Anda di halaman 1dari 16

TUBERKULOSIS DISEMINATA (DISSEMINATED TUBERCULOSIS)

Suatu Pengalaman 10 Tahun di Pusat Kesehatan


Jann-Yuan Wang, MD, Po-Ren Hsueh, MD, Shu-Kuan Wang, BS, I-Shiow Jan, MD, Li-Na Lee, MD,
PhD, Yuang-Shuang Liaw, MD, PhD, Pan-Chyr Yang, MD, PhD, and Kwen-Tay Luh, MD, PhD

Abstrak: Tuberkulosis Diseminata (Disseminated tuberculosis) merupakan suatu tantangan


diagnosis karena presentasi penyakit ini tidak spesifik. Dalam Penelitian retrospektif saat ini,
penulis mendeskripsikan karakteristik klinis dan outcome tuberkulosis diseminata. Dari Januari
1995 hingga Desember 2004, pasien dengan tuberculosis yang dikonfirmasikan melalui kultur
yang memenuhi kriteria tuberkulosis diseminata ini diseleksi dan rekam mediknya ditinjau.
Isolasi klinis pasien adalah genotype. Sebanyak 3058 pasien dengan tuberculosis yang
dikonfirmasikan melalui kultur, 168 diantaranya (5,4%) merupakan penyakit diseminata; 14,0
pasien mengalami sindrom imunodefisiensi. Temuan radiografi terbanyak adalah lesi paru milier
(47,0%); sebanyak 31,1% pasien meninggal dunia pada akhir penelitian. Faktor diagnosis yang
buruk

meliputi

hipoalbumin,

hiperbilirubinemia,

insufisiensi

ginjal,

dan

pengobatan

antituberkulosis yang terlambat. Temuan klinis mengungkapkan bahwa tuberculosis diseminata


adalah lesi paru milier, serum feritin > 1000 mg/L, penyakit hati infiltratif dan kadar kalsium >
2,6 mmol/L. Secara simultan menunjukkan kultur mycobacterial dan pemeriksaan histopatologi
biopsy sumsum tulang belakang bersifat lebih sensitif dan lebih cepat dibandingkan tampilan
kultur darah mycobacterial dalam mendiagnosa tuberkulosis diseminata. Sebanyak 64 isolat
Mycobacterium tuberculosis; 47 (73,4%) adalah cluster (kelompok) dan 27 (42.2%) adalah
keluarga Beijing. Karena diagnosis semakin memburuk pada pasien dengan keterlambatan
pengobatan, diperlukan indeks tinggi pada pasien yang dicurigai (disuspek), khususnya pada
pasien dengan temuan klinis yang mengungkapkan adanya tuberkulosis diseminata.
(Medicine 2007;86 :3946)
Singkatan: AIDS = acquired immunodeficiency syndrome, ALP = alkaline phosphatase, ESRD =
end-stage renal disease, GGT = gamma glutamyltransferase, HIV = human immunodeficiency
virus, TB = tuberculosis.
1

PENDAHULUAN
Walaupun tuberculosis ekstrapulmoner (TB) telah diamati selama bertahun-tahun, insidensi pasti
TB diseminata masih belum jelas. TB diseminata didefinisikan sebagai infeksi tuberculosis
meliputi aliran darah, sumsum tulang belakang, hati, atau 2 atau sisi paru yang terkontaminasi,
atau TB milier, Gejalanya bersifat tidak spesifik dan durasi gejala sebelum diagnosis
ditegakkan.7,16,18,20,22,26 Oleh karena itu, penyakit ini memiliki varietas penyakit dan memerlukan
tingginya indeks suspek. Dari semua kasus TB diseminata ditemukan saat autopsy, sebanyak
33%80% tidak ditemukan saat antemortem.28 Selain itu, penelitian sebelumnya mengungkapkan
bahwa misdiagnosis menyebabkan tertundanya pengobatan selama 1-8 hari yang menyebabkan
tingginya angka mortalitas.4,9,30 Oleh karena itu, peneliti mengadakan penelitian saat ini untuk
mendeskripsikan karakteristik klinis dan outcome pasien dengan TB diseminata.
PASIEN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan pada 1500 pasien di pusat kesehatan rujukan di Taiwan Utara .
TB diseminata didiagnosa pada pasien yang mempunyai kondisi sebagai berikut:
1. Isolasi Mycobacterium tuberculosis dari darah, sumsum tulang belakang,
specimen biopsy hati atau 2 organ yang tidak menular 5
2. Isolasi M. tuberculosis dari 1 organ dan demonstrasi histology menunjukkan
inflamasi granulamatosa dari sumsum tulang belakang, specimen biposi hati, atau
organ yang tidak menular lainnya
3. Isolasi M. tuberculosis dari 1 organ dan temuan radiografik paru menunjukkan
lesi milier 2,22
Seorang pasien dengan isolasi abses hepatik Tuberkulosa atau tuberculoma lebih baik
dimasukkan dalam penelitian ini dibandingkan keterlibatan hepatik diffuse.1 Keterlibatan dua sisi
nodus limfe servikal dan paru-paru dikenal sebagai penyakit loco-regional dibandingkan dengan
penyakit diseminata.34 Peneliti meneliti laboratorium mycobacterial dan database histologi dari
Januari 1995 hingga Desember 2004. Pasien yang memenuhi kriteria TB diseminata dimasukkan
dalam penelitian ini dan rekam medik ditinjau. Isolat M. tuberculosis dari pasien tersebut di
subkultur pada Lowenstein-Jensen media, diinkubasi pada suhu 37
dengan

