Anda di halaman 1dari 17

Ayu retno bashirah

Sasbel
1. Memahami dan menjelaskan Anatomi Gaster
1.1 Makroskopis Gaster
1.2 Mikroskopis Gaster
2. Memahami dan menjelaskan Fisiologi Gaster
3. Memahami dan menjelaskan Biokimia Pencernaan
4. Memahami dan menjelaskan Dispepsia
4.1 definisi
4.7 diagnosis&DD
4.2 etiologi
4.8 tatalaksana
4.3 epidemiologi
4.9 komplikasi
4.4 klasifikasi
4.10 pencegahan
4.5 patofisiologi
4.11 prognosis
4.6 MK
1. Memahami dan menjelaskan Anatomi Gaster
1.1 Makroskopis Gaster

Gambar 1. Anatomi Makroskopis Gaster


Gaster terletak di bagian atas abdomen, terbentang dari
permukaan bawah arcus costalis sinistra sampai regio epigastrica
umbilicalis. Sebagian besar gaster terletak di bawah costae

bagian bawah. Secara kasar gaster berbentuk huruf J dan


mempunyai dua lubang, ostium cardiacum dan ostium
pyloricum; dua curvatura, curvatura major dan curvatura minor,
dan dua dinding, paries anterior dan paries posterior.
Hubungan
a. Ke anterior : dinding anterior abdomen, arcus costalis
sinistra, pleura dan pulmo sinister, diaphragm dan lobus
hepatis sinister
b. Ke posterior : bursa omentalis, diaphragma, lien, glandula
suprarenalis sinistra, bagian atas ren sinister, arteria lienalis,
pancreas, mesocolon transversum dan colon transversum.
Gaster relatif terfiksasi pada kedua ujungnya, tetapi di antara
ujung-ujung tersebut gaster sangat mudah bergerak. Gaster
cenderung terletak tinggi dan tranversum pada orang pendek dan
gemuk (gaster steer-horn) dan memanjang vertikal pada orang
yang tinggi dan kurus (gaster berbentuk huruf J). Bentuk gaster
sangat berbeda-beda pada orang yang sama dan tergantung pada
isi, posisi tubuh, dan fase pernapasan.
Regia-regia lambung terdiri dari bagian jantung, fundus, badan
organ, dan bagian pilorus.
a. Fundus Ventrikuli, bagian yang menonjol ke sisi kiri atas
osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.
b. Korpus Ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan
pada bagian bawah kurvatura minor.
c.
Antrum Pilorus, bagian lambung berbentuk tabung
mempunyai otot yang tebal untuk membentuk sfingter
pilorus.
d. Kurvatura minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang
dari osteum kardiak sampai ke pilorus.
e. Kurvatura Mayor, lebih panjang dari kurvatura minor
terbentang dari sisi kiri osteum kardiakum melalui fundus
ventrikuli meuju ke kanan sampai ke pilorus inferior.
Ligamentum gastro lienalis terbentang dari bagian atas
kurvatura mayor sampai ke limfa.

f.

Osteum Kardiakum, merupakan tempat dimana esofagus


bagian abdomen masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat
orifisium pilorik.
Pendarahan dan Persarafan Gaster
Arteriae berasal dari cabang truncus coeliacus. Arteria gastrica
sinistra berasal dari truncus coeliacus. Arteria gastrica dextra
berasal dari arteria hepatica communis. Arteria gastricae breves
berasal dari arteria lienalis. Arteria gastroomentalis sinistra
berasal dari arteria splenica. Arteria gastroomentalis dextra
berasal dari arteria gastroduodenalis.
Venae mengalirkan dari ke dalam sirkulasi portal. Vena gastrica
sinistra dan dextra bermuara langsung ke vena portae hepatis.
Venae gastrica breves dan vena gastroomentalis sinistra
bermuara ke dalam vena lienalis. Vena gastroomentalis dextra
bermuara ke dalam vena mesenterica superior.
Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf
parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan
dari abdomen melalui nervus vagus. Trunkus vagus
mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka.
Persarafan simpatis adalah melalui nervus splenikus major dan
ganlia celiacum. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls
nyeri yang dirangsang oleh peregangan, dan dirasakan di daerah
epigastrium. Serabut-serabut aferen simpatis menghambat
gerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus
(auerbach) dan submukosa (meissner) membentuk persarafan
intrinsik dinding lambung dan mengkordinasi aktivitas motoring
dan sekresi mukosa lambung.
Pembuluh Lymph
Pembuluh-pembuluh limf mengikuti perjalanan arteria menuju
ke nodi gastric sinstri dan dextri, nodi gastroomentalis sinistri
dan dextri dan nodi gastric breves. Seluruh cairan limf dari
gaster akhirnya berjalan melalui nodi coeliaci yang terdapat di
sekitar pangkal trunkus coeliacus pada dinding posterior
abdomen.

1.2 Mikroskopis Gaster


A. Daerah cardia
Histologis sangat berbeda dengan daerah lambung lain
Foveolae agak dangkal
Kelenjar sangat sedikit, berbentuk tubular simpleks
bercabang
Sel kelenjar adalah sel mukosa, mirip sel mukosa pada
kelenjar pilorus
Kelenjar pendek-pendek dan agak bergelung
B. Daerah fundus dan corpus
Daerah fundus dan korpus secara histologis tidak berbeda
Foveolae sempit, gastric pit pendek, dilanjutkan oleh
kelenjar fundus
Kelenjar fundus menempati 2/3 lambung berupa kelenjar
tubulosa panjang lurus dan bercanggah dua (bifurcatio)
Kelenjar terbagi atas bagian isthmus, leher dan basis

a.
b.
c.
d.
e.
a.
b.
c.
d.

Terbentuk oleh 7 jenis sel:


a. Sel epitel permukaan (sel-sel mukus)
Epitel selapis silindris melapisi seluruh lambung dan meluas ke
dalam sumur-sumur atau foveola. Epitel selapis silindris ini
berawal di cardia, di sebelah epitel berlapis gepeng oesophagus,
dan pada pylorus melanjutkan diri menjadi epitel usus (epitel
selapis silindris). Pada tepian muka yang menghadap lumen,
terdapat mikrovili gemuk dan pendek-pendek. Mukus
glikoprotein netral yang disekresikan oleh sel-sel epitel
permukaan membentuk lapisan tipis, melindungi mukosa
terhadap asam. Tanpa adanya mukus ini, mukosa akan
mengalami ulserasi.
b. Sel zimogen (Chief cell)
Sel utama, terdapat dalam jumlah besar, terutama di
korpus kelenjar
ii. Sel serosa, berwarna basofil, terdapat granula zymogen
pada daerah apikal sel
i.

iii. Mensintesa protein, granula berisi enzim pepsinogen


dalam bentuk in aktiv
iv. Pada manusia menghasilkan
a) pepsin (proteolitik aktiv)
b) lipase (enzim lipolitik
c. Sel parietal (oksintik)
i. Terdapat pada setengah bagian atas kelenjar, jarang pada
basis
ii. Tersisip antara sel-sel mukus leher, berbentuk piramid, inti
sferis ditengah, berwarna eosinofil
iii. Menghasilkan
a) HCl
b) Gastric intrinsic factor, penting untuk absorbsi vit
B12. Defisiensi menimbulkan anemia persinoad.
d. Sel mukus isthmus
i. Pada bagian atas kelenjar
ii. Merupakan peralihan sel gastric pit dan bagian leher
kelenjar
iii. Sel rendah, granula mukus lebih sedikit,
mensekresi mukus netral
iv. Mungkin berasal dari mitosis small
undifferentiated cell pada daerah leher
kelenjar
e. Sel mukus leher
Pada leher kelenjar, berupa kelompokan sel
maupun tunggal diantara sel parietal
ii. Mensekresi
mukus
asam,
kaya
glikosaminoglikans, berbeda dengan mukus
permukaan yang netral
iii. Bentuk tidak teratur, inti pada basis sel,
granula ovoid/sferis pada apikal sel
iv. Terwarna kuat dengan PAS atau mucicarmine
i.

f.

