Oleh :
Johan P Simanjuntak
J1A113011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebanyakan karbohidrat yang kita makan ialah tepung/ amilum/ pati, yang
ada dalam gandum, jagung, beras, kentang, padi-padian, buah-buahan dan
sayuran. Karbohidrat pada tumbuh-tumbuhan dibentuk dari proses fotosintesis
pada daun dari CO2 dan H2O. Karbohidrat adalah hasil alam yang melakukan
banyak fungsi penting dalam tubuh mahkluk hidup.
Pati memegang peranan penting dalam pengolahan pangan, terutama
dalam hal menyediakan kebutuhan energi manusia di dunia dengan porsi yang
tinggi. Lebih dari 80% tanaman pangan terdiri dari bijibijian atau umbi-umbian
dan tanaman sumber pati lainnya.
Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil
yang sering disebut sebagai granula. Granula pati tidak larut dalam air pada
temperatur ruangan. Dalam keadaan murni, granula pati berwarna putih,
mengkilap, tidak berbau dan tidak berasa. Bentuk dan ukuran granula pati
berbeda-beda tergantung dari sumber tanamannya dan merupakan karakteristik
setiap
jenis
pati.
Ukuran
granula
pati
yang
kecil,
maka
kekuatan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pati
Pati merupakan salah satu bentuk karbohidrat yang jumlahnya cukup
banyak dalam suatu bahan pangan. Pati diperoleh dengan cara ekstraksi dalam air,
diikuti dengan proses penyaringan, pengendapan, pencucian, dan pengeringan.
Secara fisik, pati dapat dibedakan dari tepung, antara lain pati lebih putih dan
lebih halus. Sebagai bahan pangan, pati merupakan sumber energi, yang
menghasilkan energi 4 kkal/gram. Homopolimer glukosa dengan ikatan glikosidik ini merupakan komponen utama dari biji-bijian dan umbi-umbian. Pati
banyak digunakan dalam berbagai produk pangan, antara lain sebagai bahan
pengikat, pengental, pembentuk gel, emulsifier, enkapsulasi, pembentuk film,
pembentuk tekstur, agensia penstabil (stabilizer) dan lain-lain.
Zat pati terdiri dari butiran-butiran kecil yang disebut granula. Bentuk
granula pati ialah semikristal yang terdiri dari unit amorphous. Menurut Hodge
dan Osman (1976), bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap
jenis pati, karena itu dapat digunakan untuk identifikasi. Selain ukuran granula,
karakteristik lain adalah bentuk granula, lokasi hilum, letak birefringence, serta
permukaan granulanya.
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan _-glikosidik. Pati
disusun oleh unit D-glukopiranosa. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat
dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak
terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus yang dominan
engan ikatan _-(1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai titik
percabangan dengan ikatan cabang, dengan ikatan _-(1,6)-D-glukosa (Winarno,
1995). Pada umumnya pati mengandung amilopektin lebih banyak daripada
amilosa.
Menurut Winarno (2004), Pati terdiri atas dua fraksi yang dapat dipisahkan
oleh air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut
amilopektin.
Amilosa maupun amilopektin disusun oleh monomer -D-glukosa yang
berikatan satu sama lain melalui ikatan glikosidik. Perbedaan antara amilosa dan
amilopektin terletak pada pembentukan percabangan pada struktur linearnya,
ukuran derajat polimerisasi, ukuran molekul dan pengaturan posisi pada granula
pati. Amilosa dan amilopektin berperan dalam menentukan karakteristik fisik,
kimia dan fungsional pati. Amilosa berkontribusi terhadap karakteristik gel karena
kehadiran amilosa berpengaruh terhadap pembentukan gel (Parker, 2003).
Dalam produk makanan amilopektin bersifat merangsang terjadinya proses
mekar (puffing) dimana produk makan yang berasal dari pati yang kandungan
amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan, porus, garing dan renyah.
Kebalikannya pati dengan kandungan amilosa tinggi, cenderung menghasilkan
produk yang keras, pejal, karena proses mekarnya terjadi secara terbatas.
Granula pati berwarna putih, mengkilat, tidak berbau, dan tidak berasa
apabila dalam keadaan murni. Granula pati memiliki bentuk dan ukuran yang
bervariasi. Bentuk, ukuran, dan sifat granula pati tergantung dari sumber patinya,
ada yang berbentuk bulat, oval, atau tak beraturan (Koswara, 2006).