CO2 5%10%, dan genotype menggunakan spoligotyping

C dalam atmosfer aerob


14

. Strains yang hanya

dihibridasi hingga akhir 9 spacer oligonucleotides (spacers 3543) didefenisikan sebagai


keluarga Beijing 12. Suatu cluster didefenisikan sebagai kelompok 2 atau lebih isolat dari sidik
2

jari DNA yang sama. Penelitian mycobacteriologic rutin, meliputi pewarnaan acid-fast smear,
kultur mycobacterial, dan uji kepekaan obat, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.31 Isolasi
medium mycobacterial primer adalah medium Lowenstein-Jensen (BBL, Becton Dickinson,
Sparks, MD) sebelum 1996; setelah 1996, Middlebrook 7H11 agar selektif dengan antimicrobial
(Remel Inc., Lexena, KS). Tehnik fluorometric BACTEC (BACTEC Mycobacterium Growth
Indicator Tube [MGIT] 960 system, BectonDickinson, Sparks, MD) ditambahkan setelah juli
1998.
Jumlah serum kalsium disesuaikan dengan menambahkan 0,2 mmol/L setiap 1 g/dL
menurunkan serum albumin dibawah 4 g/dL

25.

Penyakit hati infiltratif didefinisikan jika serum

alkaline phosphatase (ALP) meningkat hingga >440 U/L (normal = 106 U/L). Standar
pengobatan anti tuberculosis terdiri atas isoniazid, ethambutol, rifampicin, dan pyrazinamide
(HERZ) dalam fase induksi 2 bulan dan dalam fase pemeliharaan adalah HER , dan dimodifikasi
berdasarkan adanya penyakit hepatik dan/atau penyakit ginjal, efek samping dan hasil uji
kepekaan obat setelah tersedia. Pada pasien dengan penyakit hati, penggunaan pyrazinamide
dihilangkan. Fase pemeliharaan adalah 4 bulan secara umum, tetapi pemanjangan hingga 7 bulan
pada pasien dengan keterlibatan TB tulang. Multidrug-resistant TB didefenisikan sebagai TB
yang resisten terhadap isoniazid dan rifampicin, yang telah diobati sedikitnya 18 bulan.
Pengobatan antituberculosis dipertimbangkan lebih awal jika dimulai dalam 14 hari setelah
kunjungan pertama, dan dinilai selesai/lengkap pengobatan sesuai dengan kriteria definisi World
Health Organization33. Semua kematian diidentifikasi melalui peninjauan rekam medik dalam
rumah sakit peneliti atau yang diambil melalui jaringan National Surveillance Network of
Communicable Disease (Centers for Disease Control, Taiwan). Semua pasien di follow-up
hingga selesai pengobatan, meninggal, atau hingga Juni 2005 (akhir penelitian).
Perbedaan Intergroup dianalisa menggunakan ANOVA (variable berkelanjutan) atau uji
chi-square (variabel kategorikal). Kurva penelitian satu tahun untuk masing-masing variabel
dengan prognostik kemungkinan signifikansi dihasilkan melalui metode Kaplan-Meier dan
dibandingkan menggunakan uji logrank. Perbedaan signifikan (p < 0.05) dicapai, variabel
kemudian dimasukkan dalam analisis survival multivariat menggunakan regresi langkah
stepwise forward Cox untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang secara bebas berhubungan
dengan mortalitas.
HASIL
3

Dari januari 1995 hingga Desember 2004, total pasien adalah 3058 dengan TB yang
diidentifikasi terkonfirmasi dari kultur. Melaui hal ini, sebanyak 164 (5,4%) memenuhi kriteria
diagnostik untuk TB diseminata. Uji laboratorium untuk human immunodeficiency virus (HIV)
dilakukan pada 157 pasien (95,7%). Sebanyak 87 pasien (53,0%) mengalami kondisi komorbid,
kebanyakan pasien adalah acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) (23 pasien, 14,0%) dan
diabetes mellitus (23 pasien, 14,0%), diikuti dengan malignansi (16 pasien, 9,8%), end-stage
renal disease (ESRD) (14 pasien, 8,5%), sirosis hati (11 pasien, 6,7%), status post transplantasi
(6 pasien, 3,7%), penyakit autoimmune (5 pasien, 3,0%), dan alkoholisme (3 pasien, 1,8%). Pada
23 pasien AIDS, Jumlah CD4 tersedia pada 18 pasien (78,3%). Jumlah median CD4 adalah 38
mL (batasan, 2135 mL). Analisis Kaplan-Meier survival mengungkapkan kondisi dasar
komorbid (HIV/AIDS vs. komorbiditas lainnya vs. no komorbiditas) secara signifikan
berhubungan dengan prognosis (p = 0.002) (Gambar 1).

Gambar 1. Kurva Survival pasien dengan kondisi komorbid berbeda, di plot menggunakan
metode Kaplan-Meier. Titik-titik hitam menggambarkan pasien yang masih hidup pada akhir
penelitian ini.

