Page 1
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang kita sama-sama tahu bahwa Indonesia punya kekayaan tambang yang sangat
banyak, ekspor timah dan tembaga Indonesia termasuk 10 besar di dunia. Tetapi realita yang
terjadi bahan tambang yang kita miliki di ekspor dalam bentuk bijih mentah, lalu kembali
dalam bentuk logam dengan harga yang meningkat berkali-kali lipat.
Oleh karena itu, pemerintah membuat undang-undang yang mengharuskan perusahaan
tambang untuk mengolah bijih mentah di dalam negeri sampai kadar yang di tentukan. Itu
semua diatur di Undang-Undang No. 4 tahun 2009. Beberapa tahun berlalu setelah UU no. 4
tersebut dikeluarkan, namun ternyata perusahaan-perusahaan tambang tidak membuat pabrik
pengolahan tetapi malah mengeksploitasi mineral secara besar-besaran. Ekspor beberapa bijih
mentah meningkat sampai 700%.
Salah satu bijih mentah yang sangat melimpah di Sulawesi khususnya Sulawesi tenggara
adalah nikel yang merupakan salah satu logam yang paling penting dan memiliki banyak
aplikasi dalam industri. Cadangan bijih nikel di Indonesia ini diperkirakan sebesar 1576 Mt
atau sekitar 15% dari cadangan nikel di dunia. Sebelumnya hanya ada 2 perusahaan yang
mengolah bijih nikel di Indonesia terutama bijih saprolit yang berkadar nikel tinggi yaitu,
PT. INCO menjadi nickel matte dan PT. ANTAM menjadi ferronikel.
B. Pemanfaatan Nikel
Nikel memiliki banyak aplikasi dalam dunia industri, 62% dari logam nikel digunakan dalam
baja tahan karat, 13% dikonsumsi sebagai superalloy dan paduan nirbesi karena sifatnya yang
tahan korosi dan tahan tinggi suhu.
Kebutuhan bijih laterit semakin meningkat dengan adanya kenaikan harga nikel dan
penurunan cadangan bijih sulfida. Peningkatan harga nikel internasional, khususnya pada
akhir tahun 2006 dan awal tahun 2007, di mana harga mencapai USD $ 35.000/MT juga
PT. Java Nusantara Logam
Page 2
mempengaruhi harga barang jadi dengan memindahkan biaya kepada pembeli. Solusi
yang dicari oleh produsen baja tahan karat untuk menghindari kehilangan pasar adalah
mensubstitusi kandungan nikel secara parsial pada baja seri 300. Pada baja tahan karat seri
200 disarankan untuk menggantikan nikel dengan logam lain yang memiliki sifat baja
yang sama karena mengurangi kandungan nikel akan lebih murah 30% dari biaya produk
akhir.
Saat ini, China dan India merupakan produsen utama baja seri 200 karena harga nikel
yang tinggi dan meningkatnya pasokan mineral nikel kadar rendah dari New Caledonia,
Indonesia dan Filipina. Sebagai bahan baku untuk mengembangkan baja seri 200, telah
dikembangkan produksi nickel pig iron (NPI) dengan kandungan nikel antara 1% dan 10%,
dengan menggunakan bijih nikel laterit kadar rendah (Ni <1,6%). China telah memilih
untuk menghasilkan NPI dari bijih nikel laterit, dan memanfaatkan besi dari bijih laterit.
Saat ini, NPI diperoleh dengan 2 proses yaitu menggunakan mini blast furnace dan
menggunakan tanur listrik.
Produksi NPI merupakan trend baru, meskipun pertama kali dikembangkan sekitar 50 tahun
yang lalu tetapi belum secara komersial digunakan hingga beberapa produsen pig iron di
China mengubah metode produksi mereka ke produksi NPI. Produksi pertama NPI
dimulai dengan blast furnace menggunakan bijih laterit kadar rendah, bijih tersebut diimpor
dari Indonesia, Filipina dan New Caledonia. Proses ini hampir sama dengan produksi pig
iron, rerbedaannya adalah bijihnya mengandung nikel lebih banyak serta jumlah terak yang
dihasilkan juga akan meningkat. Produk blast furnacemengandung 2-10% nikel. Indonesia
memiliki cadangan bijih nikel laterit yang cukup besar terutama di Sulawesi, Halmahera,
Papua dan Kalimantan dan diperkirakan cadangan bijih nikel yang ada sebesar 1576 MT
atau sekitar 15% dari cadangan nikel di dunia. Tetapi dengan jumlah sebesar itu hanya
ada 2 perusahaan yang mengolah bijih nikel di Indonesia terutama bijih saprolit yang
berkadar nikel tinggi yaitu, PT. INCO menjadi nickel matte dan PT. ANTAM menjadi
ferronikel.