Sel Argentaffin (enterochromaffin)

i.
ii.
iii.
iv.

Terdapat pada dasar kelenjar, terselip diantara chief cell


Granula padat terdapat di basal sel
Merupakan kelenjar endokrin uniselular
Mensekresi serotonin (5 hiroksi triptamin / 5-Ht)

g. Sel APUD
i. Amine Precursor Uptake and Decarboxyltion cells
ii. Mensintesa polipeptida
iii. Dengan mikroskop elektron: granula sekresi sangat halus
(100-200 nm), retikulun endoplasmik jarang dan apparatus
Golgi sedikit
iv. Sel APUD gastro intestinal terdapat pada fundus, antrum
pilorikum, duodenum, yeyunum, ileum dan colon
v. Mensekresi: gastrin, sekretin, kolesistokinin, glukagon
and somatostatin like substance
vi. APUD sel pada manusia:
a) Sel C dan M pada hipofisis (adrenokorticotropin dan
melanotropin)
b) Sel A pulau
Langerhans
(glukagon)
c) Sel
non-B
pulau
Langerhans
(insulin)
d) Sel D pulau
Langerhans
(somatostatin)
e) Sel
AL
lambung
(glukagon)
f) Sel G lambung
(gastrin)
g) Sel EG usus
(glukagon)

a.
b.
c.
d.
e.

h) Sel S usus (sekretin)


i) Sel D usus (somatostatin)
j) Sel parafolikular tiroid (kalsitonin)
C. Daerah Pylorus
Merupakan 20 % dari lambung, berlanjut dengan duodenum
Gastric pit lebih dalam, bercabang dan bergelung
Kelenjar pilorus menyerupai kelenjar cardia
Mensekresi enzim lisosom
Antara sel mukus terdapat sel gastrin, yang merangsang
pengeluaran asam pada kelenjar lambung

2. Memahami dan menjelaskan Fisiologi Gaster

FUNGSI LAMBUNG
Fungsi Motorik
Fungsi menampung : menyimpan makan dengan kapasitas
lambung normal 50 ml pada saat kosong dan dapat mencapai
1000m saat makan yang memungkinkan adanya interval yang
panjang antara saat makan dan kemampuan menyimpan
makanan dalam jumlah besar sampai makanan ini dapat
terakomodasi di bagian bawah saluran cerna.
Fungsi mencampur : adanya sel-sel pemacu depolarisasi spontan
ritmik yang berada di fundus yaitu irama listrik dasar (basic
electric rhythm/BER) menyebabkan adanya kontraksi otot polos
sirkuler lambunggelombang peristaltik dan menyapu isi
lambung dalam bentuk kimus. Gelombang peristaltik pada
fundus lemah sehingga fundus dan korpus banyak berperan utk
menampung makanan. Sedangkan pada daerah antrum kimus
didorong lebih kuat kebagian sfingter pylorus. Sfingter pylorus
yang tidak terbuka seluruhnya menyebabkan kimus tertolak
kembali ke antrum mekanisme pencampuran (retropulsi)
Fungsi pengosongan: terbukanya sfingter pylorus yang
dipengaruhi keasaman,viskositas,volume,keadaan fisik,emosi
dan obat-obatab. Pengosongan lambung dipengaruhi oleh faktor
saraf dan hormona seperti kolesistokinin

Fungsi Pencernaan dan Sekresi


1. Produksi
kimus.
Aktivitas
lambung
mengakibatkan
terbentuknya kimus (massa homogen setengah cair berkadar
asam tinggi yang berasal dari bolus) dan mendorongnya ke
dalam duodenum.
2. Digesti protein. Lambung mulai digesti protein melalui sekresi
tripsin dan asam klorida.
3. Produksi mukus. Mukus yang dihasilkan dari kelenjar
membentuk barrier setebal 1 mm untuk melindungi lambung
terhadap aksi pencernaan dan sekresinya sendiri.
4. Produksi faktor intrinsik.
a. Faktor intrinsik adalah glikoprotein yang
disekresi sel parietal.
b. Vitamin B12, didapat dari makanan yang dicerna
di lambung, terikat pada faktor intrinsik.
Kompleks faktor intrinsik vitamin B12 dibawa
ke ileum usus halus, tempat vitamin B 12
diabsorbsi.
5. Absorbsi. Absorbsi nutrien yang berlangsung dalam lambung
hanya sedikit. Beberapa obat larut lemak (aspirin) dan alkohol
diabsorbsi pada dinding lambung. Zat terlarut dalam air
terabsorbsi dalam jumlah yang tidak jelas.
MEKANISME SEKRESI ASAM LAMBUNG
Kecepatan sekresi lambung dapat dipengaruhi oleh (1) faktorfaktor yang muncul sebelum makanan mencapai lambung; (2)
faktor-faktor yang timbul akibat adanya makanan di dalam
lambung; dan (3) faktor-faktor di duodenum setelah makanan
meninggalkan lambung. Dengan demikian, diaktifkan, pepsin
secara autokatalis mengaktifkan lebih banyak pepsinogen dan
memulai pencernaan protein. Sekresi pepsiongen dalam bentuk
inaktif mencegah pencernaan protein struktural sel tempat enzim
tersebut dihasilkan. Pengaktifan pepsinogen tidak terjadi sampai
enzim tersebut menjadi lumen dan berkontak dengan HCl yang
disekresikan oleh sel lain di kantung-kantung lambung. Sekresi

lambung dibagi menjadi tiga fasefase sefalik, fase lambung,


dan fase usus.
a.
Fase sefalik terjadi sebelum makanan mencapai
lambung. Masuknya makanan ke dalam mulut atau
tampilan, bau, atau pikiran tentang makanan dapat
merangsang sekresi lambung.
b.
Fase lambung terjadi saat makanan mencapai
lambung dan berlangsung selama makanan masih ada.
a. Peregangan dinding lambung merangsang reseptor
saraf dalam mukosa lambung dan memicu refleks
lambung. Serabut aferen menjalar ke medula
melalui saraf vagus. Serabut eferen parasimpatis
menjalar dalam vagus menuju kelenjar lambung
untuk menstimulasi produksi HCl, enzim-enzim
pencernaan, dan gastrin.
b. Fungsi gastrin:
i. merangsang sekresi lambung,
ii. meningkatkan motilitas usus dan lambung,
iii. mengkonstriksi sphincter oesophagus bawah
dan merelaksasi sphincter pylorus,
iv. efek tambahan: stimulasi sekresi pancreas.
c. Pengaturan pelepasan gastrin dalam lambung
terjadi melalui penghambatan umpan balik yang
didasarkan pada pH isi lambung.
i. Jika makanan tidak ada di dalam lambung di
antara jam makan, pH lambung akan rendah
dan sekresi lambung terbatas.
ii. Makanan yang masuk ke lambung memiliki
efek
pendaparan
(buffering)
yang
mengakibatkan peningkatan pH dan sekresi
lambung.
d. Fase usus terjadi setelah kimus meninggalkan
lambung dan memasuki usus halus yang
kemudian memicu faktor saraf dan hormon.
Sekresi lambung distimulasi oleh sekresi gastrin
duodenum sehingga dapat berlangsung selama

