Anda di halaman 1dari 37

BAB IX

KEBUTUHAN DASAR DAN TUGAS-TUGAS


PERKEMBANGAN REMAJA

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa mampu:
1. mengemukakan kreterium remaja atas dasar bacaan mengenai remaja dari
sejumlah ahli psikologi perkembangan;
2. memahami kebutuhan dasar manusia;
3. memahami implikasi kebutuhan dasar manusia dalam bidang pendidikan;
4. memahami tugas-tugas perkembangan remaja;
5. memahami implikasi tugas-tugas perkembangan remaja pada pendidikan
PEMBAHASAN
Pada pembahasan berikut akan dikemukakan pandangan sejumlah ahli
mengenai remaja, teori kebutuhan dasar manusia, dan tugas-tugas perkembangan
remaja.
A.

Pandangan Ahli Tentang Perkembangan Remaja


Mengawali

pembahasan

mengenai

kebutuhan

dan

tugas-tugas

perkembangan remaja, dikemukakan beberapa pandangan para ahli mengenai


remaja. Remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa.
Yang dimaksud remaja diawali dengan periode pubertas sampai status dewasa
disandangnya. Masa remaja adalah suatu masa yang penting. Oleh karena masa ini
dipandang sebagai masa menunda orang-orang yang muda untuk memasuki dunia
pekerjaan. Menjadi lebih penting lagi dalam kaitan dengan kelangkaan lapangan
pekerjaan tetap, akhir-akhir ini. Ada juga bermacam-macam pandangan mengenai
remaja, terutama mengenai kapan berakhirnya masa remaja. Secara khas, kita

193

memandang masa remaja mulai pada periode pubertas dan berakhir pada usia 18
atau 21 tahun. Orang lain menyatakan bahwa masa remaja akhir meluas ke dalam
apa yang kini dikenal sebagai periode kedewasaan muda.
Berikut ini dikemukakan mengenai kreterium remaja menurut sejumlah ahli.
1. Psikologi Biogenetik mengenai Remaja: G. Stanley Hall
G. Stanley Hall (1844-1924), merupakan ahli psikologi yang pertama-tama
mengemukakan remaja atas dasar penelitian-penelitian ilmiah. Ia mendefinisikan
periode remaja mulai pubertas (12 atau 13 tahun) dan berakhir antara 22 - 25 tahun.
Hall juga mendeskripsikan remaja sebagai periode Sturm und Drang atau storm
and stress. Ini merupakan suatu pergerakan yang penuh dengan idealisme,
kesanggupan untuk mencapai suatu tujuan, revolusi melawan terhadap kaum tua,
ungkapan dari perasaan pribadi, nafsu, dan penderitaan.
Menurut pandangan Hall mengenai teori psikologi rekapitulasi, masa remaja
merupakan waktu ketika manusia memasuki langkah transisi bergolak. Dalam
pergolakan tersebut, remaja menuntut kebebasan dari belenggu orang tua dan orang
dewasa lainnya. Keadaan ini merupakan hal yang wajar, menurut Hall senada
dengan masa transisi menuju menjadi manusia dewasa.
Hall mendeskripsikan perkembangan remaja sebagai suatu evoluasi
perasaan dan kejiwaan. Ia menggambarkan kehidupan emosi remaja sebagai
goyangan dari berbagai aspek yang saling bertentangan. Energi, kekuatan besar,
dan aktivitas supernatural diikuti oleh sikap acuh tak acuh, kelesuan, dan kebencian
menghadapi realita. Kegirangan, ketawa-tawa, dan perasaan senang dan bahagia
memberi tempat kepada dysphoria dan menekan perasaan muram, serta
kemurungan jiwa. Egoisme dan kesombongan merupakan karakteristik dari periode
ini. Hall percaya bahwa remaja memiliki karakteristik berupa sisa-sisa dari suatu
egoisme tak dihalangi di masa kanak-kanak dan sebaliknya remaja meningkat
perilakunya dengan lebih mengutamakan orang lain.
Pada masa remaja akhir, menurut Hall, individu mengikhtisarkan status dari
permulaan peradaban modern. Langkah ini sesuai dengan ujung proses

194

pengembangan yaitu kedewasaan. Psikologi genetika Hall tidak memandang


manusia sebagai produk akhir dari proses perkembangan, tetapi sebagai bagian dari
perkembangan lebih lanjut.
2. Teori Psikoanalitik tentang Perkembangan Remaja: Sigmund Freud
Freud menaruh perhatian relatif kecil perhadap perkembangan anak remaja.
Ia hanya mendiskusikannya dalam kaitan dengan perkembangan psikoseksual. Ia
sejalan dengan gagasan Hall, bahwa periode masa remaja bisa dilihat sebagai
phylogenetic. Freud yakin bahwa individu harus berhasil melewati pengalaman
awal dalam pengembangan pengalaman psikoseksual. Menurut Freud dan teori
psikoanalitik, langkah-langkah pengembangan psikoseksual bersifat genetika dan
relatif tidak terikat pada faktor lingkungan.

Freud mengakui bahwa masa remaja

itu adalah suatu peristiwa yang universal dan mencakup kehidupan tingkah laku,
sosial, dan perubahan emosional; juga hubungan antar perubahan psikologis dan
fisiologis, dan berpengaruh terhadap self-image. Ia juga menyatakan bahwa
perubahan fisiologis berhubungan dengan perubahan emosional, terutama dalam
peningkatan emosi yang negatif, seperti kemurungan, ketertarikan, kebencian,
ketegangan, dan format lain dari perilaku anak remaja.
3. Teori Mekanisme Pertahanan Diri Remaja: Anna Freud
Anna Freud mengemukakan arti penting pubertas sebagai faktor kritis dalam
membentuk watak atau karakter. Dia juga menekankan hubungan antar id, ego, dan
superego. Dia percaya bahwa proses fisiologis berupa masaknya organ seksual dan
mulai berfungsinya kelenjar seksual memainkan peran kritis dalam mempengaruhi
dunia psikologis remaja. Interaksi ini menghasilkan nafsu instingtual, yang pada
gilirannya, dapat menyempurnakan ketakseimbangan psikologis. Keseimbangan
antara ego dan id sepanjang periode latency akan mengganggu pubertas, dan

195

menghasilkan konflik internal. Jadi salah satu aspek pubertas berupa konflik
pubertas, dan berusaha untuk memperoleh kembali keseimbangan.
Anna Freud menaruh perhatian besar terhadap penyimpangan perilaku dan
perkembangan perilaku patologis dan sebaliknya menaruh perhatian sangat kecil ke
penyesuaian seksual yang normal. Dia menguraikan hambatan ke arah
pengembangan perilaku normal: 1) Id menolak egodalam hal ini akan sulit dilacak
bagaimana orang masuk ke alam dewasa yang ditandai oleh suatu kekacauan
pemerolehan kepuasan yang tak dihalangi dari naluri/instink; dan, 2) ego mungkin
sebagai pemenang dari Id dan akan membentuk perilaku mekanisme pertahanan.
Di antara banyak mekanisme pertahanan ego yang dapat digunakan, Freud
mempertimbangkan dua bentuk mekanisme pertahanan khas dari pubertas yaitu
asceticism dan intellectualization. Asceticism adalah suatu ketidakpercayaan
melalui menyamaratakan

semua pengharapan instingtual. Ketidakpercayaan ini

terjadi pada bidang seksualitas dan meliputi juga makan, tidur, dan kebiasaan
berpakaian. Intellectualization merupakan peningkatan di dalam minat intelektual
dan perubahan dari konkrit ke minat abstrak akan membentuk suatu mekanisme
pertahanan melawan libido. Ini secara alami menyempurnakan dan melemahkan
kecenderungan instingtual hidup orang dewasa, dan sementara itu situasi selamanya
berbahaya bagi individu.
Ada sejumlah keyakinan yang dipegang Anna Freud mengenai faktor-faktor
yang menimbulkan konflik remaja, antara lain:

Kekuatan

dorongan

dari

id,

ditentukan

oleh

proses

fisiologis

dan

endocrinological selama pubertas.

Kemampuan ego untuk mengatasi dorongan-dorongan instingtual. Ini pada


gilirannya tergantung pelatihan karakter dan pengembangan superego dari anak
sepanjang periode latency.

Efektivitas dan sifat dari mekanisme pertahanan terdapat pada ego itu.