Organ yang paling sering terkena adalah paru-paru (143 pasien, 87,2%) dan musculoskeletal (32
pasien, 19,5%), diikuti dengan system urogenital (28 pasien, 17,1%). Pasien HIV/AIDS
mempunyai insidensi yang lebih tinggi mycobacteremia (30,4%) dan keterlibatan sumsum tulang
4

(39,1%) (Tabel 1). TB peritonitis atau perikarditis lebioh sering terjadi pada pasien dengan
penyakit yang mendasari dibandingkan dengan HIV/ AIDS (23,4%).
14 pasien (8,5%) dan 5 pasien (3.0%) isolat M. tuberculosis resisten terhadap isoniazid
dan rifampicin. Semua rifampicin resisten isolat juga merupakan multidrug resistant. Secara
signifikan lebih banyak pasien dengan kelompok HIV/AIDS mendapatkan pengobatan
antituberculosis poada stadium awal dibandingkan pada pasien pada 2 kelompok lainnya (p =
0,015, lihat Tabel 1). Temuan radiografik yang paling banyak pada foto dada adalah lesi milier
(47,0%) dan konsolidasi (32,3%). Sebelumnya lebih sering terjadi pada kelompok HIV/AIDS
(69,6%), sementara terakhir diamati pada pasien dengan kondisi komorbid (42,2%). Hanya 4.9%
pasien dengan TB diseminata mengalami perubahan fibrotik pada foto radiologi dada. Kavitasi
juga jarang terjadi (2,4%).
Temuan laboratorium abnormal yang banyak ditemukan adalah hipoalbuminemia
(74,7%) (normal = >3.5 g/dL), meningkatnya GGT (71,0%) (normal = 10 g/dL) (Tabel 2).
Meningkatnya aspartate aminotransferases (normal = 40 U/L), alanine aminotransferases
(normal = 40 U/L), dan total bilirubin (normal = 1.0 mg/dL) ditemukan pada 37,0%; 20,8%, dan
25.5%. Pasien dengan kondisi komorbid dasar dibandingkan dengan HIV/AIDS mempunyai
hasil abnormal terbanyak. Hypercalcemia (biasanya kalsium >2.6 mmol/L) dicatat pada 22
pasien (13,4%), meliputi 7 pasien dengan ESRD dan 5 dengan keganasan. Tidak ada dari satupun
pasien mendapatkan suplemen vitamin D. Diantara pasien ini, serum posfat dan jumlah intak
hormon parathyroid tersedia pada 20 dan 7 pasien. Jumlah posfat rata-rata adalah 5,1 mg/dL
(batasan, 2,69,5; normal = 34,5 mg/dL), sementara jumlah hormon intak parathyroid lebih
rendah dibandingkan normal pada 6 pasien dan pada bagian bawah batasan normal normal
menyisakan 1 (rata-rata, 6,9 pg/mL; batasan, 118,9 pg/mL; normal = 1570 pg/mL). Sebanyak
14 pasien dengan ESRD, 1 pasien mendapatkan suplemen besi, dan jumlah serum ferritin ini
bernilai normal (normal = laki-laki, 26,6377 mg/L; perempuan, 3,0151 mg/L).
Dalam follow-up 1 tahun, sebanyak 99 pasien (60,4%) diobati secara tuntas, 51 pasien
meninggal (31,1%), 10 pasien masih dalam pengobatan (6,1%), dan 4 pasien (2,4%) hilang. 23
pasien (14,0%) meninggal karena TB. Penyebab kematian adalah syok sepsis M. tuberculosis
dengan kegagalan multiorgan pada 15 pasien dan gagal nafas disebabkan kerusakan pulmoner
luas pada 8 pasien. Sebanyak 28 pasien mengalami mortalitas, syok sepsis disebabkan pathogen
lain selain M. tuberculosis mengalami mortalitas sebanyak 14 pasien. 7 pasien lainnya meninggal
5

karena gagal nafas, termasuk kerusakan pulmoner luas pada 4 pasien dan sputum impaction pada
3 pasien. 3 pasien lainnya, meliputi 2 pasien dengan perdarahan intracerebral dan 1 pasien
dengan tumor otak, meninggal karena meningkatnya tekanan intrakranial berat. Tiga pasien
meninggal karena perdarahan saluran cerna bagian atas. Penyebab kematian adalah 1 pasien
dengan infark miokard akut. Jumlah serum albumin, total bilirubin, dan kreatinin, dan waktu
pengobatan antituberculosis bergantung pada faktor prognostik dalam analisis multivariate Cox
regression (Tabel 3). Temuan klinis ini mengungkapkan diagnosis dan berhubungan dengan
pengobatan awal TB yang dijelaskan dalam Tabel 4. Dalam bukti yang dikumpulkan, sebanyak
73,5% pasien dengan pengobatan antituberculosis awal mengalami pola milier dalam radiografi
dada, dibandingkan dengan hanya 19,8% dari jumlah tersebut dengan keterlambatan pengobatan
(p < 0.001). Sebanyak 164 pasien dengan TB diseminata, sedikitnya 1 diagnostik petunjuk
ditampilkan pada 116 pasien (70,7%).
Spesimen yang dikumpulkan dalam penelitian mikobakteriologik dan hasilnya
diringkaskan dalam Tabel 5. Data dikumpulkan melalui pasien dan jenis sampel. Sebagai
contohnya, jika 1 sampel adalah positif, kemudian hasil kultur sputum juga direkam sebagai hasil
positif. Jumlah kultur sputum (97,1%), modus limfe (100%), dan cairan synovial (92,3%) adalah
yang bernilai paling tinggi. Sisi biopsy yang paling banyak adalah sumsum tulang belakang,
diikuti dengan nodus limfe (Tabel 6). Sampel yang paling tinggi adalah dari testis (100%), sendi
(100%), dan nodus limfe (92,0%). Berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis untuk sumsum
tulang belakang adalah 44,7%. 15 sampel tulang belakang dikumpulkan dari kultur
mikobakterial dan pemeriksaan histopatologis. Lima pasien menunjukkan hasil postif pada kedua
pemeriksaan tersebut, 6 pasien lainnya menunjukkan kultur positif, dan 3 pasien lainnya secara
histopatologis menunjukkan hasil postif. Tingkat diagnostik melalui kombinasi kultur
mycobacterial dan pemeriksaan histopatologis untuk TB adalah 93,3%.
Isolat klinikal M. tuberculosis tersedia pada 64 pasien, meliputi 9 pasien HIV/AIDS
patients, 25 pasien dengan kondisi komorbid dasar, dan 30 pasien yang sebelumnya sehat.
Genotyping menunjukkan bahwa isolate 47 pasien (73,4%) termasuk dalam 5 clusters dan
sisanya 17 isolat pasien (26,6%) mempunyai pola yang unik. Keluarga/family Beijing adalah
kelompok cluster terbanyak dan terdiri atas 27 pasien (42,2%) isolate klinis (lihat Tabel 1).

