Anda di halaman 1dari 5

Artikel Penelitian

Gejala dan Tanda Klinis Malaria


di Daerah Endemis

Lambok Siahaan
Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan

Abstrak: Sebuah penelitian cross-sectional dilakukan untuk mendapatkan data mengenai gejala
dan tanda klinis malaria di dua daerah endemis malaria, yaitu Kabupaten Nias Selatan dan
Kotamadya Sabang. Diagnosis malaria ditetapkan berdasarkan pemeriksaan apusan darah
(mikroskopik). Diperoleh 380 orang penderita malaria di Kabupaten Nias Selatan dan 41
orang di Kotamadya Sabang. Sebanyak 35,3% penderita malaria di Kabupaten Nias Selatan
dan 41,5% di Kotamadya Sabang datang tanpa gejala klinis demam. Pasien malaria yang tidak
mengalami demam umumnya mempunyai gejala klinis badan pegal, pusing, gangguan
pencernaan dan lemas. Disimpulkan bahwa demam bukanlah gejala klinis yang selalu ada
pada penderita malaria di daerah endemis. Badan pegal, pusing, gangguan pencernaan dan
lemas merupakan gejala klinis yang juga dapat muncul pada penderita malaria di daerah
endemis.
Kata kunci: malaria, gejala klinis, tanda klinis

Clinical Symptoms of Malaria in Endemic Area


Lambok Siahaan
Parasitology Department, Medical School, University of North Sumatera, Medan

Abstract: A cross-sectional study was conducted to acquire data about clinical signs and symptoms of malaria in two endemic areas, i.e. South of Nias and Sabang districts. Diagnosis of
malaria was made by peripheral blood smear (microscopic). There were 380 malaria patients in
South of Nias district and 41 patients in Sabang district. Thirty five point five percent of malaria
patients in South of Nias and 41.5% in Sabang district did not have fever. Most of these patients
had myalgia, headache, abdominal discomfort and weakness. It was concluded that fever was not
always found in malaria patients in endemic area. Myalgia, headache, abdominal discomfort and
weakness were apparently common clinical malaria symptoms in endemic area.
Keywords: malaria, clinical sign, clinical symptom

Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 6, Juni 2008

211

Gejala dan Tanda Klinis Malaria


Pendahuluan
Tingginya kasus malaria klinis merupakan sesuatu yang
perlu segera disikapi. Hal ini bisa saja terjadi oleh karena
resistensi obat atau oleh karena kesalahan diagnosis,
terutama bila diagnosis malaria hanya ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinis. Padahal gejala dan tanda
klinis malaria di daerah endemis umumnya tidak khas dan
hampir sama seperti gejala dan tanda klinis pada penderita
infeksi lainnya, terutama pada fase awal infeksi.1,2
Pengenalan gejala klinis yang khas di daerah endemis
malaria merupakan salah satu cara untuk penanganan
penyakit malaria secara cepat, tepat dan rasional. Seleksi
awal penderita yang dicurigai sebagai penderita malaria klinis
merupakan suatu hal yang perlu dilakukan oleh petugas
kesehatan di lapangan, sebelum akhirnya dikonfirmasi oleh
pemeriksaan mikroskopis yang masih merupakan standar
diagnostik malaria.
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data
prevalensi malaria, serta menganalisis gejala dan tanda klinis
malaria yang paling banyak muncul pada penderita malaria
di daerah endemis malaria (Kabupaten Nias Selatan dan
Kotamadya Sabang).
Metode
Penelitian dilakukan secara cross sectional dan
merupakan bagian dari rangkaian penelitian malaria yang
dilaksanakan di delapan desa di tiga kecamatan di Kabupaten
Nias Selatan dan sembilan desa di dua kecamatan di
Kotamadya Sabang. Populasi penelitian adalah penduduk
yang bertempat tinggal di tempat penelitian. Populasi
terjangkau adalah pasien dengan keluhan demam (gejala
klinis), riwayat demam satu minggu terakhir atau mengalami
kenaikan suhu tubuh (tanda klinis). Subjek penelitian adalah
penderita malaria yang ditentukan berdasarkan pemeriksaan
apusan darah (mikroskopis), yaitu dengan ditemukannya
Plasmodium spp. pada sediaan darah.
Subjek dengan keluhan demam (gejala klinis) atau
riwayat demam satu minggu terakhir atau mengalami kenaikan
suhu tubuh (tanda klinis), diperiksa secara simultan untuk
menegakkan diagnosis malaria. Pemeriksaan itu meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan apusan darah
(tebal dan tipis). Sebelum dilakukan pemeriksaan, subjek
diberi penjelasan tentang apa yang akan dilakukan dan
ditanyakan kesediaannya untuk ikut dalam penelitian.
Kesediaan untuk ikut penelitian ditandai dengan penandatanganan informed consent (Gambar 1).
Anamnesis meliputi identitas pribadi, keluhan penyakit
saat ini, riwayat penyakit-penyakit kronis terdahulu, riwayat
penyakit malaria dan riwayat penggunaan obat antimalaria.
Pemeriksaan fisik diagnostik yang dilakukan meliputi
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi untuk
mendapatkan tanda objektif (tanda klinis) dan dikaitkan
dengan kebutuhan pada penelitian.