196

4. Teori Kebutuhan akan Kebebasan Kaum Remaja: Otto Rank


Otto Rank ( 1884-1939), seorang pengikut sekolah psikoanalitik, tadinya
sepenuhnya di bawah pengaruh realisme Sigmund Freud. Ia kemudian
mengembangkan teorinya sendiri dan mulai menentang pandangan Freud.
Rank memandang hakekat manusia bukan sebagai makhluk tertekan dan
neurotic, tetapi sebagai makhluk kreatif dan produktif. Ia mulai mengkritik
pandangan Freud yang menekankan alam ketidaksadaran manusia sebagai gudang
pengalaman masa lalu serta dorongan-dorongan dari dalam diri manusia. Dalam
hal ini, Rank mengemukakan bahwa pengalaman masa lalu hanya akan berarti bagi
perilaku saat ini kalau ada kaitannya. Ia juga kurang menekankan pentingnya
dorongan instingtual dan perilaku instingtual. Ia percaya bahwa Freud benar-benar
melalaikan peran dari ego dan memberi nilai ego hanya sebagai kekuatan yang
represif. Rank ingin membongkar kembali keseimbangan kekuatan di dalam
kenyataan psikis. Ia mulai memberi arti banyak bagi peran ego.
Rank menyatakan bahwa harus ada suatu pengujian untuk menempatkan
perkembangan remaja dalam teori psikoanalitik berdasar pada kesadaran dan "will".
Seksualitas tidak lagi menjadi faktor penentu yang paling kuat di proses
perkembangan. Telah ditemukan faktor pendamping yang disebut "will" yang
sampai taraf tertentu mampu mengendalikan dorongan seksualitas. Sepanjang
pergeseran dari masa kanak-kanak ke masa remaja, suatu aspek yang krusial dari
perkembangan kepribadian telah terjadi, yaitu perubahan dari ketergantungan ke
kemerdekaan atau kebebasan.
Sepanjang periode latency ini, "will" tumbuh lebih kuat, lebih mandiri, dan
berani menentang kekuasaan apapun yang tidak cocok dengan dirinya. Asal-muasal
dari "will" berangkat dari situasi oedipal. Situasi oedipal adalah situasi dimana
seseorang menaruh perhatian atau rasa cinta yang kuat, yang membuat anak
menjadi cemburu. Will remaja akan berhadapan dengan will sosial yang ditunjukkan
oleh orang tua dan diekspresikan dalam kode etik yang telah usang bagi remaja.

197

Pada masa remaja awal, individu mengalami suatu perubahan dasar dalam
hal sikap; ia mulai untuk menentang ketergantungan, mencakup peraturan dari
lingkungan eksternal (orang tua, para guru, hukum, dan seterusnya) dan peraturan
yang bersumber dari internal pribadi remaja. Penetapan kebebasan dari nilai-nilai
masyarakat merupakan hal yang penting, namun merupakan tugas perkembangan
yang sulit bagi remaja. Kebutuhan akan kemerdekaan atau kebebasan
dikembangkan dan perjuangan untuk mencapai kemerdekaan menyebabkan banyak
hubungan pribadi anak remaja dibangun dan menimbulkan kesulitan-kesulitan dari
hubungan-hubungan tersebut. Rank tidak melihat apapun pentingnya membuat
larangan dan pembatasan seksual eksternal, karena perjuangan remaja merupakan
upaya di mana individu akan mengejar kemerdekaan melalui melawan terhadap
dominasi kebutuhan-kebutuhan biologis. Artinya, remaja

sendirilah yang akan

melawan (mengatur) kebutuhan-kebutuhan biologisnya.


5. Teori Perkembangan Identitas: Erik Erikson
Konsep inti dari teori Erikson adalah pencapaian suatu ego-identitas, dan
krisis identitas merupakan karakteristik paling penting pada masa remaja. Walaupun
identitas seseorang dibentuk dalam cara-cara yang berbeda dari satu budaya ke
budaya lainnya, namun pemenuhan tugas perkembangan mempunyai suatu unsur
yang umum yang berlaku dalam semua latar budaya. Dalam rangka memperoleh
suatu ego-identitas sehat dan kuat, anak harus menerima pengakuan yang ajeg dan
bermakna dari lingkungan mereka.
Masa remaja diuraikan oleh Erikson sebagai periode dimana individu harus
menetapkan suatu identitas pribadi dan menghindari bahaya dari difusi peran dan
kebingungan identitas. Implikasi pandangan tersebut bahwa individu harus
membuat suatu penilaian terhadap hak dan asset pribadinya serta bagaimana mereka
ingin menggunakan asset-aset tersebut. Remaja harus menjawab pertanyaan untuk
diri mereka sendiri mengenai dari mana mereka datang, siapa diri mereka, dan

198

mereka akan menjadi apa. Identitas harus dicari fan ditemukan. Identitas tidaklah
diberikan begitu saja kepada individu oleh masyarakat, ataupun muncul begitu saja
sebagai peristiwa kematangan; ia harus diperoleh melalui usaha individu.
Keengganan untuk berbuat atau bekerja sesuai formasi identitasnya akan
mengalami kerancuan peran yang bisa mengakibatkan pengasingan dan
kebingungan. Yang baik untuk dikembangkan adalah kesetiaan/ketepatan pada
identitas diri. Mempertahankan nilai-nilai seseorang akan berperan membuat
identitas menjadi stabil.
Pencarian suatu identitas melibatkan produksi suatu self-concept yang penuh
arti di mana masa lampau, masa kini, dan masa depan terkait secara bersama-sama.
Sebagai konsekwensi, tugas remaja menjadi lebih sulit karena masa lalu telah
hilang lebur dalam keluarga dan tradisi masyarakat, keadaan saat ini ditandai oleh
perubahan sosial, dan masa depan kurang dapat diramalkan. Menurut Erikson,
dalam periode perubahan sosial yang cepat, generasi yang lebih tua tidak lagi
mampu menyediakan model peran yang memadai bagi generasi yang lebih muda.
Sekalipun generasi yang lebih tua dapat menyediakan model peran yang cukup
memadai, remaja dapat menolak sebab tidak sesuai dengan situasi mereka. Oleh
karena itu, Erikson percaya bahwa pentingnya kelompok panutan tidak bisa sangat
diharapkan. Teman sebaya bagi remaja akan memberikan bantuan untuk
menemukan jawaban atas pertanyaan "Siapakah saya?" sebagaimana ketika mereka
tergantung pada umpan balik sosial seperti apa yang orang lain rasakan dan
bagaimana mereka bereaksi terhadap individu remaja itu.

Jadi, remaja yang

kadang-kadang ceroboh, sering penuh curiga, asyik dengan apa yang mereka lihat,
perlu diberi peran dan ketrampilan dengan prototipe yang ideal dari hari ke hari.
Pubertas, menurut Erikson, ditandai oleh kecepatan pertumbuhan badan,
kedewasaan genital, dan kesadaran seksual. Oleh karena dua aspek terakhir
sungguh berbeda dari pengalaman di tahun-tahun yang lebih awal, maka
diskontinyuitas terjadi dalam perkembangan remaja awal. Masa muda dihadapkan
dengan "revolusi fisiologis" di dalam diri sendiri yang bisa jadi bertentangan

199

dengan pembentukan suatu identitas yang diidealkan. Erikson mengakui bahwa


studi tentang identitas remaja menjadi lebih penting dibanding studi tentang
seksualitas sebagaimana dilakukan oleh Freud.
Berdasar perhatian terhadap remaja, penting untuk menjawab pertanyaan
mengenai identitas vokasional. Pada awal remaja mencoba untuk menetapkan suatu
identitas vokasional maka terjadi beberapa difusi peran. Remaja pada tahap awal
berpegang pada konsep-konsep yang glamour dan ideal mengenai tujuan vokasional
mereka, dan tidaklah luar biasa bahwa cita-cita remaja lebih tinggi dibanding
kemampuan dirinya. Sering, model tujuan vokasional yang dipilih itu kemungkinan
kecil dicapai, misalnya pahlawan pada bioskop, musisi rock, juara atletik, pembalap
mobil/sepeda motor, angkasawan, dan lain-lain pahlawan yang dikagumi. Di dalam
proses mengidentifikasi dan memuja pahlawannya, remaja menghasilkan identitas
diri dan mengira bahwa dirinya telah mempunyai kemampuan sebanding dengan
pahlawan mereka. Dalam posisi ini, menurut Erikson, kaum muda jarang
mengidentifikasi dengan orang tuanya sendiri; mereka sering memberontak
melawan terhadap kekuasaan orangtua, sistem nilai orang tua, dan dipandang
mengganggu kehidupan pribadi mereka, karena mereka ingin memisahkan identitas
mereka dari keluarga mereka. Anak remaja harus menyatakan otonomi mereka
dalam rangka menjangkau kedewasaan.
Pencarian identitas pribadi juga meliputi pembentukan suatu ideologi
pribadi atau suatu filsafat hidup yang dapat melayani diri individu. Perspektif
seperti itu dapat membantu dalam membuat aneka pilihan dan memandu perilaku.
Identitas diri atau identitas pribadi mempengaruhi remaja untuk mengarungi hidup
mereka. Jika remaja hanya mengadopsi identitas atau ideologi orang lain,
kemungkinan besar remaja tidak puas dibanding bila ia mengembangkan identitas
sendiri. Ideologi yang diadopsi jarang berkembang menjadi pribadi dan resikonya
dapat menutup pertumbuhan dan perkembangan remaja.
Hasil yang positif dari krisis identitas remaja bergantung pada kesediaan
orang untuk menerima masa lampaunya dan menetapkan kesinambungan dengan

200

pengalaman yang sebelumnya mereka alami. Anak remaja harus menemukan


jawaban pertanyaan: "Siapakah saya?" Di samping itu juga menjawab pertanyaan:
"Ke mana aku pergi?" " Hendak menjadi apakah aku?" Remaja harus sepakat benar
dengan sistem nilai yang berlaku (keyakinan religius, tujuan pekerjaan, filsafat
hidup, dan penerimaan terhadap seksualitas seseorang). Hanya melalui mencapai
aspek ego-identitas inilah remaja akan mampu bergerak mencapai kedewasaan,
mencapai keakraban dan cinta, memiliki persahabatan yang mendalam dan
mencapai kebebasan diri pribadi tanpa ketakutan kehilangan ego-identitas.
Jika remaja gagal di dalam mencari suatu identitas, maka ia akan mengalami
keraguan, difusi peran, dan kebingungan peran. Kalau sudah begini, maka remaja
akan menuruti kesenangan diri melalui berbagai aktivitas atau keasyikan yang
merugikan diri sendiri. Remaja seperti itu akan terus ceroboh asyik dengan maunya
sendiri dan tidak mempedulikan orang lain. Hal ini akan mengarahkan remaja
menuju ke arah difusi ego, kebingungan kepribadian, dan dapat berkembang
menjadi pribadi yang suka melakukan pelanggaran bahkan bisa jadi mengalami
gangguan psikotik. Dalam banyak kasus, menurut Erikson, difusi identitas dapat
mengarahkan anak ke usaha bunuh diri. Ketika identitas diri terbentuk atau telah
mapan, remaja dapat bergerak ke arah hubungan interpersonal yang akrab.
6.

