Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I

LAPORAN KASUS PASIEN


1.1 Identitas
Nama

: Tn. A

Umur

: 59 tahun

Jenis kelamin

: Laki- laki

Agama

: Islam

Tanggal lahir

: 22 Maret 1956

Suku/Bangsa

: Indonesia

Pekerjaan

: Wiraswasta

Alamat

: Cimanggu Pandeglang

Tanggal pemeriksaan : 12 Maret 2016


1.2 Anamnesa
Keluhan utama:
Mata kanan merah yang timbul sejak 4 hari SMRS.
Keluhan tambahan:
Penglihatan buram, mata berair, gatal di tepi mata, keluar kotoran banyak,
silau, sensasi benda asing di mata kanan sejak 4 SMRS.
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke Poliklinik Mata Dr. Drajat Prawiranegara Serang dengan
keluhan mata kanan merah yang timbul sejak 4 hari SMRS. Pasien mengatakan 5
hari SMRS mata kanan kemasukan pasir ketika sedang berkebun. Pasien

mengatakan setelah kemasukan pasir, pasien sering mengucek mata kanannya


karena terasa ada yang mengganjal di dalam mata kanan. Pasien mengatakan
setelah dikucek mata menjadi merah, terasa gatal di tepi mata kanan, mata kanan
1

berair dan mengeluarkan kotoran mata berwarna kuning hijau yang banyak.
Pasien mengeluh mata kanan menjadi buram sejak 4 hari SMRS. Pasien juga
mengeluh silau yang dirasakan sejak 4 hari SMRS.
Pasien mengatakan 2 hari sebelum berobat ke rumah sakit, pasien telah
berobat ke dokter mata dan pasien disarankan untuk dirawat di rumah sakit namun
pasien menolak dan pasien diberikan obat tetes mata dibekacin, 2 jenis obat yang
diminum namun pasien lupa nama obat yang diminum. Pasien mengatakan telah
mengkonsumsi obat namun tidak ada perubahan sehingga pasien berobat kembali
ke rumah sakit. Riwayat penggunaan kacamata dan lensa kontak disangkal.
Riwayat penyakit dahulu

Keluhan serupa (-)

Trauma pada mata (-)

Hipertensi (+) sejak 2 tahun yang lalu dan kadang mengkonsumsi obat
captopril.

Diabetes Melitus (-)

Alergi (-)

Riwayat penyakit keluarga :

Keluhan serupa (-)

Hipertensi (+)

Diabetes Melitus (-)

1.3 Pemeriksaan Fisik


1.3.1 Status Generalis
Keadaan umum

: Sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda vital

Tekanan darah

: 140/90 mmHg

Nadi

: 86x/menit

Suhu

: 36,9C

Frekuensi nafas

: 22x/menit

Kepala

: Normocephale

Mata

: (Lihat status oftalmologi)

Telinga,hidung,tenggorokan : Dalam batas normal


Leher

: Dalam batas normal

Toraks dan abdomen

: Dalam batas normal

Ekstremitas

: Dalam batas normal

1.3.2 Status Oftalmologis


OD
Ortotropia

OS

Posisi
Hirscbergh
Gerakan bola Baik ke segala arah
mata

Lapang
pandang

Baik ke segala arah

60

60

90

<5
0

90

50
70

70

Visus
TIO
Silia
dan
Supracilia
Palpebra
superior
Palpebra
inferior
Konjungtiva
tarsal
superior
Konjungtiva
tarsal inferior
Konjungtiva
bulbi
Kornea

COA
Pupil
Iris

1/300 (PH tetap)


Palpasi N
Baik,
tumbuh
teratur,
madarosis
(-),
entropion
(-),ektropion (-)
hematom (-) hiperemis (+)
edema (+) minimal benjolan
(-) entropion(-) , ektropion (-),
sikatrik (-)
hematom (-) hiperemis (+)
edema (+) minimal benjolan
(-) entropion (-) , ektropion
(-), sikatrik (-)
hiperemis (+) folikel (-) papil
(-)

6/24 (PH tetap)


Palpasi N
Baik, tumbuh teratur
madarosis (-), entropion (-),
ektropion (-)
hematom (-) hiperemis (-)
edema (-) benjolan (-) entropion
(-), ektropion (-),sikatrik (-)

hiperemis (+) folikel (-) papil


(-)
Injeksi konjungtiva (+),
Injeksi silier (+), perdarahan
subkonjungtiva (-), sekret
purulen (+)
Keruh (+) Ulkus (+), infiltrat
(+) berukuran 9 mm,
berwarna putih kelabu

hiperemis (-) folikel (-) papil (-)

hematom (-) hiperemis (-)


edema
(-)
benjolan
(-)
entropion(-) , ektropion (-)
sikatrik (-)
hiperemis (-) folikel(-) papil (-)

