Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang
memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit,dimana tanggung jawab
dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis
kelamin pasien juga tidak boleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu (Wahyuni,
2003). Pelayanan kedokteran keluarga juga melaksanakan pelayanan kesehatan
holistik yang meliputi usaha promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dengan
pendekatan keluarga.Untuk dapat melaksanakan pelayanan kedokteran keluarga
dengan baik,kunjungan rumah ( home visit ) serta perawatan pasien di rumah
( home care )merupakan aspek yang mempunyai peranan penting (Suriyasa et al .,
2010).
2. Tujuan
Umum
Mengetahui gejala, Penanganan, dan Pencegahan penyakit Skizofrenia.
Khusus
Mengidentifikasi permasalahan kesehatan keluarga berdasarkan fungsi keluarga
dan menyusun usulan penatalaksaannya secara holistik dan komprehensif
3. Manfaat
a. Pasien dan keluarga dapat mengetahui gejala dan pentingnya pengobatan
penyakit Skizofrenia secara teratur, serta dapat mencegah terjadinya
penyakit Skizofrenia.
b. Penulis dapat mengetahui pentingnya menjadi dokter keluarga, dan kendala
apa saja yang dialami untuk menjadi dokter keluarga.

Klinik Dokter Keluarga FK UWKS

No. Berkas :

Berkas Pembinaan Keluarga

No. RM

Puskesmas Sukodono, Sidoarjo.

Nama KK

: Tn. P

Tanggal kunjungan pertama kali 19 Agustus 2013,


Nama pembina keluarga pertama kali : dr Lilik
Tabel 1. CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING (diisi setiap kali selesai satu periode
pembinaan )

Tanggal

Tingkat
Pemahaman

Paraf Pembimbing

Paraf

Keterangan

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA


Nama Kepala Keluarga

: Nn. S

Alamat lengkap

: RT 1 RW 1 Desa Jogosatru, kec. Sukodono, Kab


Sidoarjo

Bentuk Keluarga

: Personal

Tabel 2. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah


1.

Tn.

Ayah

Partono

(kepala

2.

Ny.

keluarga)
Ibu

3.

Kaya
Nn.

Pasien

Hadiya

63

Sekolah

tahun

Rakyat

55

SD

tahun
39

SD

Buruh
rumput

tahun

4.

Tn. Aji Adik

5.

Santoso
Tn.
Amir

21

SD

Kuli

pasien
Keponakan L

tahun
23

SMP

Pegawai

pasien

tahun

listrik

Suanto
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA
BAB II
STATUS PENDERTTA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini diambil berdasarkan kasus yang diambil dari penemuan seorang
penderita gangguan jiwa psikotik, berjenis kelamin perempuan dan berusia 39 tahun,
dimana penderita terkena gangguan jiwa psikotik sejak 23 tahun di wilayah puskesmas
Sukodono, Kabupaten Sidoarjo. Mengingat kasus ini banyak ditemukan di masyarakat baik
usia muda maupun usia lanjut pada khususnya di Desa Jogosatru, Kecamatan Sukodono,
Kabupaten Sidoarjo beserta permasalahannya seperti masih kurangnya pengetahuan
masyarakat penyebab terjadinya psikotik serta penanganannya di masyarakat. Oleh karena
itu, penting kiranya bagi penulis untuk memperhatikan dan mencermatinya untuk
kemudian bisa menjadikannya sebagai pengalaman di lapangan.
B. IDENTITAS PENDERITA
Nama

Ny S

Umur

39 tahun

Jenis kelamin

Perempuan

Pekerjaan

Tidak bekerja

Pendidikan'

SD

Agama

Islam

Alamat

RT 1 RW 1 Desa Jogosatru, Sukodono

Suku

Jawa

Tanggal periksa

19 Agustus 2014

C. ANAMNESIS (Heteroanamnesa)
1. Keluhan Utama

Suka berbicara sendiri dan ngomel-ngomel mulai 2 hari yang lalu


2. Riwayat Penyakit Sekarang

Mulai 2 hari yang lalu pasien suka berbicara sendiri. Mengomel dan juga marahmarah sendiri. Pasien juga sering berkata kasar sambil mengatakan diseneni tok, gaji ga
dibayar. Pasien sering bicara ngelantur dan kata-kata yang tidak dapat dimengerti. Pasien
juga ada sering menulis di lantai menggunakan jarinya dan jika ditanya sedang melakukan
apa, pasien akan marah dan mengatakan jangan ganggu, aku lagi kerja. Pasien juga
terkadang suka melamun. Pasien beberapa kali mengatakan melihat seperti ada orang yg
masuk ke dalam rumahnya. Terkadang pasien sambil mengatakan kamu jelek, lapo
mrene dan sambil memukul tembok ataupun sofa. Pasien juga sering keluyuran keluar
rumah karena ada suara-suara yang menyuruh pasien untuk keluar rumah. Biasanya pasien
keluar rumah pada siang hari namun sebelum maghrib pasien pasti sudah kembali ke
rumah tanpa perlu dijemput. Pasien tidak perlu diingatkan untuk makan. Sehari pasien bisa
makan sampai 4 kali. Pasien harus diingatkan untuk mandi. Dalam sehari pasien biasanya
mandi satu kali, lebih sering mandi saat subuh saja.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Pada tahun 1991 pasien dipecat dari pekerjaannya di pabrik benang. Kemudian
pasien pulang kerumah dalam keadaan menangis. Pasien mengatakan sebelumnya memang
sering dimarahi oleh atasannya di pabrik. Setelah itu pasien menjadi lebih pendiam dan
suka melamun sendirian. Beberapa hari kemudian pasien suka marah-marah sendiri sambil
mengatakan jangan kesini lagi. Pasien mulai mengamuk dan suka membenturkan
kepalanya ke tembok. Pasien juga suka mengamuk dan marah-marah pada setiap orang
yang leewat didepan rumahnya. pasien dibawa berobat ke Porong dan dirawat selama 2
bulan. Sepulang dari RS Porong, pasien kembali mengamuk dan juga marah-marah.
Karena keluarga pasien takut pasien akan mencelakai orang lain maka keluarga pasien
memasung pasien di kamar belakang rumahnya. Pasien dipasung 3 tahun. Selama
dipasung pasien sering memukul tembok hingga tembok retak-retak. Setelah 3 tahun
dipasung, pasien dibawa ke RSJ Menur Surabaya. Pasien rawat inap selama 5 bulan.
Setalah itu pasien sempat bolak balik rawat inap di RSJ Menur sebanyak 5 kali sampai