Status Identitas: Pandangan James Marcia sebagai perluasan Konsep


Erikson
Marcia mendefinisikan identitas sebagai "suatu organisasi yang dinamis
tentang kekuatan, kemampuan, dan keyakinan yang disusun sendiri oleh individu
dan bersifat internal. Menurut Marcia, ukuran pencapaian identitas dewasa
didasarkan pada dua variabel yang penting yaitu: krisis dan komitmen. Krisis
mengacu pada waktu dimana remaja terlibat aktif dalam memilih di antara pilihanpilihan pekerjaan dan kepercayaan. Sedangkan komitmen mengacu pada derajat
investasi pribadi yang dinyatakan di dalam suatu pekerjaan atau kepercayaan.

201

Marcia mewawancarai remaja berusia antara 18 sampai 22 tahun tentang


aneka pilihan jabatan mereka, kepercayaan politis dan religius, dan nilai-nilai yang
mereka anut--semua aspek yang menjadi pusat identitas. Ia menggolongkan para
siswa ke dalam empat kategori dari status identitas berdasar pada: 1) apakah mereka
telah lulus dari " krisis identitas" seperti diuraikan oleh Erikson, dan 2) derajat
komitmen mereka terhadap pilihan pekerjaan dan seperangkat nilai dan keyakinan.
Empat kategori status identitas sebagaimana diidentifikasi oleh Marcia sebagai
berikut:
Identity diffused or identity confused. Individu yang belum mengalami krisis
identitas, maupun tidak membuat komitmen apapun terhadap pekerjaan dan
kepercayaan.
Foreclosure. Individu yang belum mengalami krisis, tetapi memiliki komitmen,
dimana komitmen ini bukan hasil dari pencarian dan eksplorasi pribadi, tetapi
telah siap diperoleh dari orang lain, teutama dari orang tua.
Moratorium. Individu yang dalam status krisis akut. Mereka

sedang

menyelidiki dan dengan aktif mencari-cari alternatif, dan melakukan perebutan


untuk temukan identitas mereka; tetapi belum membuat komitmen apapun atau
hanya mengembangkan komitmen sementara (temporer).
Identity Achieved.

Individu yang sudah mengalami krisis dan sudah

memecahkan atas dasar terminologi mereka sendiri, dan sebagai hasil resolusi
dari krisis telah dibuat suatu komitmen yang pribadi dalam pekerjaan, dalam
suatu kepercayaan religius, dalam suatu sistem nilai pribadi; dan telah
memecahkan sikap mereka ke arah seksualitas.
Kebanyakan remaja bergerak maju ke arah status identitas yang hendak
dicapai. Pencapaian identitas paling jarang terjadi pada awal remaja. Identitas
seringkali tercapai setelah anak masuk ke sekolah-sekolah tingkat atas, mahasiswa
di perguruan tinggi, dan sebagai orang dewasa awal. Pada saat anak masih setingkat
sekolah menengah pertama, umumnya berada pada peringkat pertama dan kedua,

202

yaitu identity diffusion dan identity foreclosure. Beberapa perbedaan juga ditemukan
pada anak laki-laki dan perempuan mengenai ukuran identitas mereka.
Moratorium remaja diartikan sebagai periode perkembangan dimana
komitmen belum dibuat sehingga dikenali bersifat eksploratory dan tentatif. Oleh
karena itu, kebanyakan mereka mengalami krisis dan ada sejumlah pertanyaan tak
terselesaikan.

Untuk

itu

ada

upaya

kuat

untuk

menemukan

jawaban,

mengeksplorasi, meneliti, melakukan uji coba berbagai peranan, dan praktek


langsung di lapangan. Hasil penelitian Marcia menunjukkan bahwa 30 persen
mahasiswa saat ini ada pada tahap moratorium. Keadaan ini ditunjukkan melalui
banyaknya mahasiswa yang menjajaki berbagai jenis kerja.
Beberapa

ahli

sosial

percaya

bahwa

sekolah

dapat

menghambat

terbentuknya identitas diri remaja, karena mereka menuntut penyesuaian dengan


berbagai cara dan remaja harus tunduk ke otoritas sekolah. Hal ini bukannya
membantu remaja dalam mencari identitas prebadi yang unik. Banyak bukti bahwa
sekolah justru menindas kreativitas remaja, individualitas remaja, dan identitas diri
remaja, sebab mereka harus mengikuti kurikulum yang berorientasi pada
keterampilan dan pengetahuan untuk sukses. Orientasi kurikulum bukan dalam
kerangka memberi kebebasan remaja untuk mengembangkan identitas diri mereka
sendiri.
Beberapa kesulitan remaja dapat dipahami jika remaja dipandang sebagai
manusia dalam posisi marjinal yang sedang berjuang untuk mencapai status dewasa.
Perjuangan remaja untuk mencapai status dewasa dapat mengalami frustrasi, dan
masyarakat, lembaga pendidikan dapat membantu mereka menjadikan pengalaman
ini menjadi lebih bermakna.
7. Teori Geisteswissenschaftliche tentang Remaja: Eduard Spranger
Eduard Spranger (1882-1963) adalah professor psikologi di Universitas
Berlin. Geisteswissenschaft diterjemahkan sebagai "cultural science" atau

203

"historical humanities." Allport menterjemahkannya sebagai "mental science."


Sementara itu Spranger sendiri menggunakan sinonim "philosophy of culture."
Menurut Spranger, ia sendiri tidak secara penuh mengalami makna
perkembangan dirinya sendiri. Banyak gejala kesadaran yang bermakna jika orang
belajar untuk memahami mereka sebagai fenomena perkembangan. Masa remaja
tidaklah hanya periode transisi dari masa kanak-kanak ke kedewasaan fisiologis,
tetapi yang lebih penting adalah usia dimana struktur mental yang secara relatif
tidak dapat dipilah-pilah dari kanak-kanak sampai mencapai kedewasaan penuh.
Selama masa remaja, suatu hirarki nilai-nilai yang lebih kekal terbentuk. Menurut
dia, "arah nilai dominan" dari individu merupakan penentu kepribadian.
Spranger mendeskripsikan tiga pola perkembangan:
Pola pertama dideskripsikan oleh Spranger dialami sebagai bentuk kelahiran
kembali individu yang di dalamnya individu mencari dirinya sneidiri
sebagaimana orang lain ketika ia mencari kematangan/kedewasaan. Seperti G.
Stanley Hall, Spranger yakin bahwa periode ini remaja mengalami badai, stres,
ketegangan, dan krisis sebagai akibat dari perubahan kepribadiannya.
Pola kedua adalah proses pertumbuhan yang lambat, terus-menerus dan
berangsur-angsur menerima gagasan dan nilai-nilai budaya masyarakat, tanpa
perubahan kepribadian dasar.
Pola ketiga adalah proses pertumbuhan yang di dalamnya individu berpartisipasi
secara aktif. Remaja secara sadar mengimprove dirinya secara sadar dan
memberi kontribusi bagi perkembangan pribadinya sendiri, mengatasi krisis
melalui upaya-upaya yang giat dan berarah tujuan. Pola ini memiliki
karakteristik self-control dan self-discipline, yang oleh Spranger dihubungkan
dengan tipe kepribadian yang sedang mengejar kekuatan diri sendiri.

204

Spranger merupakan ahli psikologi yang memandang remaja sebagai


periode perkembangan spesifik yang memiliki karakteristik unik yang berbeda dari
kanak-kanak dan masa dewasa.
8. Antropologi Budaya dan Remaja: Margaret Mead
Ada beberapa studi yang dilakukan oleh para ahli antropologi mengenai
perkembangan remaja. Kontribusi terbesar disumbangkan oleh Margaret Mead,
yang memberikan banyak pemahaman mengenai perkembangan remaja dalam
konteks budaya. Mead menulis dua buku yang relevan dengan pembahasan remaja,
yaitu Coming of Age in Samoa (1950) dan Growing Up in New Guinea (1953).
Coming of Age in Samoa merupakan studi lapangan secara empiris
menggunakan metodologi antropologis, tetapi tidak secara eksplisit mengemukakan
teori perkembangan remaja. Ruth Benedict

dalam bukunya Continuities and

Discontinuities in Cultural Conditioning (1954), memberikan teori eksplisit


mengenai perkembangan remaja dari sudut pandang antropologi budaya yang ia
kaitkan langsung dengan temuan Mead ketika meneliti remaja-remaja di Samoa.
Dalam teori ini ditekankan pentingnya factor budaya dalam proses perkembangan
remaja. Istilah Cultural relativism lebih tepat untuk memahami fenomena remaja.
Teori ini menekankan pentingnya lembaga social dan factor budaya dalam
perkembangan manusia serta mendeskripsikan ritual-ritual pubertas dalam
masyarakat primitif.
Mead mengermukakan bahwa tugas utama yang dihadapi remaja saat ini
adalah mencari identitas diri yang bermakna. Tugas ini sulit untuk diukur dalam
masyarakat demokratik modern daripada pada masyarakat primitif. Tingkahlaku
dan nilai-nilai orang tua bukan lagi sebagai model bagi remaja, sebab mereka kalah
pamor dari model yang ditampilkan lewat media massa. Lagipula, remaja sedang
dalam proses membebaskan diri dari ketergantungan pada orang tua, dimana