Injeksi konjungtiva (-)


Injeksi silier (-)
Perdarahan subkonjungtiva (-)
Jernih, edema (-), infiltrat (-)
ulkus (-)

Sedang , hipopion (+) hifema Sedang , hipopion (-) hifema (-)


(-)
Sulit dinilai
Bulat , 3mm , RCL/RCTL +/
+
Warna coklat, kripta (+), Warna coklat, kripta (+),sinekia
sinekia anterior (-) sinekia anterior (-) sinekia posterior (-)
posterior (-)

Lensa
Sulit dinilai
Reflek fundus Sulit dinilai
1.4 Diagnosa Kerja
Ulkus kornea OD ec suspek bakterial
1.5 Diagnosa Banding
Ulkus kornea ec fungi OD

jernih
(+)

Endoftalmitis eksogen OD

1.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan slit lamp

Pemeriksaan apus sekret

Tes fluoresein

Pemeriksaan gram dan KOH 10%

1.7 Pemeriksaan Lanjutan

Oftalmoskopi direk

1.8 Penatalaksanaan

Dirawat di RS diberikan terapi injeksi:

Ceftriaxon 2x2 gram iv

Ketorolac 2x1 amp

Ranitidine 2x1 amp

Metronidazole 3x500 mg iv

Tropin ed 3 dd gtt 1 OD

Dibekacin ed 6 dd gtt 1 OD

1.9 Saran

Patuh dalam meminum obat, tepat dosis dan tepat waktu.

Menyarankan pasien untuk tidak mengucek mata dan mencuci tangan


sesering mungkin dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang
bersih untuk mencegah penyebaran infeksi.

Menyarankan kepada pasien untuk melakukan pemeriksaan mata teratur.

Mengontrol hipertensi dengan pengobatan.

1.10 Prognosis

OD

Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad functionam

: dubia

OS
ad bonam
dubia

bonam

Ad sanationam

: ad bonam

ad bonam

ad

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ulkus Kornea
2.1.1 Definisi
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus kornea diakibatkan oleh adanya
kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang.1
2.1.2 Etiologi

Infeksi
a. Infeksi Bakteri: P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering. Sebuah penelitian terbaru
menyebutkan bahwa telah ditemukan Acinetobacter junii sebagai salah
satu penyebab ulkus kornea. Penyebab ulkus kornea 38,85% disebabkan
oleh bakteri.2

b. Infeksi Jamur: disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,


Cephalosporium dan spesies mikosis fungoides. Penyebab ulkus kornea
40,65% disebabkan oleh jamur.2
c. Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai.
Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan
epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus.2

d. Acanthamoeba
Infeksi kornea oleh Acanthamoeba sering terjadi pada pengguna
lensa kontak lunak. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai
lensa kontak yang terpapar air yang tercemar.2

Noninfeksi 2,3
a. Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung pH;
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik,
organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan
terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak
tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat
superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih
yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan
terjadi penghancuran kolagen kornea.2
b. Radiasi atau suhu;

Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari
yang akan merusak epitel kornea.2
c. Sindrom Sjorgen;
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis
sicca yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan
defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan
palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik
kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada
kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.2,3
d. Defisiensi vitamin A;
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna.2
e.

Obat-obatan

(kortikosteroid,

idoxiuridine,

anestesi

topikal,

immunosupresif);
f. Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma;
g. Pajanan (exposur);
h. Neurotropik.

Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas).2

2.1.3 Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina. Perubahan dalam bentuk dan
kejernihan kornea mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh

10

karenanya, kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan


penglihatan.4
Kornea bagian mata yang avaskuler, bila terjadi infeksi maka proses
infiltrasi dan vaskularisasi dari limbus baru akan terjadi 48 jam kemudian. Badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera
bekerja sebagai makrofag, kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang
terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Selanjutnya terjadi
infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN)
yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna
kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian
dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.4,5
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama
palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat
progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan
iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang
berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.6
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil
dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi
bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma

maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya
sikatrik.4
2.1.4 Manifestasi Klinis
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa:
1. Gejala subjektif1
a. Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva;
b. Sekret mukopurulen;
c. Merasa ada benda asing di mata;
d. Pandangan kabur;
e. Mata berair;
f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus;
g. Silau;
h. Nyeri
2. Gejala objektif1
a. Injeksi silier;
b. Hilangnya sebagian kornea dan adanya infiltrat;
c. Hipopion.
2.1.5 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi, dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea, yaitu:6
1. Ulkus kornea sentral.
A. Ulkus kornea bakterialis
a. Ulkus Streptokokus

