Anda di halaman 1dari 14

KAJIAN ASPEK FARMAKOKINETIK KLINIK OBAT ANTIDIABETIK PADA

PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DENGAN GANGGUAN FUNGSI GINJAL


DI POLIKLINIK KHUSUS RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG
Oleh : Ridha Elvina
Korespondensi : ridha.elvina@gmail.com
Diabetes Mellitus dapat menyebabkan komplikasi diantaranya nefropati diabetika yang dapat
berakhir sebagai gagal ginjal. Penggunaan obat antidiabetika pada gangguan ginjal sangat
perlu dilakukan prinsip farmakokinetik klinik karena dengan terjadinya penurunan ginjal
maka obat yang diekresikan melalui ginjal akan terakumulasi dan dapat menimbulkan efek
toksik atau memperburuk kondisi ginjal pasien sehingga perlu dilakukan penyesuaian dosis.
Penelitian ini dilakukan pada pasien DM dengan gangguan ginjal yang berobat di poliklinik
khusus RSUP DR.M.Djamil Padang selama bulan Oktober 2011 sampai Januari 2012.
Penelitian dilakukan dengan studi cross sectional prospektif dengan teknik pegambilan
sampel dilakukan secara purposive sampling. Penyajian data berupa analisa deskriptif dan
statistik. Dari penelitian diperoleh perhitungan nilai bersihan kreatinin pasien didapatkan 1
orang pasien berada pada stadium akhir/ gagal ginjal, 4 orang pasien pada stadium IV, 18
orang pasien pada stadium III, 9 orang pasien pada stadium II, dan 8 orang pada stadium I
(ginjal normal) dengan lama menderita DM antara <1 tahun sampai dengan >15 tahun. Dosis
dan lama pemakaian OAD oral disesuaikan berdasarkan nilai bersihan kreatinin (CrCl) dan
waktu paruh eliminasi obat maka diperoleh sebanyak 18 orang pasien (45%) dosis yang
diberikan melebihi dari dosis individual, sebanyak 5 orang (12,5%) dosis kurang dari dosis
individual, dan sebanyak 17 orang (42,5%) dosis yang diberikan tepat yang dihitung
berdasarkan fungsi ginjal pasien dengan persamaan farmakokinetik dan perhitungan dengan
literatur. Persentase efektifitas antidiabetik oral pada pasien DM, 15 orang (37,5%) efektif
menurunkan kadar gula darah dan 25 orang pasien (62,5%) tidak efektif menurunkan kadar
gula darah pasien baik kadar gula darah puasa atau kadar gula darah 2 jam post propandial.
Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa Penggunaan obat antidiabetik oral pada
pasien DM tipe 2 dengan gangguan fungsi ginjal di poliklinik khusus RSUP DR. M. Djamil
Padang belum mempertimbangkan aspek farmakokinetik klinik.
Kata-kata kunci: Diabetes Mellitus, Gangguan fungsi ginjal, Farmakokinetik klinik

hiperglikemia yang berhubungan dengan

PENDAHULUAN

abnormalitas

salah

metabolisme

karbohidrat,

Diabetes mellitus (DM) merupakan

lemak dan protein yang disebabkan oleh

satu

penurunan

masalah

kesehatan

yang

sensitivitas

insulin,

atau

berdampak pada produktivitas dan dapat

keduanya dan menyebabkan komplikasi

menurunkan kualitas sumber daya manusia

(Dipiro, 2008). Komplikasi diantaranya

yang prevalensinya akan terus meningkat

komplikasi mikrovaskular yang sering

dari tahun ke tahun. DM merupakan

terjadi nefropati diabetika yaitu komplikasi

penyakit degeneratif yang ditandai dengan

DM pada ginjal yang dapat berakhir

sebagai gagal ginjal. Gagal ginjal dapat

tetapi

terjadi akibat dari penyakit itu sendiri dan

farmakokinetik klinik juga sangat penting

dapat di akibatkan penggunaan obat DM

untuk memastikan obat yang di gunakan

dalam jangka waktu panjang. Obat-obat

sehingga dapat meringankan kerja ginjal

yang diekresikan melalui ginjal akan

dan keefektifan obat dapat tercapai. Terapi

terakumulasi dengan adanya gangguan

obat DM dalam jangka waktu panjang

fungsi ginjal dan dapat menimbulkan efek

harus diikuti dengan pemantauan fungsi

toksik atau memperburuk keadaan ginjal

ginjal pasien dengan melihat klirens

pasien bila dosisnya tidak disesuaikan

kreatinin

(Swan & Bennet, 1992).

penyesuaian dosis bila terjadi penurunan

Telah

dilakukan

penelitian

pengetahuan

tentang

sehingga

dapat

aspek

dilakukan

fungsi ginjal (Faull, 2007).