Sebagian besar bijih terutama bijih limonit dengan kadar nikel yang rendah masih diekspor
dalam bentuk mentah dan sisanya masih merupakan harta karun yang dibiarkan bagaikan
barang yang tak bernilai. Ekspor bijih limonit mentah secara besar-besaran ke China
terjadi dalam kurun 5 tahun terakhir. Kondisi ini akan terus berlangsung jika Indonesia
tidak memiliki industri pengolahan bijih nikel laterit kadar rendah.
Sebelum diterapkan UU No. 4 Tahun 2009 yang diperkuat dengan Permen ESDM No 7
Tahun 2012 dan Inpres No 1 Tahun 2012 tentang Pengolahan Mineral dan Batubara
telah diterapkan pada tahun 2014, sebagian besar bijih diekspor dalam bentuk mentah.
Dengan berlakunya undang-undang tersebut maka ekspor bijih mentah termasuk bijih nikel
distop per tanggal 12 Januari 2014. Untuk itu diperlukan upaya untuk memanfaatkan sumber
PT. Java Nusantara Logam
Page 3
daya bijih nikel l yang melimpah ini melalui pemanfaatan dan pengembangan teknologi yang
tepat bagi Indonesia
BAB II PEMBAHASAN
Kita wajib bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan sumber daya alam, namun
ketika dihadapkan pada proses pengolahan menjadikan kita menjadi patah semangat. Kendala
terbesar yang dihadapi adalah besarnya biaya investasi, minimnya pengetahuan dalam melakukan
proses pengolahan, serta terbatasnya sarana dan prasarana dalam melakukan proses pengolahan
tersebut.
A. Biaya Investasi
Investasi yang dibutuhkan untuk proses pengolahan bijih mentah cukup besar karena mencapai
nilai milyaran hingga trilyuna rupiah, hal tersebut terfokus pada biaya pembuatan smelter.
Berbagai perusahaan telah berencana untuk melakukan pembangunan smelter sesuai yang
diharuskan oleh Undang-Undang No. 4 tahun 2009.
PT. ANTAM bekerjasama dengan perusahaan dari Australia yaitu Direct Nickel Limited (DNi)
untuk membangun smelter di Indonesia dengan investasi sebesar US$ 400 juta atau sekitar
Rp. 3,8 trilyun dengan kapasitas pabrik pengolahan nikel hingga 10.000 ton per tahun melalui
proses yang revolusioner yang menghasilkan nickel mixed hydrokside
PT. Waskita Guna Lestari menggandeng investor dari Malaysia untuk membangun unit
pengolahan dan pemurnian (smelter) komoditas bijih besi. Kebutuhan investasi untuk
membangun smelter ditaksi mencapai Rp. 30 milyar dengan kapasitas 180.000 ton per tahun.
Shanong Nanshan Aluminium Co Ltd berencana menanamkan investasi US$ 5 miliar pada
sektor smelter di Indonesia. Rencananya investasi smelter perusahaan China tersebut untuk
Bintan Timur. Produksi yang diolah dari bauksit ke alumina mencapai 2,1 juta ton per tahun.
Sedangkan pengolahan dari alumina ke ingot mencapai 530 ribu ton per tahun
Bosowa melalui anak usahanya PT Bosowa Industri FeNi, Bosowa berencana untuk
membangun smelter nikel di Jeneponto yang bernilai US$ 432,7 juta yang memproduksi
feronikel sekitar 25.000 ton per tahun. PT. Starget Pasific Resources, anak perusahaan Ibris
Nickel dan Yong-Xing Alloy Materials Technology Taizhou Co Ltd. Berencana melakukan
investasi di Konawe Utara dengan nilai US$ 1,8 milyar untuk pembangunan fasilitas
pengolahan dan pemurnian bijih nikel.
Page 4
PT. Cahaya Modern Metal Industri (CMMI), anggota Modern Group menginvestasikan
pembangunan smelter nikel berskala kecil sekitar Rp 200 miliar yang berlokasi di Kab.
Konawe. Kapasitas produksi nickel pig iron (NPI) sebesar 25.000 ton per tahun. Perusahaan
tersebut memiliki lahan konsesi nikel seluas 2.000 hektar di sekitar smelter.
