Anda di halaman 1dari 10

Tujuan Menilai manfaat vitamin A dalam mengurangi keparahan diare akut.

Metode Uji klinis acak tersamar tunggal, dilakukan pada anak usia 6 bulan
sampai 5 tahun di unit pelayanan kesehatan yang ada di delapan desa di wilayah
kerja Puskesmas Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera
Utara, sejak Agustus 2009 sampai Januari 2010. Semua anak diare yang datang
di rehidrasi terlebih dahulu sesuai standar WHO. Setelah itu pasien dipilih secara
consecutive sampling. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
dimasukkan dalam penelitian, diacak menjadi dua kelompok. Kelompok I
diberikan vitamin A dosis tunggal dengan dosis 100 000 IU untuk usia 6 sampai
11 bulan atau berat badan < 10 kg dan 200 000 IU untuk usia 12 bulan atau
berat badan > 10 kg. Kelompok II diberikan plasebo satu kali secara oral.
Penyembuhan diare dinilai berdasarkan penurunan keparahan diare akut dengan
mengamati perubahan frekuensi diare, konsistensi tinja, volume tinja dan durasi
diare setelah pemberian terapi. Untuk membandingkan perbedaan antara kedua
kelompok digunakan uji t independen dan uji Kai-kuadrat, juga dilakukan analisis
intention to treat. Hasil Seratus dua puluh anak yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi berpartisipasi pada studi ini, diacak menjadi dua kelompok, 60 anak
menerima terapi vitamin A dan selebihnya menerima plasebo. Ditemukan
perbedaan yang bermakna pada frekuensi diare (P = 0.009) dan konsistensi tinja
(P = 0.001) sejak pemantauan hari kedua, pada volume tinja (P = 0.001) sejak
pemantauan hari pertama, serta durasi diare antara kedua kelompok (84.0 jam
dan 117.2 jam; P = 0.001 ; IK 95% = - 40.60 ; - 25.79). Bila diamati sejak hari
pertama diare sampai diare sembuh, juga didapatkan perbedaan bermakna pada
lama diare antara kedua kelompok (106.9 jam dan 146.5 jam; P = 0.001 ; IK 95%
= - 49.70 ; - 29.46). Kesimpulan Pemberian vitamin A efektif mengurangi
keparahan diare akut pada anak sehingga bermanfaat dalam pengobatan diare
akut pada anak.
Penyakit campak adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, ditandai
dengan demam, batuk, pilek dan ruam kulit.Penyakit ini biasanya sering
menyerang bayi dan anak-anak.Penyakit campak disebabkan oleh infeksi virus
rubella yang dapat menulat dari satu orang ke orang lainnya melalui udara
ataupun sekresi saluran pernafasan dan tenggorokan dari orang yang telah
terinfeksi.Penyakit campak akan semakin menyerang tubuh orang yang
defisiensi vitamin A.Karena vitamin A berperan penting untuk menjaga kekebalan
tubuh dari infeksi virus.
Pengobatan campak pada anak bisa dilakukan melalui pertolongan dokter dan
klinik-klinik kesehatan, meskipun sebenarnya penyakit campak dapat sembuh
sendiri asalkan anak (penderita) mendapatkan asupan gizi yang bagus, banyak
minum dan istirahat yang cukup. Pengobatan campak bersifat simtomatik dan
suportif saja seperti pemberian obat demam dan vitamin.
Pemberian vitamin A pada anak penderita sakit campak ditujukan untuk
mempercepat penyembuhan dalam proses pengobatan campak. Setelah kondisi
kesehatan anak pulih dan sembuh dari sakit campak maka biasanya anak tidak
akan terkena (terjangkiti) penyakit campak lagi seumur hidupnya.

Cara Pencegahan Penyakit Campak

Cara atau upaya untuk mencegah agar tidak tertular penyakit campak bisa dilakukan dengan
tindakan-tindakan pencegahan dengan vaksin. Di Indonesia ada 2 jenis vaksin yang tersedia
untuk mencegah wabah penyakit campak, yaitu Vaksin Campak dan Vaksin MMR (Mimps,
Measles, dan Rubella).

Akep ALL

ASUHAN KEPERAWATAN
ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

A.

PENGERTIAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Acut limphosityc leukemia adalah proliferasi maligna / ganas limphoblast dalam


sumsum tulang yang disebabkan oleh sel inti tunggal yang dapat bersifat
sistemik. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Tucker, 1997; Reeves &
Lockart, 2002).

B.

PENYEBAB ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Penyebab acut limphosityc leukemia sampai saat ini belum jelas, diduga
kemungkinan karena virus (virus onkogenik) dan faktor lain yang mungkin
berperan, yaitu:
1.
a.
b.

Faktor eksogen
Sinar x, sinar radioaktif.
Hormon.

c.
Bahan kimia seperti: bensol, arsen, preparat sulfat, chloramphinecol, anti
neoplastic agent).
2.
a.

