Anda di halaman 1dari 22

GANGGUAN TIDUR

A. Pola Tidur
Tidur merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang memiliki fungsi
perbaikan dan homeostatic ( mengembalikan keseimbangan fungsi-fungsi normal
tubuh ) serta penting pula dalam pengaturan suhu dan cadangan energy normal. Rasa
kantuk berkaitan dengan hipotalamus dalam otak. Dalam keadaan badan segar dan
normal, hipotalamus bekerja baik sehingga mampu member respon normal terhadap
perubahan tubuh maupun lingkungannya. Namun setelah badan lelah seusai bekerja
seharian, ditambah jam rutin tidur serta sesuatu yang bersifat menenangkan di
sekelilingnya kemampuan merespon menjadi berkurang sehingga menyebabkan
seseorang mengantuk. Disini yang berperan adalah zat yang disebut GABA (Gamma
Aminobutyric

Acid),

merupakan

asam

amino

yang

berfungsi

sebagai

neurotransmitter.
Dikatakan sehat dan normal bila begitu naik ke atas tempat tidur dengan
tatanan rapi, kurang lebih selang 30 menit sudah tertidur. Salah satu criteria yang
digunakan adalah Siklus Kleitman yang terdiri dari aktivitas bangun atau aktivitas
harian dan siklus tidur yang juga dikenal dengan activity atau rest cycle. Siklus ini
terdiri dari Rapid eye Movement ( REM ) dan Non Rapid Eye Movement (NREM).
Secara obyektif, EEG dapat digunakan untuk mencatat fase REM maupun NREM
selama tidur. Tidur yang dipengaruhi oleh NREM ditandai dengan gelombang EEG
yang bervoltase tinggi tetapi berfrekuensi rendah, sedangkan tidur yang dipengaruhi
REM ditandai dengan gambaran EEG yang berfrekuensi tinggi tetapi bervoltase
rendah.
Siklus dari Kleitmann akan berulang selama periode tidur setiap pengulangan
disertai dengan pemendekan fase 3-4 dari NREM yang disebut SWS ( slow wafe
sleep ) sedangkan lama REM lebih panjang. Kenyenyakan tidur sebenarnya
tergantung lamanya fase-fase yang dilalui dari fase pertama sampai fase empat dari
NREM. Sedangkan fase ini berjalan cepat, maka norang itu belum tidur nyenyak.
Pada usia lanjut, jumlah tidur yang dibutuhkan setiap hari akan makin
berkurang dan disertai fragmen-fragmen tidur yang banyak sehingga jumlah SWS
1

makin berkurang dan ini meninjukkan bahwa mereka mengalami masa tidur yang
tidak terlalu nyenyak.
Tidur dibagi menjadi 2 tipe, yaitu :
1. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM) 75 %
Stadium 1 = 5 persen
Stadium 2 = 45 persen
Stadium 3 = 12 persen
Stadium 4 = 13 persen
2. Tipe Rapid Eye Movement ( REM ) 25 %
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu
diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi
secara bergantian antar 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16-20
jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur
diatas 10 tahun dan dewasa 7-7,5 jam/hari
Tahapan tidur normal orang dewasa adalah sebagai berikut :
Stadium 0

Periode dalam keadaan masih bangun tetapi mata menutup.

Fase ini ditandai dengan gelombang voltase rendah, cepat, 8-12 siklus per detik.
Tonus otot meningkat.

Aktivitas alfa menurun dengan meningkatnya rasa kantuk.

Pada fase mengantuk terdapat gelombang alfa campuran.

Stadium 1

Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. ( berlangsung 3-5 menit )
dan mudah untuk dibangunkan
2

Didapatkan : kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola

mata ke kiri dan kekanan


Gambaran EEG biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, beta dan kadangkadang gelombang theta dengan amplitude rendah, tidak didapatkan adanya
gelombang sleep spindle dan komplek K.
Stadium 2

Pada fase ini didapatkan : bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih berkurang,

tidur lebih dalam daripada fase pertama


Gambaran EEG : gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle,
gelombang vertex dan komplek K.
Stadium 3

Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya


Gambaran EEG : lebih banyak gelombang delta simetris serta tampak gelombang
sleep spindle
Stadium 4

Merupakan tidur yang dalam serta sukar untuk dibangunkan


Gambaran EEG : lebih banyak gelombang delta seitar 50% dan tampak gelombang
sleep spindle
Fase tidur NREM ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit,
setelah itu akan masuk ke fase REM.

2. Tidur REM
Disebut juga tidur bermimpi karena dihubungkan dengan bermimpi atau tidur
paradoks karena EEG aktif selama fase ini. Pola tidur REM ditandai adanya gerakan
bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat rendah, denyut nadi bertambah, tonus
otot menunjukan relaksasi yang dalam. REM jam pertama prosesnya berlangsung
lebih cepat dan menjadi lebih instan dan panjang saat menjelang pagi. Pola tidur
REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti periode neonatal bahwa tidur
3