12

Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea
(serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabuabuan berbentuk cakram
dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan
menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh
streptokok pneumonia.6
b. Ulkus Stafilokokus
Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik kekuningan
disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. . Apabila tidak
diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema
stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus
seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.6
c. Ulkus Pseudomonas
Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea yang dapat
menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Gambaran berupa ulkus yang
berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan.
Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan
dapat terlihat hipopion yang banyak. Secara histopatologi, khas pada
ulkus ini ditemukan sel neutrofil yang dominan.6
d. Ulkus Pneumokokus
Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi
ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan
gambaran karakteristik yang disebut ulkus serpen. Ulkus terlihat dengan
infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran

ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di
daerah initerdapat banyak kuman.6
e. Ulkus Neisseria gonorrhoeae
Ulkus kornea yang terjadi karena Neisseria gonorrhoeae dan
merupakan salah satu dari penyakit menular seksual. Gonore bisa
menyebabkan perforasi kornea dan kerusakan yang sangat berarti pada
struktur mata yang lebih dalam.6

B. Ulkus kornea fungi


Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang
agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular, feathery edge dan terlihat
penyebaran seperti bulu di bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah
tempat asal penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit
disekitarnya. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan
naik dan dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang.6
C. Ulkus kornea virus
a. Ulkus kornea Herpes Zoster
Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu timbul 1-3
hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan
edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya
infiltrat subepitel dan stroma. Dendrit herpes zoster berwarna abuabu kotor.6
b. Ulkus kornea Herpes Simplex

14

Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai
terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan
bentuk dendrit atau bintang infiltrasi. Bentuk dendrit herpes simplex kecil,
ulseratif, jelas diwarnai dengan fluoresein.6
D. Ulkus kornea Acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen,
cincin stroma, dan infiltrat perineural.6
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
Merupakan peradangan kornea bagian perifer dapat berbentuk bulat atau
segiempat, dapat satu atau banyak dan terdapat daerah kornea yang sehat
dengan limbus.6
b. Ulkus mooren
Merupakan ulkus kronik yang biasanya mulai dari bagian perifer kornea
berjalan progresif ke arah sentral tanpa adanya kecenderungan untuk perforasi
ditandai tepi tukak bergaung dengan bagian sentral tanpa adanya kelainan
dalam waktu yang agak lama.6
c.

Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang

berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau


dalam, kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadangkadang dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang

sebetulnya tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan


penyakitnya menahun.6
2.1.6 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan oftalmologis dengan menggunakan lampu celah serta pemeriksaan
laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat
diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit
kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek
yang sering kambuh. Hendaknya ditanyakan pula riwayat pemakaian obat topikal
oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit
bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes simplek.6
Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan gejala berupa adanya injeksi
siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea disertai adanya
jaringan nekrotik. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan
hipopion.1
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti
ketajaman penglihatan, pemeriksaan slit-lamp, respon reflek pupil, pewarnaan
kornea dengan zat fluoresensi, dan scrapping untuk analisa atau kultur (pulasan
gram, giemsa atau KOH).1
Karena gambaran klinis tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis
etiologik secara spesifik, diperlukan pemeriksaan mikrobiologik, sebelum
diberikan pengobatan empiris dengan antibiotika. Pengambilan spesimen harus
dari tempat ulkusnya, dengan membersihkan jaringan nekrotik terlebih dahulu;

16

dilakukan secara aseptik menggunakan spatula Kimura, lidi kapas steril, kertas
saring atau Kalsium alginate swab. Pemakaian media penyubur BHI (Brain Heart
Infusion Broth) akan memberikan hasil positif yang lebih baik daripada
penanaman langsung pada medium isolasi. Medium yang digunakan adalah
medium pelat agar darah, media coklat, medium Sabaraud untuk jamur dan
Thioglycolat. Selain itu dibuat preparat untuk pengecatan gram. Hasil pewarnaan
gram dapat memberikan informasi morfologik tentang kuman penyebab yaitu
termasuk kuman gram (+) atau Gram (-) dan dapat digunakan sebagai dasar
pemilihan antibiotika awal sebagai pengobatan empirik.6
2.1.7 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan non-medikamentosa:7
a. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya;
b. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang;
c. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan
mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih;
d. Menghindari asap rokok, karena dengan asap rokok dapat memperpanjang
proses penyembuhan luka.
2. Penatalaksanaan medikamentosa:
Penatalaksanaan ulkus kornea harus dilakukan dengan pemberian terapi
yang tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji sensitivitas
mikroorganisme penyebab. Adapun obat-obatan antimikrobial yang dapat
diberikan berupa:
A. Antibiotik

Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum


luas diberikan dapat berupa salep, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada
pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salep mata karena dapat
memperlambat penyembuhan dan dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
Berikut ini contoh antibiotik: Sulfonamide 10-30%, Basitrasin 500 unit,
Tetrasiklin 10 mg, Gentamisin 3 mg, Neomisin 3,5-5 mg, Tobramisin 3 mg,
Eritromisin 0,5%, Kloramfenikol 10 mg, Ciprofloksasin 3 mg, Ofloksasin 3 mg,
Polimisin B 10.000 unit.7
B. Anti jamur
Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial
yang tersedia. Berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi:8
a. Jamur berfilamen: topical amfotericin B, Thiomerosal, Natamicin, Imidazol;
b. Ragi (yeast): Amphotericin B, Natamicin, Imidazol, Micafungin 0,1% tetes
mata;
c. Actinomyces yang bukan jamur sejati: golongan sulfa, berbagai jenis
antibiotik.
C. Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid
lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, antibiotik spektrum luas untuk infeksi
sekunder, analgetik bila terdapat indikasi serta antiviral topikal berupa salep
asiklovir 3% tiap 4 jam.8
D. Anti acanthamoeba

18

Dapat diberikan poliheksametilen biguanid + propamidin isetionat atau


salep klorheksidin glukonat 0,02%.
Obat-obatan lainnya yang dapat diberikan yaitu:7,8

Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,

Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.


Efek kerja sulfas atropine :
-

Sedatif, menghilangkan rasa sakit.

Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.

Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.


Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi

sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil,


terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan
mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru.8

Skopolamin sebagai midriatika.

Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau

tetrakain tetapi jangan sering-sering.


Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :9
1.

Kauterisasi
a)

Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan

murni trikloralasetat
b)

Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau

termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang

mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna


keputih-putihan.9
2.

Pengerokan epitel yang sakit


Parasentesa dilakukan

kalau pengobatan

dengan obat-obat tidak

menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan
yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh.
Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari
sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi
perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau
sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.9
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan
sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan
melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya
baru saja, maka dapat dilakukan :9

Iridektomi dari iris yang prolaps

Iris reposisi

Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva

Beri sulfas atripin, antibiotik dan balut yang kuat


Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita

obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya
sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.1,9
3. Keratoplasti

20

Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan


diatas tidak berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan,

kekeruhan

kornea

yang

menyebabkan

kemunduran

tajam

penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :9


1.

Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita

2.

Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.

3.

Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

2.1.8 Pencegahan
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi
kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak
kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang
sangat buruk bagi mata.3
-

Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata

Jika mata sering

kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa

menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
-

Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan

merawat lensa tersebut.3


2.1.9 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:5
1. Kebutaan parsial atau komplit karena endoftalmitis;
2. Prolaps iris;

3. Sikatrik kornea;
4. Katarak;
5. Glaukoma sekunder.
2.1.10 Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin
tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
menimbulkan resistensi.5,7
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan
dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua
metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan
pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil
dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang
besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk
jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.5

22

BAB III
DISKUSI KASUS
Pada anamnesis, pasien, 59 tahun, mengeluh dengan mata kanan merah yang
timbul sejak 4 hari SMRS. Pasien mengatakan 5 hari SMRS mata kanan
kemasukan pasir ketika sedang berkebun. Pasien mengatakan setelah kemasukan
pasir, pasien sering mengucek mata kanannya karena terasa ada yang mengganjal
di dalam mata kanan. Pasien mengatakan setelah dikucek mata menjadi merah,
terasa gatal di tepi mata kanan, mata kanan berair dan mengeluarkan kotoran mata
berwarna kuning hijau yang banyak. Pasien mengeluh mata kanan menjadi buram
sejak 4 hari SMRS. Pasien juga mengeluh silau yang dirasakan sejak 4 hari
SMRS.
Pasien mengatakan 2 hari sebelum berobat ke rumah sakit, pasien telah
berobat ke dokter mata dan pasien disarankan untuk dirawat di rumah sakit namun
pasien menolak dan pasien diberikan obat tetes mata dibekacin, 2 jenis obat yang