beberapa jam. Gastrin ini dihasilkan oleh bagian


atas duodenum dan dibawa dalam sirkulasi
menuju lambung. Sekresi lambung dihambat
oleh
hormon-hormon
polipeptida
yang
dihasilkan duodenum. Hormon ini dibawa
sirkulasi menuju lambung, disekresi sebagai
respon terhadap asiditas lambung dengan pH di
bawah 2, dan jika ada makanan berlemak.
Hormon-hormon ini meliputi gastric inhibitory
polipeptide (GIP), sekretin, kolesistokinin
(CCK), dan hormon pembersih enterogastron.
PROSES PENGISIAN, PENYIMPANAN, PENCAMPURAN,
DAN PENGOSONGAN LAMBUNG
Terdapat empat aspek motilitas lambung:
(1) pengisian lambung/gastric filling,
(2) penyimpanan lambung/gastric storage,
(3) pencampuran lambung/gastric mixing, dan
(4) pengosongan lambung/gastric emptying.
Pengisian lambung
Jika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ
ini dapat mengembang hingga kapasitasnya mencapai 1 liter (1.000
ml) ketika makan. Akomodasi perubahan volume yang besarnya
hingga 20 kali lipat tersebut akan menimbulkan ketegangan pada
dinding lambung dan sangat meningkatkan tekanan intralambung
jika tidak terdapat dua faktor berikut ini:
a. Plastisitas otot lambung. Plastisitas mengacu pada
kemampuan otot polos lambung mempertahankan ketegangan
konstan dalam rentang panjang yang lebar, tidak seperti otot
rangka dan otot jantung, yang memperlihatkan hubungan
ketegangan. Dengan demikian, saat serat-serat otot polos
lambung teregang pada pengisian lambung, serat-serat tersebut
melemas tanpa menyebabkan peningkatan ketegangan otot.
b. Relaksasi reseptif lambung. Relaksasi ini merupakan relaksasi
refleks lambung sewaktu menerima makanan. Relaksasi ini
meningkatkan kemampuan lambung mengakomodasi volume

makanan tambahan dengan hanya sedikit mengalami


peningkatan tekanan. Tentu saja apabila lebih dari 1 liter
makanan masuk, lambung akan sangat teregang dan individu
yang bersangkutan merasa tidak nyaman. Relaksasi reseptif
dipicu oleh tindakan makan dan diperantarai oleh nervus vagus.
Penyimpanan lambung
Sebagian otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang
autonom dan berirama. Salah satu kelompok sel-sel pemacu
tersebut terletak di lambung di daerah fundus bagian atas. Sel-sel
tersebut menghasilkan potensial gelombang lambat yang
menyapu ke bawah di sepanjang lambung menuju sphincter
pylorus dengan kecepatan tiga gelombang per menit. Pola
depolarisasi spontan ritmik tersebut, yaitu irama listrik dasar atau
BER (basic electrical rhythm) lambung, berlangsung secara terus
menerus dan mungkin disertai oleh kontraksi lapisan otot polos
sirkuler lambung.
Setelah dimulai, gelombang peristaltik menyebar ke seluruh
fundus dan corpus lalu ke antrum dan sphincter pylorus. Karena
lapisan otot di fundus dan corpus tipis, kontraksi peristaltik di
kedua daerah tersebut lemah. Pada saat mencapai antrum,
gelombang menjadi jauh lebih kuat disebabkan oleh lapisan otot
di antrum yang jauh lebih tebal.
Karena di fundus dan corpus gerakan mencampur yang terjadi
kurang kuat, makanan yang masuk ke lambung dari oesophagus
tersimpan relatif tenang tanpa mengalami pencampuran. Daerah
fundus biasanya tidak menyimpan makanan, tetapi hanya berisi
sejumlah gas. Makanan secara bertahap disalurkan dari corpus
ke antrum, tempat berlangsungnya pencampuran makanan.
Pencampuran lambung
Kontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab
makanan bercampur dengan sekresi lambung dan menghasilkan
kimus. Setiap gelombang peristaltik antrum mendorong kimus ke
depan ke arah sphincter pylorus. Sebelum lebih banyak kimus
dapat diperas keluar, gelombang peristaltik sudah mencapai
sphincter pylorus dan menyebabkan sphincter tersebut
berkontraksi lebih kuat, menutup pintu keluar dan menghambat

aliran kimus lebih lanjut ke dalam duodenum. Bagian terbesar


kimus antrum yang terdorong ke depan, tetapi tidak dapat
didorong ke dalam duodenum dengan tiba-tiba berhenti pada
sphincter yang tertutup dan tertolak kembali ke dalam antrum,
hanya untuk didorong ke depan dan tertolak kembali pada saat
gelombang peristaltik yang baru datang. Gerakan maju-mundur
tersebut, yang disebut retropulsi, menyebabkan kimus
bercampur secara merata di antrum.
Pengosongan lambung
Kontraksi peristaltik antrumselain menyebabkan pencampuran
lambungjuga menghasilkan gaya
pendorong untuk
mengosongkan lambung. Jumlah kimus yang lolos ke dalam
duodenum pada setiap gelombang peristaltik sebelum sphincter
pylorus tertutup erat terutama bergantung pada kekuatan
peristalsis. Intensitas peristalsis antrum dapat sangat bervariasi di
bawah pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan duodenum;
dengan demikian, pengosongan lambung diatur oleh faktor
lambung dan duodenum.
Faktor di lambung yang mempengaruhi kecepatan pengosongan
lambung. Faktor lambung utama yang mempengaruhi kekuatan
kontraksi adalah jumlah kimus di dalam lambung. Apabila halhal lain setara, lambung mengosongkan isinya dengan kecepatan
yang sesuai dengan volume kimus setiap saat. Peregangan
lambung memicu peningkatan motilitas lambung melalui efek
langsung peregangan pada otot polos serta melalui keterlibatan
plexus intrinsik, nervus vagus, dan hormon lambung gastrin.
Selain itu, derajat keenceran (fluidity) kimus di dalam lambung
juga mempengaruhi pengosongan lambung. Semakin cepat
derajat keenceran dicapai, semakin cepat isi lambung siap
dievakuasi.
Faktor di duodenum yang mempengaruhi kecepatan
pengosongan lambung. Walaupun terdapat pengaruh lambung,
faktor di duodenumlah yang lebih penting untuk mengontrol
kecepatan pengosongan lambung. Duodenum harus siap
menerima kimus dan dapat bertindak untuk memperlambat

pengsongan lambung dengan menurunkan aktivitas peristaltik di


lambung sampai duodenum siap mengakomodasi tambahan
kimus. Bahkan, sewaktu lambung teregang dan isinya sudah
berada dalam bentuk cair, lambung tidak dapat mengosongkan
isinya sampai duodenum siap menerima kimus baru.

otot-otot pernapasanyaitu diaphragma (otot inspirasi utama)


dan otot abdomen (otot ekspirasi aktif).
Muntah diawali oleh inspirasi dalam dan penutupan glottis.
Diaphragma yang berkontraksi turun menekan lambung
sementara kontraksi otot-otot abdomen secara stimultan
menekan rongga abdomen, sehingga tekanan intra-abdomen
Tabel 2-2. Faktor yang mengatur motilitas dan pengosongan lambung
meningkat dan isi abdomen terdorong ke atas. Karena lambung
yang lunak itu tertekan antara diaphragma dari atas dan tekanan
rongga abdomen dari bawah, isi lambung terdorong ke dalam
oesophagus dan keluar dari mulut. Glottis tertutup, sehingga
muntahan tidak masuk ke saluran pernapasan. Uvula juga
terangkat untuk menutupi rongga hidung.
Siklus muntah dapat berulang beberapa kali sampai lambung
kosong. Muntah biasanya didahului oleh pengeluaran air liur
berlebihan, berkeringat, peningkatan kecepatan denyut jantung,
dan rasa mual, yang semuanya merupakan tanda-tanda umum
lepas muatan sistem saraf autonom. Tindakan muntah yang
kompleks tersebut dikoordinasikan oleh pusat muntah di
medula. Mual, retching, dan muntah dapat dimulai oleh masukan
aferen ke pusat muntah dari sejumlah reseptor di seluruh tubuh.
3. Memahami dan menjelaskan Biokimia Pencernaan
a.
Karbohidrat