sebelumnya tentang pola penggunan anti

Obat

antidiabetika

hipoglikemik oral (OHO) pada pasien

besar

geriatri DM tipe 2 RSUD DR. Moewardi

diantaranya

Surakarta(2008) dimana pasien usia lanjut

(glimepiride, glipzid, gliklazid), golongan

banyak mengalami komplikasi dengan

biguanid

penyakit

thiazolidindion, penghambat alfa glukosa,

penyerta

(hipertensi,

osteoporosis, konstipasi, dll) sehingga

banyak

masalah.Pola

pengobatan pada pasien DM dengan lanjut


usia perlu perhatian khusus salah satunya
faktor farmakokinetik dan farmakodinamik
yang terkait dengan geriatri dan tejadinya
perubahan

faktor

fisiologis

yaitu

penurunan laju filtrasi glomerulus. Faktorfaktor tersebut jika tidak diperhatikan


dapat menyebabkan kegagalan pengobatan
karena terjadi perubahan efek terapi obat
(Rachmawati, 2008).

melalui

golongan

urin

sulfonilurea

(metformin),

golongan

dan repaglinida (Karam., JH, 1995).

akan menerima banyak obat yang akan


menimbulkan

dieliminasikan

sebahagian

Prinsip

farmakokinetika

pada

manusia bertujuan membuat regimen dosis


individu dengan mengoptimalkan respon
terapi pada pengobatan dan meminimalkan
adanya

respon

Farmakokinetik
farmakologi

yang

efek

samping.

adalah

cabang

dikaitkan

dengan

penentuan nasib obat dalam tubuh, yang


mencakup

absorbsi,

distribusi,

metabolisme dan ekskresi. Farmakokinetik


klinik

adalah

penerapan

prinsip

farmakokinetik pada manajemen terapi

Tingkat keberhasilan terapi DM

obat yang aman dan efektif pada seorang

bukan hanya memberikan jaminan pasien

pasien sehingga keberhasilan terapi obat

tentang pengobatan yang rasional saja

dapat optimal (Siregar, 2004; Dipiro,

Padang mulai bulan Oktober 2011 sampai

2008).

dengan bulan Januari 2012.


Penggunaan

pada

gangguan

obat
ginjal

antidiabetika
sangat

Sampel Penelitian

perlu

Sampel penelitian ditetapkan pada

dilakukan prinsip farmakokinetik klinik

pasien yang berobat di poliklinik selama

karena dengan terjadinya penurunan ginjal

bulan Oktober sampai dengan Desember,

maka obat yang diekresikan melalui ginjal

memenuhi kriteria inklusi.

akan terakumulasi dan dapat menimbulkan


efek toksik atau memperburuk kondisi

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

ginjal pasien sehingga perlu dilakukan

Penderita yang disertakan dalam penelitian

penyesuaian dosis (Aslam, 2004).

ini adalah penderita dengan diagnosa


utama diabetes mellitus tipe 2 dan diabetes

METODOLOGI

mellitus dengan gangguan ginjal yang


menerima terapi antidiabetik oral dan

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian

dilaksanakan

di

poliklinik khusus RSUP DR. M. Djamil


Padang.

Waktu

penelitian

dilakukan

selama bulan Oktober 2011 sampai dengan


Januari 2012.

terapi penyerta. Pasien yang mempunyai


data kadar gula darah puasa, 2 JPP, data
kreatinin dan ureum darah. Penderita yang
tidak menderita DM tipe 2 dan tidak
menggunakan

antidiabetik

oral

dimasukkan dalam kriteria eksklusi.

Desain Penelitian
Pengambilan Data
Penelitian menggunakan metoda
cross sectional bersifat prospektif dengan
teknik sampel purposive sampling yaitu
pemilihan

terapi

sampel

dimana

peneliti

langsung memilih sampel yang telah


ditentukan (sesuai dengan kriteria inklusi
dan eklusi).

rekam medik pasien yang menggunakan


obat-obat antidiabetika oral yang berobat
dipoliklinik khusus RSUP DR. M. Djamil
Padang meliputi data kuantitatif dan
kualitatif serta kelengkapan data pasien
(seperti usia, jenis kelamin, berat badan,

Populasi Penelitian
Populasi

Data yang diambil adalah data

diagnosa penyakit, jenis antidiabetik oral,


penelitian

adalah

penderita Diabetes Mellitus yang berobat


di poliklinik khusus RSUP DR. M. Djamil

obat

yang

digunakan,

digunakan,
regimen

dosis

dosis
dan

yang
data

pemeriksaan laboratorium berupa nilai

gula darah puasa dan 2 JPP, data kreatinin

rentang usia 31-40 tahun (2,5%), 41-50

dan ureum darah, dan lain-lain). Kemudian

tahun (22,5%), 51-60 tahun (42,5%),

meminta persetujuan kepada pasien atau

61-70 tahun (20%), dan >70 tahun

keluarga pasien untuk mengikuti penelitian

(12,5%).

dan memantau kondisi pasien melalui

b. Obat antidiabetes oral yang diterima

wawancara kepada pasien bersangkutan.

