Istilah AKI merepresentasikan keseluruhan spectrum dari gagal ginjal akut. Criteria
diagnostic dari AKI dikemukakan berdasarkan perubahan yang akut dari kadar kreatinin
serum atau output urin. Klasifikasi AKI merefleksikan perubahan kuantitatif kadar kreatinin
serum dan output urin. Gagal ginjal akut adalah penyakit yang complex yang terjadi dari
perbagai manifestasi klinis mulai dari kenaikan minimal kretinin serum sampai gagal ginjal
yang anuri. Biasanya, penyakit ini tidak dapat sikenali sejak awal yang mengakibatkan
konsekuensi yang buruk. Dalam berbagai kondisi, seorang dokter harus mengetahui apakah
penyakit tersebut ada, dan dimanakah tahapan penyakit itu ada dari rentang manisfestasi
klinis yang mungkin. Sayangnya, belum ada defines AKI yang universal.
1. Definisi dan Kriteria Diagnostik
Mengenali adanya AKI membutuhkan criteria yang terukur dan dapat diterima secara
luas. Kadar kretinin serum dan perubahan output urin adalah parameter yang paling umu
digunakan untuk mengetahui fungsi ginjal. Walau bagaimanapun, kedua parameter
tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor selain GFR dan tidak dapat memberikan informasi
tentang perjalanan penyakit atau pun lokasi terjadinya injuri pada ginjal.
Criteria Diagnostic AKI
AKI adalah perubahan yang mendadak (dalam 48 jam) berupa penurunan fungsi
ginjal yang didefinikan sebagai peningkatan absolut dari kadar kretinin serum ledih dari
atau sama 0,3 mg/dL (26,4 mol/L), peningkatan presentase serum kretinin hingga lebih
atau sama dengan 50% (1,5 x dari baseline) atau berkurangnya jumlah urin output
(oliguria dengan urin dihasilkan hanya 0,5 ml / Kg / jam selama > dari 6 jam).
Kriteria di atas meliputi perubahan alsolut maupun relative dari kretinin sehingga
dapat mengakumudasi variasi karena usia, jenis kelamin, dan body mass index serta
mengurangi kebutuhan pengukuran kadar baseline dari kretinin. Namun, dibutuhkan nilai
kretini dalam 48jam. Urin output dimasukkan ke dalam kriteria dia atas berdasarkan
kepatingan prediktif dari pengukuran tersebut tetapi tidak diharuskan untuk melakukan
pengukuran urin output pada perawatan Intensive. Diasumsikan bahwa criteria
berdasarkan urin output membutuhkan eklusi dari adanya obstruksi traktus urinaris atau
penyebab lain yang reversible yang mungkin untuk mengurangi urin output. Kriteria
diatas digunakan dalam konteks adanya presentasi klinis dan dilanjutkan dengan
resusitasi cairan. Banyak penyakit ginjal akut yang ada dan beberapa (tidak semua) dari
penyakit itu dapat mengakibatkan Acute Kidney Injury. AKI dapat mengawali dan terjadi
dalam konteks penyakit ginjal kronis.
Kriteria diagnostic ini disusun untuk mefasiilitasi pengenalan konsep baru bahwa
perubahan kecil pada fungsi ginjal dapat mengakibatkan hasil akhir yang buruk. Konsep ini
juga meningkatkan kewaspadaan klinis dari adanya AKI. Sebagai dampaknya sensitivitas dan
kemungkinan false positive akan meningkat, namun ini lebih baik daripada tidak dikenalinya
keberadaan AKI pada seorang pasien.
2. Klasifikasi
Tujuan sistem staging ini adalah untuk mengklasifikasikan perjalanan penyakit
sedemikian sehingga dapat mendukung identifikasi yang akurat dan mengetahui prognostik
serta menberikan informasi tentang intervensi diagnostic atau pun terapeutik.