Faktor endogen
Ras (orang Yahudi lebih mudah terkena dibanding orang kulit hitam)

b.
Kongenital (kelainan kromosom, terutama pada anak dengan Sindrom
Down).
c.

Herediter (kakak beradik atau kembar satu telur).

(Ngastiyah, 1997)

C.

PATOFISIOLOGI ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang
berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum
tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur
berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu
perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat,
akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit.
Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa,
limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian.
Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit
mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis
dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat
menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami
infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel
kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita
Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).

D.

TANDA DAN GEJALA ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Manifestasi klinik dari acut limphosityc leukemia antara lain:


1. Pilek tak sembuh-sembuh
2. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
3. Demam, anoreksia, mual, muntah
4. Berat badan menurun
5. Ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi, memar tanpa sebab
6. Nyeri tulang dan persendian
7. Nyeri abdomen
8. Hepatosplenomegali, limfadenopati
9. Abnormalitas WBC
10.Nyeri kepala

E.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PADA ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan acut


limphosityc leukemia adalah:
1. Pemeriksaan sumsum tulang (BMP / Bone Marrow Punction):
a.

Ditemukan sel blast yang berlebihan

b.

Peningkatan protein
2. Pemeriksaan darah tepi

a.

Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)

b.

Peningkatan asam urat serum

c.

Peningkatan tembaga (Cu) serum

d.

Penurunan kadar Zink (Zn)

e.
Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 200.000 / l) tetapi dalam
bentuk sel blast / sel primitif
3. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi sel
kanker ke organ tersebut
4. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
5. Sitogenik:
50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:
a.
Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid
(2n+a)
b.

Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)

c.
Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan
komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat
kecil

F.

PENGOBATAN PADA ALL

1.
Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi
trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
2.
Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya).
Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya
dihentikan.
3.
Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp,
metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten
seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid,
L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan sebagainya. Umumnya
sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada

pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia,


stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih
berhziti-hati bila jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.
4.
Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar
yang suci hama).
5.
Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai
remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (10 5 - 106), imunoterapi mulai
diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi
BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi
yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan
dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini
diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia,
sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita
leukemia dapat sembuh sempurna.
6.

Cara pengobatan.

Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya.


Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan
mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut,
pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:
a.

Induksi

Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat


tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam
sumsum tulang kurang dari 5%.
b.

Konsolidasi

Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c.

Rumat (maintenance)

Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang


lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.
d.

Reinduksi

Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-6


bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
e.

Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.

Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah
leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500 rad. untuk
mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang
pada reinduksi.
f.

Pengobatan imunologik

Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan
dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.
(FKUI, 1985)

G.

PATHWAYS

H. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL PADA ANAK


DENGAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA
Adanya keganasan menimbulkan masalah keperawatan, antara lain:
1.

Intoleransi aktivitas

2.

Resiko tinggi infeksi

3.

Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuahn

4.

Resiko cedera (perdarahan)

5.

Resiko kerusakan integritas kulit

6.

Nyeri

7.

Resiko kekurangan volume cairan

8.

Berduka

9.

Kurang pengetahuan

10. Perubahan proses keluarga


11. Gangguan citra diri / gambaran diri

I.
1.

PERAWATAN PADA ANAK DENGAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA


Mengatasi keletihan / intoleransi aktivitas:

a.
Kaji adanya tanda-tanda anemia: pucat, peka rangsang, cepat lelah, kadar
Hb rendah.
b.

Pantau hitung darah lengkap dan hitung jenis

c.

Berikan cukup istirahat dan tidur tanpa gangguan

d.

Minimalkan kegelisahan dan anjurkan bermain yang tenang

e.

Bantu pasien dalam aktivitas sehari-hari

f.

Pantau frekuensi nadi, prnafasan, sebelum dan selama aktivitas

g.

Ketika kondisi membaik, dorong aktivitas sesuai toleransi

h.

Jika diprogramkan, berikan packed RBC

2.

Mencegah terjadinya infeksi

a.
Observasi adanya tanda-tanda infeksi, pantau suhu badan laporkan jika
suhu > 38oC yang berlangsung > 24 jam, menggigil dan nadi > 100 x / menit.
b.
Sadari bahwa ketika hitung neutrofil menurun (neutropenia), resiko infeksi
meningkat, maka:
1).

Tampatkan pasien dalam ruangan khusus

2). Sebelum merawat pasien: cuci tangan dan memakai pakaian pelindung,
masker dan sarung tangan.
3).

Cegah komtak dengan individu yang terinfeksi

c.

Jaga lingkungan tetap bersih, batasi tindakan invasif

d.

Bantu ambulasi jika mungkin (membalik, batuk, nafas dalam)

e.