tahun 2014 ini. Terakhir kali rawat inap di RSJ Menur 5 tahun yang lalu. Setelah itu
kontrol rutin di RS Sidoarjo.
- Riwayat trauma : - Riwayat kejang : - Riwayat penggunaan NAPZA : - Riwayat panas tinggi : - Riwayat tekanan darah tinggi : (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluarga dengan penyakit serupa

: Ayah memiliki riwayat gangguan

jiwa tipe neurosis


5. Riwayat Kebiasaan
- Pasien orangnya tertutup dan pendiam. Jadi bila ada masalah pasien jarang cerita
dengan siapapun.
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pasien belum pernah menikah.
Pernah bekerja di pabrik benang 2 tahun. Pasien hanya tamatan sekolah dasar, dan tidak
melanjutkan sekolah dengan alasan biaya. Sekarang pasien sudah tidak bekerja lagi. Untuk
biaya hidup sehari-hari pasien dipenuhi oleh ibu dan juga keponakannya. Ibu pasien
bekerja sebagai buruh rumput dengan penghasilan Rp. 30.000 per hari. Dan bantuan dari
keponakan pasien yang bekerja sebagai pegawai listrik, setiap bulannya Rp. 100.000150.000. Menurut ayah pasien uang ini cukup untuk biaya hidup sehari-hari dan juga untuk
pembelian obat pasien setiap bulannya.
7. Riwayat Gizi
Penderita biasanya makan sehari-hari antara 3-4 kali, dengan nasi sepiring diisi
sayur, tahu tempe dan daging, kadang-kadang disertai telur. Adapun buah tapi jarang
dibeli, seperti pisang atau pepaya. Status gizi lebih.

D. STATUS PSIKIATRI

A. Deskripsi umum
1) Penampilan
Seorang perempuan, usia 39 tahun, perawatan diri kurang, pakaian kurang rapi,
rambut pirang acak-acakan, kulit sawo matang, penampilan sesuai gender, tampak sehat,
gemuk, kontak mata kurang.
2) Perilaku dan aktivitas psikomotor
Pasien tidak mau diwawancara dan cenderung menghindar. Pasien suka mondarmandir didepan pemeriksa.
3) Sikap terhadap pemeriksa.
Pasien tidak kooperatif dan tidak mau menanggapi pertanyaan pemeriksa. Pasien
suka bicara sendiri yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan pemeriksa.
B. Mood dan Afek
Mood

: tde

Afek

: tumpul

C. Karakteristik bicara
Pasien tidak dapat diwawancara. Pasien suka bicara sendiri dengan artikulasi dan
intonasi bicara cukup jelas.
D. Gangguan persepsi
Menurut ibu pasien, pasien pernah mengaku melihat bayangan ataupun juga
mendengar suara- suara yang menyuruh pasien untuk melakukan sesuatu. Halusinasi visual
+, halusinasi auditorik +
E. Pikiran
Bentuk : non realistik
Arus pikiran

: asosiasi longgar

Isi pikir

: waham

F. Kesadaran dan fungsi kognitif


1. Tingkat kesadaran : Kompos mentis
Orientasi

- Orientasi waktu

baik

- Orientasi tempat

baik

- Orientasi orang

tidak baik

Daya konsentrasi
1.

Perhatian

2.

Daya ingat :

: tde

: perhatian pasien mudah teralih. Tidak dapat diwawancara

Jangka panjang

: tde

Jangka pendek

: tde

Segera

: tde

G. Daya nilai
Daya nilai sosial : tde
Uji daya nilai

: tde

Penilaian realitas : tde


H. Tilikan
Derajat I (penyangkalan sama sekali terhadap penyakitnya)
I. Taraf dapat dipercaya
Tidak dapat dipercaya
E. PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum

: Tampak sehat

Kesadaran

: Berubah

Tanda vital

: T : 110/70 mmHg, N : 84x/m, R : 20x/m,


S : 36,3C

Kepala

: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-

Thoraks

: Rhonki -/-, Wheezing -/-

Abdomen

: Datar, lemas, peristaltik (+) normal


Hepar/Lien : Tidak teraba

Ekstremitas

: Edema (-), turgor kembali cepat, akral hangat

B. Pemeriksaan neurologis
GCS

: E4M6V5

TRM

: Tidak ada

Mata

: Gerakan normal searah, pupil bulat isokor, refleks cahaya

+/+
Pemeriksaan Nervus Kranialis
a. Nervus Olfaktorius (N.I)
Tidak dilakukan evaluasi
b. Nervus Optikus (N.II)
Tidak dilakukan evaluasi
c. Nervus Okulomotoris (N.III), Nervus Troklearis (N.IV), dan Nervus
Abducens (N.VI)
Pemeriksa mengamati bahwa pasien memiliki gerakan bola mata yang
wajar (pasien mampu melirikkan bola matanya ke kiri dan ke kanan). Selain
itu, bola mata pasien dapat mengikuti penlight kiri-kanan dan atas-bawah
d. Nervus Trigeminus (N.V)
Pemeriksa mengamati pasien dapat tersenyum, dan wajah simetris.
e. Nervus Facialis (N.VII)
Pemeriksa mengamati pasien dapat tersenyum dan wajah simetris
f. Nervus Vestibulokoklearis (N.VIII)
Pasien beberapa kali mau berbicara dan menjawab pertanyaan pemeriksa.
Hal ini memberi kesan bahwa pendengaran pasien normal. Saat berjalan
pasien terlihat stabil dan tidak terjatuh
g. Nervus Glossofaringeus (N.IX), Nervus vagus (N.X)
Artikulasi pasien jelas, kemampuan menelan normal.
h. Nervus Aksesorius (N.XI)