MEKANISME MUNTAH
Muntah, atau emesis, yaitu ekspulsi secara paksa isi lambung
keluar melalui mulut, secara umum dianggap disebabkan oleh
motilitas lambung yang abnormal. Namun, muntah tidak
ditimbulkan oleh peristalsis terbalik (reverse peristalsis), seperti
yang semula diperkirakan. Sebenarnya, lambung itu sendiri tidak
berpartisipasi aktif dalam tindakan muntah. Lambung,
oesophagus, sphincter gastroesophagus, dan sphincter pylorus
semua melemas sewaktu muntah. Gaya utama yang mendorong
keluar isi lambung, secara mengejutkan, datang dari kontraksi

Karbohidrat diklasifikasikan menjadi monosakarida (glukosa,


galaktosa, dan fruktosa), disakarida (maltosa, laktosa, sukrosa),
oligosakarida dan polisakarida (amilum/pati). Dalam kondisi
sehari-hari, ada tiga sumber utama karbohidrat dalam diet
makanan, yaitu sukrosa (gula pasir), laktosa (gula susu) dan
pati/starch (gula tumbuhan).
Pencernaan karbohidrat dimulai semenjak berada di mulut.
Enzim ptyalin (amilase) yang dihasilkan bersama dengan liur
akan memecah polisakarida menjadi disakarida. Enzim ini
bekerja di mulut sampai fundus dan korpus lambung selama satu
jam sebelum makanan dicampur dengan sekret lambung. Enzim
amilase juga dihasilkan oleh sel eksokrin pankreas, di mana ia

akan dikirim dan bekerja di lumen usus halus sekitar 15-30 menit
setelah makanan masuk ke usus halus. Amilase bekerja dengan
cara mengkatalisis ikatan glikosida (14) dan menghasilkan
maltosa dan beberapa oligosakarida.
Setelah polisakarida dipecah oleh amilase menjadi disakarida,
maka selanjutnya ia kembali dihidrolisis oleh enzim-enzim di
usus halus. Berbagai disakaridase (maltase, laktase, sukrase, dekstrinase) yang dihasilkan oleh sel-sel epitel usus halus akan
memecah disakarida di brush border usus halus. Hasil
pemecahan berupa gula yang dapat diserap yaitu monosakarida,
terutama glukosa.
Sekitar 80% karbohidrat diserap dalam bentuk glukosa, sisanya
galaktosa dan fruktosa. Glukosa dan galaktosa diserap oleh usus
halus melalui transportasi aktif sekunder. Dengan cara ini,
glukosa dan galaktosa dibawa masuk dari lumen ke interior sel
dengan memanfaatkan gradien konsentrasi Na+ yang diciptakan
oleh pompa Na+ basolateral yang memerlukan energi melalui
protein pengangkut SGLT-1. Setelah dikumpulkan di dalam sel
oleh pembawa kotranspor, glukosa dan galaktosa akan keluar
dari sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi untuk masuk
ke kapiler darah. Sedangkan frukosa diserap ke dalam sel
melalui difusi terfasilitasi pasif dengan bantuan pengangkut
GLUT-5.
b.

Lemak
Lemak merupakan suatu molekul yang tidak larut air, umumnya
berbentuk trigliserida (bentuk lain adalah kolesterol ester dan
fosfolipid). Pencernaan lemak dilakukan oleh lipase yang
dihasilkan oleh sel eksokrin pankreas. Lipase yang dihasilkan
pankreas ini akan dikirim ke lumen usus halus dan
menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak dan
monogliserida. Selain dihasilkan oleh sel lipase pankreas, juga
diketahui bahwa lipase juga dihasilkan oleh kelenjar lingual dan
enterosit, namun lipase yang dihasilkan oleh bagian ini hanya
mencerna sedikit sekali lemak sehingga tidak begitu bermakna.

Untuk memudahkan pencernaan dan penyerapan lemak, maka


proses tersebut dibantu oleh garam empedu yang dihasilkan oleh
kelenjar hepar (hati). Garam empedu memiliki efek deterjen,
yaitu memecah globulus-globulus lemak besar menjadi emulsi
lemak yang lebih kecil (proses emulsifikasi). Pada emulsi
tersebut, lemak akan terperangkap di dalam molekul hidrofobik
garam empedu, sedangkan molekul hidrofilik garam empedu
berada di luar. Dengan demikian lemak menjadi lebih larut
dalam air sehingga lebih mudah dicerna dan meningkatkan luas
permukaan lemak untuk terpajan dengan enzim lipase.
Setelah lemak (trigliserida) dicerna oleh lipase, maka
monogliserida dan asam lemak yang dihasilkan akan diangkut ke
permukaan sel dengan bantuan misel (micelle). Misel terdiri dari
garam empedu, kolesterol dan lesitin dengan bagian hidrofobik
di dalam dan hidrofilik di luar (permukaan). Monogliserida dan
asam lemak akan terperangkap di dalam misel dan dibawa
menuju membran luminal sel-sel epitel. Setelah itu,
monogliserida dan asam lemak akan berdifusi secara pasif ke
dalam sel dan disintesis kembali membentuk trigliserida.
Trigliserida yang dihasilkan akan dibungkus oleh lipoprotein
menjadi butiran kilomikron yang larut dalam air. Kilomikron
akan dikeluarkan secara eksositosis ke cairan interstisium di
dalam vilus dan masuk ke lakteal pusat (pembuluh limfe) untuk
selanjutnya dibawa ke duktus torasikus dan memasuki sistem
sirkulasi.
Selain lipase, terdapat enzim lain untuk mencerna lemak
golongan nontrigliserida seperti kolesterol ester hidrolase (untuk
mencerna kolesterol ester) dan fosfolipase A2 (untuk mencerna
fosfolipase). Khusus untuk asam lemak rantai pendek/sedang
dapat langsung diserap ke vena porta hepatika tanpa harus
dikonversi (seperti trigliserida), hal ini disebabkan oleh sifatnya
yang lebih larut dalam air dibandingkan dengan trigliserida.
c.

Protein

Pencernaan protein (pemutusan ikatan peptida) dilakukan terutama di


antrum lambung dan usus halus (duodenum dan jejunum). Sel utama

(chief cell) lambung menghasilkan pepsin yang menghidrolisis


protein menjadi fragmen-fragmen peptida. Pepsin akan bekerja pada
suasana asam (pH 2.0-3.0) dan sangat baik untuk mencerna kolagen
(protein yang terdapat pada daging-dagingan).
Selanjutnya, sel eksokrin pankreas akan menghasilkan berbagai
enzim, yaitu tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase, dan elastase
yang akan bekerja di lumen usus halus. Tiap-tiap enzim akan
menyerang ikatan peptida yang berbeda dan menghasilkan campuran
asam amino dan rantai peptida pendek. Hasil dari pencernaan oleh
protease pankreas kebanyakan masih berupa fragmen peptida
(dipeptida dan tripeptida), hanya sedikit berupa asam amino.
Setelah itu sel epitel usus halus akan menghasilkan enzim
aminopeptidase yang akan menghidrolisis fragmen peptida menjadi
asam-asam amino di brush border usus halus. Hasil dari pencernaan
ini adalah asam amino dan beberapa peptida kecil.
Setelah dicerna, asam amino yang terbentuk akan diserap melalui
transpor aktif sekunder (seperti glukosa dan galaktosa). Sedangkan
peptida-peptida kecil masuk melalui bantuan pembawa lain dan
diuraikan menjadi konstituen asam aminonya oleh peptidase intrasel
di sitosol enterosit. Setelah diserap, asam-asam amino akan dibawa
masuk ke jaringan kapiler yang ada di dalam vilus.
d.

Garam dan air

Natrium dapat diserap secara pasif atau aktif di usus halus maupun di
usus besar. Secara pasif Na+ dapat berdifusi di antara sel-sel epitel
melalui taut erat yang bocor. Secara aktif, Na+ menembus sel
dengan bantuan pompa Na+ bergantung ATPase. Pompa ini akan
memindahkan Na+ melawan gradien konsentrasinya dan proses
tersebut memerlukan energi. Setelah berada di dalam sel, Na+ akan
dipompa secara aktif ke ruang lateral dan berdifusi ke dalam kapiler
untuk selanjutnya diangkut menuju sistem sirkulasi. Perpindahan
Na+ tersebut dapat mempengaruhi perpindahan zat-zat lain seperti
Cl-, glukosa, dan asam amino, hal ini disebut sebagai transpor aktif
sekunder.

