Anda di halaman 1dari 45

Penanggulangan Demam Berdarah Dengue di Puskesmas

Bellinda Magdalena
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Semester VI
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no.6 - Jakarta Barat 11470
Email : bella.lena21@ymail.com

Pendahuluan
Demam berdarah dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan
menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Jumlah kasus yang dilaporkan cenderung
meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas. Kerugian sosial yang terjadi antara
lain karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga, dan
berkurangnya usia harapan penduduk. Dampak ekonomi langsung pada penderita DBD
adalah biaya pengobatan, sedangkan dampak ekonomi tidak langsung adalah kehilangan
waktu kerja, waktu sekolah dan biaya lain yang dikeluarkan selain untuk pengobatan seperti
transportasi dan akomodasi selama perawatan penderita. 1
Penyakit DBD sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien serta semakin luas
penyebarannya. Hal ini karena masih tersebarnya nyamuk Aedes aegypti (penular penyakit
DBD) di seluruh pelosok tanah air, kecuali pada daerah dengan ketinggian lebih dari 1000
meter di atas permukaan air laut.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) terutama menyerang anak-anak, namun
dalam beberapa tahun terakhir cenderung semakin banyak dilaporkan kasus DBD pada
orang dewasa. Penyakit ini ditandai dengan panas tinggi mendadak disertai kebocoran
plasma dan pendarahan, dapat mengakibatkan kematian serta menimbulkan wabah.
Untuk memberantas penyakit ini diperlukan pembinaan peran serta masyarakat yang
terus menerus dalam memberantas nyamuk penularnya dengan cara 3 M yaitu : menguras
tempat penampungan air (TPA), menutup TPA dan mengubur/menyingkirkan barang-barang
bekas yang dapat menampung air hujan. Cara pencegahan tersebut juga dikenal dengan
istilah PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk). Upaya memotivasi masyarakat untuk
melaksanakan 3M secara terus menerus telah dan akan dilakukan Pemerintah melalui
PBL Blok 26 Community Medicine

kerjasama lintas program dan lintas sektoral termasuk tokoh masyarakat dan swasta. Namun
demikian penyakit ini masih terus endemis dan angka kesakitan cenderung meningkat di
berbagai daerah. Oleh karena itu upaya untuk membatasi angka kematian penyakit ini sangat
penting.2

Pembahasan
Epidemiologi DBD
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan
oleh David Byfon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue
menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts)
kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena
demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri
otot, dan nyeri kepala Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan
penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi
virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang
ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand,
Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya
dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat
kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana
& tidak terkendali. (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis.
dan (4) Peningkatan sarana transportasi.
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain
status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan
(virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak
ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun
daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah
ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian
luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968
menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue
dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32C) dengan
PBL Blok 26 Community Medicine

kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama.
Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola
waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi
virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat
pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.2
Distribusi. Wabah DBD baru-baru ini telah terjadi di Filipina, Kaledonia baru, Tahiti,
Cina, Vietnam. Laos, Kamboja. Maldives, Kuba, Venezuela. French Guiana, Suriname.
Brasil. Kolombia. Niakaragua dan Puerto Rico. Indonesia merupakan wilayah endemis DBD
dengan sebaran di seluruh tanah air. KLB terbesar dilaporkan di Vietnam pada tahun 1987,
pada saat itu kira-kira 370.000 kasus dilaporan. 3
Sejak pertama ditemukan penyakit DBD di Indonesia (Surabaya dan Jakarta) pada
tahun 1968, jumlah kasus cenderung meningkat dan daerah penyebarannya bertambah luas,
sehingga pada tahun 1994 DBD telah tersebar ke seluruh propinsi di Indonesia. Pada tahun
2006 selama periode Januari-September tercatat 3 propinsi mengalami KLB, yaitu; Jawa
Barat, Sumatera Barat dan Kalimantan Barat di 8 kab/kota dengan jumlah kasus 1.323 orang,
21 orang diantaranya meninggal (CFR=1,59%). Jumlah KLB pada tahun 2006 ini menurun
tajam dibandingkan jumlah KLB pada tahun 2005 yang terjadi 12 propinsi di 35 kab/kota
dengan jumlah kasus 3.336 orang, 55 orang diantaranya meninggal (CFR=1,65%).
Faktor Determinan.
1) Agent - Virus penyebab Demam Dengue adalah flavivirus dan terdiri dari 4
serotipe yaitu serotipe 1,2,3 dan 4 (dengue -1.-2,-3 dan -4). Virus yang sama menyebabkan
Demam Berdarah Dengue (DBD). Semua serotipe dengue dapat menyebabkan DHF/DSS
pada unitan menurun menurut frekwensi penyakit yang ditimbulkan tipe 2. 3,4 dan 1. 2) Host
yaitu faktor intrinsik yang sangat dipengaruhi oleh genetik yang berhubungan dengan
meningkat atau menurunnya kepekaan individu terhadap penyakit tertentu . Faktor pejamu
yang merupakan faktor risiko untuk timbulnya penyakit adalah genetik, umur, jenis kelamin,
keadaan fisiologi, kekebalan, penyakit yang diderita sebelumnya dan sifat-sifat manusia.
3) Vektor Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan
ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus) mempunyai warna dasar hitam dengan bintikbintik putih terutama pada kakinya. Morfologinya khas yaitu mempunyai gambaran lira (lyreform) yang putih pada punggungnya (mesonotum). Telur Ae.aegypti mempunyai dinding yang