REM mewakili 50% dari waktu total tidur. Periode neonatal ini pada EEG nya masuk
ke fase REM tanpa melalui stadium 1-4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga
persentasi total tidur REM berkurang menjadi 40% hal ini sesuai dengan kematang
sel-sel otak, kemudian akan masuk ke periode awal tidur yang didahului oleh fase
NREM kemudian ke fase REM pada dewasa muda.
Periode REM terjadi kira-kira 90-100 menit selama semalam. Periode REM
pertama cenderung periode yang paling singkat biasanya berlangsung < 10 menit,
periode REM selanjutnya masing-masing berlangsung selam 15-40 menit. Sebagian
besar pola tidur REM terjadi pada sepertiga bagian terakhir dari malam, sedangkan
sebagian besar tidur stadium 4 terjadi sepertiga bagian pertama malam.
B. Proses Tidur Normal
Pasien memasuk tidur yang paling ringan ( fase 1 ) turun bertahap selama kurang
lebih 30 menit ke tidur yang paling dalam ( fase 4 ). Kemudian stabil selama 30-40
menit, lalu naik ke fase yang lebih ringan (1-2) untuk masuk ke dalam tidur REM 90100 menit tertidur kemudian siklus ini berulang. Semakin malam, periode REM
memanjang, fase 4 menghilang dan tidur menjadi lebih ringan. Lamanya berada pada
setiap fase bervariase, tergantung pada usia ( misal fase 3 dan 4 pada orang muda
lebih panjang dan pada orang tua lebih singkat dan sedikit ).

Perubahan Hormonal Fisiologis pada Siklus Tidur Normal


HPA axis ( Hypotalamus-pituitary-adrenal Axis ) merupakan jalur hormonal
penting yang berfungsi mengatur siklus tidur manusia. Disfungsi axis ini pada tingkat
manapun ( reseptor CRH- Corticotropin Hormone, reseptor glukokortikoid atau
reseptor mineralokortikoid ) dapat mengganggu proses tidur. Tidur normal dikuti
dengan organisasi HPA axis dan control serta modulasi dari cortisol circadian rhytym
khusunya pada efek kortisol terhadap tidur dan aktivasi reseptor glukokortikoid
spesifik ( GRs ) terhadap CRH ( ACTH secara tidak langsung ) juga kortisol.
HPA AXIS Normal
CRH dapat ditemukan pada tingkat hipotalamik ( PVN-nucleus paraventrikularis
maupun ekstrahipotalamik) misalnya di system limbic dan system simpatik batang
otak. Bagian dari system limbic yang berperan penting pada HPA axis adalah
amygdale dan nucleus stria terminalis. Terdapat 2 jenis reseptor CRH yaitu CRH 1
dan 2 yang terletak di Hipofisis anterior. Selain CRH terdapat neuropeptida lain yang
dapat mempengaruhi efek CRH yaitu : AVP ( arginin vasopressin ) dan urcortin.
Kedua neuropeptida ini memiliki efek sinergis terhadap CRH dikedua jenis
5

reseptornya. Urocortin dan CRH bersifat agonis pada reseptor CRH 1, sedangkan
Urocortin 1, 2 dan CRH bersifat agonis pada reseptor CRH 2.
PVN mengeluarkan CRH yang akan bekerja pada respetor CRH dihipofisis
anterior. Interaksi CRH dengan reseptornya memicu pengeluaran ACTH dari
hipofisis anterior. ACTH ini akan bekerja pada korteks adrenal untuk mengeluarkan
hormone kortisol, dimana hormone kortisol memiliki berbagai macam efek termasuk
diantaranya untuk negatife feedback pada tingkat PVN dan hipofisis anterior dalam
rangka mengontrol sekresi CRH dan ACTH.
HPA Axis dalam system irama Sirkadian
Irama sirkadian dari sekresi kortisol berasal dari hubungan anatar PVN dengan
sebuah system induksi yang bernama nucleus suprakiasmatik (SCN). Jalur sekresi
kortisol dimulai saat tengah malam, terutama ketika sesorang sedang tidur, level
kortisol mulai meninggi 2-3 jam setelah mulai tidur dan akan terus meningkat sampai
sesaat sebelum bangun. Puncak dari sekresi kortisol terjadi pada pukul 09.00 setelah
mencapai puncak level kortisol akan menurun seiring berjalannya waktu. Bila orang
tersebut tidur sebelum waktu tidur dimalam hari, maka level kortisol akan turun terus
sampai mencapai level rendah (period quiescent)
C. Gangguan Pola Tidur
Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama masa
kehidupannya. Diperkirakan tiap tahun 20-40% orang dewasa mengalami kesukaran
tidur dan 17% diantaranya mengalami masalah serius. Prevalensi gangguan tidur
setiap tahun cenderung meningkat, hal ini juga sesuai dengan peningkatan usia dan
berbagai penyebabnya. Kaplan Sadock melaporkan kurang lebih 40-50 % dari
populasi usia lanjut menderita gangguan tidur. Gangguan tidur kronik (10-15)
disebabkan gangguan psikiatri, ketergantungan obat dan alcohol. Menurut data
International of sleep disorder, prevalensi penyebab-penyebab

gangguan tidur

sebagai berikut : penyakit asma (61-74%), gangguan pusat pernafasan (40-50%),


kram kaki malam (16%), psychopysiological (15%), sindrom kaki gelisah (5-15%),
ketergantungan alcohol (10%), sindroma terlambat tidur (5-10%), depresi (65%),
6

Demensia (5%), gangguan perubahan jadwal kerja (2-5%), gangguan obstruksi sesak
saluran nafas (1-2%), penyakit ulkus peptikus (<1%), narcolepsy (0,03%-0,16%).
Berikut ini adalah gangguan tidur menurut DSM-IV-TR :
I.