205

mereka seringkali berlawanan dengan sistem nilai orangtua. Oleh karena remaja
telah diajar untuk mengevaluasi perilakunya sendiri, maka ia mulai membuang
standar nilai orang tua dan menggantikannya dengan standar nilai teman sebaya.
Kecepatan perubahan sosial, memperluas berbagai sistem nilai religius dan hal-hal
duniawi, dan teknologi modern membuat dunia nampak bagi remaja sebagai suatu
yang terlalu kompleks, relativistik, terlalu tak dapat diramalkan, dan terlalu rancu
bagi remaja.
Pada waktu lampau, Erikson dan Mead menyebut sebagai periode
psychological moratorium, yakni suatu periode

dimana remaja melakukan

percobaan-percobaan secara tentatif tanpa dipersoalkan mengenai keberhasilannya


dan tanpa mempersoalkan akibat emosional, ekonomi, dan sosialnya. Kegagalan
dalam melakukan eksperimen-eksperimen tersebut bisa jadi remaja mengalami
hambatan dalam memperoleh identitas diri. Sebagai gantinya, untuk identitas
psikologis,

remaja

menggunakan

simbol-simbol

kelompok

sebaya

untuk

memperoleh semi-identitas. Menurut Mead, dalam kasus ini pendidikan menjadi


lebih fungsional dan lebih berorientasi pada keberhasilan. Sebagai konsekuensi,
tujuan dan nilai-nilai anak remaja diarahkan ke arah kesuksesan, keamanan,
kepuasan atas keinginan, penyesuaian, dan penerimaan sosial dengan diberi ruang
yang sedikit untuk melakukan percobaan, idealisme, dan utopianisme pribadi.
Mead menyatakan bahwa kegagalan untuk mengadopsi sistem pendidikan dan
sosial dapat membuat remaja mengembangkan identitas negatif.
Mead condong untuk membantu kebebasan remaja dan kurang sepakat
dengan pengharapan keluarga, masyarakat dan kelompok sebaya dalam rangka
memberi kesempatan pengalaman kreatif bagi remaja. Dalam hal ini, Mead juga
mengkritik keluarga yang terlalu membangun keintiman dengan anak-anak remaja
mereka yang terlalu berpengaruh terhadap kehidupan emosional remaja yang
sedang tumbuh. Ia yakin bila keluarga terlalu kuat pengaruhnya bagi remaja akan
menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan pribadi remaja karena akan

206

membatasi pilihan-pilihan remaja. Dia menyatakan bahwa "hal-hal yang diinginkan


orangtua seharusnya dikurangi, sedikitnya dalam beberapa hal, peran yang kuat
yang orang tua mainkan di dalam kehidupan kanak-kanak lambat laun dikurangi.
Seharusnya lembaga berperan secara demokratis. Sistem keluarga yang toleran yang
di dalamnya remaja dapat tidak setuju dengan orang tuanya tanpa kehilangan rasa
cinta orang tua, harga diri, atau meningkatnya ketegangan emosional.
Teori Ruth Benedict mengenai pengkondisian budaya memiliki implikasi
pendidikan yang penting. Praksis-praksis pendidikan di rumah begitu juga di
sekolah harus menekankan kontinuitas proses belajar sehingga anak menjadi
terbiasa dengan seperangkat nilai dan perilaku yang diharapkan orang dewasa. Anak
harus diajar bahwa bila tidak belajar dia tidak akan tumbuh menjadi orang dewasa
yang matang. Perubahan perilaku seringkali terputus-putus, diharapkan individu
bergerak dari sekolah dasar ke sekolah menengah, dari perguruan tinggi ke tempat
kerja, dan dari perilaku seksual yang ditolak menjadi perilaku yang dapat
dipertanggungjawabkan melalui lembaga perkawinan.
9. Teori Medan dan Remaja: Kurt Lewin
Kurt Lewin (1890-1947) merupakan tokoh Psikologi Gestalt dari
Universitas Berlin. Ia banyak dipengaruhi oleh pandangan Freud, khususnya
mengenai hakekat motivasi. Namun demikian, teori Lewin mengenai remaja secara
konseptual berbeda dari teori-teori lainnya. Teorinya tentang perkembangan remaja
secara eksplisit dinyatakan dalam buku Field Theory and Experiment in Social
Psychology (1939). Teori medannya menjelaskan tentang dinamika perilaku remaja
secara individual tanpa menggeneralisasi remaja sebagai kelompok. Konsepnya
membantu untuk menjelaskan dan meramalkan perilaku individu dalam situasi
spesifik.

207

Teori medan telah berhasil mengintegrasikan faktor-faktor biologis dan


sosiologis yang biasanya dipandang secara bertentangan. Lewin menyatakan
posisinya secara eksplisit: faktor-faktor pengaruh psikologis dari lingkungan
terhadap tingkahlaku dan perkembangan anak benar-benar penting.

Psikologi

secara umum dipandang sebagai medan biologis.


Landasan teori medan mengenai perkembangan remaja bahwa remaja
merupakan periode transisi yang di dalamnya remaja harus mengubah anggota
kelompknya. Anak dan orang dewasa memiliki konsep yang jelas mengenai
keanggotaan kelompok mereka, sedangkan remaja masuk di antara kelompok anakanak dan kadang masuk dalam kelompok dewasa tanpa keterlibatan lengkap di
kedua kelompok tersebut. Orangtua, guru, dan masyarakat merefleksikan kekurang
jelasan status remaja ini, perasaan ambigius mereka terhadap remaja menjadi
tampak jelas ketika mereka suatu saat memperlakukan remaja sebagaimana kanakkanak, dan kali lain memperlakukan mereka sebagai orang dewasa. Berbagai
kesulitan muncul sebab format perilaku kekanak-kanakan tertentu tidak lagi bisa
diterima. Pada waktu yang sama sebagian dari format perilaku sebagai orang
dewasa waktu itu belum diijinkan juga, atau jika mereka diijinkan, mereka merasa
baru dan asing bagi anak remaja.
Remaja dapat disebut sebagai lokomotif sosial, sebab ia bergerak ke dalam
medan sosial dan psikologis secara tak terstruktur. Tujuan tidak lagi jelas, dan alur
mereka rancu dan penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut, dilukiskan ketika remaja laki-laki pertama kali kencan ke teman wanitanya. Oleh karena
remaja tidak memiliki pemahaman yang pasti mengenai status sosialnya,
pengharapannya, dan urusannya, maka perilakunya mencerminkan ketidakpastian,
tampak ragu-ragu.
Sebagai contoh, remaja yang dihadapkan dengan beberapa pilihan yang
menarik pada waktu yang sama relatif memiliki batasan untuk mencapainya.

208

Mengemudi mobil, merokok, menikmati hubungan seksual adalah semua tujuan


yang mungkin dicapai remaja, dan dengan begitu mereka menjadi bagian dari hidup
anak remaja. Bagaimanapun, mereka tidak dengan serta merta dapat dilakukan
remaja, sebab adanya pembatasan oleh orangtua, pembatasan undang-undang, atau
kode etik yang telah diinternalisasi individu. Oleh karena remaja bergerak melalui
medan perubahan yang cepat, maka ia tidak tahu arah untuk mencapai tujuan
khusus dan terbuka bagi bimbingan yang konstruktif, tetapi ia juga menolak
terhadap rayuan dan tekanan.
Self-image

individu

bergantung

pada

tubuhnya.

Selama

proses

perkembangan normal, perubahan tubuh akan terjadi dan akan membentuk selfimage yang stabil. Kesan tentang tubuh membuat penyesuaian terhadap perubahan
perkembangan sedemikian rupa, sehingga individu memahami badannya. Selama
perubahan-perubahan remaja terjadi dalam hal struktur tubuhnya, pengalaman
tubuhnya, dan sensasi-sensasi baru mengenai tubuhnya, serta harapan yang lebih
drastis sedemikian rupa, maka kesan mengenai tubuh mereka menjadi kurang
dikenal, tidak reliable, dan tak dapat diramalkan. Remaja yang asyik dengan
normalitas tubuhnya dan bagaimana tubuhnya diterima oleh orang lain, sebenarnya
ia telah diganggu oleh kesan tubuhnya. Ia akan menghabiskan banyak waktu untuk
memperhatikan tubuhnya di kaca atau berupaya mengembangkan karakteristik
seksual primer dan sekundernya dalam kaitannya dengan teman sebayanya. Hal ini
dapat dipahami, sebab tubuh memiliki kaitan yang erat dengan perasaan tentang
kemenarikan, stabilitas, keamanan, dan peran seksual remaja. Perasaan negatif
mengenai tubuh berkaitan dengan self-concept yang negatif dan banyak
ketidastabilan emosi yang dapat mengubah orientasi hidup manusia.
Teori medan mendefinisikan remaja sebagai periode transisi dari anak ke
dewasa. Transisi ini ditandai oleh perubahan yang mendalam, pertumbuhan yang
cepat, dan diferensiasi ruang hidup yang sejalan dengan yang telah terbentuk
sebelumnya waktu kanak-kanak akhir. Transisi juga ditandai oleh kenyataan bahwa