PBL Blok 26 Community Medicine

bergaris-garis dan menyerupai gambaran kain kasa. Larva Ae.aegypti mempunyai pelana yang
terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral.4
4) Reservoir - Virus dengue bertalian melalui siklus nyamuk Aedes aegypti-manusia di
daerah perkotaan negara tropis; sedangkan siklus monyet-nyamuk menjadi reservoir di Asia
Tenggara dan Afrika Barat. 5) Lingkungan (environment) Yang dimaksud dengan
lingkungan ialah agregat dari seluruh kondisi dan pengaruh-pengaruh luar yang
mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu organisasi. Secara umum lingkungan ini
dibedakan atas dua macam yakni:
a. Lingkungan fisik. Yang dimaksud dengan lingkungan fisik ialah lingkungan alamiah yang
terdapat di sekitar manusia. Lingkungan fisik ini banyak macamnya, misalnya cuaca, musim,
keadaan geografis dan struktur geologi. Pada kasus DBD dapat berupa tempat perindukan
Ae. aegypti yang merupakan tempat-tempat berisi air bersihyang letaknya berdekatan dengan
rumah penduduk (500m) dan udara yang lembab. Tempat perindukan buatan manusia;
speerti tempayan/gentong tempat penyimpanan air minum, bak mandi, pot bunga, kaleng,
botol, drum, ban mobil yang terdapat di halaman rumah; juga berupa tempat perindukan
alamiah; seperti kelopak daun anaman, tempurung kelapa, tinggak bambu dan lubang pohon
yang berisi air hujan.
b. Lingkungan non-fisik.Yang dimaksud dengan lingkungan non-fisik ialah lingkungan yang
muncul sebagai akibat adanya interaksi antar manusia. Ke dalam lingkungan non-fisik ini
termasuk faktor sosial budaya, norma, nilai dan adat istiadat.
Peranan lingkungan dalam menyebabkan timbul atau tidaknya penyakit dapat
bermacam-macam. Salah satu di antaranya ialah sebagai reservoir bibit penyakit
(environmental reservoir). Adapun yang dimaksud dengan reservoir ialah tempat hidup
yang dipandang paling sesuai bagi bibit penyakit. 5
Cara Transmisi. Ditularkan melalui gigitan nyamuk yang infektif terutama Aedes
aegypti. Ini adalah spesies nyamuk yang menggigit pada siang hari dengan peningkatan
aktivitas menggigit sekitar 2 jam sesudah matahari terbit dan beberapa jam sebelum matahari
tenggelam. Nyamuk tersebut mendapat virus dari orang yang dalam darahnya terdapat virus
itu. Orang itu (carrier) tidak harus orang yang sakit Demam Berdarah. Sebab, orang yang
mempunyai kekebalan, tidak tampak sakit atau bahkan sama sekali tidak sakit, walaupun
dalam darahnya terdapat virus dengue. Dengan demikian orang ini dapat menularkan penyakit
kepada orang lain. Virus dengue akan berada dalam darah manusia selama 1 minggu. Orang
dewasa biasanya kebal terhadap virus dengue.
PBL Blok 26 Community Medicine

Tempat-tempat yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya penularan demam


berdarah ialah tempat umum (Rumah Sakit, Puskesmas, Sekolah, Hotel/tempat penginapan)
yang kebersihan lingkungannya tidak terjaga, khususnya kebersihan tempat-tempat
penampungan air (bak mandi. WC, dsb).
Tidak ditularkan langsung dari orang ke orang. Penderita menjadi infektif bagi nyamuk
pada saat viremia yaitu : sejak beberapa saat sebelum panas sampai saat masa demam
berakhir, biasanya berlangsung selama 3 - 5 hari. Nyamuk menjadi infektif 8 - 1 2 h a r i
sesudah mengisap darah penderita viremia dan tetap infektif selama hidupnya.

Surveilans
Data tentang penyakit menular yang pernah terjadi di suatu daerah merupakan hasil
dari sistem pengamatan (surveilans) yang dilakukan oleh petugas di daerah tersebut. Data
ini penting untuk mengetahui bahwa di daerah tersebut pada masa yang lalu pernah
mengalami kejadian luar biasa. Daerah itu dapat berupa: rumah sakit, sekolah, industri,
pemukiman transmigrasi, kota, kabupaten, kecamatan, desa, atau negara.
Pengamatan

epidemiologis

penyakit

menular

ialah

kegiatan

yang

teratur

mengumpulkan, meringkas, dan analisis data tentang insidensi penyakit menular untuk
mengidentifikasikan kelompok penduduk dengan risiko tinggi, memahami cara penyebaran
dan mengurangi atau memberantas penyebarannya.
Setiap kasus harus dilaporkan dengan jelas dan lengkap meliputi diagnosis, mulai
timbulnya gejala, dan variabel demografi seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat dan
asal data (dokter, rumah sakit, puskesmas, sekolah, tempat kerja, dan lain-lain).
Dengan mengadakan analisis secara teratur, kita dapat memperoleh berbagai
informasi tentang penyakit musiman atau kecenderungan jangka panjang, perubahan
daerah penyebaran, kelompok penduduk risiko tinggi yang dirinci menurut umur, jenis
kelamin, suku, agama, sosial ekonomi, dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan.
Pengamatan epidemiologis secara garis besar dapat dilakukan secara: aktif dan pasif.6
Surveilans pasif ialah pengumpulan data yang diperoleh dari laporan bulanan sarana
pelayanan di daerah. Dari data yang diperoleh dapat diketahui distribusi geografis tentang
berbagai penyakit menular, penyakit rakyat, perubahan-perubahan yang terjadi, dan
kebutuhan tentang penelitian sebagai tindak lanjut.

PBL Blok 26 Community Medicine

Surveilans aktif ialah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung untuk
mempelajari penyakit tertentu dalam waktu yang relatif singkat dan dilakukan oleh petugas
kesehatan secara teratur seminggu sekali atau 2 minggu sekali untuk mencatat ada atau
tidaknya kasus baru penyakit tertentu.6
Pencatatan meliputi variabel demografis, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan,
sosial ekonomi, saat waktu timbul gejala, pola makanan, tempat kejadian yang berkaitan
dengan penyakit tertentu dan pencatatan tetap dilakukan walaupun tidak ditemukan kasus
baru.
Pengamatan Epidemiologi dan tindakan Pemberantasan7
a) Surveillance epidemiologi
1. Tujuan:
-

Deteksi secara dini adanya "out break" atau kasus-kasus yang endemis, sehingga

dapat dilakukan usaha penanggulangan secepatnya.