Pemeriksa mengamati pasien dapat menggerakkan kepalanya ke kiri dan


kanan, hal ini menandakan bahwa fungsi Nervus Aksesorius pasien dalam
keadaan normal
i. Nervus Hipoglosus (N.XII)
Tidak terlihat deviasi saat pasien menjulurkan lidah

Ekstrapiramidal sindrom : Tidak ditemukan gejala ekstrapiramidal


(Tremor, Bradikinensia, Rigiditas)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
G. RESUME
Seorang wanita berumur 39 tahun dikeluhkan oleh keluarganya telah 2 hari ini
marah dan ngomel sendiri. Pasien telah 23 tahun mengidap gangguan jiwa dan rutin
berobat ke RS Sidoarjo. Pada tahun 1991 pasien dipecat dari pekerjaannya. Dan semenjak
itu pasien suka meyendiri selama beberapa hari. Setelah itu pasien mulai suka marahmarah dan bicara ngelantur. Pasien sempat dibawa ke RS Porong. Setelah dari RS Porong
pasien kembali mengamuk dirumah. Kemudian pasien sempat dipasung di kamar belakang
rumahnya selama 3 tahun. Setelah itu pasien sempat rawat inap di RSJ Menur sebanyak
5 kali.kemudian selanjutnya pasien berobat k RS Sidoarjo secara rutin.
Dari pemeriksaan psikiatri didapatkan gangguan proses berpikir, gangguan
persepsi, dan daya tilik terhadap peyakitnya. Dari pemeriksaan fisik pasien tidak
mengalami gangguan.
H. PATIENT CENTERED DIAGNOSIS
Diagnosis Biologis
1. Skizofenia Hebefrenik
Diagnosis Psikologis
Pasien tidak merasa sedang sakit.

Diagnosis Sosial Ekonomi dan Budaya


1. Status ekonomi kurang.
2. Penyakit membuat pasien tidak dapat bekerja lagi.
I. PENATALAKSANAAN
Non Medika mentosa

Dalam bentuk psikoedukasi yaitu menyampaikan informasi kepada keluarga


mengenai kondisi pasien dan menyarankan untuk senantiasa memberi
dukungan selama masa pengobatan, pasien lebih sering diajak berkomunikasi
serta keluarga harus memberi dukungan kepada pasien untuk tidak berpikiran
negatif. Jelaskan kepada keluarga mengenai berbagai kemungkinan penyebab
penyakit, perjalanan penyakit, dan pengobatan sehingga keluarga dapat
memahami dan menerima kondisi pasien untuk minum obat dan kontrol secara
teratur serta mengenali gejala-gejala kekambuhan.

Pastikan pasien berada dalam pengawasan keluarga, untuk menghindari hal-hal


yang tidak diinginkan. Memberikan pengertian kepada keluarga akan
pentingnya peran keluarga pada perjalanan penyakit.

Pendekatan lingkungan dengan melatih pasien untuk bersosialisasi dengan


lingkungan sekitar, seperti melibatkan pasien dalam kegiatan desa yang
sederhana (gotong royong), dan liburan agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan.

Medikamentosa
Clorpromazine
Haloperidol 5mg
Carbamazepin 200mg
Trihexyphenidil 2mg
FOLLOW UP
Tanggal 21 Agustus 2014
S : Penderita masih suka bicara sendiri, masih tidak dapat diajak berkomunikasi.

10

O : KU cukup, compos mentis, gizi lebih


Tanda vital :

T : 130/100mmHg

R :22 x/menit

N :88x/menit

S :36,7C

Status Psikiatri : pasien tidak dapat diwawancara.


A : Skizofrenia Hebefrenik
P : Terapi medlkamentosa, non medika mentosa selain itu juga dilakukan patient
centered management : dukungan psikologis penentraman hati, penjelasan,
basic konseling pada keluarga dan edukasi pasien
BAB III
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA

A. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Psikologi.
Nn.S tinggal serumah dengan ayah, ibu, adik dan keponakannya, Hubungan
mereka terjalin cukup baik.

Fungsi psikologis pasien terganggu akibat dari

penyakit yang dideritanya.


2. Fungsi Sosial
Pasien tidak dapat bersosialisasi sebagaimana orang-orang pada umumnya.
Pasien lebih sering diam dirumah atau jika pergi dari rumah pasien tidak dapat
bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
3. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga berasal dari gaji ibu pasien yaitu Rp. 30.000/hari dan
juga dari keponakannya yang setiap bulan menambahkan uang sebesar Rp.
100.000-150.000. Untuk biaya bidup sehari-hari seperti makan, minum, atau iuran
pasien membayar listrik dan untuk membeli obat untuk pasien

hanya

mengandalkan uang yang ada dan tidak pemah menyisihkannya untuk menabung
ataupun biaya-biaya mendadak. Pasien menggunakan BPJS untuk membantu
membayar biaya pengobatannya.
4. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Penderita termasuk orang yang tertutup sehingga bila mengalami kesulitan
atau masalah penderita lebih memilih untuk memendamnya sendiri. Dan sekarang