2.2 Karakteristik Pati
2.2.1
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
BAB IV
4.1 Hasil
Hasil pengamatan mengenai uji swelling power dan solubility pada pati
kentang disajikan dalam bentuk tabel berikut :
Komponen
Pati Kentang
Pati Ubi Jalar
Ungu
Swelling Power
Solubility
10
12,08
0,98
20
16,48
2,5
4.2 Pembahasan
Daya
kembang
pati
atau
swelling
power
didefinisikan
sebagai
pertambahan volume dan berat maksimum yang dialami pati dalam air
(Balagopalan et al., 1988). Swelling power dan kelarutan terjadi karena adanya
ikatan non-kovalen antara molekul-molekul pati. Bila pati dimasukkan ke dalam
air dingin, granula pati akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian,
jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas hanya mencapai 30%
(Winarno, 2002). Ketika granula pati dipanaskan dalam air, granula pati mulai
mengembang (swelling).
Faktor-faktor seperti rasio amilosa-amilopektin, distribusi berat molekul
dan panjang rantai, serta derajat percabangan dan konformasinya menentukan
swelling power dan kelarutan (Moorthy, 2004). Semakin besar sweeling power
berarti semakin banyak air yang diserap selama pemasakan, hal ini tentu saja
berkontribusi dalam peningkatan nilai swelling. Sasaki dan Matsuki (1998) dalam
Li dan Yeh (2001) juga melaporkan bahwa terdapat korelasi negatif antara
swelling power dengan kadar amilosa. Hal ini terjadi karena amilosa dapat
membentuk kompleks dengan lipida dalam pati, sehingga dapat menghambat
swelling.
Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain perbandingan amilosaamilopektin, panjang rantai dan distribusi berat molekul. Sifat-sifat psikokimia
dan rheologi tepung termodifikasi seperti swelling power, kelarutan, gugus
karbonil dan gugus karboksil memiliki standard tertentu. Menurut Pomeranz
(1991), kelarutan pati semakin tinggi dengan meningkatnya suhu, serta kecepatan
peningkatan kelarutan adalah khas untuk tiap pati. Pola kelarutan pati dapat
diketahui dengan cara mengukur berat supernatan yang telah dikeringkan dari
hasil pengukuran swelling power.
Pada kelarutan (Solubility) pati ubi jalar ungu memiliki nilai 0,98 dan nilai
kelarutan (Solubility) pati kentang memiliki nilai 2,5. Semakin tinggu suhu
pemanasan maka nilai nilai kelarutan pati semikn tinggi. Pada suhu yang sama
pati kentang lebih mudah larut dibandingkan pati ubi jalar ungu.
Ketika pati dipanaskan dalam air, sebagian molekul amilosa akan keluar
dari granula pati dan larut dalam air. Persentase pati yang larut dalam air ini dapat
diukur dengan mengeringkan supernatan yang dihasilkan saat pengukuran
swelling power. Menurut Fleche (1985), ketika molekul pati sudah benar-benar
terhidrasi, molekul-molekulnya mulai menyebar ke media yang ada di luarnya dan
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum ini dapat disimpulkan adalah :
1. Nilai swelling power yang diperoleh dari ekstraksi cara kering terhadap
pati ubi jalar ungu nilai 12,08.
2. Nilai swelling power yang diperoleh dari ekstraksi cara kering terhadap
pati kentang adalah 16,48.
3. Kelarutan (Solubility) pati ubi jalar ungu memiliki nilai 0,98
4. Kelarutan (Solubility) pati kentang memiliki nilai 2,5
5. Perbedaan nilai swelling power dapat terjadi karena adanya perbedaan
kadar amilosa dan amilopektin.
6. Selama pemanasan akan terjadi pemecahan granula pati, sehingga pati
dengan kadar amilosa lebih tinggi, granulanya akan lebih banyak
mengeluarkan amilosa.
DAFTAR PUSTAKA
Adeleke, R.O. dan J.O. Odedeji, 2010. Functional properties of wheat and sweet
potato flour blends. Pakistan J. Nutrition 9 (6) : 535-538.
Fleche G. 1985. Chemical Modifikation and Degradation of Starch, Di dalam
G.M.A. Van Beynum dan J.A. Roels ed Starch conversion technology.
London: Applied Science Publ.
Hodge, J.E, dan E.M. Osman, 1976. Carbohydrates, didalam Food Chemistry.
D.R. Fennema, ed. Macel Dekker, inc. New York dan Basel.
Koswara, 2006. Teknologi Modifikasi Pati. Ebook Pangan.
Leach HW, Mc Cowen LD, Schoch TJ.1959. Structure of The Starch Granules.
Cereal Chem. 36 : 534 544
Li, J.Y. dan Yeh, A.I., 2001. Relationships Between Thermal, Rheological
Characteristics and Swelling Power for Various Starches. Journal of Food
Engineering, 50: 141148
Moorthy,
E.,
2004.
Ubi
Jalar
(Ipomoea
batatas
L)
.URL:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2924 5/4/Chapter%20II.pdf,
diakses pada tanggal 13 mei 2016.
Murillo,
dkk.
2008.
Morphological,
Physicochemical
and
Structural