Mengetahui faktor-faktor terpenting yang menyebabkan atau membantu adanya
penularan-penularan atau wabah.

2. Daerah pelaksanaan:
-

Surveillance tidak hanya dilaksanakan di desa-desa dimana sudah pernah terdapat


penderita/penularan DBD saja, tetapi harus dilaksanakan juga di daerah- daerah
yang receptive, yaitu daerah-daerah dimana diketahui terdapat Aedes aegepti saja

sudah cukup untuk dinyatakan receptive.


3. Pelaksanaan:
-

Penemuan penderita.

Untuk hal ini perlu ditentukan kriteria yang Standard guna diagnosa klinis dan

konfirmasi laboratorium dari DBD.


-

Pelaporan penderita.

Penderita yang telah ditemukan di Puskesmas/Puskesmas Pembantu perlu


dilaporkan kepada unit-unit surveillance epidemiologi.

Penelitian wabah. Bila dicurigai adanya wabah perlu dilakukan penelitian di

lapangan, maksudnya ialah: 1) Untuk mengetahui adanya penderita-penderita lain atau


penderita-penderita tersangka DBD yang perlu dikonfirmasi laboratorium. 2)
Menentukan luas daerah yang terkena dan luas daerah yang perlu ditanggulangi. 3)
Penilaian sumber-sumber (inventory) mengenai keadaan umum setempat, mengenai
fasilitas dan faktor-faktor yang berperanan penting pada timbulnya wabah. 4) Setiap
kasus demam berdarah/tersangka demam berdarah perlu dilakukan kunjungan rumah
PBL Blok 26 Community Medicine

oleh petugas Puskesmas untuk penyuluhan dan pemeriksaan jentik di rumah kasus
tersebut dan 20 rumah di sekelilingnya. Bila terdapat jentik, masyarakat diminta
melakukan pemberantasan sarang nyamuk (Pada umumnya Penyemprotan/fogging,
dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Dati II. Prioritas fogging adalah pada areal dengan
kasus-kasus demam berdarah yang mengelompok, dan yang meninggal).
a)

Surveillance vektor Untuk tingkat Puskesmas kegiatannya membantu Tim Dati II atau

Dati I dalam pelaksanaan surveillance vektor ini.

Teknik penemuan kasus DBD.


Penyelidikan epidemiologi DBD merupakan kegiatan pelacakan penderita/tersangka
lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular penyakit demam berdarah dengue di rumah
penderita/tersangka dan rumah-rumah sekitarnya dalam radius sekurang-kurangnya 100
meter, serta tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penyebaran penyakit lebih
lanjut.
Metode pencarian kasus penyakit menular, terutama yang disebabkan nyamuk, di
Indonesia, dengan cara active case finding, passive case finding, ataupun survey (Mass
survey, Fever survey). Active Case Finding (ACD) umumnya dilaksanakan dengan cara
kunjungan dari rumah ke rumah oleh petugas kesehatan biasanya setiap 1 dan 2 bulan. Semua
rumah harus dapat dikunjungi dan dilakukan pemeriksaan terhadap adanya kemungkinan
infeksi DBD. ACD ini umumnya dilakukan di daerah non-endemis DBD. Umumnya di
Indonesia, pencarian kasus DBD menggunakan teknik Passive Case Finding (PCD). Pada
teknik PCD si penderita dengan gejala DBD datang ke di rumah sakit, Puskesmas, Puskesmas
Pembantu dan Poliklinik untuk berobat, kemudian dilakukan pemeriksaan hingga didiagnosa
penyakit DBD. PCD biasanya diperuntukkan di daerah endemis.

Upaya Kesehatan Pokok Puskesmas


Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni :7
I. Upaya Kesehatan Wajib Upaya kesehatan wajib Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit
tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib tersebut
adalah upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan, upaya kesehatan ibu dan anak serta

PBL Blok 26 Community Medicine

keluarga berencana, upaya perbaikan gizi masyarakat, upaya pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular dan upaya pengobatan. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Upaya Promosi Kesehatan


Upaya Kesehatan Lingkungan
Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
Upaya Pengobatan

II. Upaya Kesehatan Pengembangan Upaya kesehatan pengembangan Puskesmas adalah


upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat
serta yang disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan
dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok Puskesmas yang telah ada yakni a) Upaya
Kesehatan sekolah, b) Upaya Kesehatan Olahraga, c) Upaya Perawatan Kesehatan
Masyarakat, d) Upaya Kesehatan Kerja, e) Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut, f) Upaya
Kesehatan Jiwa, g) Upaya Kesehatan Mata, h) Upaya Kesehatan Usia Lanjut, i) Upaya
Pembinaan Pengobatan Tradisional.
Upaya laboratorium medis dan laboratorium kesehatan masyarakat serta upaya
pencatatan pelaporan tidak termasuk pilihan karena ketiga upaya ini merupakan pelayanan
penunjang dari setiap upaya wajib dan upaya pengembangan Puskesmas. Perawatan
kesehatan masyarakat merupakan pelayanan penunjang baik upaya kesehatan wajib maupun
kesehatan pengembangan. Apabila perawatan kesehatan masyarakat menjadi permasalahan
spesifik di daerah tersebut maka dapat dijadikan sebagai salah satu upaya kesehatan
pengembangan.
Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular DBD
Gejala umum DBD8
a.

Hari ke-1 :
(1 ) Mula-mula timbul panas mendadak (suhu badan 38 40)
(2) Badan lemah dan lesu

PBL Blok 26 Community Medicine

b.