11

pasien tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar karena kejiwaan pasien
belum stabil.
B. APGAR SCORE
ADAPTATION
Sebelum sakit pasien merupakan orang yang tertutup dan jarang bercerita bila
ada masalah. Bila ada masalah akan dipendam sendiri. Semenjak sakit pasien tidak
dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Pasien juga tidak bergaul dengan
lingkungan sekitarnya. Pasien tidak merasa bahwa dirinya sakit. Sehingga untuk
pemeberian obat sehari-hari pasien harus didampingi oleh ayah atau ibunya.
PARTNERSHIP
Orang tua, saudara dan tetangga Nn. S mendukung dalam upaya pengobatan
sehingga Nn. S selalu mendapatkan pengobatan setiap bulannya.
GROWTH
Nn. S tidak menyadari jika ia sakit. Sehingga pasien tidak tahu apakah
penyakitnya ini mengganggu aktivitasnya sehari-hari atau tidak.
AFFECTION
Keluarga dan tetangga Nn. S memberikan support penuh terhadap pengobatan
Nn. S.
RESOLVE
Keluarga dan tetangga Nn. S cukup memberikan perhatian kpada Nn. S
APGAR Nn. S Terhadap Keluarga

Sering/ Kadang-

Jarang/

selalu

Tidak

kadang

Tidak
dapat

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke

dievaluasi

keluarga saya bila saya menghadapi masalah


Saya puas dengan cara keluarga saya

membahas dan membagi masalah dengan saya

12

Saya puas dengan cara keluarga saya menerima


dan

mendukung

keinginan

saya

untuk

melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang


A

baru
Saya

puas

dengan

cara

mengekspresi-kan kasih
merespon emosi saya
R

keluarga

saya

sayangnya

dan

seperti

kemarahan,

perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya

membagi waktu bersama-sama


Fungsi keluarga tidak dapat dievaluasi.
C. SCREEM
SUMBER

PATHOLOGY

KET

Interaksi sosial yang cukup baik antar anggota


Sosial

keluarga juga masyarakat cukup meskipun banyak +


keterbatasan
Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik,
hal ini dapat dilihat dari pergaulan sehari-hari baik
dalam keluarga maupun di lingkungan, banyak

Cultural

tradisi budaya yang masih diikuti. Sering mengikuti +


acara-acara yang bersifat hajatan, sunatan, nyadran
dll. Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan

Religius

kesopanan
Pemahaman agama cukup.

Dengan rajin sholat

Agama menawarkan pe- dengan keadaan sekarang.


ngalaman spiritual yang

haik untuk ketenangan individu yang tidak didapatkan dari yang lain
Ekonomi

Ekonomi keluarga ini tergolong menengah ke +


bawah, untuk kebutuhan primer sudah bisa
terpenuhi,

meski

belum

kebutuhan

sekunder

mampu

rencana

mencukupi

ekonomi

tidak

13

memadai,

diperlukan

skala

prioritas

untuk

pemenuhan kebutuhan hidup


Tingkat pendidikan dan pengetahuan pasien masih
Edukasi

rendah.

Kemampuan

untuk

memperoleh

dan

memiliki fasilitas pendidikan seperti buku-buku,


koran terbatas.
Pelayanan kesehatan

puskesmas

memberikan

perhatian khusus terhadap kasus pendenta


Tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan
Medical

yang

lebih

balk

Dalam

mencari

pelayanan -

kesehatan keluarga ini biasanya menggunakan


Puskesmas dan hal ini mudah dijangkau karena
puskesmas terdekat.
Keterangan
Ekonomi (+) artinya Nn. S masih menghadapi permasalahan dalam hal
perekonomian. Hal ini dapat dilihat dari Nn. S yang sudah tidak bekerja lagi dan
tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Religius (+) artinya Nn. S masih mempunyai

masalah dalam bidang agama,

karena pasien tidak lagi menjalankan perintah Nya dan pasien serta keluarganya
lebih percaya hal-hal gaib.
Edukasi (+) artinya Nn. S juga menghadapi permasalahan dalam bidang
pendidikan. Nn. S hanya tamatan SD.
Sosial (+) artinya Nn S tidak mampu bersosialisasi dengan keluarga dan tetangga.
Kultural (+) Nn. S sudah tidak mampu mengikuti kegiatan-kegiatan di sekitar
lingkungannya
Medical (-) Nn. S memiliki kartu jaminan kesehatan sehingga penderita mudah
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

14

D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA


Alamat

: Desa Jogosatru, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidoarjo

Bentuk Keluarga : -

Diagram 1. Genogram Keluarga Nn S, Dibuat tanggal 23 agustus 2014

Keterangan
Nn. S : Penderita
Tn. P : Ayah penderita

15

BAB IV
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KESEHATAN
A. Identiflkasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
1. Faktor Perilaku Keluarga
Nn S adalah anak ke 2 dari 4 bersaudara. Penderita sekarang tidak bekerja
semenjak 23 tahun yang lalu. Pasien juga tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan
sekitarnya. Menurut ibu pasien, pasien juga tidak merasa sedang sakit.
2. Faktor Non Perilaku
Dipandang dari segi ekonomi, Nn.S termasuk ekonomi menengah kebawah.
Karena sumber penghasilannya hanya dari pekerjaan ibunya sebagai buruh rumput dan
batuan dari keponakannya.
Rumah yang dihuni Nn. S kurang memadai karena kurang memenuhi standar
kesehatan, Lantai sudah ada yang dikeramik dan masih ada yang hanya di semen,
pencahayaan ruangan kurang, ventilasi kurang. Sampah rumah dibuang ditempat
pembuangan sampah yang ada di depan rumah.
B. Identifikasi Lingkungan Rumah
Gambaran Lingkungan
Rumah Nn. S ini tinggal di sebuah rumah berukuran 9 x 5 m 2 menghadap ke
Barat. Memiliki pekarangan rumah yang cukup luas namun tidak ada pagar pembatas.
Terdiri dari teras, ada ruang tamu, 4 kamar tidur, dapur, dan kamar mandi + WC.
Terdiri d1ari pintu keluar, yaitu 1 pintu depan. Jendela ada 3 buah, 2 buah di ruang
tamu, 1 jendela kamar tidur ayah pasien. Semuanya jarang dibuka.