pasien yaitu : golongan Biguanid

Data

(metformin

yang

diambil

dipindahkan

ke

glucophage,

lembaran pengumpulan data yang telah

gludepatic), Sulfonilurea (glikuidon ;

disiapkan.

glurenorm, glimepirid ; solosa,


gliklazid ; glucodex), Inhibitor -

Hasil Penelitian

glukosidase (acarbose ; glucobay,

Hasil penelitian berupa laporan

eclid) dalam terapi tunggal atau

deskriptif dan uji statistik yang dibahas

kombinasi. Terapi penyerta lain yang

berdasarkan literatur.

diterima

pasien

yaitu:

ascardia,

sohobion, lansoprazole, simvastatin,

HASIL

alprazolam, gemfibrozil, amitriptilin,


Dari
dilakukan

penelitian
yaitu aspek

yang

telah

farmakokinetik

klinik obat antidiabetik pada pasien DM

neurodex,

allopurinol,

captopril,

amlodipin, hidrochlorthiazid, ramipril,


interhistin.

tipe 2 di poliklinik khusus RSUP DR. M.

c. Dari hasil perhitungan nilai bersihan

Djamil Padang, diperoleh data sebagai

kreatinin pasien didapatkan 1 orang

berikut :

pasien berada pada stadium akhir/

a. Persentase pasien Diabetes Mellitus


tipe 2 dengan gangguan ginjal (ICD E
11.2) dipoliklinik khusus RSUP DR.
M. Djamil Padang yaitu laki-laki 55%
(22 pasien) dan perempuan 45% (18
pasien) (Lampiran 2, Tabel 19) dalam
penelitian ini sampel sebanyak 40
orang pasien yang rutin setiap bulan
melakukan kontrol ulang di poliklinik
khusus dan mendapatkan terapi Obat
Anti Diabetes (OAD) oral dengan

gagal ginjal, 4 orang pasien pada


stadium IV, 18 orang pasien pada
stadium III, 9 orang pasien pada
stadium II, dan 8 orang pada stadium I
(ginjal normal). Lama menderita DM
antara <1 tahun sampai dengan >15
tahun.

Dari

menggunakan
(kekuatan

hasil

uji

korelasi

hubungan)

statistik
pearson

menunjukkan

hubungan lemah positif antara lama


menderita

DM

dengan

kerusakan

fungsi ginjal. Sedangkan dengan uji t

(p >0.05) dimana tidak ada hubungan

interaksi dalam pengobatannya, baik

antara lama DM dengan kerusakan

secara

fungsi ginjal.

farmakodinamik dapat menyebabkan

d. Obat-obat yang dikonsumsi pasien

farmakokinetik

ataupun

penurunan ataupun peningkatan kadar

diekresikan sebahagian besar melalui

gula

ginjal maka dosis dan lama pemakaian

berinteraksi dengan antidiabetik oral

OAD oral disesuaikan berdasarkan

adalah acarbose, simvastatin, aspirin,

nilai bersihan kreatinin (CrCl) dan

trihexilpenidil,

waktu paruh eliminasi obat. Hasil

(cardace).

penelitian menunjukkan, dari 40 pasien


ditemukan sebanyak 18 orang pasien
(45%) dosis yang diberikan melebihi

darah.

Obat-obatan

captopril,

yang

ramipril

PEMBAHASAN
Penelitian

Kajian

Aspek

dari dosis individual, sebanyak 5 orang

Farmakokinetik klinik Obat Antidiabetik

(12,5%)

dosis

Pada Pasien Gangguan Fungsi Ginjal di

individual, dan sebanyak 17 orang

Poliklinik Khusus RSUP DR. M. Djamil

(42,5%) dosis yang diberikan tepat

Padang bertujuan untuk mengidentifikasi

yang

dihitung

fungsi

dan mengevaluasi obat antidiabetik yang

ginjal

pasien

dengan

persamaan

sebagian besar di ekresikan diginjal atau

dan

perhitungan

yang memperparah fungsi ginjal. Untuk

dosis

farmakokinetik

kurang

dari

berdasarkan

pasien ini perlu dilakukan penyesuaian

dengan literatur.
e. Persentase efektifitas antidiabetik oral
pada pasien DM, 15 orang (37,5%)
efektif menurunkan kadar gula darah
dan 25 orang pasien (62,5%) tidak
efektif menurunkan kadar gula darah
pasien baik kadar gula darah puasa
atau kadar gula darah 2 jam post
propandial.

pada pasien, ditemukan sebanyak 3


orang pasien (7,5%) terjadi interaksi
dan

sebanyak

15

orang pasien (37,5%) terjadi interaksi


farmakokinetik.