Hari ke-2 atau ke-3 :


(3) Perut (ulu hati) terasa nyeri
(4) Petechiae (bintik-bintik merah di kulit) pada muka, lengan, paha, perut atau dada.
Kadang-kadang bintik-bintik merah ini hanya sedikit sehingga sering perlu pemeriksaan
yang teliti. Bintik-bintik merah ini mirip dengan bekas gigitan nyamuk. Untuk
membedakannya ranggangkan kulit: bila hilang, bukan demam berdarah. Untuk melihat
adanya petechiae lakukan pemeriksaan dengan tourniquet (rumpel leede) test. Test positif setelah pemeriksaan tourniquet (rumpel leede) keluar petechiae di tangan.
(5) Kadang-kadang terjadi perdarahan hidung (mimisan), mulut atau gusi dan muntah
darah atau berak darah. Tanda-tanda dan gejala di atas disebabkan karena pecahnya

c.

pembuluh darah kapiler yang terjadi di semua organ tubuh.


Hari ke-4 s/d 7 :
(6) Bila keadaan penyakit menjadi parah, penderita gelisah, berkeringat banyak, ujungujung tangan dan kaki dingin (pre shock).
(7) Bila keadaan (pre-shock) ini berlanjut, maka penderita dapat mengalami shock
(lemah tak berdaya, denyut nadi cepat atau sukar diraba), atau disebut dengan Dengue
Shock Syndrome (DSS), dan bila tidak segera ditolong dapat meninggal. Keadaan preshock dan shock ini disebabkan oleh adanya gangguan pada pembuluh darah kapiler
yang mengakibatkan merembesnya plasma darah keluar dari pembuluh darah. Selain itu
juga oleh karena adanya perdarahan.
Stadium DBD: (WHO, 1997)2

I : demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji
torniquet +
II : seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.
III : didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun ( 20
mmHg) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak
gelisah
IV : syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak teratur
Catatan: Adanya trombositopenia disertai hemokonsentrasi membedakan DBD derajat I/II
dengan DD. Pembagian derajat penyakit dapat juga dipergunakan untuk kasus dewasa.
Cara Diagnosis. Adanya 2 atau 3 kriteria klinik yang pertama disertai adanya
thrombocytopenia sudah cukup untuk menegakkan diagnosa Demam Berdarah secara klinik.

PBL Blok 26 Community Medicine

Bila kriteria tersebut belum/tidak dipenuhi disebut sebagai suspect Demam Berdarah.
Diagnosa pasti dilakukan dengan pemeriksaan serologis spesimen akut dan konvalescen.
Kriteria DBD: 1. Kriteria Klinis: a) demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, terus
menerus selama 2 7 hari, b) manifestasi perdarahan (uji torniquet positif, petekiia, akimosis,
purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena), c)
pembesaran hati, d) syok,ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah. 2. Kriteria
Laboratoris: a) trombositopenia 100.000/mm3, dan b) hemokonsentrasi, dapat dilihat dari
peningkatan hematokrit 20% atau lebih.2
Pengobatan umum di puskesmas
Pertolongan pada penderita yang dapat dilakukan meliputi: a) Beri penderita minum
banyak-banyak (air masak, susu, teh, atau minuman lain), b) Beri penderita obat penurun
panas dan/atau kompres dengan es, dan c) Penderita dengan gejala pre-shock harus dirawat
(di rumah sakit/Puskesmas).7
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat
berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus
DBD dengan komplikasi perlu perawatan intensif.
Tirah baring selama masih demam
Obat antipiretik atau kompres panas hangat.
Untuk menurunkan suhu dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidak

dianjurkan oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan atau asidosis.


Diajurkan pemberian cairan elektrolit (mencegah dehidrasi sebagai akibat demam,
anoreksia dan muntah) per oral, jus buah, sirup, susu. Disamping air putih, dianjurkan

diberikan selama 2 hari.


Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok. Periode kritis adalah pada saat suhu

turun pada umumnya hari ke-3 -5 fase demam.


Pemeriksaan kadar hematokrit berkala untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu

menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan vena.


Jenis cairan kristaloid : larutan ringer laktat ( RL), larutan ringer asetat (RA), larutan
garam faali (GF), detroksa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL), detroksa 5% dalam
larutan ringer asetat (D5/RA). (catatan : untukresusitasi syok dipergunakan larutan RL

atau RA tidak boleh larutan yang mengandung dekstran)


Cairan koloid : dekstran 40, plasma, albumin.
PBL Blok 26 Community Medicine

10

Penanggulangan dan Promosi Kesehatan


Upaya penanggulangan DBD telah dilaksanakan sejak tahun 1968, namun
diprogramkan secara teratur sejak tahun 1974 dengan dibentuknya Subdit Arbovirosis di
Departemen Kesehatan. Berbagai kegiatan telah dilaksanakan antara lain meliputi: 1)
Pelatihan dokter, 2) Pemberantasan vektor dan 3) Penyuluhan kepada masyarakat.
Mengingat vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia,
maka cara yang dapat dilakukan sampai saat ini ialah dengan memberantas nyamuk
penularnya (vektor). Pemberantasan vektor dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa
maupun jentiknya.
Pada tahun 1969-1980 pemberantasan vektor menggunakan insektisida dengan fogging
terutama bila terjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB). Pada tahun 1988, selain fogging
juga dilaksanakan abatisasi massal untuk membunuh jentik, yang dilakukan sebelum musim
penularan di daerah endemis.
Sejak tahun 1989/1990 dilaksanakan pemberantasan DBD secara terpadu, yaitu terdiri
dari penanggulangan fokus, fogging massal sebelum musim penularan dan abatisasi setiap
tiga bulan di kelurahan-kelurahan endemis. Di kelurahan-kelurahan lain dalam wilayah
kecamatan yang sama, dilakukan penyuluhan kepada masyarakat untuk melaksanakan PSN
DBD. Cara tersebut mulai diterapkan secara intensif pada tahun 1991/1992, namun luas
wilayah yang ditanggulangi masih sangat terbatas.
Namun demikian, hingga saat ini upaya pemberantasan DBD belum berhasil di
Indonesia, sehingga penyakit ini masih sering terjadi dan menimbulkan KLB di berbagai
daerah. Permasalahan utama dalam upaya menekan angka kesakitan adalah masih belum
berhasilnya upaya penggerakan peran serta masyarakat dalam PSN DBD melalui Gerakan
3M yang mulai diintensifkan sejak 1992.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan upaya pemberantasan penyakit DBD pada tahun
2004 baik selama KLB maupun sesudah KLB dan untuk tahun-tahun yang akan datang
diperlukan adanya Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dalam melakukan pemeriksaan jentik
secara berkala dan terus-menerus serta menggerakkan masyarakat dalam melaksanakan PSN
DBD.2