16

Di depan rumah terdapat teras yang berukuran 1,5 x 5 m2. Lantai rumah ada
yang terbuat dari keramik ada yang masih terbuat dari semen. Ventilasi dan penerangan
rumah kurang. Atap rumah tersusun dari genteng, dan ditutup plafon namun ada bagian
yang berlubang. Kamar penderita tidak didapatkan tempat tidur maupun dipan. Hanya
berupa kamar kosong dan terdapat beberapa pakaian yang digantung di dinding
Dinding rumah terbuat dari batu bata yang sudah dicat permanen. Perabotan rumah
tangga minim. Sumber air untuk kebutuhan sehari-harinya Nn S menggunakan sumur.
Secara keseluruhan kebersihan rumah masih kurang. Sehari-hari ibu pasien memasak
menggunakan kompor gas.

Denah Rumah Pasien

17

A. Gambaran tempat tinggal penderita. ( warisan keluarga )


Tampak dalam

kamar tidur penderita

18

Tampak dalam
Dapur

Tempat pasien pernah dipasung

19

Kamar Mandi

Foto dengan keluarga pasien

20

BAB
V
DAFTAR MASALAH
Masalah Aktif :
A. Skizofrenia Hebefrenik
B. Mengamuk dan mengomel
Faktor resiko:
A.Genetik
B. stressor dari pekerjaan

DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN


( Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada dengan
faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien )

Genetik

21

Stressor dari
masalah keluaga

Nn. Suwanti
39 tahun

Stressor dari
pekerjan

Stressor dari
masalah keuangan

BAB VI
PATIENT MANAGEMENT
A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT
A.1

RENCANA PROMOSI DAN PENDIDIKAN KESEHATAN KEPADA


PASIEN DAN KEPADA KELUARGA

Berperilaku hidup sehat. Menghindari stress.


Aktivitas fisik dan olahraga yang teratur seperti berjalan-jalan di sekitar rumah agar
terhindar dari stress.
Harus menggunakan obat-obat anti psikotik secara teratur.
Kontrol ke sarana kesehatan terdekat baik Rumah Sakit maupun puskesmas.
Tidak stres fisik maupun psikologis (banyak pikiran) dalam mengahadapi suatu
masalah.

22

A.2

RENCANA EDUKASI PENYAKIT KEPADA PASIEN DAN KEPADA


KELUARGA

Menjelaskan kepada pasien segala tentang Penyakit skizofrenia. Dimana


skizofrenia dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, trauma kepala,
penyakit lainnya, perilaku hidup pasien dan tingkat stres pasien atau pikiran yang
banyak.
Pada penderita skizofrenia, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan
difokuskan pada pengontrolan stress dari pasien itu sendiri. Pengontrolan tekanan
stress adalah menjadi kunci program pengobatan yaitu dengan berdoa, beraktifitas,
dan hal-hal positif yang dapat dilakukan untuk menhindari stress. Jika hal ini
mencapai hasil yang diharapkan maka dapat mengontrol stress dan kejadian
skizofrenia itu sendiri.
Pengobatan pasien skizofrenia haruslah dilakukan sedini mungkin untuk mencegah
penelantaran diri lebih lanjut pada pasien skizofrenia. Sangat dianjurkan melakukan
konseling dan manajemen stress untuk menghindari skizofrenia.
A.3

ANJURAN-ANJURAN PROMOSI KESEHATAN PENTING YANG


DAPAT MEMBERI SEMANGAT/MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN
PADA PASIEN

Pasien diberi nasehat bahwa skizofrenia dapat dikontrol dengan cara pengendalian
atau manajemen stress yang baik Oleh karena itu pasien dianjurkan :
Pasien melakukan konseling bila sedang mengalami masalah.
Pasien menghindari stressor.
Pasien harus beraktivitas yang positif untuk mengalihkan pikiran dari stressor.
Pasien harus rajin kontrol ke sarana kesehatan terdekat baik puskesmas maupun
rumah sakit.
Pasien harus mau menggunakan obat-obat anti psikotik secara teratur.

23

Pasien tidak boleh merasa stres fisik dan stres psikis, yaitu harus istirahat cukup
dan tidak boleh banyak pikiran.

B. PENGOBATAN
Medikamentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera dalam
penatalaksanaan.

BAB VII
TINJAUAN PUSTAKA SKIZOFRENIA HEBEFRENIK
A. Definisi
Skizofrenia

adalah satu istilah untuk beberapa gangguan yang ditandai dengan

kekacauan kepribadian, distorsi terhadap realitas, ketidakmampuan untuk berfungsi dalam


kehidupan sehari-hari (Atkinson dkk, 1992), perasaan dikendalikan olehn kekuatan dari
luar dirinya, waham/delusi, gangguan persepsu (PPDGJ, 1983)
Gangguan skizoprenia ini terdapat pada semua kebudayaan dan mengganggu di
sepanjang sejarah, bahkan pada kebudayaan-kebudayaan yang jauh dari tekanan
modern sekalipun. Umunya gangguan ini muncul pada usia yang sangat muda, dan
memuncak pada usia antara 25-35 tahun. Gangguan yang muncul dapat terjadi secara