diminum namun pasien lupa nama obat yang diminum. Pasien mengatakan telah
mengkonsumsi obat namun tidak ada perubahan sehingga pasien berobat kembali
ke rumah sakit. Riwayat penggunaan kacamata dan lensa kontak disangkal.
Pada teori, Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea
akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus kornea diakibatkan oleh
adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Gejalanya
meliputi eritema pada kelopak mata dan konjungtiva, sekret mukopurulen, merasa
ada benda asing di mata, pandangan kabur, mata berair, bintik putih pada kornea,
sesuai lokasi ulkus, silau, nyeri.
Pada kasus pemeriksaan fisik dan pemeriksaan oftalmologi didapatkan:

Visus

: 1/300 PH tetap OD

Palbera superior dan inferior

: edema (+), hiperemis (+) OD

Konjungtiva tarsal superior dan inferior: hiperemis (+) OD

Konjungtiva bulbi

: Injeksi konjungtiva (+), Injeksi

silier (+), sekret purulen (+) OD

Kornea

: Keruh (+) Ulkus (+) infiltrat (+)

berukuran 9 mm, berwarna putih kelabu.

COA

: hipopion (+)

Pada teori pemeriksaan ulkus kornea, didapatkan penglihatan buram

Konjungtiva bulbi

: Injeksi silier, Sekret mukopurulen

Kornea

: Hilangnya sebagian kornea dan

adanya infiltrat

24

COA

: Hipopion

Konjungtiva tarsal dan palpebral

: Eritema pada kelopak mata dan

konjungtiva
Pada kasus, tatalaksana nya meliputi dirawat di RS diberikan terapi
injeksi: ceftriaxon 2x2 gram iv, ketorolac 2x1 amp, ranitidine 2x1 amp,
metronidazole 3x500 mg iv, tropin ed 3 dd gtt 1 OD, dibekacin ed 6 dd gtt 1 OD
Pada teori, untuk tatalaksana dengan pemberian terapi yang tepat dan cepat sesuai
dengan kultur serta hasil uji sensitivitas mikroorganisme penyebab. Jika
penyebabnya kuman, maka dapat diberikan antibiotik yang sesuai dengan kuman
penyebabnya atau yang berspektrum luas diberikan dapat berupa salep, tetes atau
injeksi subkonjungtiva. Obat-obatan lainnya yang dapat diberikan yaitu sulfas
atropin sebagai salap atau larutan. Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena
bekerja lama 1-2 minggu. Efek kerja sulfas atropine yaitu sedatif untuk
menghilangkan rasa sakit, dekongestif untuk menurunkan tanda-tanda radang, dan
menyebabkan paralisis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Amatya, R., Shrestha, S., Khanal, B., Gurung, R., Poudyal, N., Badu., BP.,
et al. 2012. Etiological Agents of Corneal Ulcer: Five Years Prospective
Study in Eastern Nepal. Nepal Med Coll J. Sep;14(3):219-22.
3. Werli, A.A., Ercole, F.F., Herdman, T.H., Chianca, T.C.M. 2013. Nursing
Interventions for Adult Intensive Care Patients with Risk for Corneal
Injury: a systematic review. Int J Nurs Knowl. Feb;24(1):25-9.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. 2012. Ulkus Kornea
dalam: Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta: Penerbit Sagung Seto.
5. Srinivasan, M., Gonzales, C., George, C., Cevallos, V., Mascarenhas, J.,
Asokan, B,. Et al. 2007. Epidemiologi and Aetiological Diagnosis of
Corneal Ulcer. Br J Ophtalmol. Nov;81(11):965-971.
6. Vaughan, D.G., Asbury, T., Riordan, P. 2009. Oftalmologi Umum. Edisi
17. Jakarta: EGC.
7. Jetton, J.A., Ding, K., Stone, DU. 2014. Effects of Tobacco Smoking on
Human Corneal Wound Healing. Cornea. May;33(5):453-6.
8. Matsumoto, Y., Dogru, M., Goto, E., Fujishima, H., Tsubota, K. 2005.
Successful topical application of a new antifungal agent, micafungin, in
the treatment of refractory fungal corneal ulcers: report of three cases and
literature review. Cornea. Aug;24(6):748-53.

26

9. Khater, M.M., Selima, A.A., El-Shorbagy, M.S. 2014. Role of Argon Laser
as an Adjunctive Therapy for Treatment of Resistant Infected Corneal
Ulcers. Clin Ophthalmol. 23(8):1025-30.

Anda mungkin juga menyukai