212

Populasi Penelitian

Pemeriksaan Fisik
Anamnesa

Pemeriksaan Apusan Darah


(Mikroskopis)

Gejala Klinis
Tanda Klinis

Bukan Penderita Malaria

Obat Yang Sesuai Dengan Penyakit

Penderita Malaria

Obat Antimalaria

Gambar 1. Alur Pemeriksaan Pasien

Pemeriksaan apusan darah meliputi pemeriksaan apusan


darah tebal dan tipis. Darah diambil dari ujung jari yang telah
ditusuk dengan menggunakan lancet steril setelah terlebih
dahulu dibersihkan dengan kapas alkohol. Darah tetes
pertama dibuang dan tetes selanjutnya diletakkan pada dua
object glass, masing-masing di bagian tengah object glass
sebanyak sekitar dua tetes. Untuk apusan darah tebal tetesan
darah tersebut diaduk dengan menggunakan ujung object
glass yang lain. Sementara itu untuk apusan darah tipis
diratakan dengan menggunakan tepi sisi object glass dengan
cara mendorong dari satu arah ke arah yang berlawanan.
Kemudian dikeringkan pada suhu kamar. Setelah kering,
apusan darah tipis difiksasi dengan metanol sebelum diberi
pewarnaan, sementara apusan darah tebal langsung diberi
pewarnaan. Pewarnaan dilakukan dengan menggunakan Giemsa 10% selama 10-15 menit, lalu dibilas dengan air kran
yang mengalir. Setelah kering, slide siap untuk diperiksa
dengan mikroskop dengan pembesaran 1000x untuk melihat
ada tidaknya serta menghitung kepadatan Plasmodium sp.3
Penderita malaria diberikan pengobatan malaria sesuai
dengan standard pengobatan.4 Bagi yang bukan penderita
malaria diobati sesuai dengan penyakitnya. Sebelum diberikan
pengobatan, subjek diberikan penjelasan tentang kegunaan
obat dan efek samping yang dapat terjadi. Data yang diperoleh
diolah secara deskriptif sederhana dan disajikan dalam bentuk
tabel.
Hasil
Pemeriksaan darah dilakukan pada 268 orang di
Kotamadya Sabang dan 731 dari 1147 orang yang dilayani di
Kabupaten Nias Selatan. Dari pemeriksaan darah tersebut
didapatkan 41 penderita malaria di Kotamadya Sabang dan
380 di Kabupaten Nias Selatan.

Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 6, Juni 2008

Gejala dan Tanda Klinis Malaria


Tabel 1. Karakteristik Dasar Sampel Penelitian
Kelompok
Umur

<5 tahun
5-14 tahun
15-24 tahun
25-34 tahun
35-44 tahun
45-54 tahun
>55 tahun
Total

Kabupaten Nias Selatan


Laki-laki
Perempuan
Total

13
54
22
47
54
9
9
208 (28,5%)

Kotamadya Sabang
Laki-laki
Prempuan

57
163
82
106
57
42
16

70 (9,6%)
217 (29%)
104 (14,2%)
153 (20,9%)
111 (15,2%)
51 (7%)
25 (3,4%)

0
22
12
11
18
13
20

523 (71,5%)

731 (100%)

96 (35,8%)

0
31
23
30
31
23
34
172 (64,2%)

Total

0
53
35
41
36
54
54

(0%)
(19,8%)
(13,1%)
(15,3%)
(13,4%)
(20,15)
(20,1%)