TABEL 1. Karakteristik Klinik Pada 164 Pasien dengan TB Diseminata (Disseminated


Tuberculosis)
HIV/AIDS

Komorbiditas

Non

(n = 23) No.

lainnya
(n = 64) No. (%)

Komorbiditas
(n = 77) No. (%)

(%)
Umur, dalam tahun: Rata-rata 37.1 (9.4)
(SD)
Jenis kelamin: L/P
Adanya gejala
Demam
Malaise
Berkurangnya BB
Nafsu makan (-)
Berkeringat malam
Batuk
Sesak nafas
Myalgia
Nyeri punggung atau sendi
Disuria
Pembengkakan skrotum
Perubahan kesadaran
Nyeri kepala
Nyeri perut
Distensi abdomen
Massa leher
Durasi gejala >3 minggu
Terbukti ada +
Darah
Sumsum tulang belakang
Hati
Paru-paru
Nodus limfe
Urogenital
Sistem saraf pusat
Muskuloskeletal
Peritoneum/pericardium
Sputum AFS positif
Resisten Isoniazid
Resisten Rifampicin
Resisten beberapa obat
Multi-drug resistance (MDR)
Kelompok (Clustering)

61.4 (14.9)

58.9 (23.8)

p*

<
0.001

22 (95.7) / 1
16 (69.6)
4 (17.4)
6 (26.1)
2 (8.7)
2 (8.7)
11 (47.8)
1 (4.3)
0
0
0
0
0
0
1 (4.3)
0
2 (8.7)
18 (78.3)

47 (73.4) / 17
36 (56.3)
9 (14.1)
2 (3.1)
0
1 (1.6)
13 (20.3)
8 (12.5)
2 (3.1)
3 (4.7)
1 (1.6)
0
8 (12.5)
0
5 (7.8)
2 (3.1)
0
32 (50.0)

50 (64.9) / 27
26 (33.8)
4 (5.2)
4 (5.2)
7 (9.1)
2 (2.6)
13 (16.9)
9 (11.7)
7 (9.1)
17 (22.1)
6 (7.8)
4 (5.2)
7 (9.1)
4 (5.2)
4 (5.2)
5 (6.5)
4 (5.2)
53 (68.8)

7 (30.4)
9 (39.1)
4 (17.4)
16 (69.6)
12 (52.2)
1 (4.3)
3 (13.5)
0
0
6 (26.1)
3 (13.0)
1 (4.3)
3 (13.0)
1 (4.3)

6 (9.4)
12 (18.8)
3 (4.7)
58 (90.6)
4 (6.3)
8 (12.5)
6 (9.4)
11 (17.2)
15 (23.4)
18 (28.1)
3 (4.7)
2 (3.1)
5 (7.8)
2 (3.1)

2 (2.6)
2 (2.6)
3 (3.9)
69 (89.6)
11 (14.3)
19 (24.7)
9 (11.7)
21 (27.3)
9 (11.7)
16 (20.8)
8 (10.4)
2 (2.6)
13 (16.9)
2 (2.6)

0.015

0.018

0.587
0.341
0.991
0.276
0.991

Ya, strain Beijing


4 (44.5)
12 (48.0)
11 (36.7)
Yes, strain non-Beijing
2 (22.2)
6 (24.0)
12 (40.0)
Tidak ada
3 (33.3)
7 (28.0)
7 (23.3)
Pola perubahan dada
Konsolidasi
5 (21.7)
27 (42.2)
21 (27.3)
Perubahan fibrotik
0
4 (6.3)
4 (5.2)
Lesi milier
16 (69.6)
24 (37.5)
37 (48.1)
Nodul
0
0
3 (3.9)
Tidak ada lesi parenkim
2 (8.7)
9 (14.1)
12 (15.6)
Pengobatan awal anti-TB
18 (78.3)
28 (43.8)
37 (48.1)
* semua faktor dianalisa menggunakan chi-square test, kecuali usia (menggunakan ANOVA)
+
Keterlibatan dibuktikan melaui ultur mycobacterial atau pemeriksaan histopatologis

Hasil genotype (genotyping) tersedia hanya pada 63 pasien.