24

lambat atau dating secara tiba-tiba pada penderita yang cenderung suka menyendiri
yang mengalami stress (Atkinson dkk, 1992)
Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan
afektif yang tampak jelas dan secara umum juga dijumpai waham dan halusinasi
yang bersifat mengambang serta terputus-putus (fragmentary), perilaku yang tidak
bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, serta umumnya maneurisme (Depkes
RI, 1993:111-112).
Skizofrenia hebefrenik disebut juga disorganized type atau kacau balau yang
ditandai dengan inkoherensi, affect datar, perilaku dan tertawa kekanak-kanakan,
yang terpecah-pecah, dan perilaku aneh seperti menyeringai sendiri, menunjukkan
gerakan-gerakan aneh, mengucap berulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik
diri secara ekstrim dari hubungan sosial (Dadang Hawari, 2001:64-65).
B. Etiologi
Etiologi Skizofrenia Hebefrenik pada umumnya sama seperti etiologi skizofrenia
lainnya. Dibawah ini beberapa etiologi yang sering ditemukan :
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi
seperti harga diri rendah antara lain :
a. Faktor genetik
Telah diketahui bahwa secara genetis skizofrenia diturunkan melalui kromosomkromosom tertentu. Tetapi kromosom yang ke berapa menjadi faktor penentu
gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen
skizofrenia ada dikromosom no. 6 dengan kontribusi genetik tambahan no. 4, 8, 15
dan 22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia
sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizigot
peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami
skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofreia maka peluangnya
menjadi 35%.
b. Faktor neurologis

25

Ditemukan bahwa korteks prefrotal dan korteks limbik pada klien skizofrenia tidak
pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien skizofrenia terjadi
penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmiter yang
ditemukan tidak normal khususnya dopamine, serotonine, dan glutamat.
c. Studi neurotransmitter
Skizofrenia

diduga

juga

disebkan

oleh

adanya

ketidakseimbangan

neurotransmiter dopamine yang berlebihan.


d. Teori Virus
Paparan virus influenza pada trimester 3 kehamilan dapat menjadi factor
predispossisi skizofrenia.
e. Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi skizofrenia
antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu pencemas, terlalu melindungi,
dingin dan tidak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan
anaknya.
2. Faktor Prespitasi
Faktor-faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
a. Berlebihannya proses inflamasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghantaran listrik di saraf terganggu.
c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan
perilaku.

C. Tanda dan Gejala


Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase
prodromal, fase aktif dan fase residual.
Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifik yang lamanya
bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik
menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi
sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri. Perubahan
perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga dan

26

teman, mereka akan mengatakan orang ini tidak seperti yang dulu. Semakin
lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya.
Pada fase aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah
laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir
semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan
gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi
atau terus bertahan.
Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama
dengan fase prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya sudah berkurang.
Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, penderita
skizofrenia juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara
spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi,
konsentrasi, hubungan sosial).
Pada Skizofrenia Hebefrenik kita dapat melihat tanda dan gejala yang
khas, antara lain;
1. Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa
maksudnya.
2. Alam perasaan yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi atau ketololtololan.
3. Perilaku dan tertawa kekenak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa puas
diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri.
4. Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik tidak terorganisasi sebagai suatu
kesatuan.
5. Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak terorganisasi sebagai
satu kesatuan.
6. Gangguan proses berfikir
7. Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan
aneh, berkelakar, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan cenderung
untuk menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial (Dadang Hawari,
2001 :640).
Gejala-gejala pencetus respon biologis :

27

Kesehatan : nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan irama sirkadian,


kelelahan, infeksi, obat-obatan sistem saraf pusat, kurangnya latihan dan
hambatan untuk menjangkau layanan kesehatan.

Lingkungan : lingkungan yang memusuhi, masalah rumah tangga, kehilangan


kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari,
kesukaran berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya
dukungan sosial, tekanan kerja, stigmasisasi, kemiskinan, kurangnya alat
transportasi dan ketidakmampuan mendapatkan pekerjaan.

Sikap/perilaku : merasa tidak mampu, putus asa, merasa gagal, kehilangan


kendali diri(demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala
tersebut, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia
maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif,
perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidakadekuatan
penanganan gejala.
Beberapa tanda dang gejala yang paling sering ditemukan pada pasien-pasien
Skizofrenia Hebefrenik adalah,

Waham; yaitu suatu keyakinan yang salah yang tidak sesuai dengan latar
belakang sosial budaya serta pendidikan pasien, namun dipertahankan oleh
pasien dan tidak dapat ditangguhkan.
Halusinasi; gangguan persepsi ini membuat pasien skizofrenia dapat melihat
sesuatu atau mendengar suara yang tidak ada sumbernya. Halusinasi yang
sering terdapat pada pasien adalah halusinasi auditorik (pendengaran).
Terkadang juga terdapat halusinasi penglihatan dan halusinasi perabaan.
Siar pikiran, yaitu pasien merasa bahwa pikirannya dapat disiarkan melalui
alat-alat bantu elektronik atau merasa pikirannya dapat dibaca oleh orang
lain. Terkadang pasien dapat mengatakan bahwa dirinya dapat berbincangbincang dengan penyiar televisi maupun radio. Beberapa pasien juga
mengatakan pikirannya dimasuki oleh pikiran atau kekuatan lain atau
ditarik/diambil oleh kekuatan lain.

D. Psikofisiologi

28

1.

Tahapan halusinasi dan delusi yang biasa menyertai gangguan jiwa.


a. Tahap Comforting
Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, klien
biasanya mengkompensasikan stresornya dengan koping imajinasi
sehingga merasa senang dan terhindar dari ancaman.

b. Tahap Condeming
Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makin meninggi selanjutnya
klien merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa takut apabila orang lain
ikut mendengarkan apa-apa yang ia rasakan sehingga timbul perilaku
menarik diri ( with drawl ).
c. Tahap Controling
Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang timbul
tetapi suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga menyebabkan
klien susah berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang
klien merasa sangat kesepian atau sedih.
d. Tahap Conquering
Klien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak
diikuti perilaku klien dapat bersifat merusak atau dapat timbul perilaku
suicide.
2. Waham
Kelompok ini ditandai secara khas oleh berkembangnya waham yg umumnya
menetap dan kadang-kadang bertahan seumur hidup. Waham dapat berupa
waham kejaran, hipokondrik, kebesaran, cemburu, tubuhnya dibentuk secara
abnormal,merasa dirinya bau dan homoseks. Tidak dijumpai Gangguan lain,
hanya depresi bisa terjadi secara intermitten. Onset biasanya pada usia
pertengahan, tetapi kadang-kadang yg berkaitan dgn bentuk tubuh yang salah
dijumpai pada usia muda. Isi waham dan waktu timbulnya sering dihubungkan
dengan situasi kehidupan individu, misalnya waham kejaran pada kelompok
minoritas. Terlepas dari perbuatan dan sikapnya yang berhubungan dengan