fungsi ginjal.
Gambaran Umum Pasien
Pengambilan data penelitian secara
prospektif di poliklinik khusus RSUP DR.
M. Djamil Padang yaitu pasien DM tipe 2
dengan gangguan fungsi ginjal dengan
kode ICD E 11.2. Sampel penelitian yang

f. Persentase interaksi obat yang terjadi

farmakodinamik

dosis dan regimen dosis berdasarkan

Pasien

mengalami

diambil dengan melihat diagnosa dan data


laboratorium pasien yaitu nilai gula darah
puasa (>126 mg/dl), nilai gula darah 2 jam
post propandial (>200 mg/dl), ureum dan
kreatinin serunm (<1,1 mg/dl). Pada

penelitian diperoleh data pasien sebanyak

sebagai parameter yang baik untuk menilai

40

kadar glukosa.

orang

pasien

dengan

persentase

sebanyak 55% laki-laki (22 pasien) dan

Dari

pengamatan

penelitian,

45% perempuan (18 pasien), dimana

pasien di poliklinik khusus RSUP DR. M.

persentase pasien laki-laki sangat tinggi

Djamil hanya 1 orang yang melakukan

dibandingkan dengan perempuan. Pasien

pemeriksaan A1C (P12) disebabkan oleh

laki-laki umumnya banyak mengalami

biaya yang mahal, dan ketidaktahuan

gangguan fungsi ginjal disebabkan oleh

pasien terhadap pemeriksaan A1C padahal

berbagai

pemeriksaan ini perlu dilakukan sebagai

faktor

diantaranya

faktor

makanan/minuman, pola hidup dan stress

faktor

penilai

keberhasilan

tinggi.

penatalaksanaan DM tipe 2.
Pasien yang lama menderita DM

dikhawatirkan akan mengalami komplikasi


apabila kadar gula darah tidak terkontrol.

Gambaran

Obat

Antidiabetik Oral

Komplikasi yang terjadi salah satunya


adalah nefropati

Penggunaan

Penatalaksanaan DM mempunyai

diabetika merupakan

tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas

komplikasi DM pada fungsi ginjal yang

dan mortalitas DM, target utamanya untuk

dapat

menjaga agar kadar glukosa plasma berada

berakhir

Kondisi

ginjal

sebagai

gagal

penderita

DM

ginjal.
dapat

dalam

kisaran

normal,

dan

untuk

diperburuk oleh penggunaan antidiabetik

mencegah

oral tanpa pemantauan fungsi ginjal dan

kemungkinan

tidak dilakukan penyesuaian dosis dan

diabetes. Prinsip pengobatan pasien DM

regimen dosis.

tipe 2

Dalam hal regimen dosis perlu


disesuaikan berdasarkan nilai bersihan
kreatinin pasien.
regimen

dosis

Penentuan dosis dan


dilakukan

dengan

menggunakan persamaan farmakokinetik


dan berdasarkan t

eliminasi obat.

Pencegahan terjadinya resiko komplikasi


dari penyakit DM adalah dengan kontrol
gula darah dengan pengukuran A1C

atau

meminimalkan

terjadinya

komplikasi

yaitu non farmakologi dan

farmakologi.

Non

farmakologi

dapat

dengan melakukan penurunan berat badan


(jika obesitas), memperbaiki pola makan
(diet) teratur sesuai dengan anjuran, dan
olah raga yang teratur. Sementara terapi
farmakologi adalah dengan menggunakan
terapi obat antidiabetik oral dapat secara
tunggal atau kombinasi.
Pasien DM tipe 2 yang berobat
dipoliklinik khusus RSUP DR. M. Djamil

banyak mendapatkan golongan biguanid

pengobatan DM tipe 2 (Philbrick dkk,

(metformin) dalam terapi tunggal maupun

2009),

terapi kombinasi. Obat yang banyak

untuk pasien umur >80 tahun atau pada

digunakan untuk

pengobatan diabetes

individu dengan disfungsi ginjal (kadar

mellitus tipe 2 pada penelitian ini adalah

kreatinin serum >1,5 mg/dl untuk laki-laki

kombinasi

dan

golongan

sulfonilurea,

biguanid, dan penghambat - glukosidase.


Pada
antidiabetika

penelitian
oral

ini

seperti

obat

golongan

biguanid (metformin) dan golongan lain


merupakan terapi yang pada dasarnya
sebagian besar dieliminasi di ginjal.
Metformin lebih sering digunakan sebagai
terapi antidiabetik oral karena memiliki
efek samping hipoglikemi yang rendah

tetapi

>1,4

tidak

mg/dl

direkomendasikan

untuk

perempuan)

(Management of Diabetes, 2010). Namun,


dalam hasil penelitian masih ditemukannya
pemberian metformin yang belum sesuai
dengan kondisi klinis pasien yaitu masih
diberikannya terapi metormin pada pasien
yang

nilai

bersihan

kreatinin

sudah

menurun, pasien berbadan kurus, dan pada


pasien geriatri yaitu pasien dengan kode
nama P33.

dibandingkan dengan golongan lain dan

Golongan

sulfonilurea

yang

efektif menurunkan kadar glukosa darah

digunakan sebagai terapi antidiabetik oral

dengan mekanisme kerjanya tidak melalui

yaitu

perangsangan

(Glurenorm),

sekresi

insulin

tetapi

gliklazid

(Glucodex),

glikuidon

glimepirid

(Solosa).