Pengobatan Antituberculosis dipertimbangkan lebih awal jika dimulai dalam 14 hari

0.715
0,132

0.015

setelah

kunjungan awal.

TABEL 2. Temuan Laboratorium pada 164 pasien dengan TB Diseminata (Disseminated


Tuberculosis)
HIV/AIDS (n = 23)

Komorbiditas lainnya

Tidak ada

(n = 64)

komorbiditas (n =
Kasus

77)
Rata-Rata

(SD)
9.9 (2.3)

77

(SD)
11.2 (2.0)

<0.00

64

7609 (4831)

77

8109 (3225)

1
0.019

64

182 (124)

77

282 (130)

<0.00

Kasus

Rata-Rata

Kasus

Hemoglobin (g/dL)

23

(SD)
9.5 (1.6)

64

Leukosit (109 /L)

23

5411

22

(3686)
188 (100)

Trombosit (10 /L)

Nilai P

Rata-Rata

Albumin (g/dL)

21

3.0 (0.6)

59

2.7 (0.6)

66

3.2 (0.8)

1
<0.00

Aspartate

22

74 (64)

63

53 (48)

77

38 (45)

1
0.007

21

49 (52)

60

39 (64)

68

27 (36)

0.192

aminotransferase
(U/L)
Alanine
aminotransferase
(U/L)
8

ALP (U/L)
GGT (U/L)
Bilirubin
(mg/dL)
Direct

21
19
Total 21
bilirubin 20

(mg/dL)
Kreatinin (mg/dL)
Sodium (mmol/L)
calcium (mmol/L)
Ferritin (mg/L)

22
21
20
8

320 (188)
131 (148)
0.9 (1.1)

59
53
64

504 (544)
191 (177)
1.9 (2.6)

60
52
76

322 (292)
97 (106)
0.7 (0.6)

0.036
0.005
0.001

0.4 (0.6)

57

1.2 (2.1)

58

0.4 (0.5)

0.006

1.1 (0.9)

64

2.4 (2.4)

74

1.2 (1.2)

<0.00

136 (5)

1
<0.00

2.36 (0.23)
712 (507)

1
0.018
0.010

132 (7)
2.25 (0.12)
8243

62
57
26

132 (6)
2.47 (0.41)
2418 (4442)

75
62
11

(9748)

PEMBAHASAN
TB Diseminata berpotensal bentuk lethal TB yang dihasilkan dari penyebaran limfohematogen
massif basil M. tuberculosis. Munculnya pandemik HIV/AIDS dan menyebar luas menggunakan
obat immunosuppressive mempunyai perubahan epidemiologi TB diseminata

8,23

. Impaired cell-

mediated immunity mendasari perkembangan penyakit. Manifestasi klinik bersifat nonspesifik,


dan temuan radiografik dada khas tidak dapat dilihat

11,17

. Pengumpulan data sistemik dan

melaporkan penelitian epidemiologi dan prognosis TB diseminata (disseminated tuberculosis)


masih kurang. Selain itu, pendekatan diagnostik belum belum distandarisasikan 24.
Sebanyak 5,4% pasien dengan TB konfirmasi dengan kultur mengalami diseminata.
Persentase pasien dengan penyakit yang mendasari lebih rendah dibandingkan yang dilaporkan
sebelumnya5 , menggambarkan insidensi TB yang tinggi (62,4 per 100.000 populasi pada tahun
2003) dan secara relatif insidensi rendah pada populasi HIV/ AIDS di Taiwan (1,3 per 10.000
pada tahun 2004). Karakteristik klinik sangat berbeda diantara pasien dengan kondisi komorbid
berbeda. Faktor yang berhubungan dengan diagnosis jelek meliputi albumin 1,0 mg/dL, kreatinin
>1.5 mg/dL, dan pengobatan antituberculosis yang terlambat.
TABEL 3. Analisis Lamanya hidup (Survival) Pada 164 Pasien dengan TB diseminata
(Disseminated Tuberculosis)
Hazard Ratio
9

Usia (Tahun)
>65
65
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Dasar
Kondisi

Jumlah

Mortalitas

pasien (%)

(%)

Univariat

Multivariat

67 (40.9)
97 (59.1)

26 (38.8)
25 (25.8)

1.61 (0.932.79)

119 (72.6)
45 (27.4)

41 (34.5)
10 (22.2)

1.64 (0.833.28)

23 (14.0)
64 (39.0)
77 (47.0)

8 (34.8)
29 (45.3)
14 (18.2)

1.98 (0.834.73)
2.97 (1.575.62)

2.49 (0.976.35)
1.06 (0.502.25)

59 (36.0)
13 (7.9)
92 (56.1)

19 (32.2)
7 (53.8)
25 (27.2)

1.23 (0.682.23)
2.38 (1.035.51)

1.43 (0.712.86)
2.18 (0.915.24)

77 (47.0)
87 (53.0)

21 (27.3)
30 (34.5)

0.75 (0.421.32)

72 (43.9)
92 (56.1)

30 (41.7)
21 (22.8)

2.09 (1.193.64)

48 (29.3)
68 (41.5)
48 (29.3)

15 (31.3)
17 (25.0)
19 (39.6)

0.82 (0.421.61)
0.59 (0.311.14)

45 (27.6)
118 (72.4)

26 (57.8)
25 (21.2)

3.71 (2.146.43)

109 (74.7)

45 (41.3)