Penyerapan (perpindahan) Na+ akan menciptakan daerah dengan


tekanan osmotik yang tinggi di antara sel-sel. Dengan adanya
tekanan osmotik yang tinggi ini, air (H2O) akan masuk menembus
sel menuju ruang lateral (untuk menurunkan tekanan osmotik yang
tinggi tersebut). Masuknya air mengakibatkan peningkatan tekanan
hidrostatik, sehingga air tersebut akan didorong lagi ke ruang interior
vilus untuk selanjutnya diserap di kapiler darah.

e.

Vitamin

Pada umumnya vitamin larut-air akan diserap bersama dengan air,


dan vitamin larut-lemak akan diangkut ke dalam misel dan diserap
secara pasif bersama dengan produk akhir pencernaan lemak.
Adapun vitamin B12 bersifat unik, karena harus berikatan dengan
faktor intrinsik yang dihasilkan oleh sel parietal agar dapat diserap di
ileum terminal.
f.

Ion bikarbonat

Penyerapan ion bikarbonat agak sedikit berbeda dibandingkan


dengan penyerapan zat-zat lainnya. Ketika sodium (Na+) diserap
oleh sel epitel, akan dilepaskan ion H+ ke lumen usus. Ion H+ ini
akan berikatan dengan ion bikarbonat menjadi asam karbonat
(H2CO3). Selanjutnya, asam karbonat ini akan terdisasosiasi menjadi
air dan karbon dioksida. Air akan diserap secara osmosis, sedangkan
karbon dioksida akan diserap ke kapiler darah dan dikeluarkan dari
tubuh melalui paru.
4. Memahami dan menjelaskan Dispepsia dan Ulkus Peptikum
4.1 Memahami dan menjelaskan Definisi Dispepsia
Dispepsia
Dalam konsensus Roma II tahun 2000, disepakati bahwa
definisi dyspepsia sebagai yang mengarah ke rasa sakir atau
rasa tidak nyaman yang berpusat di atas abdomen. Dispepsia
fungsional didefinisikan sebagai dyspepsia yang berlangsung
paling tidak 12 minggu, yang tidak perlu terus menerus
dalam 1 tahun yang terdiri dari :

a.

Persistent / Recurrent dyspepsia ( rasa sakit/ tidak


nyaman mengarah ke abdomen atas
b.
Tidak ada bukti dari penyakit organic yang mungkin
menjelaskan gejalanya
c.
Tidak ada bukti bahwa dyspepsia secara eksklusif
sembuh dari defekasi atau berhubungan dengan gejala
dari berubahnya frekuensi BAB atau bentuk BABnya
(Contoh : Tidak Diare)
Dispepsia menggambarkan keluhan atau sindrom yang
terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium,
mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh,
sendawa, regurgitasi dan rasa panas yang menjalar di dada

berkisar antara 7-41% tetapi hanya 10-20% yang mencari


pertolongan medis. Angka insidensi dispepsia diperkirakan
antara 1-8%. Dan belum ada data epidemiologi di Indonesia
(Djojoningrat, 2006a).
4.4 Memahami dan menjelaskan Klasifikasi Dispepsia
Sindroma dispepsia ini biasanya diderita sudah beberapa
minggu atau bulan, yang sifatnya hilang timbul atau terusmenerus. Karena banyaknya penyebab yang menimbulkan
kumpulan gejala tersebut, maka sindroma dispepsia dapat
diklasifikasian menjadi (1) dispepsia organik dan (2)
dispepsia non-organik atau dispepsia fungsional.

4.2 Etiologi
Penyebab dari sindrom dispepsia adalah (Djojoningrat,
2006b) :
1. Adanya gangguan atau penyakit dalam lumen saluran
cerna seperti tukak gaster/duodenum, gastritis, tumor,
infeksi Helicobacter pylori.
2. Obat-obatan: seperti Obat Anti Inflamasi Non Steroid
(OAINS), aspirin, beberapa jenis antibiotik, digitalis, teofilin
dan sebagainya.
3. Penyakit pada hepar, pankreas, sistem billier: hepatitis,
pankreatitis, kolesistitis kronik.
4. Penyakit sistemik seperti: diabetes melitus, penyakit
tiroid, dan penyakit jantung koroner.
5. Bersifat fungsional, yaitu: dispepsia yang terdapat pada
kasus yang tidak didapat adanya kelainan/gangguan organik
yang dikenal sebagai dispepsia funsional atau dispepsia non
ulkus.
4.3 Epidemiologi
Dispepsia merupakan keluhan umum yang dalam
waktu tertentu dapat dialami oleh seseorang. Berdasarkan
penelitian pada populasi umum didapat bahwa 15-30% orang
dewasa pernah mengalami dispepsia dalam beberapa hari.
Dari data di negara barat didapat angka prevalensinya

a.

Dispepsia organik
Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi
banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Istilah
dispepsia organik baru dapat digunakan bila penyebabnya
sudah jelas, antara lain:
1) Dispepsia tukak (ulcer-like dyspepsia). Keluhan
penderita yang sering diajukan adalah rasa nyeri di ulu
hati. Berkurang atau bertambahnya rasa nyeri ada
hubungannya dengan makanan, pada tengah malam
sering terbangun karena nyeri atau pedih di ulu hati.
Hanya dengan pemeriksaan endoskopi dan radiologi
dapat menentukan adanya tukak lambung atau di
duodenum.
2) Dispepsia bukan tukak. Mempunyai keluhan yang
mirip dengan dispepsi tukak. Biasa ditemukan pada
gastritis, duodenitis, tetapi pada pemeriksaan endoskopi
tidak ditemukan tanda-tanda tukak.
3) Refluks gastroesofageal. Gejala yang klasik dari
refluks gastroesofageal yaitu rasa panas di dada dan
regurgitasi asam, terutama setelah makan. Bila
seseorang mempunyai keluhan tersebut disertai dengan

4)

5)

6)

7)

8)

9)

keluhan sindroma dispepsia lainnya, maka dapat


disebut sindroma dispepsia refluks gastroesofageal.
Penyakit saluran empedu. Sindroma dispepsi ini biasa
ditemukan pada penyakit saluran empedu. Rasa nyeri
dimulai dari perut kanan atas atau di ulu hati yang
menjalar ke punggung dan bahu kanan.
Karsinoma. Karsinoma dari saluran cerna sering
menimbulkan keluhan sindroma dispepsia. Keluhan
yang sering diajukan adalah rasa nyeri di perut,
kerluhan bertambah berkaitan dengan makanan,
anoreksia, dan berat badan yang menurun.
Pankreatitis. Rasa nyeri timbulnya mendadak, yang
menjalar ke punggung. Perut dirasa makin tegang dan
kembung. Di samping itu, keluhan lain dari sindroma
dispepsi juga ada.
Dispepsia pada sindroma malabsorbsi. Pada
penderita inidi samping mempunyai keluhan rasa
nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus, kembung
keluhan utama lainnya yang mencolok ialah
timbulnya diare profus yang berlendir.
Dispepsia akibat obat-obatan. Banyak macam obat
yang dapat menimbulkan rasa sakit atau tidak enak di
daerah ulu hati tanpa atau disertai rasa mual, dan
muntah, misalnya obat golongan NSAID (non steroid
anti inflammatory drugs), teofilin, digitalis, antibiotik
oral (terutama ampisilin, eritromisin), alkohol, dan lainlain. Oleh karena itu, perlu ditanyakan obat yang
dimakan sebelum timbulnya keluhan dispepsia.
Gangguan metabolisme. Diabetes melitus dengan
neuropati sering timbul komplikasi pengosongan
lambung yang lambat, sehingga timbul keluhan nausea,
vomitus, perasaan lekas kenyang. Hipertiroidi mungkin
menimbulkan keluhan rasa nyeri di perut dan vomitus,
sedangkan hipotiroidi menyebabkan timbulnya
hipomoltilitas lambung. Hiperparatiroidi mungkin

b.