PBL Blok 26 Community Medicine

11

Penyuluhan dan penggerakan masyarakat untuk PSN (pemberantasan sarang nyamuk).


Penyuluhan/informasi tentang demam berdarah dan pencegahannya dilakukan melalui jalurjalur informasi yang ada:7
1.

Penyuluhan kelompok: PKK, organisasi sosial masyarakat lain, kelompok agama, guru,

murid sekolah, pengelola tempat umum/instansi, dll.


2.

Penyuluhan perorangan:
(1) Kepada ibu-ibu pengunjung Posyandu
(2) Kepada penderita/keluarganya di Puskesmas
(3) Kunjungan rumah oleh Kader/petugas Puskesmas

3.

Penyuluhan melalui media massa: TV, radio, dll (oleh Dinas Kesehatan Tk. II, I dan

pusat). Menggerakkan masyarakat untuk PSN penting terutama sebelum musim penularan
(musim hujan) yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh kepala Wilayah setempat.
Kegiatan PSN oleh masyarakat ini seyogyanya diintegrasikan ke dalam kegiatan di wilayah
dalam rangka program Kebersihan dan Keindahan Kota. Di tingkat Puskesmas,
usaha/kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) demam berdarah ini seyogyanya
diintegrasikan dalam program Sanitasi Lingkungan.
Cara MelakukanPenyuluhan Kelompok
a.

Penyuluhan kelompok dapat dilaksanakan di kelompok Dasawisma, pertemuan arisan


atau pada pertemuan Warga RT/RW, pertemuan dalam kegiatan keagamaan atau
pengajian, dan sebagainya.
Langkah-langkah dalam melakukan penyuluhan kelompok:1

b.
-

Usahakan agar setiap peserta pertemuan dapat duduk dalam posisi saling bertatap
muka satu sama lain. Misalnya berbentuk huruf U, O atau setengah lingkaran.

Mulailah dengan memperkenakan diri dan perkenalan semua peserta

Kemudian disampaikan pentingnya membicarakan demam berdarah dengue, antara


lain bahayanya, dapat menyerang sewaktu-waktu pada semua umur terutama anakanak.

Jelaskan materi yang telah disiapkan sebelumnya secara singkat dengan


menggunakan gambar-gambar atau alat peraga misalnya lembar balik (flipchart)
atau leaflet/poster

Setelah itu beri kesempatan kepada peserta untuk berbicara atau mengajukan
pertanyaan tentang materi yang dibahas

PBL Blok 26 Community Medicine

12

Pada akhir penyuluhan, ajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana materi
yang disampaikan telah dipahami.
Pelaporan penderita dan pelaporan kegiatan
a)

Sesuai dengan ketentuan/sistim pelaporan yang berlaku, pelaporan penderita demam

berdarah dengue menggunakan formulir :


(1) W1/laporan KLB (wabah)
(2) W2/laporan mingguan wabah
(3) SP2TP: LB 1/laporan bulanan data kesakitan, LB 2/laporan bulanan data kematian.
Sedangkan untuk pelaporan kegiatan menggunakan formulir LB3/laporan bulanan
kegiatan Puskesmas (SP2TP).
b) Penderita demam berdarah/suspect demam berdarah perlu diambil specimen darahnya
(akut dan konvalesens) untuk pemeriksaan serologis. Specimen dikirim bersama-sama ke
Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) melalui Dinas Kesehatan Dati II setempat.
Indikator KLB
KLB adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan / kematian dan atau meningkatnya
suatu kejadian atau kesakitan / kematian yang bermakna secara epidemiologi pada sutu
kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu. Termasuk kejadian kesakitan/kematian yang
disebabkan oleh penyakit menular maupun yang tidak menular dan kejadian bencana alam
yang disertai wabah penyakit.
Kriteria Penetapan KLB Demam Berdarah Dengue
(1) Timbulnya penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang sebelumnya tidak ada di
suatu daerah Tingkat II.
(2) Adanya peningkatan kejadian kesakitan DBD dua kali atau lebih dibandingkan jumlah
kesakitan yang biasa terjadi pada kurun waktu yang sama tahun sebelumnya.
Indikator KLB Demam Berdarah Dengue

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1202/Menkes/SK/VIII/2002 tentang


Indikator Indonesia Sehat 2010 dirumuskan indikator KLB Demam Berdarah Dengue
yaitu: "Aneka kesakitan (morbiditas) DBD adalah jumlah kasus DBD di suatu wilayah
tertentu selama satu tahun dibagi jumlah penduduk di wilayah dan kurun waktu yang
sama, dikalikan 100.000." (Depkes 2003)

PBL Blok 26 Community Medicine

13

Pencegahan & Pemberantasan vektor


Keputusan

Menteri

Kesehatan

Nomor

581/Menkes/SK/VII/1992:

upaya

pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilakukan melalui kegiatan pencegahan,


penemuan, pelaporan penderita, pengamatan penyakit dan penyelidikan epidiomologi,
penanggulangan seperlunya, penanggulangan lain dan penyuluhan kepada masyarakat.
a.