6.29

37 (25.3)

3 (8.1)

41 (25.5)
120 (74.5)

23 (56.1)
27 (22.5)

3.55 (2.036.20)

2.92 (1.406.07)

39 (24.4)
121 (75.6)

25 (64.1)
26 (21.5)

4.54 (2.617.91)

2.69 (1.345.40)

40 (24.4)
124 (75.6)

11 (27.5)
40 (32.3)

0.86 (0.441.67)

Komorbid

lainnya
HIV/AIDS
KOmorbiditas lainnya
Tidak ada komorbiditas
Merokok
Perokok hingga sekarang
Bekas perokok
Bukan perokok
Pola Gambaran paru
Milier
Bukan Milier
Hemoglobin (g/dL)
<10
10
Leukosit (109 /L)
>90000
5000-9000
<5000
Trombosit (109 /L)
<140
140
Albumin (g/dL)
<3,5

1.21 (0.632.31)

1.39 (0.692.89)

(1.96 4.30 (1.2814.46)

20.26)
3,5
Bilirubin Total (mg/dL)
>10
10
Kreatinin (mg/dL)
>15
15
Pewarnaan sputum (acid-fast
smear)
Positif
Negatif

10

Resistensi
MDR
Not MDR
Tidak resisten
Clustering (kelompok)
Clustering, strain Beijing
Clustering, bukan strain

5 (3.0)
16 (9.8)
143 (87.2)

2 (40.0)
5 (31.3)
44 (30.8)

1.95 (0.478.05)
1.11 (0.442.79)

30 (47.7)
20 (31.7)

8 (26.7)
10 (50.0)

0.71 (0.291.75)
0.32 (0.101.03)

Beijing
Bukan clustering
13 (20.6)
Memulai anti-TB (hari setelah
kunjungan awal)
>14
14

81 (49.4)
83 (50.6)

5 (38.5)

33 (40.7)
18 (21.7)

2.00 (1.133.55)

2.03 (1.073.89)

TABEL 4. Petunjuk Diagnostik TB Diseminata (Disseminated Tuberculosis)

Semua

Kelompok penyakit
Komorbiditas
Tidak ada

HIV/AIDS

pasien

Lesi paru milier


Ferritin 1000 mg/L
Penyakit Hati infiltratif*
Adjusted calcium >2.6

lainnya

komorbiditas

(n = 164)
Jumlah.

(n = 23)

(n = 64) Jumlah.

(n = 77) Jumlah.

(%)

Jumlah.

(%)

(%)

77 (47.0%)
24 (14.6%)
54 (32.9%)
22 (13.4%)

(%)
16 (69.6%)
7 (30.4%)
7 (30.4%)
0

24 (37.5%)
14 (21.9%)
33 (51.6%)
12 (18.8%)

37 (48.1%)
3 (3.9%)
14 (18.2%)
10 (13%)

19 (82.6%)

54 (84.4%)

43 (55.8%)

mmol/L
Salah satu dari petunjuk di 116

atas
(70.7%)
*Penyakit hat Infiltrative didefinisikan sebagai ASP >440 U/L atau GGT >106 U/L
Nilai Adjusted calcium dihitung dengan menambahkan 0.2 mmol/L untuk setiap 1 g/dL
menurunkan serum albumin di bawah 4 g/dL
TABEL 5. Hasil Kultur Mycobacterial Pada 164 Pasien dengan TB Diseminata
(Disseminated Tuberculosis)
KULTUR SPESIMEN

Jumlah pasien (kultur


11

% Specimens Positif

-Positif/diuji)
Darah*
15/39
38.5
Sumsum tulang
11/17
64.7
Hati
3/5
60.0
Sputum
132/136
97.1
Efusi pleura
20/36
55.6
Urin
24/34
70.6
Asites
21/30
70.0
Cairan serebrospinal
15/28
53.6
Nodus Limfe
21/21
100
Cairan sinovial
12/13
92.3
Jaringan
27/44
61.4
Feses
1/5
20.0
Total
302/408
74.0
*Hanya 1 spesimen darah yang dikumpulkan sebelum perkenalan tehnik fluorometric
BACTEC untuk tehnik kultur mycobacterial, dan kultur ini bernilai positif untuk M.
tuberculosis.

TABEL 6. Temuan Histopatologis Pada 164 Pasien dengan TB Diseminata (Disseminated


Tuberculosis)
Spesimen

Jumlah pasien (Histologi-

% Spesimen positif

Positif*/Diteliti)
Sumsum tulang belakang
Nodus limfe
Pleura
Testis
Jaringan lunak
Tulang
Sendi
Prostat
Peritoneum
Perikardium
Visera
Hati
Paru
Biopsi Terbuka
Biopsi Transthoracic
Biopsi Transbronchial