29

wahamnya, afek dan pembicaraan dan perilaku orang tersebut adalah


normal.Waham ini minimal telah menetap selama 3 bulan.
E. Diagnosis
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia ;
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja
atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis. Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa
gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan : Perilaku yang tidak
bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada
kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan
hampa tujuan dan hampa perasaan;
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering
disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied),
senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty
manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara
bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang
diulang-ulang (reiterated phrases).
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta
gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin
ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and
hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination)
hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan
ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of
purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat
terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang
memahami jalan pikiran pasien. Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai
skizofrenia tipe terdisorganisasi.

F. Penatalaksanaan

30

Terapi Somatik (Medikamentosa)


----Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan
pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba
beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat
antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama
diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama
yang efektif untuk mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik
yang dikenal saat ini, yaitu : antipsikotik konvensional, newer atypical
antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).
a. Antipsikotik Konvensional
----Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional.Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering
menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional
antara lain :
1. Haldol (haloperidol)

5. Stelazine ( trifluoperazine)

2. Mellaril (thioridazine)

6. Thorazine ( chlorpromazine)

3. Navane (thiothixene)

7. Trilafon (perphenazine)

4. Prolixin (fluphenazine)
----Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer
atypical antipsycotic.
----Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama,
pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat
menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti.
Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian
antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil
secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang
lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot
formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu
di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation
ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.

31

b. Newer Atypcal Antipsycotic


----Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip
kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan
dengan antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :

Risperdal (risperidone)

Seroquel (quetiapine)

Zyprexa (olanzopine)

Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasienpasien dengan Skizofrenia.
c. Clozaril
----Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal
yang pertama. Clozaril dapat membantu 25-50% pasien yang tidak merespon
(berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril
memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus
yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang
berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril
harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli
merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat
antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.

Cara penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis)
yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis
yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat
psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya
dimana profil efek samping belum tentu sama.

32

Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek
samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak
begitu mengganggu kualitas hidup pasien
Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari

sampai

mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) dievaluasi setiap 2


minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu
(stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu dosis maintanance dipertahankan 6 bulan
sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu) tapering off (dosis
diturunkan tiap 2-4 minggu) stop
Untuk pasien dengan serangan sindroma psikosis multi episode terapi
pemeliharaan dapat diberikan palong sedikit selama 5 tahun.
Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari
setelah dosis terakhir yang masih mempunyai efek klinis.
Pada umumnya pemberian obat psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3
bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk
psikosis reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala
dalam kurun waktu 2 minggu - 2bulan.
Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun
diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil
sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound
yaitu: gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain.

33

Keadaan ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas
atrofin 0,25 mg IM dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari)
Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang
tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi
oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru
ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan. Pambarian anti psikosis long acting hanya
untuk terapi stabilisasi danpemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.
Penggunaan CPZ (Chlorpromazine) injeksi sering menimbulkan hipotensi
ortostatik pada waktu peubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade).
Tindakan mengatasinya dengan injeksi noradrenalin (effortil IM)--Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama
Newer atypical antipsycoic merupakan terapi pilihan untuk penderita
Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan
resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah.
Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai
bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan
obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2
kali lebih lama pada Clozaril)
Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting
untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang
penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat
tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis menambah obat
untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya
lebih rendah.
Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat
mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4
minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai
anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat
obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer
atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik

34

atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi
dengan obat-obatan diatas gagal.
Pengobatan Selama fase Penyembuhan
Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah
sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang berhenti minum obat
setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan
pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama
12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang menderita
Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total pada episode pertama
membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa penghentian
pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya
penyakit.
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama,
sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin
masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek
samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan
kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan
akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah
tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat
antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk
mencegah atau mengobati efek samping ini.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi
pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace.
Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan
dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan
antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan
mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi
seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obatobatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis

35

efektif terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang efek
sampingnya lebih sedikit.
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang
memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik
atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome,
dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat
menimbulkan komplikasi berupa demam, penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini
membutuhkan penanganan yang segera.
Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial
untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan
praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan
pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak
istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku
maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan
dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia kembali seringkali
mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari).
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi
keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali,
anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena
skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu
optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari
penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.-Ahli terapi harus membantu keluarga
dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah
penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan
relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik.

36

Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan
terapi keluarga.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi
secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi
kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin
dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu
bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam
pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi akan membantu dan
menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi
pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami
pasien. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak
emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang
diinterpretasikan oleh pasien.
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di
dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit
dilakukan, pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban
dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi
jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah
sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah
lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama
yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan
adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,
manipulasi, atau eksploitasi.
Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau

37

membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi


kebutuhan dasar.
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan
efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan
penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumah sakit harus direncanakan. Dokter
harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang
skizofrenia.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka
menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari
keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana
pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah
kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial.
Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas
perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien
kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.

G. Prognosis
Prognosis untuk skizofrenia hebefrenik sama dengan skizofrenia tipe lainnya,
prognosisnya pada umumnya kurang begitu menggembirakan. Sekitar 25% pasien
dapat kembali pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat
prodromal (sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah
pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada
diantaranya, ditandai dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi
dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia
1.Keluarga
Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari keluarganya. jangan
membeda-bedakan antara orang yang mengalami Skizofrenia dengan orang yang
normal, karena orang yang mengalami gangguan Skizofrenia mudah tersinggung.
2.Inteligensi
Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi yang tinggi akan
lebih mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang inteligensinya rendah.