Cara memberantas nyamuk dewasa1


Fogging (pengasapan). Nyamuk Aedes aegypti dapat diberantas dengan fogging

(pengasapan) racun serangga, termasuk racun serangga yang dipergunakan sehari-hari di


rumah tangga. Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena dengan pengasapan itu yang
mati hanya nyamuk (dewasa) saja. Selama jentiknya tidak dibasmi, setiap hari akan muncul
nyamuk yang baru menetas dari tempat perkembang biakannya Karena itu cara yang tepat
adalah memberantas jentiknya yang dikenal dengan istilah PSN DBD yaitu singkatan dari
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue.
Fogging tertutup adlah pada saat fogging dilakukan semua pintu dan jendela ditutup
rapat rapat. Dilakukan sekitar jam 7.00 10.00 dan jam 15.00 18.00. Fogging terbuka
adalah pada saat fogging / pengasapan dilakukan semua pintu dan jendeladibuka lebar - lebar.
Dilakukan sekitar jam 7.00 10.00 dan jam 15.00 18.00. Fogging fokus adalah fogging
yang dilakukan dititik fokus dan sekitarnya dengan jarak radius 100 m atau 20 rumah
sekitarnya. Dilakukan dua siklus dengan jarak seminggu, diikuti abatisasi. Fogging fokus
dilakukan setelah penyelidikan epidemiologi positif.
Syarat PE /penyelidikan epidemiologi ( + ):
1. Dalam radius 100 m dari rumah penderita DBD ada 2 kasus DBD lainnya
2. Dalam radius 100 m dari rumah penderita DBD ditemukan ada kasus demam tanpa
sebab jelas
3. Dalam radius 100 m dari rumah penderita DBD ditemukan 1 kasus meninggal karena
sakit DBD
b.

Cara memberantas jentik Aedes aegypti

i) PSN DBD dilakukan dengan cara 3M, yaitu:


1. Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali.
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air
3. Menguburkan, mengumpulkan, memanfaatkan, atau menyingkirkan barang-barang
bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastik bekas, dan lainlain.
PBL Blok 26 Community Medicine

14

Selain itu ditambah dengan cara lainnya (yang dikenal dengan istilah 3M plus), seperti:
1. Ganti air vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lainnya seminggu sekali
2. Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak
3. Tutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon dan lain-lain misalnya dengan tanah
4. Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menapung air seperti pelepah pisang
atau tanaman lainnya termasuk tempat- tempat lain yang dapat menampung air hujan di
pekaranga, kebun, pemakaman, rumah-rumah kosong, dan lain-lain.
5. Lakukan larvasidasi, yaitu membubuhkan bubuk pembunuh jentik (Abate 1 G, Altosid
1,3 G dan Sumilarv 0,5 G (DBD)) di tempat- tempat yang sulit dikuras atau di daerah
yang sulit air
6. Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk
7. Pasang kawat kasa di rumah
8. Pencahayaan dan ventilasi memadai
9. Jangan biasakan menggantung pakaian dalam rumah
10. Tidur menggunakan kelambu, dan
11. Gunakan obat nyamuk (bakar, gosok) dan lain-lain untuk mencegah gigitan nyamuk.
Perlindungan perseorangan:7
Memberikan anjuran untuk mencegah gigitan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan
meniadakan sarang nyamuknya di dalam rumah. Yaitu dengan melakukan penyemprotan
dengan obat anti serangga yang dapat dibeli di toko-toko seperti baygon, raid dan lain lain.
1. Pemberantasan vektor jangka panjang (pencegahan)
Satu cara pokok untuk pemberantasan vektor jangka panjang ialah usaha peniadaan
sarang nyamuk, vas bunga dikosongkan tiap minggu, menguras bak mandi seminggu
sekali yaitu dengan menggosok dinding bagian dalam dari bak mandi tersebut, tempattempat persediaan air agar dikosongkan lebih dahulu sebelum diisi kembali. Maksudnya
agar larva-larva dapat disingkirkan.Dalam usaha jangka panjang untuk daerah dengan
vektor tinggi dan riwayat wabah DBD maka kegiatan Puskesmas lebih lanjut yaitu: 1)
Abatesasi untuk membunuh larva dan nyamuk, dan 2) Fogging dengan malathion atau
fonitrothion.
2. Pemberantasan vektor dalam keadaan wabah. Kegiatan Puskesmas adalah membantu : a)
Tim Propinsi/Dati II untuk survai larva dan nyamuk, b) Membantu penyiapan rumah
penduduk untuk di-fogging.
PBL Blok 26 Community Medicine

15

ii) Larvasidasi. Larvasidasi adalah menaburkan bubuk pembunuh jentik ke dalam tempattempat penampungan air. Bila menggunakan Abate disebut Abatisasi. Cara melakukan
larvasidasi:
1)