disertai rasa nyeri di perut, nausea, vomitus, dan


anoreksia.
Dispepsia non-organik/fungsional
Dispepsia fungsional atau dispepsia non-organik
merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik,
tetapi merupakan kelainan dari fungsi saluran makanan.
Yang termasuk dispepsia fungsional adalah:
1) Dispepsia dismotilitas (dismotility-like dyspepsia)
Pada dispepsia dismotilitas, umumnya terjadi gangguan
motilitas, di antaranya: waktu pengosongan lambung
lambat,
abnormalitas
kontraktil,
abnormalitas
mioelektrik lambung, refluks gastroduodenal. Penderita
dengan dispepsia fungsional biasanya sensitif terhadap
produksi asam lambung yang meningkat.
Kelainan psikis, stres, dan faktor lingkungan juga dapat
menimbulkan dispepsia fungsional. Hal ini dapat dijelaskan
kembali pada faal saluran cerna pada proses pencernaan
yang mendapat mengaruh dari nervus vagus. Nervus vagus
tidak hanya merangsang sel parietal secara langsung, tetapi
memungkinkannya efek dari antral gastrin dan rangsangan
lain dari sel parietal. Dengan melihat, mencium bau, atau
membayangkan suatu makanan saja sudah terbentuk asam
lambung yang banyak, yang mengandung HCl dan pepsin.

4.5 patofisiologi
1. Penyakit asam lambung
Perihal bagaimana individu tertentu dapat merasakan asam tanpa
kerusakan nyata pada lambung bisa jadi karena mereka juga
menderita GERD (Gastroesophageal Reflux Disease). Individu
ini akan merasakan pajanan terhadap keasaman esofagus sebagai
nyeri epigastrik, daripada sebagai heartburn pada substernal.
Namun, masih belum diketahui apakah dispepsia pada pasien
adalah konsekuensi nyeri alih dari esofagus ke epigastrium atau

peningkatan sensitivitas lambung proksimal (contoh: cardia)


terhadap asam. Refluks bisa terjadi akibat rendahnya tonus
sfingter esofagus bawah.
2.Kelainan motilitas
Kelainan motilitas pada gastroduodenal dapat berujung pada
gangguan distribusi awal makanan, disritmia lambung,
hipomotilitas antral, dan keterlambatan dalam pengosongan
lambung. Coffin et al, yang pertama kali mengusulkan bahwa
pasien dispepsia memiliki kelainan motilitas, mencatat
hiporeaktivitas atau penurunan relaksasi refleks fundus dalam
merepons distensi usus mendasari terjadinya dispepsia.
Disamping itu, selama pemasukan makanan ke duodenum,
persepsi pasien terhadap distensi antrum meningkat dan menurun
terhadap relaksasi fundus. Terlebih lagi, gangguan relaksasi
fundus berkontribusi pada terjadinya distoni lambung proksimal
dan distal yang berakibat pada pengisian berlebihan antral.
Padahal normalnya, lambung proksimal akan mengembang
seiring ingesti makanan sehingga memungkinkan peningkatan
volume tanpa perubahan tekanan yang signifikan. Oleh karena
itu, pasien akan merasa cepat kenyang akibat distribusi awal
cairan ke antrum, atau rasa penuh yang dikaitkan dengan retensi
proksimal. Pada duodenum sendiri, gangguan motilitas akan
menghambat pembersihan asam eksogen.
3.Hiperalgesia viseral
Banyak studi membuktikan bahwa pasien dengan dispepsia
fungsional memiliki prevalensi yang lebih tinggi terhadap
kelainan psikiatrik. Secara eksperimental, dibuktikan bahwa
stres menurunkan ambang batas (threshold) sensoris pada
saluran pencernaan. Disamping itu, pasien dispepsia fungsional
hipersensitif terhadap distensi isobarik atau isovolumetrik
lambung proksimal. Hal ini menandakan adanya sindrom iritasi
lambung (stomach irritable syndrome). Meskipun nyeri perut
bagian atas juga terjadi pada nyeri organik, ambang batas nyeri
akibat distensi pada dispepsia fungsional akan lebih rendah
daripada organik. Tidak hanya akibat distensi mekanik,
peningkatan kemosensitivitas terhadap mukosa intestinal juga

menyebabkan dispepsia. Saat berpuasa, pemasukan asam ke


usus meningkatkan sensasi mual pada pasien dispepsia
fungsional.
4.Infeksi Helicobacter pylori
Telah lama menjadi kontroversi karena penurunan akomodasi
lambung tetap terjadi pada pasien dispepsia tanpa peduli
status Helicobacter pylori positif atau negatif.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa stasis lambung
(gastric stasis) berkaitan dengan kekenyangan setelah makan
malam (postprandial fullness), mual, dan muntah. Gangguan
akomodasi pada lambung berkaitan erat dengan penurunan berat
badan dan rasa cepat kenyang. Terakhir, hipersentivitas distensi
balon berkaitan dengan nyeri abdominal atau sendawa. Namun,
masih dibutuhkan studi lanjut mengenai keterlibatan sistem saraf
pusat dalam mengolah stimuli visceral pada dispepsia fungsional
ini.5
PATOFISIOLOGI DISPEPSIA LAINNYA 2
1. Intoleransi makanan
Pada sebagian orang, intoleransi makanan tertentu berkaitan
dengan gejala dispepsia. Sebagian makanan tidak dapat ditelan
karena konsistensinya seperti pasien karsinoma yang merasa
tidak enak setelah makan makanan padat. Defisiensi enzim
tertentu seperti lactase juga mampu membuat pasien mengalami
kram perut, distensi, diare, dan flatulensi.
2. Aerofagia
Eruktasi (sendawa) berulang atau kronik diakibatkan oleh
aerofagia (menelan udara) bukan karena produksi gas berlebihan
dalam lambung atau usus. Aerofagia disebabkan oleh
kecemasan kronik, makan cepat, minum minuman mengandung
karbonat, mengunyah permen, merokok, gigi geligi dan esofagus
yang buruk
4.6 MK
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri
dari nyeri ulu hati, rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang
menetap atau mengalami kekambuhan. Dispepsia mengacu pada

suatu keadaan akut, kronis, atau berulang atau ketidaknyamanan


yang berpusat di perut bagian atas. Ketidaknyamanan ini dapat
kenali atau berhubungan dengan rasa penuhdi perut bagian atas,
cepat kenyang, rasa terbakar, kembung, bersendawa, mual, dan
muntahmuntah. Heartburn (rasa terbakar di retrosternal) harus
dibedakan dari dispepsia. Pasien dengan dispepsia sering mengeluh
Heartburn sebagai gejala tambahan. Ketika heartburnmerupakan
suatu keluhan yang dominan, refluks gastroesofagus hampir selalu
menyertai.
4.7 Diagnosis & DD
Diagnosis
Cara mendiagnosis sindrom dispepsia yaitu (Djojoningrat, 2006b) :
a. Menganamnesa secara teliti dapat memberikan gambaran keluhan
yang terjadi, karakteristik dan keterkaitannya dengan penyakit tertentu,
keluhan bisa bersifat lokal atau bisa sebagai manifestasi dari gangguan
sistemik. Harus menyamakan persepsi antara dokter dengan pasien untuk
menginterpretasikan keluhan tersebut.
b. Pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi kelainan intra abdomen
atau intra lumen yang padat misalnya: tumor, organomegali, atau nyeri
tekan yang sesuai dengan adanya rangsangan peritoneal/peritonitis.
c. Pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya faktor
infeksi seperti lekositosis, pankreatitis (amilase/lipase) dan keganasan
saluran cerna.
d. Pemeriksaan ultrasonografi untuk mengidentifikasi kelainankelainan seperti: batu kandung empedu, kolesistitis, sirosis hepatis dan
sebagainya.
e. Pemeriksaan endoskopi (esofagogastroduodenoskopi) sangat
dianjurkan bila dispepsia itu disertai oleh keadaan yang
disebut alarm symtomps yaitu adanya penurunan berat badan,
anemia, muntah hebat dengan dugaan adanya obstruksi, muntah
darah, melena, atau keluhan sudah berlangsung lama dan terjadi pada
usia lebih dari 45 tahun. Keadaan ini sangat mengarah pada
gangguan organik terutama keganasan, sehingga memerlukan
eksplorasi diagnosis secepatnya. Pemeriksaan ini dapat
mengidentifikasi dengan akurat adanya kelainan struktural atau