GANGGUAN TIDUR PRIMER


I.1 Dissomnia
Insomnia primer
Hipersomnia primer
Narkolepsi
Gangguan tidur berhubungan dengan pernafasan
Gangguan tidur irama sirkardian
Dissomnia yang tidak ditentukan

I.2 Parasomnia
Gangguan mimpi buruk ( Nightmare disorder )
Gangguan teror tidur
Gangguan tidur berjalan
Parasomnia yang tidak ditentukan

II. GANGGUAN TIDUR YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN


MENTAL LAIN
a. Insomnia berhubungan dengan gangguan aksis I atau aksis II
b. Hipersomnia berhubungan dengan gangguan aksis I atau aksis II
III. GANGGUAN TIDUR LAIN
III.1 Gangguan tidur karena kondisi medis umum
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Kejang epilepsi; asma berhubungan dengan tidur


Nyeri kepala kluster & hemikrania paroksismal kronik berhubungan dengan tidur
Sindrom menelan abnormal berhubungan dengan tidur
Asma berhubungan dengan tidur
Gejala kardiovaskuler berhubungan dengan tidur
Refluks gastrointestinal berhubungan dengan tidur
Hemolisis berhubungan dengan tidur (Hemoglobinuria Nokturnal Paroksismal)

III.2 Gangguan tidur akibat zat


a. Pemakaian obat hipnotik jangka panjang
b. Obat antimetabolit
7

c.
d.
e.
f.
g.

Obat kemoterapi kanker


Preparat tiroid
Anti konvulsan
Anti depresan
Obat mirip hormon Adenokortikotropik (ACTH),kontrasepsi oral, metil doa, obat
penghambat beta
DISSOMNIA
Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran menjadi
jatuh tidur ( failling as sleep), mengalami gangguan selama tidur (difficulty in
staying as sleep), bangun terlalu dini atau kombinasi diantaranya. Gambaran penting
dari dissomnia adalah perubahan dalam jumlah, kualitas atau waktu tidur. Gangguan
ini meliputi insomnia, yang mana terjadi

gangguan tidur pada awal dan

pemeliharaannya; hipersomnia, yaitu gangguan dari waktu tidur yang berlebihan atau
sleep attacks; gangguan tidur berhubungan dengan pernafasan; dan gangguan tidur
irama sirkadian, dimana terdapat ketidaksesuaian antara pola tidur seseorang dengan
pola tidur normal lingkungannya.
INSOMNIA
Insomnia adalah ketidakmampuan secara relatif pada seseorang untuk
dapat tidur atau mempertahankan tidur baik pada saat ingin tidur, keadaan tidur
yang tenang/sedang tidur ataupun bangun saat pagi sebelum waktunya (hal ini
dikenal sebagai insomnia jenis awal/initial, jenis intermediate dan jenis terminal/late
insomnia) atau jika orang tadi bangun dalam keadaan segar.

Insomnia primer
Ditandai dengan:

Keluhan sulit masuk tidur atau mempertahankan tidur atau tetap tidak segar
meskipun sudah tidur. Keadaan ini berlangsung paling sedikit satu bulan
Menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik atau impairment sosial,
okupasional, atau fungsi penting lainnya.
Gangguan tidur tidak terjadi secara eksklusif selama ada gangguan mental lainnya.
Tidak disebabkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi medik umum atau zat.
8

Pengobatan
Meskipun pengobatan hipnotik-sedatif (misalnya pil tidur) tidak dapat mencegah
insomnia, tetapi dapat memberikan perbaikan secara bertahap.

Obat-obat tersebut

seharusnya kita gunakan terutama untuk merawat transient dan insomnia jangka
pendek. Manfaat jangka panjang biasanya sulit untuk dinilai dan kebanyakan pasien
menjadi tergantung pada pengobatan ini. Benzodiazepin merupakan obat pilihan
pertama untuk alasan kenyamanan dan manfaatnya. Benzodiazepin sebagai obat
tidur meliputi estazolam, 1-2 mg malam hari; flurazepan, 15-30 mg malam hari;
quazepam, 7,5 15 mg malam hari; temazepam, 15-30 mg malam hari dan
triazolam, 0,25 0,25 mg malam hari.

Non benzodiazepin alternatif adalah

zolpidem, 5-10 mg malam hari; dan zaleplon, 10-20 mg malam hari, kedua obat ini
menimbukan sedikit efek ketergantungan, toleransi, dan cenderung untuk
menyebabkan somnolen seharian.
Obat-obat lain yang sering digunakan meliputi chloralhydrate (500-2000 mg),
hipnotik-sedatif

golongan

non

barbiturat akan

meningkat

potensinya

bila

dikonsumsi bersama alkohol, antihistamin diphenhydramine (25-100 mg) dan


doxylamine (25-100 mg). Sedatif antidepresan seperti trazodone (50-20 mg) sering
digunakan dalam dosis rendah sebagai hipnotik untuk pasien yang menderita
insomnia primer.

Kriteria Diagnostik untuk Insomnia Primer menurut DSM-IV-TR


A.

Keluhan yang menonjol adalah kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur,
atau tidur yang tidak menyegarkan, selama sekurangnya satu bulan.

B.

Gangguan tidur (atau kelelahan siang hari yang menyertai) menyebabkan penderitaan
yang bermakana secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lain.

C.

Gangguan tidur tidak terjadi semata-mata selama perjalanan narkolepsi, gangguan


tidur berhubungan pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian, atau parasomnia.