Lakukan higiene oral dan perawatan perineal secara sering.

f.
Pantau masukan dan haluaran serta pertahankan hidarasi yang adekuat
dengan minum 3 liter / hari
g.

Berika terapi antibiotik dan tranfusi granulosit jika diprogramkan

h.

Yakinkan pemberian makanan yang bergizi.

3.

Mencegah cidera (perdarahan)

a.
Observasi adanya tanda-tanda perdarahan dengan inspeksi kulit, mulut,
hidung, urine, feses, muntahan, dan lokasi infus.
b.

Pantau tanda vital dan nilai trombosit

c.
Hindari injesi intravena dan intramuskuler seminimal mungkin dan tekan
5-10 menit setiap kali menyuntik
d.
e.

Gunakan sikat gigi yang lebut dan lunak


Hindari pengambilan temperatur rektal, pengobatan rekatl dan enema

f.
Hindari aktivitas yang dapat menyebabkan cidera fisik atau mainan yang
dapat melukai kulit.
4.
a.
b.

Memberikan nutrisi yang adekuat


Kaji jumlah makanan dan cairan yang ditoleransi pasien
Berikan kebersihan oral sebelum dan sesudah makan

c.
Hindari bau, parfum, tindakan yang tidak menyenangkan, gangguan
pandangan dan bunyi
d.
Ubah pola makan, berikan makanan ringan dan sering, libatkan pasien
dalam memilih makanan yang bergizi tinggi, timbang BB tiap hari
e.

Sajikan makanan dalam suhu dingin / hangat

f.
Pantau masukan makanan, bila jumlah kurang berikan ciran parenteral dan
NPT yang diprogramkan.

5.
a.
b.

Mencegah kekurangan cairan


Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi
Berikan antiemetik awal sebelum pemberian kemoterapi

c.
Hindari pemberian makanan dan minuman yang baunya merangngsang
mual / muntah
d.

Anjurkan minum dalam porsi kecil dan sering

e.
Kolaborasi pemberian cairan parenteral untuk mempertahankan hidrasi
sesuai indikasi
6.
a.
b.

Antisipasi berduka
Kaji tahapan berduka oada anak dan keluarga
Berikan dukungan pada respon adaptif dan rubah respon maladaptif

c.
Luangkan waktu bersama anak untuk memberi kesempatan express
feeling
d.

Fasilitasi express feeling melalui permainan

7.

Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga tentang:

a.

Proses penyakit leukemia: gejala, pentingnya pengobatan / perawatan.

b.

Komplikasi penyakit leukemia: perdarahan, infeksi dll.

c.

Aktivitas dan latihan sesuai toleransi

d.

Mengatasi kecemasan

e.

Pemberian nutrisi

f.

Pengobatan dan efek samping pengobatan

8.

Meningkatkan peran keluarga

a.

Jelaskan alasan dilakukannya setiap prosedur pengobatan / dianostik

b.

Jadwalkan waktu bagi keluarga bersama anak tanpa diganggu oleh staf SR

c.

Dorong keluarga untuk express feelings

d.

Libatkan keluarga dalam perencanaan dan pelaksanaan perawatan si anak

9.

Mencegah gangguan citra diri / gambaran diri

a.

Dorong pasien untuk express feelings tentang dirinya

b.
Berikan informasi yang mendukung pasien ( misal; rambut akan tumbuh
kembali, berat badan akan kembali naik jika terapi selesai dll.)
c.

Dukung interaksi sosial / peer group

d.

Sarankan pemakaian wig, topi / penutup kepala.

DAFTAR PUSTAKA

1.
Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 2.
Jakarta, EGC.
2.
Suriadi, Yuliani R. (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I.
Jakarta, CV Sagung Seto.
3.
Reeeves, Lockart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Cetakan I.
Jakarta, Salemba Raya.
4.

FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 1. Jakarta, FKUI.

5.
Sacharin Rosa M. (1993). Prinsip Perawatan Pediatri. Edisi 2. Jakarta :
EGC.
6.
Gale Danielle, Charette Jane. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan
Onkologi, Jakarta : EGC.
7.

Price Sylvia A, Wilson Lorraine Mc Cart .(1995). Patofisiologi. Jakarta : EGC

8.
Sutarni Nani.(2003). Prosedur Dan Cara Pemberian Obat Kemoterapi.
Disampaikan Pada Pelatihan Kemoterapi Di RS Kariadi Semarang, Tanggal 13-15
November 2003.

Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen


darah yang lain tertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses
metabolisme (terjadi granulositopenia, trombositopenia). Sel-sel leukemia juga
menginvasi tulang di sekelilingnya yang menyebabkan nyeri tulang dan
cenderung mudah patah tulang. Proliferasi sel leukemia dalam organ
mengakibatkan gejala tambahan : nyeri akibat pembesaran limpa atau hati,
masalah kelenjar limfa; sakit kepala atau muntah akibat leukemia meningeal.

Anda mungkin juga menyukai