Criteria RIFLE mendefinisikan tiga gradasi dari peningkatan keparahan dari Acute
Kidney Injury, yaitu Risk, Injury dan Failure dan dua klasifikasi hasil akhir yaitu Loss dan
End Stage Renal Disease. Criteria ini menjelaskan tiga gradasi keparahan dari AKI
berdasarkan perubahan kadar kreatinin serum ataupun output urin dibandingkan dari kondisi
awal.
3. Etiologi
4. Patofisiologi
a. Prerenal
Etiologi ini adalah yang paling sering dan merepresentasikan respon fisiologis
dari hipoperfusi renal ringan hingga sedang. Secara definisi, etiologi ini bersifat
reversible dengan adanya restorasi perfusi terhadap ginjal dan tekanan ultrafiltrasi
glomerular. Jaringan parenkima ginjal tidak mengalami kerusakan. Hipoperfusi
yang lebih parah dapat menyebabkan iskemia parenkima ginjal dan ARF yang
intrinsic, dengan demikian dalam konteks hipoperfusi, proses prerenal dan
intrinsic berada dalam satu rentang klinis.
Hipovolemia menyebabkan turunnya rata-rata tekanan arteri sistemik yang
kemudian dideteksi sebagai pengurangan tegangan oleh baroreseptor di jantung
maupun aorta. Baroreseptor yang teraktivasi merangsang respon neural dan
humoral yang bertujuan untuk merestorasi volume dan tekanan darah, termasuk di
dalamnya sistem syaraf simpatis dan RAA, dan pelepasan arginin-vasopresin,
norepinefrin, angiotensin II dan AVP akan berperan dalam mengembalikan perfusi
jantung dan serebral dengan merangsang vasokonstriksi pada jaringan vascular
non-esensial seperti sirkulasi muskulokutaneous dan splanchnic, dengan
menghambat hilangnya garam dari kelenjar keringat, merangsang rasa haus dan
nafsu makan yang bergaram dan merangsang retensi garam dan air di ginjal.
Perfusi glomerulus, tekanan ultrafiltrasi dan kecepatan filtrasi akan tetap terjaga
dalam hipoperfusi ringan melalui beberapa mekanisme kompensasi. Reseptor
mekanis pada arteriol aferen akan merangsang vasodilatasi melalui sekresi reflex
mekanik local (autoregulasi). Biosintesis prostaglandin juga ditingkatkan sehingga
berkontribusi dalam vasodilatasi arteriol. AT II akan merangsang konstriksi yang
preferensial pada arteriol eferen, sehingga tekanan intraglomerular dan GFR
dipertahankan. Selama hipoperfusi yang berat, respon kompensasi terjadi secara
berlebihan sehingga GFR akan menurun dan mengakibatkan AKI prerenal.
Dilatasi autoregulasi dari arteriol aferen maksimal pada MAP 80 mmHg dan
hipotensi di bawah tekanan ini akan menurunkan GFR. Hipotensi yang lebih
ringan dapat mengakibatkan AKI prerenal pada orang tua dan penderita penyakit
yang dapat merusak integritas arteriol aferen (seperti nefrosklerosis hipertensif
dan vaskulopati diabetik ). Sebagai tambahan, obat obatan yang bisa mengganggu
adaptasi respon pada sirkulasi renal juga bisa mengkonversi hipoperfusi renal
terkompensasi menjadi AKI prerenal atau merangsang progresivitasnya menuju
cedera Iskemik yang paling menonjol terjadi pada terminal bagian meduler dari tubulus
proksimal (segmen S3, pars recta) dan bagian meduler thick ascending loop of Henle. Kedua
segmen memiliki kecepatan tinggi dalam transport solute yang aktif dan konsumsi oksigen
yang tinggi juga dan berlokasi di zona dari ginjal (medula luar) yang relatif iskemik, bahkan
di bawah kondisi basal. Iskemia selular terjadi sebagai hasil dari serangkaian perubahan pada
energetika, ion transportasi, dan integritas membran yang pada akhirnya menyebabkan cedera
sel dan, jika parah, dapat menyebabkan apoptosis sel atau nekrosis. Perubahan ini meliputi
deplesi ATP, inhibisi pengangkutan sodium aktif dan transportasi zat terlarut lainnya,
gangguan regulasi volume sehingga sel sel menjadi bengkak, gangguan cytoskeletal,
hilangnya polaritas sel,pelekatan antara sel-sel dan cellmatrix, akumulasi kalsium intraselular,
perubahan metabolisme fosfolipid, pembentukan oksigen radikal bebas, dan peroksidasi lipid
membran. Cedera ginjal dapat dibatasi oleh restorasi aliran darah ginjal selama periode ini.