209

individu memasuki alam kognitif yang tak terstruktur yang menghasilkan perilaku
yang tidak menentu. Transisi dari anak menjadi dewasa merupakan kejadian yang
universal, dimana anak menjadi dewasa yang matang dalam semua masyarakat.
Namun demikian, pergeseran dari anak ke dewasa dapat terjadi dalam pola-pola
yang berbeda-beda. Hal ini dapat dalam bentuk pergeseran yang mendadak, seperti
dapat diamati di dalam masyarakat primitif di mana dilakukan upacara menyambut
kehadiran pubertas mengakhiri masa kanak-kanak dan menandakan permulaan dari
kedewasaan.
Sejalan dengan Lewin, ada perbedaan budaya dalam perilaku remaja. Ia
mengemukakan perbedaan ini untuk beberapa factor, antara lain ideologi, sikap,
nilai-nilai yang diakui dan ditekankan; cara yang di dalamnya berbagai aktivitas
dipandang sebagai berkaitan dan atau tidak berkaitan. Misalnya, antara aspek
keagamaan dan kerja bagi masyarakat tertentu sangat berkaitan sedang bagi
masyarakat lainnya tidak; dan jarak periode remaja berbeda-beda dari satu budaya
dengan budaya lain, dari satu kelas sosial dengan kelas sosial lainnya di dalam satu
budaya.
B.

Kebutuhan Dasar Manusia


Salah satu aspek penting dalam membahas perkembangan manusia adalah

kebutuhan dasar yang melekat pada setiap orang. Abraham Maslow adalah tokoh
yang

terkenal

dalam

menguraikan

kebutuhan

dasar

tersebut.

Maslow

mengemukakan beberapa kebutuhan dasar manusia sebagai suatu hirarki. Artinya,


orang akan berupaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya dari yang paling
dasar menuju ke yang paling tinggi. Secara umum, manusia memiliki kebutuhan
dasar: fisik, aman, cinta dan keterlibatan, harga diri, aktualisasi diri. Pada
perkembangannya, kebutuhan tersebut berkembang yakni ditambahkan dengan
kebutuhan akan pengetahuan dan yang tertinggi adalah kebutuhan akan keindahan.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut digambarkan dalam piramid sebagai berikut:

210

Maslow mempresentasikan kebutuhan dasar dalam sebuah hirarki


(hierarchy of needs). Setelah kebutuhan yang paling dasar dari manusia berupa
udara, air, makanan, dan seks berturut-turut diikuti dengan kebutuhan dasar lainnya.
Pada mulanya, Maslow menganggap bahwa aktualisasi diri merupakan kebutuhan
tertinggi, namun akhir-akhir ini ditambahkan dengan kebutuhan akan rasa
keindahan atau estetika sebagai kebutuhan tertinggi.
1.

Kebutuhan fisiologis (The physiological needs)


Kebutuhan fisiologis manusia terdiri atas berbagai macam, antara lain
kebutuhan akan oksigin, air, protein, garam, gula, kalsium, serta mineral dan
vitamin

lainnya.

Kebutuhan

ini

juga

mencakup

kebutuhan

untuk

mempertahankan keseimbangan kadar pH dan termperatur tubuh. Di samping


itu, kebutuhan fisiologis juga meliputi kebutuhan untuk aktif, istirahat, tidur,
dan membuang kotoran (CO2, keringat, urin, dan berak). Beberapa kebutuhan
yang dapat digolongkan pada kebutuhan fisiologis lainnya adalah kebutuhan
untuk menghindar dari rasa sakit dan kebutuhan akan kehidupan seksual.
Maslow didukung oleh sejumlah penelitian menjadi yakin bahwa
kebutuhan-kebutuhan tersebut sangat individual. Penelitian terhadap ibu-ibu

211

yang sedang hamil, kebutuhan akan fisiologis ini menjadi semakin meningkat
sejalan dengan kenyataan bahwa orok yang ada dalam kandungan juga
membutuhkan makanan.
Pada saat kebutuhan fisiologis menjadi bagian utama dari kehidupan
manusia, maka kebutuhan-kebutuhan

lainnya tidak akan menjadi pusat

perhatian. Sebagai contoh, ketika kebutuhan akan makan dan minum menjadi
utama, maka orang tidak pernah banyak memikirkan resiko akan keamanan
dirinya. Dia akan berani melakukan sesuatu demi memenuhi kebutuhan
sisiologis tersebut tanpa mempedulikan apakah untuk mendapatkan makan dan
minum tersebut mengandung bahaya bagi keselamatan diri atau tidak.
2.

Kebutuhan akan rasa aman (The safety and security needs).


Apabila sebagian besar kebutuhan fisiologis telah terpenuhi, maka akan
mulai terbuka akan kebutuhan rasa aman.

Orang akan menjadi mulai berke-

inginan untuk mendapatkan suasana yang aman, kehidupan yang stabil,


mendapatkan

perlindungan. Orang mungkin akan mulai mengembangkan

kebutuhan untuk hidup lebih teratur dengan aturan-aturan yang lebih mengikat.
Dalam pandangan dari sisi negatif, orang cenderung menjadi lebih
tergugah bukan saja dengan kebutuhan

akan baju, tetapi berkaitan dengan

perasaan takut dan cemas. Pada masayarakat kita, kebutuhan ini dinyatakan
dalam bentuk keinginan untuk memiliki rumah, hidup bertetangga secara
harmonis, memiliki pekerjaan, memiliki rencana masa depan yang lebih baik.
pada masyarakat yang sudah lebih maju, maka kebutuhan akan keamanan
dinyatakan dengan keikutsertaan mereka pada program asuransi dengan segala
macam bentuknya, termasuk asuransi hidup, asuransi pendidikan, asuransi
kebakaran, dan sebagainya.

212

3.

Kebutuhan akan Kasih sayang dan keterlibatan (The love and


belonging needs).
Apabila sebagian besar kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa
aman sudah terpenuhi, maka kebutuhan ketiga akan mulai muncul. Orang akan
mulai terbuka untuk memenuhi kebutuhan mereka akan rasa kasih sayang dan
keterlibatan

dengan

orang

lain.

Orang

akan

mulai

mengembangkan

kebutuhannya untuk berkawan, hidup bahagia, memiliki hubungan yang


menyenangkan, merasa sebagian bagian dari komunitasnya. Secara negatif,
orang menjadi meningkat ketakutannya dalam kesendirian dan memiliki
kecemasan sosial.
Dalam kehidupan sehari-hari, kebutuhan ini dinyatakan dalam bentuk
keinginan untuk menikah, memiliki keluarga, merasa sebagai bagian dari
masyarakat, sebagai bagian dari kehidupan keagamaan, menjadi bagian dari
suatu gang atau kelompok bermain. Dalam kehidupan juga dinyatakan sebagai
bagian dari kehidupan kariernya.
4.

Kebutuhan akan harga diri (The esteem needs)


Secara lambat laun setelah kebutuhan akan kasih sayang dan menjadi
terlibat dalam kehidupan, orang akan mengembangkan kebutuhannya akan
harga diri. Maslow membedakan kebutuhan akan harga diri rendah dan tinggi.
Dalam tingkatan yang rendah, kebutuhan ini diwujudkan dalam bentuk-bentuk,
misalnya: kebutuhan dihargai orang lain, kebutuhan akan status, kebutuhan akan
pengakuan, perhatian, reputasi, apresiasi, dan kebutuhan untuk menjadi bagian
dominan. Dalam kategori yang lebih tingi, kebutuhan akan harga diri
diwujudkan dalam bentuk kebutuhan untuk mendapatkan kepercayaan diri,
mencakup merasa percaya diri, mampu, berprestasi, tuntas dalam berkarya,
mandiri, dan bebas.

213

Dalam sisi negatif dari kebutuhan ini dinyatakan dalam bentuk harga diri
rendah atau mengalami inferioritas. Sejalan dengan pandangan Alfred Adler,
kenyataan ini banyak bersumber dari persoalan-persoalan psikologis. Pada
masyarakat modern, kebanyakan tidak lagi mempersoalkan kebutuhan akan
aspek fisiologis dan rasa aman. Mereka cenderung mengalami hambatan dalam
hal pemenuhan kebutuhan cinta kasih dan menjadi terlibat dalam banyak bidang
kehidupan. Oleh karena itu, dalam aspek terakhir ini harus menjadi pusat
perhatian dari kehidupan kita sehari-hari, saat ini.
Empat tingkat hirarki kebutuhan di atas di sebut sebagai kekurangan
kebutuhan (deficite needs atau D-needs). Ketika kita tidak cukup memiliki atau
terpenuhi kebutuhan di atas artinya kita kekurangan dan kita menjadi merasa butuh
untuk itu. Sebaliknya, ketika kita telah memenuhi semuanya, maka kita tidak lagi
akan memerlukannya.

Maslow juga mengemukakan tingkatan-tingkatan tersebut dengan istilah


homeostasis. Homeostasis merupakan prinsip kerja sebagaimana ukuran panas
(thermostat): Jikalau terlalu dingin, maka pindahkan saklar ke panas, jika terlalu
panas, pindahkan ke dingin atau saklar panasnya dimatikan. Dalam cara kerja yang
sama, maka tubuh kita bila kekurangan sesuatu kebutuhan akan mengembangkan
perasaan lapar untuk itu. Jika kebutuhan tertentu telah terpenuhi akan berhenti
dengan sendirinya.