D.

Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan mental lain


(misalnya, gangguan depresi berat, gangguan kecemasan umum, delirium).

E.

Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

Hipersomnia primer
Hipersomnia (hypersomnia) primer merupakan rasa kantuk yang berlebihan
sepanjang hari yang berlangsung sampai sebulan atau lebih. Rasa kantuk yang
berlebihan (terkadang disebut mabuk tidur) dapat berbentuk kesulitan untuk
bangun setelah periode tidur yang panjang (biasanya 8 sampai 12 jam tidur).
Meskipun banyak dari kita yang merasa mengantuk sepanjang hari, orang dengan
hipersomnia primer memiliki periode rasa kantuk yang lebih parah dan bertahan
lebih lama mengakibatkan kesulitan untuk melakukan fungsi sehari-hari karena sulit
untuk bangun tidur.
Pengobatan dari hipersomnia primer meliputi kombinasi antara pengu-kuran sleep
hygiene, obat-obatan stimulan, dan tidur siang untuk beberapa pasien. Obat-obat
stimulan

dapat

mempertahankan

kesadaran;

dextroamphetamine

dan

methylphenidate keduanya mempunyai masa paruh yang singkat dan di minum


dalam dosis terbagi.

Femoline, stimulan kerja lama, dapat juga digunakan.

Modafinil, yang digunakan untuk mengobati narkolepsi, dapat juga digunakan untuk
mengobati hipersomnia primer. Antidepresan trisiklik (seperti protriptyline) dapat
juga digunakan. Karena obat-obatan stimulan dapat menimbulkan ketergantungan,
maka penggunaannya harus benar-benar diawasi.
Kriteria Diagnostik untuk Hipersomnia Primer menurur DSM-IV-TR
A. Keluhan yang menonjol adalah mengantuk berlebihan di siang hari selama
sekurangnya satu bulan (atau lebih singkat jika rekuren) seperti yang ditunjukkan

10

oleh episode tidur yang memanjang atau episode tidur siang hari yang terjadi hampir
setiap hari.
B. Mengantuk berlebihan di siang hari menyebabkan penderitaan yang bermakna secara
klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
C. Mengantuk berlebihan di siang hari tidak dapat diterangkan oleh Insomnia dan tidak
terjadi semata-mata selam perjalan gangguan tidur lain (misalnya, narkolepsi,
gangguan tidur berhubungan pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian, atau
parasomnia) dan tidak dapat diterangkan oleh jumlah tidur yang tidak adekuat.
D. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan lain.
E. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

Narkolepsi
Ditandai oleh serangan mendadak tidur yang tidak dapat dihindari pada siang hari,
biasanya hanya berlangsung 10-20 menit atau selalu kurang dari 1 jam, setelah itu
pasien akan segar kembali dan terulang kembali 2- 3 jam berikutnya. Gambaran
tidurnya menunjukkan penurunan fase REM 30-70%. Pada serangan tidur dimulai
dengan fase REM.
Berbagai bentuk narkolepsi:

Narkolepsi kataplesia, adalah kehilangan tonus otot yang sementara baik sebagian
atau seluruh otot tubuh.
Hypnagogic halusinasi auditorik/visual adalah halusinasi pada saat jatuh tidur
sehingga

pasien

dalam

keadaan

jaga,

kemudian

ke

kerangka

pikiran

normal(hypnopompic hallucinations terjadi hanya setelah bangun).


Sleep paralis adalah otot volunter mengalami paralis pada saat masuk tidur sehingga
pasien sadar ia tidak mampu menggerakkan ototnya.
Gangguan ini merupakan kelainan heriditer, kelainannya terletak pada lokus
kromosom 6 didapatkan pada orang-orang Caucasian white dengan populasi lebih
dari 90%, sedangkan pada bangsa Jepang 20-25%, dan bangsa Israel 1:500.000.
Tidak ada perbedaan antara jenis kelamin laki dan wanita. Kelainan ini diduga

11

terletak antara batang otak bagian atas dan kronik pada malam harinya serta tidak
rstorasi seperti terputusnya fase REM.
Penatalaksanaan dari narkolepsi mencakup pengobatan yang berbeda untuk
serangan tidur dan gejala auxilary. Stimulan adalah obat yang sering digunakan untuk
mengatasi serangan tidur karena mula kerjanya yang singkat dan sedikitnya efek
samping yang ditimbulkan. Sebagai contoh, methylphenidate sangat tepat untuk
mengatasi serangan tidur/sleep attack, digunakan dalam dosis terbagi dengan dosis
awal 5 mg, dosis tersebut dinaikkan secara bertahap hingga 60 mg per hari.
Dextroamphetamine dapat digunakan dengan dosis yang serupa.