268 (100%)

Tabel 2. Karakteristik Dasar Penderita Malaria


Kelompok
Umur

<5 tahun
5-14 tahun
15-24 tahun
25-34 tahun
35-44 tahun
45-54 tahun
>55 tahun
Total

Kabupaten Nias Selatan


Laki-laki
Perempuan
Total

5
13
13
36
34
16
21
138 (36,6%)

17
28
28
52
40
48
29
242 (63,7%)

22
41
41
88
74
64
50

Kotamadya Sabang
Laki-laki
Prempuan

(5,8%)
(10,8%)
(10,8%)
(23,2%)
(19,4%)
(16,8%)
(13,2%)

380 (100%)

0
1
2
3
2
4
3
15 (36,6%)

0
5
3
5
4
4
5
26 (63,4%)

Total

0 (0%)
6 (14,6%)
5 (12,3%)
8 (19,5%)
6 (14,6%)
8 (19,5%)
8 (19,5%)
41 (100%)

dari jumlah kasus yang ditemukan. Di kedua tempat penelitian


juga dijumpai infeksi campuran dari kedua spesies plasmodium tersebut.
Tabel 4 menunjukkan bahwa gejala klinis yang paling
sering dilaporkan oleh subjek penelitian adalah demam
(dengan atau tanpa gejala lain), badan pegal, pusing,
gangguan pencernaan, lemas dan gabungan gejala-gejala
tersebut. Sementara itu, tanda klinis yang dijumpai hanyalah
kenaikan suhu tubuh.
Tabel 5 menunjukkan bahwa gejala klinis yang paling
banyak dijumpai pada penderita malaria adalah demam
(dengan atau tanpa gejala lain), yaitu 64,7% di Kabupaten
Nias Selatan dan 58,5% di Kotamadya Sabang. Selain demam,
penderita malaria umumnya menunjukkan gejala klinis lain,
misalnya badan pegal, pusing, gangguan pencernaan dan
lemas. Sementara itu, tanda klinis yang dijumpai hanyalah
kenaikan suhu tubuh. Tidak ditemukan pembesaran limpa.

Tabel 1 menunjukkan bahwa subjek penelitian yang


paling banyak dijumpai adalah kelompok umur 5-14 tahun di
Kabupaten Nias Selatan dan kelompok umur >55 tahun di
Kotamadya Sabang. Sementara itu, perempuan lebih banyak
daripada laki-laki di kedua tempat penelitian tersebut.
Tabel 2 menunjukkan bahwa penderita malaria paling
banyak dijumpai di Kabupaten Nias Selatan adalah kelompok
umur 25-34 tahun. Sementara itu di Kotamadya Sabang,
penderita malaria terbanyak berasal dari kelompok umur 2534 tahun, kelompok umur 45-54 tahun dan kelompok umur >
55 tahun. Di kedua daerah penelitian dijumpai bahwa
penderita malaria perempuan lebih banyak daripada laki-laki.
Tabel 3 menunjukkan bahwa prevalensi malaria di
Kabupaten Nias Selatan adalah 52,7%, dengan kasus malaria terbanyak disebabkan oleh Plasmodium falciparum
(64,2%). Di Kotamadya Sabang kasus malaria terbanyak
diakibatkan oleh Plasmodium vivax, yaitu sebesar 85,4%
Tabel 3. Distribusi Penderita Malaria
Tempat Penelitian

Penderita Malaria
P. falciparum
P. vivax

Campuran

Total

Kabupaten Nias Selatan (n=731)


Kotamadya Sabang (n=268)

244 (64,2%)
3 (7,3%)

59 (15,5%)
35 (85,4%)

77 (20,3%)
3 (7,3%)

380
41

52,7%
15,3%

Total

247

94

80

421

Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 6, Juni 2008

Proporsional

213

Gejala dan Tanda Klinis Malaria


Tabel 4. Gejala dan Tanda Klinis Sampel Penelitian
Karakteristik

Kabupaten
Nias Selatan
(n=731)
J u m l a h Proporsi

Kotamadya Sabang
(n=268)
J u m l a h Proporsi

Gejala Klinis
Demam+Gejala Lain
Gabungan Gejala
tanpa Demam
Demam
Menggigil
Badan Pegal
Pusing
Gangguan Pencernaan
Lemas