214

Maslow memandang semua kebutuhan di atas merupakan kebutuhan akan


kelangsungan hidup (survival needs). Kata Maslow, cinta kasih dan harga diri
merupakan kebutuhan untuk memperhatankan (memelihara) kesehatan. Ia juga
menyatakan bahwa kita memiliki dua macam kebutuhan itu bagaikan instink. Oleh
karena itu sering keduanya disebut instinctoid needs.
Di bawah kondisi tertekan (stressful conditions) atau ketika kelangsungan
hidup kita terancam, maka kita akan turun ke arah kebutuhan yang lebih rendah.
Ketika karier Anda turun, maka kemungkin besar Anda akan mencari perhatian.
Jika keluargamu menjauhimu, kamu akan membutuhkan rasa cinta dan
mengabaikan harga diri.
Maslow juga mengemukakan perlunya orang mengembangkan filosofi masa
depan (philosophy of the future) dimana kita memiliki rancangan kehidupan yang
ideal atau dunia yang diangankan dan untuk itu memerlukan informasi-informasi
untuk memenuhi kebutuhan akan masa depan tersebut.
Jikalau Anda memiliki masalah yang berat sepanjang perkembangan Anda,
misalnya selama masa kanak-kanak tidak merasa aman, atau ditinggal mati keluarga
yang dicintai, maka Anda akan mengatur kebutuhan agar hidup menjadi lebih
tenang atau lebih santai.
5.

Kebutuhan untuk Aktualisasi Diri (Self-actualization)


Istilah aktualisasi diri dipersamakan oleh Maslow dengan motivasi untuk
tumbuh atau being needs atau B-needs sebagai lawan dari D-needs). Pada
pandangan awal, kebutuhan ini dipandang yang tertingi dari kebutuhan manusia.
Namun, akhir-akhir ini ada kebutuhan yang lebih tinggi lagi yaitu kebutuhan
akan pengetahuan dan kebutuhan akan rasa keindahan.

215

Kebutuhan untuk aktulisasi diri tidak termasuk ke dalam keseimbangan


atau homeostasis. Dalam kenyataannya kebutuhan ini kadang lebih kuat dari
kebutuhan lainnya. Kebutuhan ini mencakup keinginan terus-menerus untuk
mengaktualisasikan potensi sampai pada batas yang dapat dicapai. Untuk
dikatakan sebagai dirimu kebutuhan ini harus dipenuhi sampai batas yang
paling lengkap. Oleh karena itulah maka kebutuhan ini disebut aktualisasi diri.
Artinya, menampilkan keseluruhan pribadinya sampai batas puncak.
Dalam memahami teori kebutuhan secara lengkap, maka perlu
diperhatikan bahwa jika Anda ingin benar-benar mampu mengaktualisasikan
diri, maka Anda perlu memenuhi dulu kebutuhan-kebutuhan di bawahnya yang
lebih lengkap. Jika Anda lapar, Anda perlu mengambil makanan. Jika Anda
tidak aman, maka Anda perlu mendapat pengawalan. Jika Anda merasa
terisolasi atau tidak dicintai, maka Anda perlu memuaskan kebutuhan tersebut;
Jika Anda merasa rendah diri, maka Anda perlu mempertahankan harga diri atau
mengkompensasikannya; Jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tak terpenuhi,
maka sulit bagi Anda untuk memenuhi kebutuhan tertinggi Anda yakni untuk
menampilkan potensi Anda. Dalam berbagai penelitian, ternyata di dunia ini
sangat jarang ditemukan orang yang mampu memenuhi kebutuhan tertinginya
untuk beraktualisasi diri. Maslow menyebut angka dua persen (2%) saja umat
manusia di dunia ini yang mampu menampilkan potensinya secara penuh.
Bagaimanakah orang yang dipandang mencapai aktualisasi diri puncak?
Maslow menyebutkan beberapa petunjuk mengeni sifat-sifat manusia yang telah
terpenuhi kebutuhan aktualisasi dirinya dan dalam hidupnya menjadi bahagia,
yaitu orang-orang yang mengutamakan:

Kebenaran, bukannya ketidak jujuran.

Kebaikan, bukannya kejahatan.

216

Kecantikan (pribadi), bukannya kejelekan atau ketidaksopanan.

Kesatuan dan keutuhan pribadi, bukannya aneka pilihan yang dipaksakan.

Kesadaran akan perilaku sebagai bagian hidupnya, bukan sebagai


mekanisasi dari hidup (upaya mempertahankan diri belaka).

Keunikan pribadi, bukan keseragaman yang lemah.

Kesempurnaan dan kemanfaatan, bukan kejorokan, ketidakajegan, atau


ketidakbergunaan.

Kelengkapan, bukannya ketidaklengkapan.

Keadilan dan keteraturan, bukan ketidakadilan dan pelanggaran aturan.

Kesederhanaan, bukan kompleksitas yang tak perlu.

Merasa kaya, bukan merasa miskin atau lemah.

Giat berusaha, bukan tegang dalam berusaha.

Santai, bukan suram atau cemberut, hati tak senang, kerja yang
menjemukan.

Mencukupi keperluan sendiri, bukan ketergantungan.

Hidup bermakna (Meaningfulness), bukannya kesia-siaan.


Tentu saja untuk memiliki sifat di atas tidaklah sederhana. Ketika manusia

hidup dalam tekanan ekonomi, tekanan perang, hidup di lingkungan masyarakat


miskin, atau cemas karena mengkhawatirkan tidak cukup makan, sifat-sifat di atas

217

sulit untuk berkembang. Dalam kenyataannya, Maslow yakin bahwa keadaan dunia
dimana kita hidup menjadi kunci dari terpenuhinya kebutuhan manusia.
6.

Kebutuhan Pengetahuan (Knowledge Needs)


Untuk mencapai aktualisasi diri secara memadai, manusia membutuhkan
sarana. Dalam perkembangan teori kebutuhan, dikemukakan bahwa manusia
memiliki kebutuhan yang lebih tinggi dari aktualisasi diri yaitu kebutuhan akan
pengetahuan.

Hanya

orang-orang

yang

berilmu

yang

mampu

mengaktualisasikan diri secara memadai. Dalam hal ini dapat dicontohkan


ketika seseorang memiliki potensi kuat di aspek fisik (body-kinesthetic), maka
ia baru akan mampu mengaktulasisasikan potensi fisiknya tersebut

kalau

menguasai ilmu olah fisik secara memadai. Bila kita tidak memiliki
pengetahuan yang cukup di bidang olah fisik, maka kita tak akan bisa tampil
memadai.
7.

Kebutuhan akan Rasa Keindahan (Aesthetic Needs)


Puncak dari kebutuhan manusia adalah rasa keindahan. Kebutuhan ini
terkait dengan kehalusan budi manusia. Ada kaitannya pula dengan apresiasi
manusia terhadap segala kebutuhan hidupnya. Terpenuhinya kebutuhan
fisiologis tidak saja secara lahiriyah terpenuhi, tetapi lebih dari itu, terpenuhinya
kebutuhan fisiologis tersebut akan diikuti dengan rasa estetika. Makan tidak
sekedar makan, tetapi bagaimana makan tersebut disertai dengan suasana indah.
Demikianpun rasa aman. Aman secara fisik tidak saja memakai baju seadanya,
tetapi perlu memikirkan rasa keindahan. Begitu selajutnya, kebutuhankebutuhan yang lebih tinggi pun akan dimanifestasikan dalam rasa estetika bagi
masing-masing pribadi manusia.

Aplikasi Teori Kebutuhan dalam Pendidikan

218

Maslow telah mengembangkan teori kepribadian yang sangat berpengaruh


dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan. Pengaruh yang luas ini sampai pada
tataran praktis. Sebagai ahli psikologi humanistik, Maslow yakin bahwa manusia
tidak bisa dibuka atau ditutup dengan kekuatan mekanistik, sebagaimana diajarkan
oleh kaum behavioristik yang menekankan pada hubungan stimulus dan respon,
atau dorongan-dorongan dari alam ketidaksadaran sebagaimana diajarkan kaum
psikoanalisis. Kaum humanis menekankan bahwa manusia itu memiliki potensi.
Mereka yakin bahwa manusia itu berkehendak untuk mencapai kapabilitas yang
lebih tinggi. Manusia akan mencari bentuk-bentuk kreativitas, mereka berkehendak
untuk mencapai kesadaran tinggi atau mencapai kehidupan yang arif (wisdom).
Suatu kehidupan yang berorientasi kepada kemaslahatan diri dan kemaslahatan
umat manusia pada umumnya. Keadaan ini dilabelkan oleh kaum humanis sebagai
"fully functioning person", "healthy personality", atau sebagaimana dinyatakan oleh
Maslow sebagai "self-actualizing person.".
Sebagaimana telah dikemukakan di muka, bahwa Maslow menyusun
kebutuhan

manusia

dalam

sebuah

hirarki.