Pemoline

digunakan dengan dosis antara 18,75 sampai 150 mg, dengan dosis yang terbagi.
Modafinil, merupakan obat baru yang disetujui oleh U.S. Food and Drug
Administration sebagai alternatif lain dalam pengobatan narkolepsi. Obat tersebut
toleransinya baik dan efek kardiovaskular-nya sedikit; dosis hariannya 200 sampai
400 mg. Antidepresan trisiklik sering digunakan untuk menangani cataplexy atau
sleep paralysis tetapi mempunyai sedikit efek pada serangan tidur; dosis yang
digunakan untuk mengontrol gejala ini lebih rendah dibandingkan dengan dosis yang
digunakan untuk mengobati depresi (misalnya, imipramin, 10 sampai 75 mg malam
hari).
Gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan(sleep apnea)
Terdapat tiga jenis sleep apnea yaitu central sleep apnea, upper airway
obstructive apnea dan bentuk campuran dari keduanya.
Apnea tidur adalah gangguan pernafasan yang terjadi saat tidur, yang berlangsung
selama lebih dari 10 detik. Dikatakan apnea tidur patologis jika penderita mengalami
episode apnea sekurang kurang lima kali dalam satu jam atau 30 episode apnea
selama semalam. Selama periodik ini gerakan dada dan dinding perut sangat
dominan.
Apnea sentral sering terjadi pada usia lanjut, yang ditandai dengan intermiten
penurunan kemampuan respirasi akibat penurunan saturasi oksigen. Apnea sentral
ditandai oleh terhentinya aliran udara dan usaha pernafasan secara periodik selama

12

tidur, sehingga pergerakan dada dan dinding perut menghilang. Hal ini kemungkinan
kerusakan pada batang otak atau hiperkapnia.
Gangguan saluran nafas (upper airway obstructive) pada saat tidur ditandai
dengan peningkatan pernafasan selama apnea, peningkatan usaha otot dada dan
dinding perut dengan tujuan memaksa udara masuk melalui obstruksi. Gangguan ini
semakin berat bila memasuki fase REM.
Gangguan saluran nafas ini ditandai dengan nafas megap-megap atau mendengkur
pada saat tidur. Mendengkur ini berlangsung 3-6 kali bersuara kemudian menghilang
dan berulang setiap 20-50 detik.
Serangan apnea pada saat pasien tidak mendengkur. Akibat hipoksia atau
hipercapnea, menyebabkan respirasi lebih aktif yang diaktifkan oleh formasi
retikularis dan pusat respirasi medula, dengan akibat pasien terjaga dan respirasi
kembali normal secara reflek. Baik pada sentral atau obstruksi apnea, pasien sering
terbangun berulang kali dimalam hari, yang kadang-kadang sulit kembali untuk jatuh
tidur.
Gangguan ini sering ditandai dengan nyeri kepala atau tidak enak perasaan pada
pagi hari. Pada anak-anak sering berhubungan dengan gangguan kongenital saluran
nafas, dysotonomi syndrome, adenotonsilar hypertropi. Pada orang dewasa obstruksi
saluran nafas septal defek, hipotiroid, atau bradikardi, gangguan jantung, PPOK,
hipertensi, stroke, GBS, arnord chiari malformation.
Gangguan tidur irama sirkadian
Sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal tidur) yaitu gangguan dimana
penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu yang dikehendaki,walaupun
jumlah tidurnya tetap. Gangguan ini sangat berhubungan dengan irama tidur
sirkadian normal.
Bagian-bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara lain temperatur
badan,plasma darah, urine, fungsi ginjal dan psikologi. Dalam keadan normal fungsi
irama sirkadian mengatur siklus biologi irama tidur bangun, dimana sepertiga waktu
untuk tidur dan dua pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus irama sirkadian ini dapat
mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami pergeseran. Menurut
13

beberapa penelitian terjadi pergeseran irama sirkadian antara onset waktu tidur
reguler dengan waktu tidur yang irreguler (bringing irama sirkadian).
Perubahan yang jelas secara organik yang mengalami gangguan irama sirkadian
adalah tumor pineal. Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan dua bagian:
1. Sementara (acut work shift, Jet lag)
2. Menetap (shift worker)
Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian sehingga terjadi perubahan
pemendekan waktu onset tidur dan perubahan pada fase REM.
Gangguan tidur gangguan irama sirkadian adalah sebagai berikut:
1. Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) yaitu ditandai oleh waktu tidur
dan terjaga lebih lambat yang diinginkan. Gangguan ini sering ditemukan dewasa
muda, anak sekolah atau pekerja sosial. Orang-orang tersebut sering tertidur
(kesulitan jatuh tidur) dan mengantuk pada siang hari (insomnia sekunder).
2. Tipe Jet lag ialah mengantuk dan terjaga pada waktu yang tidak tepat menurut jam
setempat, hal ini terjadi setelah berpergian melewati lebih dari satu zone waktu.
Gambaran tidur menunjukkan sleep latensnya panjang dengan tidur yang terputusputus.
3. Tipe pergeseran kerja (shift work type).
Pergeseran kerja terjadi pada orang yang secara teratur dan cepat mengubah jadwal
kerja sehingga akan mempengaruhi jadwal tidur. Gejala ini sering timbul bersamasama dengan gangguan somatik seperti ulkus peptikum. Gambarannya berupa pola
irreguler atau mungkin pola tidur normal dengan onset tidur fase REM.
4. Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome).
Tipe ini sangat jarang, lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut,dimana onset
tidur pada pukul 6-8 malam dan terbangun antara pukul 1-3 pagi. Gambaran tidur
tampak normal tetapi penempatan jadwal irama tidur sirkadian yang tdk sesuai.
5. Tipe bangun-tidur beraturan
6. Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam.
PARASOMNIA

14

Gangguan Mimpi buruk ( Nightmare Disorder )