17/38
23/25
8/13
5/5
15/18
11/14
8/8
3/4
6/7
0/1
9/16
9/10
10/18
8/9
2/3
1/10

44.7
92.0
61.5
100
83.3
78.6
100
75.0
85.7
0
56.3
90.0
55.6
88.9
66.7
10.0
12

Total
124/177
70.0
*Nilai histology positif didefinisikan sebagai adanya inflamasi granulamatosa (granulomatous)
Faktor-faktor yang berhubungan dengan prognosis, yang paling banyak merefleksikan
keparahan TB atau penyakit yang mendasari (jumlah albumin, bilirubin, kreatinin). Satu
(pengobatan awal) secara langsung mereflesikan pentingnya waktu, diagnosis yang tepat.
Kelompok HIV/AIDS mempunyai jumlah tertinggi pada pengobatan awal, sementara kelompok
dengan penyakit yang mendasari mempunyai nilai terendah (lihat Tabel 1), yang sebagian
berkontribusi terhadap outcome yang paling buruk (dalam analisis univariat). Faktor-faktor yang
menyebabkan tertundanya diagnosis dan pengobatan dalam kelompok ini meliputi sebagai
berikut:
1. Pasien dalam kelompok ini mempunyai pleura, peritoneum, atau perikardium adalah sisi
yang paling banyak terlibat secara ekstrapulomner (23,4%). Karena efusi pleuropericardial dan asites sering dijumpai pada pasien tersebut (dengan adanya ESRD
sebelumnya, keganasan, sirosis hati) bahkan tanpa adanya TB, diagnosis TB dalam
kelompok ini bersifat sulit dan sering tertunda.
2. Walaupun hasil pleural (55,6%) atau kultur cairan peritoneal (70,0%) adalah bernilai
tinggi, pemanjangan waktu kultur mengimbangi kegunaan.
3. Hasil pleura yang tinggi (61,5%) dan biopsi peritoneal (85,7%) dapat sangat membantu
dalam menegakkan diagnosis secara cepat, walaupun kecendrungan perdarahan pada
pasien dengan ESRD atau sirosis hati sering menghalangi prosedur ini
4. Kelompok ini mempunyai jumlah pola milier (37,5%) pada radiografi dada, yang
menurunkan kecurigaan klinik TB17. Kelompok dengan HIV/ AIDS, sebaliknya
mempunyai jumlah TB miler terbanyak (mendekati 70%), yang membantu diagnsosi
awal dan pengobatan awal.
5. Bahkan ketika TB dicurigasi secara kuat, adanya insufisiensi renal dan/atau insufisiensi
hepatic

pada

pasien

ini

sering

mencegah

penggunaan

empiris

kemoterapi

antituberculosis.
Konsisten dengan laporan sebelumnya 5, pasien dengan TB diseminata biasanya
mempunyai beberapa temuan laboratorium abnormal, menunjukkan hipoalbumin, meningkatnya
ALP dan GGT, hiponatremia, dan anemia (lihat Tabel 2). Data laboratorium menunjukkan
malnutrisi, penyakit hati infiltratif, sekresi hormon antidiuretik yang tidak tepat, dan penyakit
kronik. Penelitian sebelumnya tentang TB diseminata juga menunjukkan bahwa sebanyak 80%
13

pasien mengalami bukti patologis keterlibatan hepatik, dan ditampilkan dengan meningkatnya
ALP dan GGT dengan peningkatan ringan transaminase hepatik dan bilirubin23, mengungkapkan
penyakit hati infiltratif seperti TB, dibandingkan dengan hepatitis kronik aktif, sirosis, atau
kongesti hepatik 13. Peneliti juga menemukan bahwa 1-6 pasien dalam penelitian ini mempunyai
serum ferritin >1,000 mg/L (lihat Tabel 4); laporan sebelumnya juga menunjukkan hubungan
hyperferritinemia dengan TB milier 3 . Walaupun penyebab hyperferritinemia masih belum dapat
ditentukan, ini sangat mirip demgan infeksi kronik sistemik

3,27,32

. Hypercalcemia dideteksi pada

13,4% pasien dengan TB diseminata dan 18,8% dari jumlah tersebut dengan kondisi komorbid
dasar dibandingkan dengan HIV/AIDS. Seiring dengan meningkatnya serum posfat dan
rendahnya hormon parathyroid mengungkapkan kertelibatan vitamin D sebagai patofisiologi
dibandingkan dengan keganasan atau hyperparathyroidism. Karena tidak ada satupun dari pasien
ini mendapatkan suplementasi vitamin D, vitamin D-dependent hypercalcemia sangat sering
disebabkan oleh penyakit granulamatosa

6,10

. Tidak adanya hypercalcemia pada pasien

HIV/AIDS mungkin berimplikasi pada lemahnya imunitas inang dan gagal dalam jumlah
inflamasi granulomatous. Peneliti menemukan bahwa abnormalitas laboratorium tertentu sering
berhubungan dengan TB diseminata: meningkatnya ALP atau GGT, serum ferritin >1,000 mg/L,
dan hypercalcemia. Walaupun petunjuk klinik ini sangat sulit untuk dinilai karena spesifisitas
semua faktor, kecuali lesi paru milier yang rendah, mereka dapat dicurigai TB diseminata.
Dua hasil laporan sebelumnya

15,29

membandingkan temuan klinik biopsy sumsum tulang

belakang dan kulutr dengan darah pada infeksi mycobacterial pada pasien HIV/AIDS yang
menunjukkan bahwa hasil yang sama dan hasil ini lebih tinggi dan lebih sesuai (75%83,7%),
hal ini mengungkapkan bahwa kombinasi penggunaan kedua penelitian menyediakan hasil
diagnostic maksimum. Karena adanya biaya tambahan, pasien merasakan ketidaknyamanan, dan
resiko terkena stick jarum terhadap operator selama penelitian sumsum tulang, kultur darah rutin
direkomendasikan selama evaluasi infeksi mycobacterial pada pasien HIV/AIDS

