Biologis:
41
2. Segi Psikologis:
-
Hubungan antara anggota keluarga kurang terjalin dengan baik terutama kepada
saudara sekandung anak keduanya begitu pula dengan hubungan masyarakat.
3. Segi Sosial:
-
4. Segi fisik:
-
B. SARAN
SARAN
Harus meningkatkan lagi kualitas dan kuantitas petugas kesehatan untuk
melakukan kunjungan rumah pasien agar proses pelayanan kesehatan dapat
berlangsung lebih baik dan lancar.
Sosialisasi tentang pelaksanaan kunjungan rumah kepada petugas kesehatan dan
masyarakat harus lebih ditingkatkan agar tercapai pelaksanaan pelayanan yang
holistik.
Dalam penanganan penyakit pasien tidak hanya dilihat dari sisi fisik saja melainkan
secara holistic.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, HI, Sadock BJ, Greb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis Psikiatri,
ed 7, vol 1, Binarupa aksara, 1997
42
http://www.news-medical.net/health/Psychosis-Pathophysiology-(Indonesian).aspx
10. Kusumawardhani A, Husain AB, dkk. Buku Ajar Psikiatrik. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. Hal 38
11. Hawari HD. Pendekatan holistic pada gangguan jiwa skizofrenia. Edisi ke-2. Cetakan
3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
12. Maramis WF. Ilmu kedokteran jiwa. Cetakan 6. Jakarta: Airlangga University Press,
1994
43