Mimpi buruk ditandai oleh mimpi yang lama dan menakutkan, darimana
sesorang terbangun dalam keadaan ketakutan. Seperti mimpi lainnya, mimpi buruk
hampir selalu terjadi selama tidur REM. Mimpi biasanya terjadi setelah periode REM
yang panjang pada larut malam. Beberapa orang memiliki mimpi buruk yang sering
selama kondisi tersebut ; yang lainnya mengalami mimpi buruk terutama pada saat
stress dan sakit. Biasanya tidak diperlukan pengobatan spesifik untuk gangguan
mimpi buruk, obat yang menekan tidur REM, seperti obat trisiklik dapat menurunkan
frekuensi mimpi menakutkan.
Kriteria Diagnostik untuk gangguan mimpi buruk menurut DSM-IV-TR :

a. Terbangun berulang kali dari periode tidur utama atau tidur sejenak dengan ingatan
yang terinci tentang mimpi yang panjang dan sangat menakutkan, biasanya berupa
ancaman akan kelangsungan hidup, keamanan atau harga diri. Terjaga biasanya
terjadi pada separuh bagian kedua periode tidur
b. Saat terjaga dari mimpi menakutkan, orang dengan segera berorientasi dan sadar
c. Pengalaman mimpi, atau gangguan tidur yang menyebabkan terjaga, menyebabkan
penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan fungsi social , pekerjaan
ataupun fungsi lain.
d. Mimpi buruk tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan mental lain
(misalnya delirium, gangguan stress pasca traumatic ) bukan karena efek fisiologis
langsung dari suatu zat

Gangguan teror tidur


Suatu teror tidur adalah suatu keadaan terjaga dalam sepertiga bagian pertama
malam hari selama tidur non REM yang dalam ( stadium 3& 4 ). Keadaan ini hampir
selalu diawali teriakan atau tangisan yang tajam dan disertai oleh manifestasi
perilaku berupa kecemasan yang kuat yang hampir panik. Biasanya pasien terduduk
ditempat tidur dengan ekspresi ketakutan, berteriak dengan keras, dan kadangkadang terbangun segera dengan perasaan terror yang kuat. Kadang-kadang pasien
tetap terjaga dalam keadaan terdisorientasi. Lebih sering pasien tertidur dan sama
seperti tidur berjalan, mereka melupakan episode tersebut. Sering kali suatu episode
15

terror malam setelah teriakan semula berkembang menjadi episode berjalan.


Perekaman polisomnografik pada terror malam adalah agak mirip dengan tidur
berjalan. Pada kenyataannya 2 keadaan tersebut berhubungan erat. Teror malam,
sebagai episode terisolasi, terutama sering terjadi pada anak-anak. Kira-kira 1-6%
anank-anak menderita gangguan, yang lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan
perempuan.
Teror malam mungkin cenderung mencerminkan suatu kelainan neurologis minor,
kemungkinan dalam struktur lobus temporalis karena jika terror malam mulai dalam
masa remaja dan dewasa muda, keadaan tersebut menjadi gejala pertama epilepsy
lobus temporalis. Teror malam adalah berhubungan erat dengan tidur berjalan dan
semata-mata disertai dengan terbangun dalam teror. Pasien biasanya tidak memiliki
ingatan tentang mimpi tetapi kadang-kadang dapat mengingat suatu ceritra
menakutkan.
Terapi spesifik untuk gangguan teror tidur malam jarang diperlukan. Pada kasus
yang jarang dimana medikasi diperlukan, diazepam ( valium ) dalam dosis kecil
sebelum tidur memperbaiki kondisi dan kadang menghilangkan serangan.
Kriteria diagnostic untuk gangguan tidur menurut DSM-IV TR :
a. Episode rekuren terjaga tiba-tiba dari tidur, biasanya terjadi selama sepertiga bagian
pertama episode tidur utama dan dimulai dengan teriakan panic
b. Rasa takut yang kuat dan tanda rangsangan otonomik, seperti takikardia, nafas cepat,
dan berkeringat selama tiap episode
c. Relative tidak responsive terhadap usaha orang lain untuk menenangkan penderita
tersebut selama episode.
d. Episode menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi social, pekerjaan atau fungsi lainnya.
e. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat

Gangguan Tidur Berjalan ( Sleep Walking )


Tidur berjalan dikenal juga sebagai somnamblisme, terdiri dari urutan
perilaku kompleks yang dimulai dalam sepertiga bagian pertama malam hari selama
tidur non REM dalam ( stadium 3 dan 4 ) dan sering kali walaupun tidak selalu

16

dilanjutkan tanpa kesadaran penuh atau ingatan tentang episode tersebut kemudian
dengan meninggalkan tempat tidur dan berjalan berkeliling-keliling.
Pasien duduk dan sering kali melakukan tindakan motorik yang dikenal
seperti berjalan, berpakaian, pergi ke kamar mandi, berbicara, berteriak, bahkan
mengemudikan kendaraan. Perilaku kadang-kadang berakhir dalam keadaan terjaga
dengan konfusi selama beberapa menit, lebih sering orang kembali tidur dan tidak
memiliki ingatan terhadap tidur berjalan. Keadaan terjaga yang diinduksi secara
buatan pada stadium 4 kadang-kadang dapat menghasilkan kondisi ini. Tidur berjalan
biasanya dimulai antara usia 4 dan 8 tahun, prevalensi puncak adalah 12 tahun.
Gangguan ini lebih sering pada anak laki-laki daripada perempuan. Kelainan
neurologi kemungkinan mendasari gangguan ini .
Pengobatan terdiri dari tindakan untuk mencegah cedera dan obat yang
menekan tidur stadium 3 dan 4.
Kriteria diagnostic untuk gangguan tidur berjalan menurut DSM-IV-TR :
a. Episode berulang bangkit dari tempat tidur saat tidur dan berjalan berkeliling ,
biasanya terjadi selama sepertiga bagian pertama episode tidur utama
b. Saat berjalan sambil tidur, orang memiliki wajah yang kosong dan menatap, relative
tidak responsive terhadap usaha orang lain untuk berkomunikasi dengannya dan
dapat dibangunkan hanya dengan susah payah
c. Saat terbangun pasien mengalami amnesia untuk episode tersebut
d. Dalam beberapa menit setelah terjaga dari episode tidur berjalan, tidak terdapat
gangguan aktivitas mental atau perilaku
e. Tidur berjalan menyebabkan terjaga, menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis atau gangguan dalam fungsi social, pekerjaan dan fungsi lainnya.
f. Gangguan adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat.