38

3.Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil pasien
(kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi
mental yang cukup normal. Kedua antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek
merugikan yang mengganggu dan serius. Namun pasien skkizofrenia perlu di beri
obat Risperidone serta Clozapine.
4.Reaksi Pengobatan
Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi terhadap obat lebih
bagus perkembangan kesembuhan daripada orang yang tidak bereaksi terhadap
pemberian obat.
5.Stressor Psikososial
Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari luar, maka akan mempunayi dampak
yang positif, karena tekanan dari luar diri individu dapat diminimalisir atau
dihilangkan. Begitu pula sebaliknya apabila stressor datangnya dari luar individu dan
bertubi-tubi atau tidak dapat diminimalisir maka prosgnosisnya adalah negatif atau
akan bertambah parah.
6.Kekambuhan
Penderita skizofrenia yang sering kambuh prognosisnya lebih buruk.
7.Gangguan Kepribadian
Prognosis untuk orang yang mempunyai gangguan kepribadian akan sulit
disembuhkan. Besar kecilnya pengalaman akan memiliki peran yang sangat besar
terhadap kesembuhan.
8.Onset
Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset yang lambat dan
akut, sedangkan onset yang tidak jelas memiliki prognosis yang lebih baik.
9.Proporsi
Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional) mempunyai prognosis
yang lebih baik dari pada penderita yang bentuk tubuhnya tidak proporsional.
10.Perjalanan penyakit
Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase prodromal prognosisnya lebih baik
dari pada orang yang sudah pada fase aktif dan fase residual.

39

11.Kesadaran
Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia adalah jernih. Hal inilah
yang menunjukkan prognosisnya baik nantinya.

40

Prognosis Baik
Onset lambat

Prognosis Buruk
Onset muda

Tidak ada factor pencetus

Onset tidak jelas

Riwayat

Faktor pencetus
yang jelas

Onset akut

Riwayat

sosial,

seksual

premorbid yang

buruk

Gejala gangguan

Tidak

menikah,

depresif)

Sistem

pendukung

Menikah

Gejala negatif

Riwayat keluarga

Tanda

gangguan mood
Sistem
pendukung yang
baik

Gejala positif

yang

buruk

bercerai

atau janda/ duda

mood (terutama
gangguan

Prilaku menarik diri atau


autistic

baik

dan

pekerjaan premorbid yang

dan

pekerjaan

social

dan

gejala

neurologist

Riwayat trauma perinatal

Tidak ada remisi dalam 3


tahun

Banyak relaps

Riwayat penyerangan

BAB VIII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Segi Biologis:

41

Nn S 39 tahun menderita penyakit Skizofrenia Hebefrenik.

Status gizi Nn S termasuk lebih.

Rumah dan lingkungan sekitar keluarga Ny R kurang sehat.

2. Segi Psikologis:
-

Hubungan antara anggota keluarga kurang terjalin dengan baik terutama kepada
saudara sekandung anak keduanya begitu pula dengan hubungan masyarakat.

Pengetahuan akan penyakit skizofrenia yang masih kurang yang berhubungan


dengan tingkat penyebab dan akibat yang akan terjadi.

Tingkat kepatuhan dalam mengkonsumsi obat bisa dilakukan dengan kurang,.

3. Segi Sosial:
-

Problem ekonomi masih menjadi kendala pada penderita ini.

4. Segi fisik:
-

Rumah dan lingkungan sekitar keluarga Nn.S kurang sehat.

B. SARAN
SARAN
Harus meningkatkan lagi kualitas dan kuantitas petugas kesehatan untuk
melakukan kunjungan rumah pasien agar proses pelayanan kesehatan dapat
berlangsung lebih baik dan lancar.
Sosialisasi tentang pelaksanaan kunjungan rumah kepada petugas kesehatan dan
masyarakat harus lebih ditingkatkan agar tercapai pelaksanaan pelayanan yang
holistik.
Dalam penanganan penyakit pasien tidak hanya dilihat dari sisi fisik saja melainkan
secara holistic.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, HI, Sadock BJ, Greb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis Psikiatri,
ed 7, vol 1, Binarupa aksara, 1997

42

2. Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan


Ringkasan dari PPDGJ III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atmajaya, Jakarta, 2001.
3. Kusumawardhani A, Husain AB, dkk. Buku Ajar Psikiatrik. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. Hal 13
4. Nurmah, Islamiyah N, dkk. Psikotik dan Skizofrenia. 12 April 2011. Diunduh dari:
http://id.scribd.com/doc/74666207/PSIKOTIK-lengkap
5. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi ke-2.
Cetakan 2010. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010. Hal 147-16
6. Tirtakusuma A, Nugraha A, dkk. Bisikan Gaib. 29 Februari 2012. Diunduh dari:
http://id.scribd.com/doc/83142602/4/Menjelaskan-definisi-gangguan-psikotik
7. News Medical. Apa Penyebab Psikosis. 1 November 2012. Diunduh dari:
http://www.news-medical.net/health/What-Causes-Psychosis-(Indonesian).aspx
8. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi ke-2.
Cetakan 2010. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010. Hal 169-187
9. News Medical.

Psikosis Patofisiologi. 1 November 2012. Diunduh dari:

http://www.news-medical.net/health/Psychosis-Pathophysiology-(Indonesian).aspx
10. Kusumawardhani A, Husain AB, dkk. Buku Ajar Psikiatrik. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. Hal 38
11. Hawari HD. Pendekatan holistic pada gangguan jiwa skizofrenia. Edisi ke-2. Cetakan
3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
12. Maramis WF. Ilmu kedokteran jiwa. Cetakan 6. Jakarta: Airlangga University Press,
1994

43

Anda mungkin juga menyukai