Menggunakan bubuk Abate 1 G (bahan aktif: Temephos 1%) Takaran penggunaan

bubuk Abate 1 G adalah sebagai berikut: Untuk 100 liter cukup dengan 10 gram bubuk
Abate 1 G dan seterusnya. Bila tidak ada alat untuk menakar, gunakan sendok makan, satu
sendok makan peres (yang diratakan di atasnya) berisi 10 gram Abate 1 G. Selanjutnya
tinggal membagikan atau menambahkannya sesuai dengan banyaknya air yang akan
diabatisasi. Takaran tidak perlu tepat betul.
2) Menggunakan Altosid 1,3 G (bahan aktif: Metopren 1,3%) Takaran penggunaan
Altosid 1,3 G adalah sebagai berikut: Untuk 100 liter air cukup dengan 2,5 gram bubuk
Altosid 1,3 G atau 5 gram untuk 200 liter air. Gunakan takaran khusus yang sudah tersedia
dalam setiap kantong Altosid 1,3 G. Bila tidak ada - alat penakar, gunakan sendok teh, satu
sendok teh peres (yang diratakan atasnya) berisi 5 gram Altosid 1,3 G. Selanjutnya tinggal
membagikan atau menambahkannya sesuai dengan banyaknya air. Takaran tidak perlu
tepat betul.
3) Menggunakan Sumilarv 0,5 G (DBD) (bahan aktif:piriproksifen 0,5%) Takaran
penggunaan Sumilarv 0,5 G (DBD) adalah sebagai berikut: Untuk 100 liter air cukup
dengan 0,25 gram bubuk Sumilarv 0,5 G (DBD) atau 0.5 gram untuk 200 liter air.
Gunakan takaran khusus yang tersedia (sendok kecil ukuran kurang lebih 0,5 gram).
Takaran tidak perlu tepat betul.
Angka Bebas Jentik
Merupakan salah satu indicator keberhasilan program pemberantasan vector penular
DBD. Angka Bebas Jentik sebagai tolak ukur upaya pemberantasan vector melalui gerakan
PSN-3M menunjukan tingkat partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD. Rata-rata ABJ
yang dibawah 95% menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD di
lingkunagnnya masing-masing belum optimal.
Cara Melakukan Pemeriksaan Jentik
Cara-cara memeriksa jentik: i) Periksalah bak mandi/WC, tempayan, drum dan tempattempat penampungan air lainnya, ii) Jika tidak tampak, tunggu 0,5-1 menit, jika ada jentik
ia akan muncul kepermukaan air untuk bernapas, iii) Di tempat yang gelap gunakan

PBL Blok 26 Community Medicine

16

senter/battery. iv) Periksa juga vas bunga, tempat minum nurung, kaleng-kaleng, plastik, ban
bekas dan lain-lain. Contoh formulir hasil pemeriksaan jentik
HASILPEMERIKSAAN JENTIK
RT/RW: .............
DESA/KELURAHAN :

No

Nama Kepala
Keluarga/pengelola
bangunan

Jentik
Alamat (RT/RW)

(+)

(-)

Keterangan

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Jentik1


............, ........................... 20...
Petugas Jumantik,
( ............................................................ )
Catatan: - Satu lembar formulir di isi untuk kurang lebih 30 KK (kepala keluarga)
- Melaporkan hasil pemeriksaan jentik (ABJ) ke puskesmas sebulan sekali.

Puskesmas
Manajemen Puskesmas9
Untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat yang sesuai dengan azas penyelenggaraan Puskesmas perlu ditunjang oleh
manajeman Puskesmas yang baik. Manajemen Puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang
bekerja secara sistematik untuk menghasilkan keluaran Puskesmas yang efektif dan efisien.
Rangkaian kegiatan sistematis yang dilaksanakan oleh Puskesmas membentuk fungsi-fungsi
manajeman. Ada tiga fungsi manajemen Puskesmas yang dikenal yakni Perencanaan,

PBL Blok 26 Community Medicine

17

Pelaksanaan

dan

Pengendalian

tersebut

harus

dilaksanakan

secara

terkait

dan

berkesinambungan.
I. Perencanaan
Perencanaan adalah proses penyusunan rencana tahunan Puskesmas untuk mengatasi masalah
kesehatan di wilayah kerja Puskesmas. Rencana tahunan Puskesmas dibedakan atas dua
macam. Pertama, rencana tahunan upaya kesehatan wajib. Kedua, rencana tahunan upaya
kesehatan pengembangan.
1. Perencanaan Upaya Kesehatan Wajib
Jenis upaya kesehatan wajib adalah sama untuk setiap Puskesmas yakni Promosi Kesehatan,
Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu dan Anak termasuk Keluarga Berencana, Perbaikan
Gizi Masyarakat, Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular serta Pengobatan.
Langkah-langkah perencanaan yang harus dilakukan Puskesmas adalah : a) Menyusun usulan
kegiatan, b) Mengajukan usulan kegiatan, dan c) Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan.
2. Perencanaan Upaya Kesehatan Pengembangan
Jenis upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan Puskesmas yang
telah ada, atau upaya inovasi yang dikembangkan sendiri. Langkah-langkah perencanaan
upaya kesehatan pengembangan yang dilakukan oleh Puskesmas mencakup hal-hal sebagai
berikut : a) Identifikasi upaya kesehatan pengembangan, b) Menyusun usulan kegiatan, c)
Mengajukan usulan kegiatan, dan d) Menyusun rencana pelaksanaan kegiatan.
II. Pelaksanaan dan Pengendalian
Pelaksanaan dan Pengendalian adalah proses penyelenggaraan, pemantauan serta penilaian
terhadap penyelenggaraan rencana tahunan Puskesmas, baik rencana tahunan upaya
kesehatan wajib maupun rencana tahunan upaya kesehatan pengembangan, dalam mengatasi
masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas. Langkah-langkah pelaksanaan dan
pengendalian adalah sebagai berikut :
A. Pengorganisasian
Untuk dapat terlaksananya rencana kegiatan Puskesmas perlu dilakukan pengorganisasian.
Ada dua macam pengorganisasian yang harus dilakukan. Pertama, pengorganisasian berupa
penentuan para penanggungjawab dan para pelaksana untuk setiap kegiatan serta untuk setiap
PBL Blok 26 Community Medicine