Parasomnia yang tidak ditentukan


Kategori parasomnia yang tidak ditentukan adalah gangguan yang ditandai
oleh perilaku atau kejadian fisiologis abnormal selama tidur dan terjaga, tetapi tidak
memenuhi criteria untuk parasomnia yang lebih spesifik, antara lain :
Brukisme berhubungan dengan tidur
Bruxism, menggesekkan gigi, terjadi disepanjang malam, paling jelas pada
tidur stadium 2, menurut dokter gigi 5-10% populasi menderita bruksime yang cukup
berat untuk mengakibatkan kerusakan pada gigi yang terlihat. Kadang ini sering
berlangsung lama tanpa disadari oleh orang tersebut kecuali kadang dirasakan nyeri

17

rahang dipagi hari . Pengobatan terdiri dari plat gigi dental dan prosedur ortodontik
korektif.
Gangguan perilaku tidur REM
Adalah suatu keadaan kronis dan progresif yang ditemukan terutama pada laklaki. Keadaan ini ditandai oleh hilangnya atonia selama tidur REM dan selanjutnya
terjadi perilaku yang keras dan kompleks. Pada intinya pasien dengan gangguan
melakukan mimpinya. Cedera yang serius pada pasien atau teman tidurnya adalah
risiko utama. Gangguan perilaku tidur diobati dengan Clonazepam ( clonopin ) dosis
0,5-2,0 mg sehari. Carbamazepine 100 mg 3x1
Tidur berbicara ( Sleep Talking )
Sering ditemukan pada anak-anak dan orang dewasa, berbicara biasanya meliputi
beberapa kata yang sukar untuk dibedakan. Episode berbicara yang panjang
melibatkan kehidupan dan permasalahan orang tersebut , tetapi orang yang tidur
tersebut tidak menceritakan mimpinya selama tidur, demikian juga mereka tidak
sering mengungkapkan rahasia yang mendalam. Episode tidur berbicara kadangkadang menyertai teror malam dan tidur berjalan. Tidur berbicara tidak
membutuhkan pengobatan.
Membantingkan kepala yang berhubungan dengan tidur ( Jactatio Capitis
Nocturna)
Membantingkan kepala yang berhubungan dengan tidur adalah suatu istilah untuk
perilaku tidur yang terutama terdiri dari mengoyangkan kepala ke ritmik ke depan
dan belakng, kadang-kadang menggoyangkan seluruh tubuh, terjadi tepat sebelum
atau selama tidur. Biasanya keadaan ini diamati segera dalam periode sebelum tidur
dan dilakukan terus sampai tidur ringan. Keadaan ini jarang menetap ke dalam atau
terjadi dalam tidur dalam non-REM . Pengobatan terdiri dari tindakan untuk
mencegah cedera.
Paralisis Tidur
Ditandai oleh ketidakmampuan yang tiba-tiba untuk melakukan gerakan volunteer
tepat pada onset tidur atau saat terjaga di malam hari atau dipagi hari. Episode dapat
terjadi pada onset tidur ( hipnagogik ) atau saat terbangun hipnopompik. Episode
biasanya disertai dengan kecemasan yang hebat.

D. PENATALAKSANAAN GANGGUAN TIDUR


18

1. Konseling dan Psikotherapi


Psikotherapi sangat membantu pada pasien dengan gangguan psikiatri seperti
(depressi, obsessi, kompulsi), gangguan tidur kronik. Dengan psikoterapi ini kita
dapat membantu mengatasi masalah-masalah gangguan tidur yang dihadapi oleh
penderita tanpa penggunaan obat hipnotik.
2.
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)

Sleephygiene terdiri dari:


Tidur dan bangunlah secara reguler/kebiasaan
Hindari tidur pada siang hari/sambilan
Jangan mengkonsumsi kafein pada malam hari
Jangan menggunakan obat-obat stimulan seperti decongestan
Lakukan latihan/olahraga yang ringan sebelum tidur
Hindari makan pada saat mau tidur, tapi jangan tidur dengan perut kosong
Segera bangun dari tempat bila tidak dapat tidur (15-30 menit)
Hindari rasa cemas atau frustasi
Buat suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, aman dan enak