Kebutuhan-kebutuhan

tersebut

instinctoid, yang sejajar dengan instincts pada binatang. Dalam kaitan ini, ada
keyakinan bahwa jika lingkungan baik, maka orang akan tumbuh menjadi kuat dan
berpribadi cantik, mampu mengaktualisasikan diri secara memadai. Sebaliknya,
jika lingkungan tidak baik, maka manusia akan tumbuh dalam pertumbuhan yang
lemah dan tidak menyenangkan.
Maslow yakni bahwa satu-satunya alasan orang tidak bergerak menuju ke
arah kebutuhan self-actualization disebabkan oleh hambatan-hambatan dari
masyarakat. Peristiwa pendidikan merupakan cara memadai untuk menghantarkan
manusia mencapai kebutuhan aktualisasi diri secara memadai. Maslow menyatakan
bahwa pendidik harus merespon terhadap potensi-potensi individu untuk tumbuh ke
arah

a self-actualizing person. Ada sepuluh pesan bagi para pendidik dalam

kerangka memberi kesempatan anak untuk mengaktualisasikan dirinya:

219

1. Pendidik harus mengajar anak untuk menjadi authentic, untuk menyadari


dunia dalam mereka untuk mendengarkan suara hati mereka sendiri.
2. Pendidik harus mengajar anak-anak untuk menjadi transcend their cultural
conditioning dan menjadi warga dunia yang arif.
3. Pendidik harus membantu anak untuk menemukan dunia kerja mereka
dalam kehidupan sehingga mendapat tempat yang pas untuk aktualisasi diri.
Hal ini dikhususkan pada penemuan karier yang tepat.
4. Pendidik harus mengajarkan bahwa hidup itu mahal, bahwa ada
kegembiraan yang bisa dialami dalam hidup, jika orang terbuka untuk
mencari situasi-situasi yang baik dan menggembirakan, maka hal ini akan
membuat hidup itu menyenangkan.
5. Pendidik harus menerima anak sebagaimana anak adanya dan membantu
mereka atas dasar dunia dalam mereka. Atas dasar pengetahuan kita
tentang bakat dan hambatan-hambatannya, maka kita akan tahu apa yang
harus diperbuat terhadap keadaan seseorang anak sesuai dengan potensi
masing-masing.
6. Pendidik harus melihat bahwa kebutuhan dasar manusia itu harus dipuaskan.
Anak-anak harus merasa aman, merasa terlibat, dan merasa memiliki harga
diri.
7. Pendidik harus menyegarkan kembali kesadaran anak, mengajar anak untuk
mengapresiasi hal-hal yang indah dan baik dalam hehidupan.
8. Pendidik harus mengajar anak bahwa mengontrol atau mengendalikan diri
itu bagus. Peristiwa mengendalikan diri merupakan upaya untuk
meningkatkan kualitas hidup dalam semua bidang.

220

9. Pendidik harus mengajar anak untuk memahami permasalahan hidup dan


bergulat dengan permasalahan yang serius dalam hidup. Hal ini mencakup
peristiwa-peristiwa ketidakadilan, kesakitan, penderitaan, dan kematian.
10. Pendidik harus mengajar anak untuk menjadi pemilih yang baik. Anak-anak
harus diberi banyak pengalaman untuk melakukan pilihan-pilihan dengan
baik.
C.

Tugas-Tugas Perkembangan Manusia


Pada bagian ini akan dikemukakan delapan tugas-tugas perkembangan yang

dihadapi remaja.

Pada bagian sebelumnya telah dikemukakan definisi remaja,

perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja, secara biologis dan psikologis.
Pada bagian ini akan dikemukakan delapan tugas perkembangan utama yang harus
dialami oleh remaja. Dengan memahami tugas-tugas perkembangan berikut ini
diharapkan orangtua dan guru-guru dapat memberikan dukungan dan kesempatan
yang tepat agar remaja mampu melaksanakan tugas-tugas tersebut dengan baik.
Apakah tugas-tugas perkembangan yang dihadapi remaja?
Tugas perkembangan utama yang dihadapi remaja adalah dimilikinya
identitas secara stabil dan menjadi orang dewasa yang lengkap dan produktif.
Sebagian besar waktu remaja akan dipergunakan untuk mengembangkan diri dalam
menghadapi perubahan-perubahan pengalaman dan peran-peran hidup mereka dari
masa kanak-kanak. Remaja mencari peran hidup mereka dalam masyarakat melalui
aktif belajar dari kehidupan nyata yang mengarahkan mereka untuk menemukan jati
dirinya sendiri.
Perubahan-perubahan yang dialami anak pada masa pubertas membawa
kesadaran baru terhadap diri sendiri dan reaksi-reaksi orang lain terhadap dirinya.
Sebagai contoh, kadang-kadang orangtua menerima remaja sebagai orang dewasa,
sebab mereka secara fisik tampak seperti fisik orang dewasa. Sebaliknya,

221

sebenarnya mereka belum dewasa. Remaja membutuhkan tempat (kamar) untuk


mengeksplorasi dirinya sendiri dan dunia mereka sendiri. Jadi sebagai orang
dewasa, kita perlu menyadari kebutuhan-kebutuhan remaja dan memberikan
kesempatan-kesempatan yang diperlukan untuk tumbuh berperan sebagai orang
dewasa.
Tugas-tugas perkembangan merupakan ukuran atau pertanda sebagai
perkembangan yang normal dari remaja dalam mengarungi hidupnya. Ada delapan
tugas perkembangan utama yang dihadapi remaja, yaitu:
1. Memperoleh hubungan baru dan lebih matang dengan orang lain, baik
dengan remaja laki-laki maupun perempuan, pada kelompok seusia.
2. Mencapai peran sosial sebagai laki-laki atau perempuan.
3. Menerima keadaan fisiknya sebagaimana adanya.
4. Mencapai kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya.
5. Mempersiapkan diri untuk hidup dalam ikatan perkawinan dan berumah
tangga.
6. Mempersiapkan diri dalam bidang karier.
7. Memperoleh seperangkat nilai-nilai dan suatu sistem etika sebagai pemandu
perilaku -- mengembangkan suatu ideologi penuntun perilaku pribadi.
8. Berkeinginan dan berusaha mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial.
Setiap tugas perkembangan tersebut secara berturut-turut dijelaskan sebagai
berikut.
1.

Memperoleh hubungan baru dan lebih matang dengan orang lain, baik
dengan remaja laki-laki maupun perempuan, pada kelompok seusia
Remaja belajar melalui usaha-usaha untuk beriteraksi dengan orang lain

dengan cara-cara yang lebih dewasa.

Kematangan fisik memainkan peranan

penting dalam beriteraksi dengan teman-teman dari kelompok sebaya. Remaja

222

yang tingkat kematangannya lebih rendah dari ukuran usia sebayanya akan
mengalami penolakan dari kelompok sebayanya. Keadaan ini akan diikuti dengan
perilaku

remaja

tersebut

untuk

mencari

kelompok

lain

yang

tingkat

perkembangannya serupa dengan dirinya. Remaja putri yang lebih cepat matang
akan masuk ke dalam kelompok sebaya yang memiliki kematangan fisik serupa
dengan perkembangan dirinya, sehingga memungkinkan remaja putri ini lebih cepat
aktivitas seksualnya.
Pemantauan oleh orang tua akan sangat berguna dalam menunjang arah
perkembangan remaja. Namun, perlu disadari bahwa orang tua memiliki
keterbatasan dalam pemantauan ini, sebab banyak waktu remaja dihabiskan dalam
aktivitas di luar jangkauan orang tua.

2.

Mencapai peran sosial sebagai laki-laki atau perempuan


Anak remaja mengembangkan definisi mereka sendiri tentang apa yang

dimaksud pria atau wanita. Bagaimanapun, kebanyakan anak remaja menepati


peran atas dasar jenis kelamin sejalan dengan pandangan budaya bahwa kaum pria
itu berperilaku tegas dan kuat, sedangkan wanita bersifat

pasif dan lemah.

Duapuluh tahun terakhir ini, peran-peran ini sudah menjadi lebih mencair. Artinya,
tidak selalu peran-peran tegas harus diambil laki-laki, sedangkan peran-peran lemah
harus diambil perempuan. Sebagai orang dewasa, kita harus menyediakan
kesempatan bagi anak remaja untuk menguji dan mengembangkan peranan sosial
yang feminin atau maskulin mereka. Sebagai contoh, kita harus mendorong remaja
pria untuk menyatakan perasaan mereka dan mendorong wanita untuk menyatakan
diri mereka lebih dari terbuka dan tegas yang mereka tak memilikinya di masa lalu.
3.

Menerima keadaan fisiknya sebagaimana adanya

223

Permulaan dari pubertas dan tingkat perubahan fisik untuk anak remaja amat
bervariasi. Remaja-remaja tertentu yang dengan mudah menghadapi perubahan itu
sebagian mencerminkan bagaimana pertumbuhan fisik mereka memenuhi
pertumbuhan fisik yang sempurna sebagaimana yang diidam-idamkan para remaja
laki-laki atau wanita-wanita. Sebaliknya, remaja yang tidak memenuhi standar
pertumbuhan fisik yang ideal akan banyak memerlukan dukungan ekstra dari orang
dewasa untuk meningkatkan perasaan nyaman dan self-worth mengenai bentuk
badan mereka.
4.

Mencapai kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya


Anak-anak

memperoleh

kekuatan

dari

cara-cara

mereka

menginternalisasikan nilai-nilai dan sikap-sikap orangtua mereka. Cara-cara ini


lambat laun mulai memudar sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak
menjadi remaja. Remaja, bagaimanapun, harus menggambarkan kembali sumber
kekuatan mereka dari kekuatan pribadi dan bergerak ke arah kepercayaan pada diri
sendiri. Perubahan ini akan lebih mudah jika anak remaja dan orang tua dapat
mencapai mufakat sampai batas level tertentu dari kemerdekaan atau kebebasan
yang meningkat dari waktu ke waktu. Sebagai contoh, orang tua dan anak remaja
perlu menetapkan waktu jam malam dimana anak boleh ke luar rumah. Waktu itu
harus ditingkatkan ketika anak remaja kita menjelang masa dewasa.
5.