langsung terhadap organ sasaran yaitu

Golongan sulfonilurea mempunyai efek

dengan meningkatkan transport glukosa,

hipoglikemik yang poten, mempunyai efek

meningkatkan ambilan glukosa dari otot

terhadap agregasi trombosit, dan dalam

dan jaringan lemak, menurunkan produksi

batas-batas tertentu dapat diberikan pada

glukosa

pasien

hati

glikogenolisis

dengan
dan

menghambat

dengan kelainan fungsi hati dan

glukoneogenesis,

ginjal, dan baik untuk pasien yang

memperlambat absorpsi glukosa di saluran

berumur > 40 tahun, lama menderita

gastrointestinal

diabetes < 5 tahun (Martindale, 2009).

(Rees,

1995;

Karam,

1995).

Golongan sulfonilurea bekerja dengan


Metformin dapat meningkatkan

level A1C 1-2%, dan direkomendasikan


oleh

American

Diabetes

association

(ADA) sebagai first line therapy bersama


dengan modifikasi gaya hidup untuk

merangsang sekresi insulin di kelenjar


pankreas, sehingga hanya efektif pada
penderita

diabetes

yang

sel-sel

pankreasnya masih berfungsi dengan baik,


menurunkan produksi glukosa hati dan

tidak merangsang sekresi insulin oleh

lama menderita DM yaitu 10 tahun,

kelenjar pankreas. Golongan sulfonilurea

sedangkan pada pasien lain P2, P30, P36

sebagian besar dieliminasi melalui urin

tidak berkorelasi antara lama menderita

yaitu

glipizide,

DM maupun dengan komplikasi. Dari

dieleminasikan

hasil uji statistik menggunakan korelasi

gliklazid,

sedangkan

glimepirid,

gliquidon

terutama melalui feses dan hanya 5% yang

pearson

diekresikan melalui urin.

menunjukkan hubungan lemah positif

Pengukuran Nilai Bersihan Kreatinin

antara

Perhitungan nilai bersihan kreatinin


sangat

penting

dilakukan

untuk

(kekuatan

lama

kerusakan

menderita

fungsi

dengan melihat hasil data laboratorium

kerusakan fungsi ginjal.

M. Djamil rentang nilai kreatinin serum

dengan

Sedangkan

dengan uji t (p >0.05) dimana tidak ada


hubungan

yang dipakai oleh laboratorium RSUP DR.

DM

ginjal.

mengetahui fungsi ginjal pasien. Dapat

seperti ureum dan kreatinin serum. Standar

hubungan)

Analisa

antara

lama

DM

dengan

Farmakokinetik

Obat

Antidiabetik Oral

normal berkisar antara 0,6 1,1 mg/ dL.

Dari hasil penelitian, pasien DM

menunjukkan

dengan gangguan fungsi ginjal belum

data laboratorium pasien, didapatkan nilai

mendapatkan obat antidiabetik oral sesuai

kreatinin serum pasien berkisar 1,2- 3,7

dengan kondisi klinis pasien. Dari hasil

mg/dL.

hasil

perhitungan farmakokinetik, 40 pasien

pemeriksaan kreatinin serum diatas maka

yang mendapatkan obat antidiabetik oral,

dapat diestimasi nilai bersihan kreatinin

didapatkan

(CrCl) berdasarkan persamaan Cockcroft

mendapatkan dosis yang melebihi dari

and Gault dan Salazar and Corcoran (BB

dosis

yamg melebihi 30% dari normal) yaitu

(12,5%) mendapatkan dosis kurang, dan

ditemukan ginjal normal 8 orang pasien,

sebanyak 17 orang (42,5%) mendapatkan

kelompok kerusakan ginjal ringan 9 orang,

dosis yang tepat yang dihitung berdasarkan

kelompok kerusakan ginjal sedang 18

fungsi ginjal pasien dengan persamaan

orang, kelompok kerusakan ginjal berat 4

farmakokinetik dan perhitungan dengan

orang, kelompok kerusakan ginjal stadium

literatur.

Dalam

penelitian

Berdasarkan

data

akhir (CrCl 15 mL/menit) 1 orang pasien.


Dari

hasil

penelitian,

menunjukkan

stadium kerusakan ginjal hanya pada


pasien dengan kode P1 berkorelasi dengan

18

individual,

Kelompok

orang

pasien

sebanyak

pasien

(45%)

orang

dengan

kerusakan ginjal stadium akhir (CrCl 15


mL/menit) dengan kode nama P10 umur

52 tahun dengan berat badan 77 kg

beserta

(obesity) dan tinggi badan 152 cm. Pada

disesuaikan dengan fungsi ginjal pasien.

data laboratorium menunjukkan GDP 113


mg/dL, GD 2 JPP 206 mg/ dL, ureum
darah 34 mg/dL, dan kreatinin 2,5 mg/dL
(Lampiran 5). Dari hasil perhitungan nilai
bersihan kreatinin 14 mL/menit dengan
kategori dialisis, pada kondisi klinis pasien
tampak adanya udema, tetapi pasien
mengatakan tidak mengalami perubahan
berarti dan tidak melakukan cuci darah.
Pasien baru mengetahui menderita DM

regimen

dosis

sudah

harus

Dalam penelitian lain menyatakan


tentang terjadinya

Acidosis lactic yang

disebabkan oleh metformin masih dalam


kontroversi

tetapi

peningkatan

kadar

kreatinin serum dianggap sebagai faktor


resiko dari Acidosis lactic dan metformin
bukan

sebagai

kontraindikasi

mutlak

(Scarpello & Howlett, 2008; Martindale


36, 2009).