Tahap inisiasi diikuti oleh fase maintenance (biasanya 1 sampai 2 minggu) yaitu saat
cedera sel ginjal terjadi,saat ini GFR berada pada titik nadir (biasanya 5-10 ml / menit),
output urin paling rendah, dan komplikasi uremic timbul (lihat di bawah). Alasan mengapa
GFR tetap rendah selama tahap ini, meskipun dilakukan koreksi hemodinamik sistemik,
masih belum diketahui. Mekanisme putative yaitu tetap terjadinya vasokonstriksi intrarenal
dan iskemia meduler dirangsang oleh disregulasi sekresi mediator vasoaktif karena cedera sel
endotel (misalnya, oksida nitrat menurun, meningkat endotelin-1, adenosin, dan aktifnya
platelet-faktor). Kongesi vaskuler pada medulla , dan cedera reperfusi disebabkan oleh
spesies oksigen reaktif dan mediator lain yang berasal dari leukosit atau sel parenkim ginjal.
Selain itu, cedera sel epitel per se dapat berkontribusi untuk vasokonstriksi intrarenal
persisten dengan proses yang disebut umpan balik tubuloglomerular. Sel epitel khusus dalam
makula densa daerah tubulus distal mendeteksi peningkatan garam distal (mungkin klorida)
yang terjadi sebagai akibat dari terganggunya reabsorpsi oleh segmen nefron yang lebih
proksimal. Sel makula densa selanjutnya menyebabkan konstriksi arteriol aferen yang
berdekatan dengan mekanisme kurang jelas dan lebih memperburuk perfusi glomerular dan
filtrasi, sehingga memberikan kontribusi ke lingkaran setan. Sebuah fase pemulihan dicirikan
oleh sel parenkim ginjal, terutama perbaikan dan regenerasi sel epitel tubulus, dan kembali
normalnya GFR yang gradual. Tahap pemulihan mungkin dipersulit dengan meningkatnya
fase diuretic disebabkan oleh ekskresi garam, air dan partikel terlarut lainnya, penggunaan
diuretic
yang
kontinyu,
dan
atau
tertundanya
penyembuhan
sel
epitel.
AKI Nefrotoksik
AKI intrinsic dapat menjadi komplikasi dari terpaparnya struktur ginjal terhadap
agen-agen farmakologis. Kebanyakan nefrotoksin bersifat toksik terhadap orang tua dan pada
penderita dengan insufisiensi renal kronis, hipovolemia absolute atau hipovolemia efektif
atau terpaparnya ginjal terhadap toksin lainnya.
vasokonstriksi Intrarenal yang dapat menjadi AKI di antaranya karena dipicu oleh
agen radiocontrast (kontras nefropati), siklosporin, dan tacrolimus. Sesuai dengan
patofisiologi ini kedua agen merangsang AKI yang mirip dengan AKI prerenal yaitu,turunnya
aliran darah ginjal dan GFR yang akut, adanya sedimen urine yang ringan, dan rendahnya
ekskresi fraksional dari sodium.
Toksisitas langsung terhadap sel epitel tubulus dan / atau obstruksi intratubular adalah
peristiwa patofisiologis utama pada AKI yang
antikanker. Contoh yang sering adalah agen antimikroba, seperti asiklovir, foscarnet,
aminoglikosida, amfoterisin B,pentamidin, dan agen kemoterapi, seperti cisplatin,
carboplatin, dan ifosfamid. AKI mempersulit 10-30% dari penggunaan
bahkan pada
aminoglikosida,
vasokonstriksi intrarenal dan toksisitas langsung ke epitel tubulus proksimal. Cisplatin dan
carboplatin, diakumulasi oleh sel-sel tubulus proksimal dan biasanya memprovokasi GGA
setelah 7 hingga 10 hari paparan karena cedera mitokondria, inhibisi aktivitas ATPase dan
transport zat terlarut, cedera yang dimediasi radikal bebas untuk membran sel,
apoptosis, dan / atau nekrosis.