15,29

. Akan

tetapi, kebanyakan penyakit disseminated mycobacterial dalam 2 penelitian ini disebabkan


Mycobacterium avium complex (78.2%), dibandingkan dengan M. tuberculosis. Selain itu,
biopsy sumsum tulang belakang biasanya menyediakan hasil positif pertama dalam mayoritas
pasien ini. Dalam seri pertama pasien yang kita ketahui dalam menilai sensitivitas kultur darah
dan kultur sumsum tulang belakang dalam diagnosis TB diseminata, Crump et al 5 menemukan
bahwa kultur darah mycobacterial merupakan kultur sumsum tulang yang bersifat sensitif (58%
14

vs. 54%), dan rekomenadsi tampilan kultur darah mycobacterial meliptui kultur sumsum tulang
belakang ketika dicurigai TB diseminata. Akan tetapi, pemeriksaan histopatologis sumsum
tulang belakang tidak dinilai dalam penelitian tersebut. Dalam seri penelitian saat ini, sensitivitas
penelitian sumsum tulang belakang untuk TB diseminata (kultur mycobacterial: 64,7%,
pemeriksaan histopatologis: 44,7%, kombinasi: 93,3%) lebih tinggi dibandingkan kultur darah
mycobacterial (38,5%). Hasil lebih rendah kultur darah (38,5% vs. 58%) merefleksikan proporsi
yang lebih kecil pasien HIV/AIDS dalam penelitian saat ini (14,0% vs. 46%). Selain itu, biopsy
sumsum tulang belakang menemukan karakteristik inflamasi granulomatous TB yang dapat
dikumpulkan dalam hitungan hari, mengijinkan pengobatan antituberculosis yang dimulai lebih
awal. Prosedur biopsy lebih aman dibandingkan hati, pleura, atau biopsy peritoneal pada pasien
dengan insufisiensi renal atau hepatik dan kecendrungan perdarahan. Selanjutnya, biopsy
sumsum tulang belakang dapat berguna dalam diagnosis awal TB diseminata.
Tujuan mayor penelitian epidemiologi molekular TB adalah untuk menggunakan metode
molekular (sidik jari DNA) untuk membedakan antara reaktivasi dan transmisi saat ini. Sidik jari
pada masing-masing isolate diklasifikasikan sebagai clustered (yaitu, membagikan sidik jari
dengan

isolat

lainnya

dalam

sampel

penelitian)

atau

unik.

Kebanyakan

peneliti

menginterpretasikan clusters secara epidemiologi berhubungan dengan rantai penyebab penyakit


saat ini, dan unik untuk diisolasi bahwa kasus jarang reaktivasi penyakit dihasilkan dari infeksi
M. tuberculosis remote/jauh 19,21. Berhubungan dengan penelitian sebelumnya dalam populasi
TB umum di Taiwan yang menunjukkan 24,8% pola clustered diantara 113 adalah genotype 12,
Peneliti menemukan bahwa 22,7% dari pola genotype yang ada adalah pola clustering/kelompok
dan dikumpulkan sebanyak tiga perempat dari isolat klinis. Berdasarkan penelitian penulis, tidak
ada

penelitian

yang

mengungakpkan

adanya

genotype

tertentu

yang

disebut

disseminationprone. Temuan penulis mengungkapkan bahwa beberapa genotiope bersifat


dominan, dan penyebaran saat ini dapat bersifat penting diantara pasien dengan TB diseminata di
Taiwan. Akan tetapi, hanya 39% dari isolat ini adalah genotipe, dan penulis tidak mempunyai
kontak riwayat untuk mendukung spekulasi kami.
Penelitian sekarang bersifat terbatas melalui sifat retrospective; penelitian untuk TB
diseminata tidak dilakukan secara rutin. Selanjutnya insidensi dapat salah perkiraan. Banyak
penelitian laboratorium ditampilkan dalam Tabel 2, sama dengan petunjuk diagnostik, tidak
secara rutin tampil pada pasien TB dengan penyakit lokal, khusunya pada pasien dengan
15

keterlibatan pulmoner murni. Oleh karena itu, perbedaan antara penyakt diseminata dan penyakit
lokalisasi untuk menilai petunjuk diagnostik bersifat sulit. Selanjutnya, ketiadaan pemeriksaan
postmortem, ini mungkiin bahwa hanya pasien yang sangat sakit yang dilakukan biopsy dan
kultur darah. Penelitian prospektif sangat penting dalam mengklarifikasikan masalah ini.
Sebagai kesimpulan, 5,4% pasien dengan TB konfirmasi dari hasil kultur merupakan
penyakit diseminata. Setengah dari mereka mempunyai kondisi komorbid dasar. Sekitar tiga
perempat isolate M. tuberculosis menunjukkan pola clustering, mengungkapkan bahwa transmisi
saat ini mempunyai kontribusi besar terhadap TB diseminata di Taiwan. Faktor diagnostik yang
buruk meliputi hypoalbuminemia, hyperbilirubinemia, insufisiensi ginjal, dan terlambatnya
pengobatan antituberculosis. Temuan klinik mengungkapkan bahwa TB diseminata terjadi pada
70,7% dari semua pasien. Kombinasi kultur mycobacterial dan pemeriksaan histopatologis
biopsy dari sumsum tulang belakang bersifat lebih sensitive sensitif dan lebih cepat
dibandingkan kultur darah mycobacterial dalam mendiagnosa TB diseminata.

16

Anda mungkin juga menyukai