2,5 tahun yang lalu, dimana pasien

Pasien dengan kode nama P18

merasakan lemas, letih, banyak berkemih.

umur 76 tahun, kadar gula darah puasa

Terapi yang diterima pasien metformin

89,9 dan 2 JPP 96 mg/dL, nilai kreatinin

2x500 mg, solosa (glimepirid) 1x1 mg,

serum 1,5 mg/dL, nilai klirens kreatinin

amitriptilin 1x12,5 mg, neurodex 1x1 tab

25,83 ml/menit. Terapi yang diterima

dan interhistin 2x1 tab. Dari kondisi pasien

pasien gludepatic (metformin) 3x500 mg,

yaitu kreatinin

serum 2,5 mg/dL maka

glucobay 2x50 mg, ascardia 1x80 mg,

terapi metformin kontra indikasi (nilai

loprezol 1x30 mg, dan sohobion 1x1

kreatinin serum >1,5 mg/ dL untuk laki-

tablet. Dari kadar gula darah pasien

laki dan >1,4 mg/dL untuk perempuan)

menunjukkan

karena dapat meningkatkan resiko acidosis

merasakan pusing dan mual sehingga

lactic (Lacy, et, al 2009; management of

apabila pemberian terapi tetap dilanjutkan

(Management of Diabetes, 2010), sehingga

dikhawatirkan

dikhawatirkan akan semakin memperburuk

hipoglikemi

fungsi ginjal pasien. Sebaiknya diganti

termasuk dalam kategori usia lanjut maka

dengan terapi

yang tidak memperberat

sangat perlu dilakukan pemantauan fungsi

fungsi

yaitu dengan golongan

ginjal, yang bisa disebabkan oleh faktor

sulfonilurea (gliquidon) yang hanya 5%

usia, faktor penyakit dan terapi obat

diekresikan

antidiabetik oral yang diterima.

ginjal

melalui

urin.

Pasien

ini

memperlihatkan gejala udem, dimana CrCl


<15 mL/menit sehingga sudah termasuk
kategori dialisis dan pemberian obat

dibawah

range

pasien
berat.

Selain

normal,

mengalami
itu

pasien

Dari hasil perhitungan penyesuaian


dosis, maka pasien mendapatkan regimen

dosis metformin 2x500 mg, selain itu


acarbose juga perlu dilakukan penyesuaian

Tabel 1: Persentase Efektifitas Dosis


Antidiabetik Oral Yang Diterima Pasien

dosis menjadi 1x50 mg. Dalam kasus

Kelompok

Efektif

Jumlah Persentase Jumlah


(%)

penelitian ini disarankan menggunakan


terapi

OAD

gliquidon,

Golongan

sulfonilurea ini direkomendasikan pada


pasien dengan gangguan fungsi hati dan
ginjal yang agak berat, karena hampir
seluruhnya diekresikan melalui empedu
dan usus, hanya 5% yang diekresikan
melalui urin (Martindale 36, 2009). Maka

Tidak Efektif
Perse
ntase
(%)
25

Dosis
Tepat

7 orang

17,5

10
orang

Dosis
Kurang

2 orang

3 orang

7,5

Dosis
Melebihi
Dosis
Individu

6 orang

15

12
orang

30

15
orang

37,5

25
orang

62,5

ketiga pasien ini sebaiknya cukup dengan


menggunakan

gliquidon

saja

karena

Jumlah

pertimbangan dari kerusakan ginjal pasien,


dengan

pemberian

terapi

ini

maka

Dalam penelitian menunjukkan efektif

kerusakan ginjal dapat diatasi.

terapi OAD oral sebanyak

Efektifitas, Efek Samping dan Interaksi

(37,5%) dan tidak efektif sebanyak 25

Obat

orang (62,5%).
Keefektifitas

terapi

OAD

Ketidakefektifan

oral

15 orang

terapi

bisa

pasien dinyatakan efektif apabila nilai gula

dikarenakan dosis obat yang kurang,

darah puasa 126 mg/dl dan gula darah 2

pasien tidak patuh makan obat karena

jam post propandial 200 mg/dl.

pengetahuan

yang

kurang,

tidak

melakukan diet dan jarangnya olah raga


atau

ketidaknyamanan

samping

obat.