Di belakang Modren Group ada pula PT. Ifishdeco dari Sekar Group yang membangun smelter
berkapasitas 100.000 ton NPI per tahun di Tinanggea, Konawe Selatan, lalu PT Kembar Emas
Sultra di Langkikima, Konawe Utara berkapasitas 35.000 ton per tahun
B. Ilmu Pengetahuan
PT. Java Nusantara Logam
Page 5
Untuk membangun sebuah pabrik setengah jadi (smelter) diperlukan ilmu pengetahuan yang
mendasari proses pengolahan di pabrik tersebut. Diperlukan berbagai teknisi khusus dengan
berbagai disiplin ilmu yang tepat dan berpengalaman umumnya di bidang industri pengolahan
bijih logam, baik menjadi logam murni maupun campuran beberapa logam yang berbeda sesuai
dengan hasil (produk) yang akan diharapkan.
C. Sarana dan Prasarana
Salah satu sarana dan prasarana yang teramat penting dalam pengoperasian pabrik pengolahan
logam (smelter) adalah tersedianya suplai daya listrik yang amat besar yang mencapai ratusan
megawatt. Di Bantaeng, Sulaweesi Selatan misalnya sebuah smelter yang dibangun dengan
nilai proyek Rp. 5 trilyun oleh PT. Titan Mineral Utama, PT. Cinta Jaya dan PT. Cheng Feng
Mining sebagai investor telah bekerjasama dengan PLN untuk penyediaan daya 370 megawatt.
Page 6
karena itu para investor yang berminat untuk membangun smelter lebih memilih wilayah yang
telah tersedia daya listrik PLN yang cukup besar meski harus menanggung biaya pengangkutan
bahan baku ore (bijih) nikel yang lumayan besar dengan resiko yang tidak kecil, contohnya
pembangunan smelter di Bantaeng, Sulawesi Selatan yang mendatangkan ore (bijih) nikel dari
Konawe Utara Propinsi Sulawesi Tenggara.
Kendala-kendala yang telah disebutkan diatas inilah yang mendorong Kami untuk melakukan
riset ilmiah dalam memanfaatkan sumber daya bijih nikel laterit yang melimpah ini
melalui pengolahan dan pengembangan teknologi yang tepat bagi Indonesia dan akhirnya
Kami diijinkan oleh Tuhan Yang Maha Esa sehingga mampu mengolah bijih nikel tersebut
dengan teknologi yang jauh lebih efisian baik dalam investasi maupun sarana dan sarana
pendukung.
Page 7
BAB III. PENGOLAHAN BIJIH NIKEL (ORE) MENJADI SPONGE NICKEL, NICKEL
PIG IRON (NPI), DAN FERRONICKEL DENGAN TEKNOLOGI DIRECT
REDUCTION DAN CUPOLA, UNTUK MENINGKATKAN NILAI TAMBAH
Kami sebagai anak bangsa yang merupakan salah satu pengusaha yang bergerak pada usaha olahan
logam, merasa terpanggil dan bertanggungjawab atas hal-hal yang dimaksud. Kami telah jauh
senbelumnya mengantisipasi dan mempersiapkan diri dengan langkah-langkah riset sehingga
menghasilkan atau menciptakan teknologi tepat guna yang efisien dalam investasi maupun dalam
pengolahan di dalamnya.
A. Teori Dasar
Bijih nikel dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok yaitu bijih sulfida dan bijih laterit (oksida
dan silikat). Meskipun 70% dari tambang nikel berbasis bijih laterit, tetapi 60% dari produksi
primer nikel berasal dari bijih sulfida. Bijih nikel laterit biasanya terdapat di daerah tropis atau
sub-tropis yang terdiri dari pelapukan batuan ultramafik yang mengandung zat besi dan
magnesium dalam tingkat tinggi. Deposit tersebut biasanya menunjukkan lapisan yang
berbeda karena kondisi cuaca.
Page 8
Skema
Profil Laterit,
Komposisi
Kimia,
dan Jalur
Proses
Ekstraksi
Lapisan pertama adalah
lapisan
yang kaya
silica,
lapisan
kedua
adalah
lapisan limonit
didominasi oleh gutit [FeO(OH)] dan hematit (Fe2O3). Lapisan berikutnya adalah saprolit
[(Ni,Mg)SiO3.nH2O)] yaitu lapisan yang kaya magnesium dan elemen basa. Lapisan terakhir
adalah batuan dasar yang berubah dan tidak berubah. Antara lapisan saprolit dan limonit
biasanya ada lapisan transisi yang kaya magnesium (10-20% Mg) dengan besi yang disebut
serpentine [Mg3Si2O5(OH)].