organik intra lumen saluran cerna bagian atas seperti adanya


tukak/ulkus, tumor dan sebagainya, juga dapat disertai pengambilan
contoh jaringan (biopsi) dari jaringan yang dicurigai untuk
memperoleh gambaran histopatologiknya atau untuk keperluan lain
seperti mengidentifikasi adanya kuman Helicobacter pylori.
f. Pemeriksaan radiologi dapat mengidentifikasi kelainan
struktural dinding/mukosa saluran cerna bagian atas seperti
adanya tukak atau gambaran yang mengarah ke tumor.
Pemeriksaan ini bermanfaat terutama pada kelainan yang bersifat
penyempitan/stenotik/obstruktif dimana skop endoskopi tidak
dapat melewatinya.

Diagnosis banding

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) dapat menjadi


salah satu diagnosis banding. Umumnya, penderita
penyakit ini sering melaporkan nyeri abdomen bagian atas
epigastrum/ulu hati yang dapat ataupun regurgitasi asam.
irritable bowel syndrome (IBS) yang ditandai dengan nyeri
abdomen (perut) yang rekuren, yang berhubungan dengan
buang air besar (defekasi) yang tidak teratur dan perut
kembung. Kurang lebih sepertiga pasien dispepsia
fungsional memperlihatkan gejala yang sama dengan IBS.
Sehingga dokter harus selalu menanyakan pola defekasi
kepada pasien untuk mengetahui apakah pasien menderita
dispepsia fungsional atau IBS.
Pankreatitis kronik juga dapat dipikirkan. Gejalanya berupa
nyeri abdomen atas yang hebat dan konstan. Biasanya
menyebar ke belakang. Obat-obatan juga dapat
menyebabkan sindrom dispepsia, seperti suplemen besi
atau kalium, digitalis, teofilin, antibiotik oral, terutama
eritromisin dan ampisilin. Mengurangi dosis ataupun

menghentikan pengobatan dapat mengurangi keluhan


dispepsia.
Penyakit psikiatrik juga dapat menjadi penyebab sindrom
dispesia. Misalnya pada pasien gengan keluhan multisistem
yang salah satunya adalah gejala di abdomen ternyata
menderita depresi ataupun gangguan somatisasi.
Gangguan pola makan juga tidak boleh dilupakan apalagi
pada pasien usia remaja dengan penurunan berat badan
yang signifikan.
Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan gastroparesis
yang hebat sehingga timbul keluhan rasa penuh setelah
makan, cepat kenyang, mual, dan muntah. Lebih jauh
diabetik radikulopati pada akar saraf thoraks dapat
menyebabkan nyeri abdomen bagian atas.
Gangguan
metabolisme,
seperti
hipotiroid
dan
hiperkalsemia juga dapat menyebabkan nyeri abdomen
bagian atas.
Penyakit jantung iskemik kadang-kadang timbul bersamaan
dengan gejala nyeri abdomen bagian atas yang diinduksi
oleh aktivitas fisik.
Nyeri dinding abdomen yang dapat disebabkan oleh otot
yang tegang, saraf yang tercepit, ataupun miositis dapat
membingungkan dengan dispepsia fungsional. Cirinya
terdapat tenderness terlokalisasi yang dengan palpasi akan
menimbulkan rasa nyeri dan kelembekan tersebut tidak
dapat dikurangi atau dihilangkan dengan meregangkan
otot-otot abdomen.

4.8 tatalaksana
Dietetik
Tidak ada dietetik baku yang menghasilkan penyembuhan keluhan
secara bermakna. Prinsip dasar menghindari makanan pencetus
serangan merupakan pegangan yang lebih bermanfaat. Makanan

yang merangsang, seperti pedas, asam, tinggi lemak, kopi sebaiknya


dipakai sebagai pegangan umum secara proporsional dan jangan
sampai menurunkan/mempengaruhi kualitas hidup penderita. Bila
keluhan cepat kenyang, dapat dianjurkan untuk makan porsi kecil
tapi sering dan rendah lemak.
Medikamentosa
a. Antasid
Antasid ialah obat yang menetralkan asam lambung sehingga
berguna untuk menghilangkan nyeri tukak peptik. Antacid tidak
mengurangi volume HCl yang dikeluarkan oleh lambung, tetapi
peninggian pH akan menurunkan aktivitas pepsin. Mula kerja
antacid sangat bergantung pada kelarutan dan kecepatan
netralisasi asam. Sedangkan kecepatan pengosongan lambung
sangat menentukan masa kerjanya. Semua antacid meningkatkan
produksi HCl berdasarkan kenaikan pH yang meningkatkan
aktivitas gastrin. Antacid dibagi dalam 2 golongan, yaitu :
1) Antasid sistemik
Antasid sistemik diabsorpsi didalam usus halus sehingga
menyebabkan urin bersifat alkalis. Pada pasien dengan kelainan
ginjal, dapat terjadi alkalosis metabolic.
a. Natrium Bikarbonat
Natrium bikarbonat cepat menetralkan HCl lambung karena
daya larutnya tinggi. Karbondioksida yang terbentuk dalam
lambung akan menimbulkan sendawa. Distensi lambung
dapat terjadi, dan dapat menimbulkan perforasi. Selain
dapat menimbulkan alkalosis metabolic, obat ini juga dapat
menyebabkan retensi natrium dan edema.
2) Antasid non-sistemik
Antasid non-sistemik hampir tidak diabsorpsi dalam usus
sehingga tidak menimbulkan alkalosis metabolik.
a. Aluminium Hidroksida (Al(OH)3)
Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa
kerjanya lebih panjang. Al(OH)3 dan sediaan Al lainnya bereaksi
dengan fosfat membentuk aluminium fosfat yang sukar
diabsorpsi di usus kecil, sehingga ekskresi fosfat melalui urin
berkurang sedangkan melalui tinja bertambah. Ion aluminium

dapat bereaksi dengan protein sehingga bersifat astrigen. Antasid


ini mengadsorbsi pepsin dan menginaktivasinya. Efek samping
Al(OH)3 yang utama adalah konstipasi. Ini dapat diatasi dengan
memberikan antacid garam Mg. Mual dan muntah dapat terjadi.
Gangguan absorpsi fosfat dapat terjadi sehingga menimbulkan
symbol deplesi fosfat disertai osteomalasia. Aluminium
hidroksida digunakan untuk mengobati tukak peptik, nefrolitiasis
fosfat dan sebagai adsorben pada keracunan.
b. Kalsium Karbonat
Kalsium karbonat merupakan antasid yang efektif, karena mula
kerjanya cepat, maka kerjanya lama dan daya menetralkan
asamnya cukup tinggi. Kalsium karbonat dapat menyebabkan
konstipasi, mual, muntah, perdarahan saluran cerna dan disfungsi
ginjal dan fenomena acid rebound. Fenomena tersebut bukan
berdasar daya netralisasi asam, tapi merupakan kerja langsung
kalsium di antrum yang mensekresi gastrin yang merangsang sel
parietal yang mengeluarkan HCl. Sebagai akibatnya, sekresi
asam pada malam hari akan sangat tinggi yang akan mengurangi
efek netralisasi obat ini. Efek serius yang dapat terjadi adalah
hiperkalsemia, kalsifikasi metastatic, alkalosis, azotemia.
c. Magnesium Hidroksida (Mg(OH)2)
Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antacid.
Obat ini praktis tidak larut dan tidak efektif sebelum obat ini
bereaksi dengan HCl membentuk MgCl2. Magnesium hidroksida
yang tidak bereaksi akan tetap berada dalam lambung dan akan
menetralkan HCl yang disekresi belakangan sehingga masa
kerjanya lama. Pemberian kronik magnesium hidroksida akan
menyebabkan diare akibat efek katartiknya, sebab magnesium
yang larut tidak diabsorpsi, tetap berada dalam usus dan akan
menarik air.
d. Magnesium Trisilikat
Silikon dioksid berupa gel yang terbentuk dalam lambung diduga
berfungsi menutup tukak. Sebanyak 7% silica dari magnesium
trisilikat akan diabsorpsi melalui usus dan diekskresi dalam urin.
Silica gel dan magnesium trisilikat merupakan adsorben yang
baik; tidak hanya mengadsorpsi pepsin tapi juga protein dan besi