Banyak

terhadap

efek

pasien

yang

memiliki persepsi bahwa obat itu adalah


racun dan apabila diminum setiap hari,
obat tersebut akan menumpuk di dalam
tubuh dan berakibat buruk. Untuk itu
konselor harus menekankan edukasi yang
lebih intensif bahwa obat DM itu aman
bagi tubuh dan akan dikeluarkan secara
berkala melalui urin maupun feses, bahkan

apabila tidak dikonsumsi obat tersebut

darah. Adapun terapi yang diterima pasien

justru akan lebih berbahaya, dimana kadar

yaitu 2 kombinasi (metformin + acarbose).

gula darah pasien menjadi tidak terkontrol

Pada dasarnya efek samping dapat

yang pada akhirnya akan menimbulkan

diatasi dengan pemberian obat yang tepat

terjadinya komplikasi apabila dibiarkan

seperti metformin diberikan bersamaan

terus seperti itu.

dengan

makanan

untuk

mencegah

Faktor lainnya juga disebabkan

timbulnya ketidaknyamanan pada saluran

karena pasien masih ada yang tidak patuh

pencernaan, untuk golongan sulfonilurea

untuk minum obat dan tidak melakukan

seperti

diet seperti yang dianjurkan, dengan alasan

diberikan 30 menit sebelum makan dan

lupa, sibuk, faktor finansial, pasrah dengan

atau bersama makan serta mencegah

penyakitnya, tidak peduli dengan penyakit,

terjadinya hipoglikemia (Lacy, et,al 2009).

lingkungan yang tidak mendukung. Pada

Interaksi obat dapat terjadi pada

dasaranya
DM

kesuksesan

tidak

hanya

penatalaksanaan

dipengaruhi

oleh

gliquidon,

glipzid,

gliklazid

pasien, berakibat meningkatkan toksisitas


dan menurunkan efektifitas obat yang

peresepan obat yang sesuai dan pengaturan

berinteraksi

gizi yang tepat oleh tenaga kesehatan,

Mekanisme interaksi obat dapat dibagi

tetapi juga sangat dipengaruhi oleh edukasi

menjadi interaksi yang melibatkan aspek

dan konseling pasien (Basuki, 2009;

farmakokinetik obat dan interaksi yang

Ghosh et al, 2010).

mempengaruhi respons farmakodinamik

Kekerapan terjadinya efek samping

(Ganiswara,

1995).

obat. Dari hasil penelitian ditemukan

obat antidiabetik oral pada pasien relatif

terjadi

rendah

farmakokinetik. Obat antidiabetes oral

yang

dirasakan

pasien

yaitu

interaksi

farmakodinamik

sebanyak 4 orang (10%) dan tidak terjadi

dapat

efek samping 36 orang (90%). Dari hasil

interaksi farmakodinamik terjadi dengan

wawancara pasien, efek samping yang

obat-obatan yang dapat mengubah kadar

sering dirasakan umumnya mual, diare dan

glukosa dan mungkin memerlukan dosis

pusing. Namun ada juga ditemukan pasien

obat

dengan nama P36 (71 tahun, lama

farmakokinetik

menderita DM 14 tahun, merasakan

kelompok obat.

hipoglikemi (keringat dingin, merasakan


lemas, lapar, dan pusing). Pasien sangat
rutin melakukan pengecekan kadar gula

berinteraksi

hipoglikemik

dengan

oral.

bervariasi

obat

dan

lain,

Interaksi
tergantung

Pada penelitian menunjukkan ada


beberapa obat yang mengalami interaksi
antra lain: metformin dengan acarbose,

metformin

dengan

trihexilpenidil,

adalah ginjal normal 20%, kerusakan

glimepirid dengan ascardia, glimepirid

ginjal ringan 22,5%, kerusakan ginjal

dengan simvastatin, glimepirid dengan

sedang 45%, kerusakan ginjal berat

captopril.

dapat

10%, dan dialisis / stadium akhir 2,5%.

menyebabkan interaksi farmakodinamik

3. Belum dilakukan penyesuaian dosis

atau farmakokinetik. Jenis interaksi yang

antidiabetik oral pada pasien DM

paling sering ditemukan adalah interaksi

dengan gangguan fungsi ginjal di

antara metformin-acarbose (13 kasus),

poliklinik khusus RSUP DR. M.

dimana acarbose dapat menunda absorpsi

Djamil Padang.

Kombinasi

tersebut

metformin akibatnya terjadi penurunan

4. Persentase efektifitas obat antidiabetik

onset metformin. Interaksi lain dengan

oral pada pasien DM tipe 2 dengan

kasus besar adalah golongan sulfonilurea

gangguan fungsi ginjal di poliklinik

(glimepirid) dengan aspirin (salisilat),

khusus RSUP DR. M. Djamil Padang

akibatnya pasien mempunyai konsentrasi

adalah

gula

rendah

kadar gula darah pasien dan 62,5%

melakukan

tidak efektif menurunkan kadar gula

darah

sehingga

yang

sangat

cenderung
penting

observasi tanda-tanda hipoglikemia pada


pasien. Jenis interaksi yang terjadi dalam
penelitian

ini

hanya

membutuhkan

37,5%

efektif

menurunkan

darah pasien.
DAFTAR PUSTAKA

atau

Anderson, P. O. 2002. Drug Monograph.