151
57

20,7%
7,8%

96
19

35,8%
7,1%

327
0
79
59
29
29

44,7%
0%
10,8%
8,1%
4,0%
4,0%

63
0
28
37
12
13

23,5%
0%
10,4%
13,8%
4,5%
4,9%

Tanda Klinis
Kenaikan Suhu Tubuh
Pembesaran Limpa

582
0

79,6%
0%

231
0

86,2%
0%

Tabel 5. Gejala dan Tanda Klinis Penderita Malaria


Karakteristik

Kabupaten
Nias Selatan
(n=380)
J u m l a h Proporsi

Kotamadya Sabang
(n=41)
J u m l a h Proporsi

Gejala Klinis
Demam + Gejala Lain
Gabunagan Gejala
tanpa Gejala
Demam
Menggigil
Badan Pegal
Pusing
Gangguan Pencernaan
Lemas

52
43

13,7%
11,3%

11
3

26,8%
7,3%

194
0
38
27
14
12

51,1%
0%
10,0%
7,1%
3,7%
3,2%

13
0
8
5
0
1

31,7%
0%
19,5%
12,2%
0,0%
2,4%

Tanda Klinis
Kenaikan Suhu Tubuh
Pembesaran Limpa

239
0

62,9%
0%

32
0

78,0%
0%

Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 380 kasus malaria di


Kabupaten Nias Selatan, 35,3% di antaranya tanpa gejala
klinis demam. Begitu pula di Kotamadya Sabang, dari 41 orang penderita malaria, 41,5% di antaranya datang tanpa gejala
klinis demam. Sebaliknya gejala klinis demam dilaporkan oleh
66,1% dan 59,5% orang yang bukan penderita malaria,
berturut-turut di Kabupaten Nias Selatan dan Sabang.

Diskusi
Peluang terjadinya penyakit malaria sangat ditentukan
oleh seberapa besar kemungkinan kontak dengan nyamuk
sebagai vektor pembawa penyakit selain daya imunitas tubuh.
Nyamuk vektor malaria, umumnya lebih banyak beraktivitas
pada malam hari. Pada penelitian ini, kasus malaria terbanyak
dijumpai pada kelompok umur dewasa, yang sangat
berhubungan dengan aktivitas pada malam hari atau
pekerjaan yang berpeluang untuk kontak dengan vektor.
Sementara itu, tingginya kasus malaria pada perempuan lebih
dimungkinkan karena komposisi perempuan di populasi
memang lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki.
Spesies yang dijumpai pada kedua tempat penelitian ini
adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax.
Infeksi yang terjadi dapat saja berupa infeksi tunggal ataupun
infeksi gabungan keduanya. Kasus yang terbanyak muncul
di Kabupaten Nias Selatan adalah malaria oleh karena Plasmodium falciparum. Sementara kasus terbanyak di
Kotamadya Sabang adalah Plasmodium vivax. Hal ini sesuai
dengan laporan Dinas Kesehatan pada masing-masing
daerah.5,6
Demam sebagai salah satu gejala klasik malaria, tidak
selalu harus ditemukan pada penderita malaria, terutama di
daerah endemis malaria.1 Dari data masing-masing tempat
penelitian didapatkan bahwa hanya 64,7% dan 58,5%
penderita malaria di Kabupaten Nias Selatan dan Kota Sabang
yang datang dengan gejala klinis demam.
Selain demam, keluhan badan pegal, pusing, gangguan
pencernaan dan lemas, juga harus diperhatikan sebagai gejala
klinis malaria, terutama di daerah endemis malaria. Hal ini
dapat terlihat bahwa umumnya penderita malaria yang datang
tidak dengan gejala klinis demam, akan datang dengan gejala
klinis tersebut. Gejala klinis malaria yang bervariasi ini pun
diperoleh pada berbagai penelitian yang dilakukan di
berbagai tempat. Penelitian yang dilakukan pada anak
penderita malaria di Gambia pada tahun 2000, diperoleh hasil
bahwa 58,3% penderita malaria tersebut menderita demam,
86% mengalami pusing dan 60,7% mengalami gangguan
pencernaan.7 Sementara itu, penelitian di Thailand melaporkan
bahwa gejala klinis penderita malaria umumnya adalah demam
(42,3%), pusing (98,3%), badan pegal (96,6%), menggigil
(88,4%) dan gangguan pencernaan (29,3%).8 Penelitian lain
yang dilakukan di Nigeria pada tahun 2005 juga mendapatkan
hasil 100% penderita malaria yang diteliti mengalami demam,
69,6% mengalami pusing dan 50,4% mengalami gangguan