dalam makanan. Dosis tinggi magnesium trisilikat menyebabkan


diare. Banyak dilaporkan terjadinya batu silikat setelah
penggunaan kronik magnesium trisilikat.
b. Obat penghambat sekresi asam lambung
1) Penghambat pompa proton (PPI)
Obat ini bekerja di proses akhir produksi asam lambung, lebih
distal dari AMP. Saat ini yang digunakan di klinik adalah
omeprazol, esomeprazol, lansoprazol, rabeprazol, dan
pantoprazol. Penghambat pompa proton adalah suatu prodrug
yang membutuhkan suasana asam untuk aktivasinya. Setelah
diabsorpsi dan masuk ke sirkulasi sitemik obat ini akan berdifusi
ke sel parietal lambung, terkumpul di kanalikuli sekretoar dan
mengalami aktivasi disitu menjadi bentuk sulfonamide
tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan gugus sulfihidril
enzim H+K+ ATPase (pompa proton) dan berada di membrane
apical sel parietal. Ikatan ini menyebabkan terjadinya
penghambatan enzim tersebut. Efek samping yang umum terjadi
adalah mual, nyeri parut, konstipasi, dan diare. Dilaporkan pula
terjadi myopati subakut, artralgia, sakit kepala dan ruam kulit.
2) Sucralfate .
Cara kerjanya adalah dengan membentuk selaput pelindung di
dasar ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Sangat efektif
untuk mengobati ulkus peptikum dan merupakan pilihan kedua
dari antasid. Sucralfate diminum 3-4 kali/hari dan tidak diserap
ke dalam darah, sehingga efek sampingnya sedikit, tetapi bisa
menyebabkan sembelit.
3) Antagonis H2. Contohnya adalah cimetidine, ranitidine,
famotidine dan nizatidine. Obat ini mempercepat penyembuhan
ulkus dengan mengurangi jumlah asam dan enzim pencernaan di
dalam lambung dan duodenum. Diminum 1 kali/hari dan
beberapa diantaranya bisa diperoleh tanpa resep dokter. Pada
pria cimetidine bisa menyebabkan pembesaran payudara yang
bersifat sementara dan jika diminum dalam waktu lama dengan
dosis yang tinggi bisa menyebabkan impotensi. Perubahan
mental (terutama pada penderita usia lanjut), diare, ruam, demam
dan nyeri otot telah dilaporkan terjadi pada 1% penderita yang

mengkonsumsi cimetidine. Jika penderita mengalami salah satu


dari efek samping tersebut diatas, maka sebaiknya cimetidine
diganti dengan antagonis H2 lainnya. Cimetidine bisa
mempengaruhi pembuangan obat tertentu dari tubuh (misalnya
teofilin untuk asma, warfarin untuk pembekuan darah dan
phenytoin untuk kejang).
c. Obat yang meningkatkan pertahanan mukosa lambung
1) Sulkralfat Senyawa aluminium sukrosa sulfat ini membentuk
polimer mirip lem dalam suasana asam dan terikat pada jaringan
nekrotik tukak secara selektif. Sulkralfat hampir tidak diabsorpsi
secara sistemik. Obat yang bekerja sebagai sawar terhadap HCl
dan pepsin ini terutama efektif terhadap tukak duodenum. Karena
suasana asam perlu untuk mengaktifkan obat ini, maka pemberian
bersama AH2 atau antacid menurunkan biovailabilitas. Efek
samping yang tersering adalah konstipasi. Karena sulkralfat
mengandung aluminium, penggunaannya pada pasien gagal ginjal
harus hati-hati.
d. Antibiotik Untuk H. pylori
Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang
paling sering digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan
penghambat pompa proton. Terkadang ditambahkan pula bismuth
subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri,
penghambat pompa proton berfungsi untuk meringankan rasa sakit,
mual, menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan efektifitas
antibiotik. Terapi terhadap infeksi H. pylori tidak selalu berhasil,
kecepatan untuk membunuh H. pylori sangat beragam, bergantung
pada regimen yang digunakan. Akan tetapi kombinasi dari tiga obat
tampaknya lebih efektif daripada kombinasi dua obat. Terapi dalam
jangka waktu yang lama (terapi selama 2 minggu dibandingkan
dengan 10 hari) juga tampaknya meningkatkan efektifitas. Untuk
memastikan H. pylori sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan
kembali setelah terapi dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan
pemeriksaan feces adalah dua jenis pemeriksaan yang sering dipakai
untuk memastikan sudah tidak adanya H. pylori. Pemeriksaan darah
akan menunjukkan hasil yang positif selama beberapa bulan atau

bahkan lebih walaupun pada kenyataanya bakteri tersebut sudah


hilang.
Terapi lini pertama :
a. Urutan prioritas
1) PPI + amoksisilin + kklaritromisin
2) PPI + metronidazol + klaritromisin
3) PPI + metronidazol + tetrasiklin
Pengobatan dilakukan selama satu minggu.
Terapi lini kedua atau terapi kuadrupel
Terapi lini kedua dilakukan jika terdapat kegagalan pada lini pertama.
Kriteria gagal adalah 4 minggu pasca terapi, kuman H.pylori tetap
positif berdasarkan pemeriksaan UBT/HpSA atau histopatologi.
Urutan prioritas
1) Collodial bismuth subcitrate + PPI + amoksisilin + kklaritromisin
2) Collodial bismuth subcitrate + PPI + metronidazol + klaritromisin
3) Collodial bismuth subcitrate + PPI + metronidazol + tetrasiklin
Bila terapi lini kedua gagal sangat dianjurkan pemeriksaan kultur dan
resistensi H.pylori dengan media transport MIU.
Pembedahan
Jarang diperlukan pembedahan untuk mengatasi ulkus karena
pemberian obat sudah efektif. Pembedahan terutama dilakukan untuk:
a. mengatasi komplikasi dari ulkus peptikum (misalnya prforasi,
penyumbatan yang tidak memberikan respon terhadap pemberian
obat atau mengalami kekambuhan)
b. 2 kali atau lebih perdarahan karena ulkus
c. ulkus gastrikum yang dicurigai akan menjadi ganas
d. ulkus peptikum yang berat dan sering kambuhan.
Tetapi setelah dilakukan pembedahan, ulkus masih dapat kambuh dan
dapat timbul masalah-masalah lain seperti pencernaan yang buruk,
anemia dan penurunan berat badan.
4.9 komplikasi

Komplikasi dari dispepsia yaitu luka pada lambung yang dalam atau
melebar tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam
lambung dan dapat mengakibatkan kanker pada lambung.

misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak


mengganggu fungsi lambung.
4.11 prognosis

4.10 pencegahan
Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang
dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak
mengkomsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol,
dan pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit,

Prognosis tidak diketahui, dan para pasien ini sebaiknya dipantau


untuk mengetahui kemungkinan timbulnya komplikasi seperti
penyakit tukak peptik dan esofagitis refluks

Anda mungkin juga menyukai