3. Pendekatan farmakologi
Dalam mengobati gejala gangguan tidur, selain dilakukan pengobatan secara
kausal, juga dapat diberikan obat golongan sedatif hipnotik. Pada dasarnya semua
obat yang mempunyai kemampuan hipnotik merupakan penekanan aktifitas dari
reticularactivatingsystem (ARAS) diotak. Hal tersebut didapatkan pada berbagai obat
yang menekan susunan saraf pusat, mulai dari obat anti anxietas dan beberapa obat
anti depres. Obat hipnotik selain penekanan aktivitas susunan saraf pusat yang
dipaksakan dari proses fisiologis, juga mempunyai efek kelemahan yang dirasakan
efeknya pada hari berikutnya (longacting) sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari.
Begitu pula bila pemakaian obat jangka panjang dapat menimbulkan over dosis dan
ketergantungan obat. Sebelum mempergunakan obat hipnotik, harus terlebih dahulu
ditentukan jenis gangguan tidur misalnya, apakah gangguan pada fase latensi panjang
(NREM) gangguan pendek, bangun terlalu dini, cemas sepanjang hari, kurang tidur
pada malam hari, adanya perubahan jadwal kerja/kegiatan atau akibat gangguan
penyakit primernya. Walaupun obat hipnotik tidak ditunjukkan dalam penggunaan
gangguan tidur kronik, tapi dapat dipergunakan hanya untuk sementara, sambil dicari
penyebab yang mendasari. Dengan pemakaian obat yang rasional, obat hipnotik
19

hanya untuk mengkoreksi dari problema gangguan tidur sedini mungkin tanpa
menilai kondisi primernya dan harus berhati-hati pada pemakaian obat hipnotik
untuk jangka panjang karena akan menyebabkan terselubungnya kondisi yang
mendasarinya serta akan berlanjut tanpa penyelesaian yang memuaskan.
Pemilihan obat hipnotik sebaiknya diberikan jenis obat yang bereaksi cepat
(shortaction) dengan membatasi penggunaannya sependek mungkin yang dapat
mengembalikan pola tidur yang normal. Lamanya pengobatan harus dibatasi 1-3 hari
untuk transient insomnia, dan tidak lebih dari 2 minggu untuk short term insomnia.
Untuk long term insomnia dapat dilakukan evaluasi kembali untuk mencari latar
belakang penyebab gangguan tidur yang sebenarnya. Bila penggunaan jangka
panjang

sebaiknya

obat

tersebut

dihentikan

secara

perlahan-lahan

untuk

menghindarkan terapi withdrawal.

20

KESIMPULAN

Tidur adalah proses yang amat diperlukan manusia untuk terjadinya pembentukan
sel-sel tubuh yang baru, perbaikan sel-sel tubuh yang rusak, memberi waktu bagi
organ tubuh untuk beristirahat maupun untuk menjaga keseimbangan metabolisme
dan biokimiawi tubuh. Rata-rata orang dewasa membutuhkan 7,5 jam tidur setiap
malamnya, walaupun ada beberapa orang yang memerlukan lebih banyak atau lebih
sedikit dari biasanya. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya usia,
aktivitas fisik, penggunaan obat, dan sebagainya.
Apabila keadaan tersebut mengalami kelainan maka akan timbul gangguan tidur.
Sebagai dokter, kita harus melakukan anamnesis dan pemeriksaan yang teliti dan
seksama agar diagnosis tipe gangguan tidur dapat ditegakkan. Kriteria diagnosis
untuk masing-masing gangguan tidur berbeda-beda menurut jenisnya.
Beberapa kondisi medik umum seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit paru,
neurodegenerasi, penyakit endokrin, kanker, dan penyakit saluran pencernaan, serta
penyakit muskuloskeletal sering menimbulkan gangguan tidur.
Gangguan mental seperti depresi, anksietas, demensia serta delirium dapat pula
menimbulkan gangguan tidur. Pola gangguan tidur pada penderita depresi berbeda
dengan yang tidak menderita depresi; pada depresi terjadi gangguan pada setiap
stadium gangguan tidur. Langkah pertama mengobati gangguan tidur adalah
mengoptimalkan terapi terhadap penyakit yang mendasarinya.
Edukasi penting diberikan kepada pasien tentang sleep hygiene yang baik dalam
mengatasi berbagai gangguan tidur. Penggunaan obat hipnotik-sedatif harus dibatasi
dan diawasi dengan cermat, mengingat efek samping yang dapat ditimbulkannya,
oleh karenanya penggunaan obat tersebut harus benar-benar disesuaikan dengan
kebutuhan individual dari pasien.

21

DAFTAR PUSTAKA

Sherwood Lauralee. Susunan Saraf Pusat dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke

Sistem. Jakarta : Penerbit EGC. 2001. Hal : 136-138.


Kaplan Harold I; Sadock Benjamin J. Kaplan & Sadock Sinopsis Psikiatri.

Tanggerang : Penerbit Bina Rupa Aksara. 2010. Hal : 194-219.


Setiabudhi Tony. Tesis Perbedaan Pola Tidur para Lanjut Usia di Jakarta yang
Tinggal di Panti Dibandingkan Dengan yang Tinggal di Luar Panti. Jakarta :

FKUI. 1987.
American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistic Manual of Mental
Disorders. Fourth Edition. Washington DC : American Psychiatric Association. 1994.

Page : 255-267.
Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Penerbit Universitas

Airlangga. 2005. Hal : 404-412.


Maslim Rusdi. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi ketiga. Jakarta : Penerbit

FK Unika Atma Jaya. 2007. Hal : 42-46.


Japardi Iskandar. Gangguan Tidur. Available at : http://repository.usu.ac.id/

22

Anda mungkin juga menyukai