Untuk deposit laterit yang ideal, lapisan limonit sangat tidak cocok untuk ditingkatkan
kadarnya, sedangkan peningkatan kadar untuk lapisan saprolit juga terbatas untuk peningkatan
konsentrasi nikel. Hal ini merupakan perbedaan utama antara bijih laterit dan bijih sulfida
yang dapat dibenefisiasi dari 10% menjadi 28%.
Nickel Sponge, Nickel Pig Iron (NPI) atauu Ferronikel dengan kadar Ni 1% 15% dapat
dihasilkan dalam Blast Furnace. Umpan yang dimasukkan dalam blast furnace adalah bijih
nikel yang mengandung besi, bahan bakar bakar (batu bara atau oli bekas) - kokas dan bahan
imbuh lainnya. Hakikat dasarnya adalah membuat sponge (reduksi dalam fasa padat), dimana
proses reduksi ini berlangsung dari gas CO yang dihasilkan pada pembakaran batu bara
ataupun senyawa hydrocarbon (oli bekas).
Page 9
Page 10
India adalah Negara penghasil sponge iron terbesar di dunia karena India tidak mempunyai
cooking coal untuk membuat kokas. Disini, Iron ore pellet direduksi dalam tanur putar reduksi
dan dibakar pada temperatur dibawah temperatur leburnya, namun cukup untuk fusi gas carbon
monoksida untuk mereduksi pellet. Umpan berupa pellet dan batu bara dimasukkan ke dalam
tanur putar (Rotary Kiln) sehingga carbon yang berasal dari batu bara dan carbon monoksida
mereduksi pellet bijih nikel dan besi sehingga menjadikannya berupa sponge.
Kami juga melihat pada tanur putar terdapat ruang nganggur: yang cukup besar mengingat
maksimum pemuatan tanur adalah 1/3 atau bahkan 1/5 volume tanur sehingga amat banyak
reduktor dan panas yang terbuang percuma.
Kami memilih tungku vertikal, agar panas dan gas reduktor yang dihasilkan tidak akan
terbuang percuma, karena akan dimanfaatkan oleh lapisan diatasnya. Lapisan yang
dimaksud adalah tingkatan susunan umpan yang vertikal.
Sama halnya pada Blast Furnace, reduksi terjadi karena adanya gas CO yang akan mereduksi
oksida besi, namun disini tidak akan dijumpai reduksi langsung oleh Carbon, karena proses
reduksi terjadi dalam sphere reduksi dan temperatur dibawah titik leleh umpan. Reduksi terjadi
karena pembakaran tidak sempurnanya terhadap bahan bakar, baik berupa oli bekas, solar, atau
bahan bakar hydrocarbon lainnya. Kami tidak menyarankan menggunakan bahan bakar bensin
PT. Java Nusantara Logam
Page 11
karena titik nyala yang rendah dan mudah sekali terbakar dan Kami tidak meilih bahan bakar
Bensin karena alas an keselamatan kerja.
CxHy + O2 ------> CO + H2 (pembakaran tidak sempurna)
Kemudian
Fe2O3 + 2CO ----> Fe + CO2
Fe2O3 + 2H2 ----->Fe + 2H2O
Dan Juga :
NiO2 + CO -----> Ni + CO2
NiO2 + H2 -----> Ni + H2O
Pembakaran tidak sempurna yang menghasilkan gas CO dan H 2 ini berguna untuk mereduksi
oksida besi dan nickel menjadi logamnya. Sponge iron yang terjadi dapat dijual atau diproses
lebih lanjut menjadi Nickel Pig Iron (NPI) dan Ferronickel.
Didalam Cokeless Cupola ini, Sponge Besi dan Nikel dilebur menjadi Ingot, sementara Slag
akan mengapung dipermukaan besi dan nikel cair dan mudah untuk dipisahkan. Cokeless
Cupola adalah Cupola yang tidak menggunakan kokas (coke) untuk bahan bakar peleburannya,
tetapi menggunakan oli bekas, solar atau bahan bakar hydrocarbon lainnya.
Page 12
Cokeless Cupola jelas lebih ekonomis (efisien) disamping pencemaran udara akibta gas buang
tidak jenuh CO dapat dikurangi. CO (Karbon Monoksida) merupakan gas pencemar atmosfir
yang dapat menimbulkan efek rumah kaca.
Dalam peleburan ini, Kami menawarkan Cupola yang memakai kokas jika oli bekas atau bahan
bakar hydrocarbon lainnya sulit untuk diperoleh.
Page 13