Tabel 6. Perbandingan Gejala Klinis Demam


Diagnosis Mikroskopis
Demam
Malaria
Bukan Malaria

214

Kabupaten Nias Selatan


Tidak Demam

246 (64,7%)
232 (66,1%)

134 (35,3%)
119 (33,9%)

Total
380 (100%)
351 (100%)

Demam

Kotamadya Sabang
Tidak Demam

24 (58,5%)
135 (59,5%)

17 (41,5%)
92 (40,5%)

Total
41 (100%)
227 (100%)

Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 6, Juni 2008

Gejala dan Tanda Klinis Malaria


pencernaan.9
Demam sebagai gejala klinis, umumnya lebih bersifat
subjektif. Hal itu terlihat dari 21,7% keseluruhan subjek yang
mengalami kenaikan suhu tubuh (tanda klinis) tidak
mengeluhkan demam (gejala klinis). Sebaliknya, dari 246
orang penderita malaria yang mengeluhkan demam (gejala
klinis) di Kabupaten Nias Selatan, 97,2% di antaranya
mengalami kenaikan suhu tubuh (tanda klinis). Oleh karena
itu, pemeriksaan suhu tubuh dengan menggunakan alat ukur
termometer, yang lebih bersifat objektif, sangat diperlukan
dalam pemeriksaan pasien malaria.
Dalam penelitian ini tidak dijumpai adanya pembesaran
limpa, yang biasanya berhubungan dengan kronisitas
penyakit dan imunitas tubuh penderita.

Daftar Pustaka
1.

2.

3.

4.
5.

6.

7.

Kesimpulan
Pengenalan gejala klinis yang khas di daerah endemis
malaria sangat membantu penanganan penyakit malaria
secara cepat, tepat dan rasional, guna menurunkan angka
kesakitan dan kematian karena malaria. Tenaga kesehatan di
daerah endemis diharapkan dapat mengenal gejala dan tanda
klinis yang khas pada daerahnya, sebagai langkah awal
diagnostik malaria klinis sebelum dikonfirmasikan pada
pemeriksaan apusan darah (mikroskopis). Oleh karena itu,
pengamatan lebih lanjut untuk menemukan gejala dan tanda
klinis yang khas pada tiap daerah endemis perlu dilakukan,
sambil terus membenahi laboratorium diagnostik malaria di
daerah endemis malaria.

Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 6, Juni 2008

8.

9.

Harijanto PN, Gejala Klinik Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan
penanganan. Jakarta: EGC; 2000.h.151-60.
Purwaningsih S. Diagnosis malaria. Dalam: Harijanto PN (editor)
Malaria, epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis dan
penanganan. Jakarta: EGL; 2000.h.185-7.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Ditjen Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, 2006.
PAPDI. Konsensus Penanganan Malaria, 2003.h.9-21
Dinas Kesehatan Kotamadya Sabang. Laporan pengobatan dan
penemuan penderita Malaria di Kota Sabang, Propinsi Nanggroe
Aceh Darussalam, Sub Din P2P, 2005.
Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan. Laporan pengobatan
dan penemuan penderita malaria di Kabupaten Nias Selatan,
Propinsi Sumatera Utara, 2005.
Seidlein LV, Milligan P, Pinder M, Bojang K, Anyalebechi C,
Gosling R, et al. Efficacy of artesunate plus pyrimethaminesulphadoxine for uncomplicated malaria in Gambian children.
The Lancet 2000;29:352.
Erhart LM, Yingyuen K, Chuanak N, Buathong N, Laoboonchai
A, Miller RS, et al. Hematologic and clinical indices of malaria in
a semi-immune population of Western Thailand. Am J Trop Med
Hyg 2004;70(1):8-14.
Pitmang SL, Thatcher TD, Madaki JKA, Egah DZ, Fischer PR.
Comparison of sulphadoxine-pyrimethamine with and without
chloroquine for uncomplicated malaria in Nigeria. Am J Trop
Med Hyg 2005;72(3): 263-6.

EV

215

Anda mungkin juga menyukai