In Philip O. A, James E.K, William
G. T. Handbook of Clinical Drug
Data. United States: The McGrawHill Companies

1. Penggunaan obat antidiabetik oral pada

Anonymous. 2009. British National


Formulary. London: BMJ Group
and RPS Publishing

monitoring berdasarkan pengetahuan akan


perubahan

farmakokinetik

farmakodinamik yang mungkin terjadi.


KESIMPULAN

pasien DM tipe 2 dengan gangguan


fungsi ginjal di poliklinik khusus
RSUP DR. M. Djamil Padang belum
mempertimbangkan

aspek

Aronoff, G. R., Berns, J. S., Brier, M. E.


1999. Drug prescribing in renal
failure. Dosing guidelines for
adults. 4th ed. Philadelphia: ACCP

farmakokinetik klinik.
2. Persentase

fungsi

ginjal

pasien

berdasarkan nilai bersihan kreatinin


pasien yang berobat di poliklinik
khusus RSUP DR. M. Djamil Padang

America Diabetes Associations. 2004.


Standars of Medical Care in
Diabete., 15-35.

Aslam M., Tan CK., Prayitno A. 2004.


Farmasi
Klinis:
Menuju
Pengobatan
Rasional
dan
Penghargaan Pilihan Pasien., PT
Elex
Media
Kompusindo
Kelompok Gramedia., Jakarta.
Ashley, C., Currie, A., editor. 2009. The
Renal Drug Handbook, Third
Edition., UK Renal Pharmacy
Group., Oxford., New York.
Basuki, E. 2009. Konseling Medik : Kunci
Menuju
Kepatuhan
Pasien.
Majalah Kedokteran Indonesia,
Vol 59 Nomor 2 Februari 2009.
Bauer,

L.A.
2006.
Clinical
Pharmacokinetics
Handbook.
Washington: McGram Hill

Bauer, L.A. 2008.


Applied Clinical
Pharmacokinetics.
Washington:
McGram Hill
Buxton, I. L. O. 2006. Pharmacokinetics
and
Pharmacodynamics:
The
Dynamics of Drug Absorption,
Distribution,
Action,
and
Elimination. In Laurence L.
Brunton (Eds). Goodman &
Gilman's The Pharmacological
Basis Of Therapeutics. United
Stated:
The
McGraw-Hill
Companies
Corwin, JE. 1997. Handbook of
Patophysiology.,
Diterjemahkan
oleh Pendit, BU., Penerbit Buku
Kedokteran EGC., Jakarta.
Dipiro, J.T, et.al. 2009. Pharmacotherapy
Handbook, 7 th edition, Mc Graw
Hill Companies, Inc, New York,
USA, 71-86

FacklFaull, R. 2007. Prescribing in Renal


Disease. Australian Prescriber,
30,1, 17-20.
Foster, DW. 2001. Diabetes Mellitus in
Fauci , AS., et al (editor),
Harrisonss Principles of Internal
Medicine, McGraw Hill Health
Proffesion Division, New YorkToronto: 2109-2143.
Karam., JH. 1995. Pancreatic Hormones
and Antidiabetic Drugs., in
Katzung., BE, et al (editor), Basic
and Clinical Pharmacology., Sixth
Edition., Prentice Hall., USA.
Lacy, C., et al. 2009. Drug Information
Handbook., 18 th edition., Lexi
Comp
Inc.,
American
Pharmaceutical
Association
(Apha). Ohio
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
2006. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe
2 di Indonesia. Jakarta : Perkeni
Rachmawati, D.P. 2009. Pola Penggunaan
Antihipoglikemik Oral (OHO) pada
Pasien Geriatri DM tipe 2 RSUD
DR. Moewardi Surakarta Periode
Januari-Juli
2008.,
Fakultas
Farmasi
Universitas
Muhammadiyah., Surakarta.
Siregar, Charles J.P. dan Endang
Kumolosasi. 2006. Farmasi Klinik
Teori dan Penerapan, Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Shargel, L., Wu-Pong, S., Yu, A.B.C.
2005. Applied Biopharmaceutics
and
Pharmacokinetics.
Fifth
edition. Singapore: The McGrawHill Companies

Soegondo, Sidartawan dan Pradana


Soewondo. 2002. Penatalaksanaan
Diebetes Mellitus Terpadu. Jakarta
: Balai Penerbit FKUI.
Shenfield, GM. 2001. Drug Interaction
with Oral Hypoglycemic Agent.,
Aust Prescr.
Tracy, T. S. 2006. Pharmacokinetics. In
Charles R. C., Robert E. (Eds).
Modern
Pharmacology
with
Clinical Application

Anda mungkin juga menyukai