Nefrotoksin endogen yang paling umum adalah kalsium, mioglobin, hemoglobin,
asam urat, oksalat, dan myeloma rantai ringan. Hypercalcemia bisa menurunkan GFR,
terutama karena intrarenal
mioglobin dan hemoglobin atau senyawa lain yang dirilis dari otot atau sel darah merah
menimbulkan AKI melalui efek toksik pada sel epitel tubulus, dengan mempromosikan stres
oksidatif intrarenal dan mendorong pembentukan intratubular cast. Hipovolemia atau
mungkin asidosis
mempromosikan
mioglobin
hypoperfusion ginjal
c. Post renal
Obstruksi saluran kemih berkontribusi kurang dari 5% dari kasus AKI. Karena salah
satu ginjal memiliki kapasitas yang memadai untuk mengekskresikan produk limbah nitrogen
yang dihasilkan setiap hari, maka AKI karena obstruksidapat terjadi pada obstruksi aliran
urine antara meatus uretra eksterna dan leher kandung kemih, obstruksi ureter bilateral, atau
sumbatan ureter unilateral pada pasien dengan hanya salah satu ginjal yang berfungsi atau
dengan yang sudah ada insufisiensi ginjal kronis. obstruksi leher kandung kemih merupakan
penyebab paling umum dari post renal AKI dan biasanya karena penyakit prostat (misalnya,
hipertrofi, neoplasia, atau infeksi), kandung kemih neurogenik, atau terapi dengan obatobatan antikolinergik. Penyebab yang jarang terjadi adalah obstruksi akut saluran kencing
bawah termasuk di antaranya adalah karena pembekuan darah, kalkuli, dan uretritis dengan
spasme. obstruksi ureter dapat berasal dari obstruksi intralumen (misalnya, kalkuli, gumpalan
darah, sloughed papila ginjal), infiltrasi dari ureter dinding (misalnya, neoplasia) atau
kompresi eksternal (misalnya, retroperitoneal fibrosis, neoplasia, atau abses, ligatur
bedah). Selama tahap awal obstruksi (jam sampai hari), filtrasi glomerular yang kontinyu
menyebabkan tekanan filtrasi intralumen meningkat ke situs obstruksi. Akibatnya ada
distensi bertahap dari proksimal ureter, pelvis ginjal, dan calyces dan penurunan
GFR. Obstruksi akut awalnya terkait dengan meningkatnya aliran darah di ginjal, tetapi
vasokonstriksi awalnya berhubungan dengan peningkatan aliran darah ginjal yang ringan
tetapi vasokonstriksi arteriolar menyebabkan penurunan lebih lanjut dari filtrasi glomerular.
Evaluation
Diagnosis dari AKI berhubungan dengan penyebab penyakit. Riwayat operasi trauma atau
pun penyakit kardiovaskuler sering terjadi. Paparan terhadap nefrotoksin harus dipikirkan dan
dieksplorasi. Tantangan diagnosis adalah untuk membedakan AKI prerenal dan intrarenal.
Komposisi urin menjadi petunjuk adanya perubahan fungsi tubular. Rasio BUN terhadap
konsentrasi kretini plasma dan ekskresi fraksional dari sodium dapat menjadi alat bantu
diagnositik. Tes ini merefleksikan kemampuan reabsorpsi tubular. Pada AKI prerenal, fungsi
tubular dipertahankan dan garam, air dan urea diabsopsi. Dengan adanya ATN, kemampuan
reabsopsi untuk mengkonsetrasikan urin terganggu. Penyebab lain dari gagal ginjal juga
dapat menyebabkan manifestasi klinis yang sama. Pengukuran serial dari kretini plasma dapat
menjadi indeks dari fungsi ginjal pada saat fase penyembuhan.