Mempersiapkan diri untuk hidup dalam ikatan perkawinan dan berumah


tangga
Kematangan di bidang seksual merupakan basis dari tugas pengembangan

remaja. Pencapaian tugas-tugas pengembangan ini sulit sebab anak remaja


seringkali bingung antara perasaan seksual dengan keakraban yang asli. Tentu saja,
tugas pengembangan ini pada umumnya tidak dicapai sampai masa remaja akhir
atau awal kedewasaan.

224

Dalam kaitan ini, tugas pendidikan bukannya mempersiapkan

remaja

melaju ke jenjang perkawinan. Hal yang lebih pokok adalah bagaimana remaja
memiliki sikap yang tepat menghadapi kebingungan mereka atas perasaan-perasaan
seksual dan hubungan-hubungan interpersonal yang akrab dengan lawan jenisnya.
Problema perilaku seksual akhir-akhir ini menjadi salah satu bagian keprihatinan
sebagian besar orang tua dan pendidik pada umumnya.
6.

Mempersiapkan diri dalam bidang karier


Di dalam masyarakat kita, anak remaja dipandang telah menjangkau status

orang dewasa ketika ia bisa mendukung dirinya sendiri dalam hal keuangan. Tugas
ini telah menjadi lebih sulit dibanding di masa lalu sebab permintaan pasar
pekerjaan menuntut pendidikan dan ketrampilan yang tinggi. Saat ini, tugas
pengembangan mempersiapkan diri di bidang karier secara umum tidak dicapai
sampai masa remaja akhir atau awal kedewasaan, setelah individu menyelesaikan
pendidikannya, dan memperoleh beberapa tingkat awal pengalaman bekerja.
7.

Memperoleh seperangkat nilai-nilai dan suatu sistem etika sebagai


pemandu perilaku -- mengembangkan suatu ideologi pribadi.
Anak remaja sudah dapat berpikir secara abstrak dan situasi yang mungkin

bakal terjadi. Dengan perubahan di dalam berpikir ini, anak remaja bisa
mengembangkan seperangkat keyakinan dan nilai-nilainya sendiri.
8.

Berkeinginan

dan

berusaha

mencapai

perilaku

yang

dapat

dipertanggungjawabkan secara sosial


Keluarga merupakan tempat di mana
mendefinisikan

anak-anak menggambarkan atau

diri mereka dan dunia mereka sendiri. Sementara itu, remaja

mendefinisikan atau menggambarkan diri mereka dan dunia mereka dari peranan
sosial yang baru mereka jalani. Status remaja di dalam masyarakat, di luar dari

225

keluarga merupakan suatu keberhasilan yang penting bagi masa remaja akhir dan
orang dewasa awal. Remaja dan orang dewasa awal sebagai anggota masyarakat
yang lebih luas melalui keterlibatan mereka dalam ketenagakerjaan (dimana mereka
memiliki kemerdekaan dalam bidang keuangan) dan kemerdekaan emosional dari
orang tua.
RANGKUMAN
Sebagian besar remaja menghadapi tugas perkembangan sebagai suatu yang
menantang, namun sebagian besar tidaklah tak dapat ditanggulangi. Galibnya,
remaja sedang menguji kemerdekaan dirinya dari belenggu orangtuanya; namun
mereka bukanlah, dan tidak ingin, secara total mandiri. Orangtua dan orang dewasa
harus menyediakan suatu lingkungan yang mendukung untuk anak remaja yang
sedang mencari dan menyelidiki identitas diri mereka. Orang tua dan orang dewasa
kebanyakan berpegang teguh dalam prinsip. Remaja memerlukan orang tua untuk
memainkan peran aktif di antara orang tua-orang tua yang masih hidup dan
memiliki kemauan juga yang mungkin berbeda dari remaja. Bagaimanapun, orang
dewasa harus menyediakan anak remaja beberapa ruang untuk bertanggung jawab
dalam pengambilan keputusan mereka sendiri serta bertanggung jawab atas
konsekuensi dari keputusan yang diambilnya. Ketika remaja membuat kesalahan
atas keputusan yang diambil, mereka memerlukan dukungan dan bimbingan dari
orang tua dan orang dewasa untuk membantu mereka untuk mengetahui dari
pengalaman menghadapi sesuatu terkait dengan keputusan tersebut. Dengan
mengetahui tugas perkembangan anak remaja, orang tua dan orang dewasa dapat
membantu kekeliruan yang diperbuat oleh anak remaja menjadi peluang yang
mampu meningkatkan penguasaan anak remaja atas ketrampilan hidup. KadangKadang interaksi antar orangtua dan orang dewasa lain dengan anak remaja akan
menjadi tantangan dan pertentangan yang tidak pasti, tetapi adalah penting bahwa
orang tua dan orang dewasa tetap tabah dan memberi kepercayaan kepada anak
remajanya serta yakin bahwa anaknya akan sanggup menyelesaikan segala urusan.

226

Orang tua dan orang dewasa mempunyai sebuah peran yang penting untuk
dilakukan dan diperkirakan mempunyai dampak positif bila secara tidak kentara
mereka hidup di antara anak remajanya.
Kompleksitas perubahan yang dihadapi individu mulai terasa pada dekade
kedua ketika manusia hidup. Tentu saja, masa remaja ditandai oleh banyak
perubahan-- biologi, phisik, emosional dan intelektual. Informasi dari rangkaian
perubahan-perubahah dalam berbagai bidang tersebut akan menjadi "petunjuk jalan
(road map)" untuk mengantisipasi dari anak remaja. Penggunaan petunjuk jalan ini,
orang tua dan orang dewasa lain dapat mendukung anak remaja atas perjalanan
mereka ke arah mencapai tujuan mereka, yakni menjadi orang dewasa yang
produktif dan berkompeten.
PENDALAMAN
Untuk memperoleh penguasaan yang mendalam mengenai kebutuhan dan
tugas-tugas perkembangan remaja, kerjakanlah tugas-tugas berikut ini dengan
saksama.
1.

Beberapa orang ahli menyampaikan pandangannya mengenai perkembangan


remaja. Menurut pandangan Anda sendiri bagaimana, benarkah bahwa remaja
hidupnya hanya untuk mengabdi kepada kehidupan seksual?

2.

Amatilah beberapa remaja, bedakan di antara remaja yang Anda amati


bagaimana perkembangan identitas dirinya? Adakah di antara mereka ada yang
identitas dirinya tidak sehat? Kalau ada, bagaimana karakteristik yang tampak?

3.

Tekanan dari pemenuhan kebutuhan di masa remaja adalah aktualisasi diri.


Adakah di antara remaja yang menurut penilaian Anda belum waktunya
aktualisasi diri, artinya mereka masih bergelut dengan kebutuhan dasar yang

227

lebih

rendah?

Bagaimana

kita

menghantarkan

remaja

agar

mampu

beraktualisasi diri?
DAFTAR RUJUKAN
Carnegie Council on Adolescent Development (1995). Great transitions: Preparing
adolescents for a new century. New York: Carnegie Corporation.
Cobb, N. J. (1994). Adolescence: Continuity, change, and diversity. Mountain View,
CA: Mayfield Publishing.
Dryfoos, J. G. (1990). Adolescents at risk: Prevalence and prevention. New York:
Oxford University Press.
Eccles, J. S., Midgley, C., Wigfield, A., Buchanan, C. M., Reuman, D., Flanagan, C.
& Mac Iver, D. (1993). Development during adolescence: The impact of
stage-environment fit on young adolescents' experiences in schools and in
families. Journal of the American Psychologist Association, 48, 90-101.
Erikson, E. H. (1968). Identity: Youth and crisis. New York: W. W. Norton.
Hamburg, B. (1974). Early adolescence: A specific and stressful stage of the life
cycle. In G. Coehol, D. A. Hamburg, & J. E. Adams (Eds.), Coping and
adaptation (pp. 101-125). New York: Basic Books.
Lerner, R. M. (1995). America's youth in crisis: Challenges and options for
programs and policies. Thousand Oak, CA: Sage.
Lerner, R. M., & Galambos, N. L. (Eds.) (1984). Experiencing adolescents: A
sourcebook for parents teachers, and teens. New York: Teachers College.
Nightingale, E. O., & Wolverton, L. (1993). Adolescent rolelessness in modern
society. Teachers College, 94, 472-486.
Perkins, F. Daniel.2005. Adolescence: Developmental Tasks.
Petersen, A. C. (1987). The nature of biological-psychological interaction: The
sample case of early adolescence. In R. M. Lerner & T. T. Foch (Eds.),
Biological- psychosocial interactions in early adolescence: A life-span
perspective (pp. 35-62). Hillsdale, NJ: Erlbaum.
Simmons, R. G., & Blyth, D. A. (1987). Moving into adolescence: The impact of
pubertal change and school context. New York: Aldine DeGruyter.
Vernon, A. & Al-Mabuk, R. H. (1995). What growing up is all about: A parent's
guide to child and adolescent development. Champaign, IL: Research Press.

228

229

Anda mungkin juga menyukai