Penatalaksanaan AKI
Tujuan pengelolaan adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal, mempertahankan
homeostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi metabolic dan infeksi serta
mempertahankan pasien tetapm hidup sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan. Prinsip
pengelolaanya dimulai dengan mengidentifikasi pasien berisiko GGA (sebagai tindakan
pencegahan),
mengatasi
penyakit
penyebab
GGA,
mempertahankan
homeostasis;
dengan
ahli
urologimisalnya
pembuatan
nefrostomi,
mengatasiISK
dan
menghilangkansumbatn yang dapat disebabkan oleh batu, setriktur uretra atau pembesaran
prostat.
Tabel Kriteria untuk Memulai Terapi Pengganti Ginjal pada Pasien Kritis dengan GGA
Oliguria : produksi urin < 2000 mL in 12 h
Anuria : produksi urin < 50 mL in 12 h
Hiperkalemia : kadar potassium > 6,5 mmoL/L
Asidemia ( keracunan asam) yang berat : pH < 7,0
Azotemia : kadar urea > 30 mmoL/L
Ensefalopati uremikum
Neuropati/miopati uremikum
Perikarditis uremikum
Natrium abnormalitas plasma : kosentrasi > 155 mmoL/L atau < 120 mmoL/L
Hipertemia
Keracunan obat
Asidosi metabolic
Hiperfosfatemia
Hipokalsemia
Nutrisi
Pengobatan
Batasi garam (1-2 g/hr) dan air < 1L/hr
Batasi asupan air < 1L/hr,hindari infusan
hipotonik
Diet K < 40 mmol/ hr,hindari diuretic hemat
K
Potassium-binding ion exchange resins
Glukosa 50 ml dextrose 50 %, insulin 10 U
Natrium bikarbonat 50-100 mmol
Agonis B2 (salbutamol 10-20 mg
inhalasi/0,5-1 mg IV
Kalium glukonat 10 ml larutan 10 % dalam
2-5 menit
Natrium bikarbonat > 15 mmol/L,pH > 7,2
Diet fosfat < 800 mg/hr
Obat pengikat fosfat Kalsium asetat, kalsium
karbonat
Kalsium karbonat; kalsium glukonat 10-20
ml larutan 10%
Asupan protein 0,8-1 g/kgBB/hr
Karbohidrat 100 g/hr
Nutrisi enternal atau parenteral.
Fase perbaikan
Pada tahap ini terjadi poliuria yang sangat banyak sehingga perlu dijaga
keseimbangan cairan. Asupan cairan pengganti diusulkan sekitar 65-75 % dari jumlah cairan
yang keluar. Pada tahap ini pengamatan faal ginjal harus tetap dilakukan Karena pasien pada
dasarnya belum sembuh sempurna ( < 3 minggu ).
DAFTAR PUSTAKA
Harisson, Principles of Internal Medicine, 16th edition, 2005. Acute renal failure,
pg.1644-1649. Vol. II.
Canace and Hueter. Pathophysiology the biologic basis for disease in adults and children,
Mosby, Mc 2006,. Renal Disease, pg 1322-1325
Acute Kidney Injury Network: report of an initiative to improveoutcomes in acute kidney
Injury. (2007) http://ccforum.com/content/11/2/R31
RIFLE criteria for acute kidney injury are associated with hospital mortality in critically ill
patients: a cohort analysis, 2006.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1550961/
Rhabdomyolysis and Acute Kidney Injury, Xavier Bosch, M.D., Ph.D., Esteban Poch, M.D.,
Ph.D., and Josep M. Grau, M.D., Ph.D.(2009).
http://content.nejm.org/cgi/content/short/361/1/62
HMS Markum. Gagal ginjal akut. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.4. Jilid I, pg.
585-589. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam UI, Jakarta. 2006.
Preseptor :
Disusun oleh :
1301-1209-0055
Sivanesshwary Selvam
1301-1209-3060
Rezki Novansyah
1301-1209-0101
Zackie Fauzi
1301-1209-0084
Ginawati
1301-1208-0004