18

satuan wilayah kerja dan seluruh wilayah kerja kepada seluruh petugas Puskesmas dengan
mempertimbangkan kemampuan yang dimilikinya. Penetuan para penanggungjawab ini
dilakukan melalui pertemuan penggalangan tim pada awal tahun kegiatan.
Kedua, pengorganisasian berupa penggalangan kerjasama tim secara lintas sektoral. Ada dua
bentuk penggalangan kerjasama yang dapat dilakukan yaitu penggalangan kerjasama bentuk
dua pihak yakni antara dua sektor terkait, misalnya antara puskesmas dengan sektor tenaga
kerja pada waktu menyelenggarakan upaya kesehatan kerja dan penggalangan kerjasama
bentuk banyak pihak yakni antar berbagai sektor terkait, misalnya antara Puskesmas dengan
sektor pendidikan, serta agama, sektor kecamatan pada waktu menyelenggarakan upaya
kesehatan sekolah. Penggalangan kerjasama lintas sektor ini dapat dilakukan secara langsung
yakni antar sektor-sektor terkait dan secara tidak langsung yakni dengan memanfaatkan
pertemuan koordinasi kecamatan.
B. Penyelenggaraan
Setelah pengorganisasian selesai dilakukan, kegiatan selanjutnya adalah menyelenggarakan
rencana kegiatan Puskesmas, dalam arti para penanggungjawab dan para pelaksana yang telah
ditetapkan pada pengorganisasian, ditugaskan menyelenggarakan kegiatan Puskesmas sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Untuk dapat diselenggarakannya rencana tersebut
perlu dilakukan kegiatan sebagai berikut :
1. Mengkaji ulang rencana pelaksanan yang telah disusun terutama yang menyangkut jadwal
pelaksanaan, target pencapaian, lokasi wilayah kerja dan rincian tugas para penanggungjawab
dan pelaksanaan.
2. Menyusun jadwal kegiatan bulanan untuk tiap petugas sesuai dengan rencana pelaksanaan
yang telah disusun. Beban kegiatan Puskesmas harus terbagi habis dan merata kepda seluruh
petugas.
3. Menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Kendali mutu dan
kendali biaya merupakan 2 hal penting dalam penyelenggaraan Puskesmas. Kendali mutu
adalah upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, obyektif dan terpadu
dalam menetapkan masalah yang menyebabkan masalah mutu pelayanan berdasarkan standar
yang telah ditetapkan, menerapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai
dengan kemampuan yang tersedia serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran tindak
lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan. Sedangkan kendali biaya adalah upaya
PBL Blok 26 Community Medicine

19

yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam


menetapkan

kebijakan

dan

tatacara

penyelenggaraan

upaya

kesehatan

termasuk

pembiayaannya, serta memantau pelaksanaannya sehingga terjangkau oleh masyarakat.


C. Penilaian
Kegiatan penilaiaan dilakukan pada akhir tahun anggaran. Kegiatan yang dilakukan
mencakup hal-hal sebagai berikut : 1) Melakukan penilaiaan terhadap penyelenggaraan
kegiatan dan hasil yang dicapai, dibandingkan dengan rencana dan standar pelayanan Sumber
data yang dipergunakan pada penilaian dibedakan atas dua, berbagai sumber data lain yang
terkait, yang dikumpulkan secara khusus pada akhir tahun Kedua, sumber data sekunder
yakni data dari hasil pemantauan bulanan dan triwulan. 2) Menyusun saran peningkatan
penyelenggaraan kegiatan sesuai dengan pencapaian serta masalah dan hambatan yang
ditemukan untuk rencana tahun berikutnya.
III. Pengawasan dan Pertanggungjawaban
Pengawasan dan pertanggungjawaban adalah proses memperoleh kepastian atas kesesuaian
penyelengaraan dan pencapaian tujuan Puskesmas terhadap rencana dan peraturan perundangundangan serta berbagai kewajiban yang berlaku. Untuk terselenggaranya pengawasan dan
pertanggungjawaban dilakukan kegiatan sebagai berikut :
1. Pengawasan Pengawasan dibedakan atas dua macam yakni pengawasan internal dan
eksternal. Pengawasan internal dilakukan secara melekat oleh atasan langsung. Pengawasan
eksternal dilakukan oleh masyarakat, dinas kesehatan kabupaten/kota serta berbagai institusi
pemerintah terkait. Pengawasan mencakup aspek adminstratif, keuangan dan teknis
pelayanan. Apabila pada pengawasan ditemukan adanya penyimpangan, baik terhadap
rencana, standar, peraturan perundangudangan maupun berbagai kewajiban yang berlaku,
perlu dilakukan pembinaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Pertanggungjawaban Pada setiap akhir tahun anggaran, Kepala Puskesmas harus
membuat laporan pertanggungjawaban tahunan yang mencakup pelaksanaan kegiatan, serta
perolehan dan penggunaan berbagai sumberdaya termasuk keuangan. Laporan tersebut
disampaikan kepada Dinas kesehatan kabupaten/kota serta pihak-pihak terkait lainnya,
termasuk masyarakat melalui Badan Penyantun Puskesmas. Apabila terjadi penggantian
Kepala Puskesmas, maka Kepala Puskesmas yang lama diwajibkan membuat laporan
pertanggungjawaban masa jabatannya.
PBL Blok 26 Community Medicine

20

Pemantauan Pelaksanaan7
(Sistem Pencatatan Dan Pelaporan Terpadu Puskesmas SP2TP)
1)

Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup


a) Pengertian: Dalam manajemen diperlukan adanya data yang akurat, tepat waktu dan
kontinu serta mutakhir secara periodik. Berdasar S.K. Menteri Kesehatan nomor
63/Menkes/ll/l98l, berlaku sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas
(SP2TP). SP2TP adalah tata cara pencatatan dan pelaporan yang lengkap untuk
pengelolaan Puskesmas, meliputi keadaan fisik, tenaga, sarana dan kegiatan pokok
yang dilakukan serta hasil yang dicapai oleh Puskesmas. Dengan melakukan SP2TP
sebaik-baiknya, akan didapat data dan informasi yang diperlukan untuk perencanaan,
penggerakan pelaksanaan, pemantauan, pengawasan, pengendalian dan penilaian
penampilan Puskesmas serta situasi kesehatan masyarakat umumnya.
b) Tujuan:
1. Umum: Tersedianya data dan informasi yang akurat tepat waktu dan mutakhir
secara periodik/ teratur untuk pengelolaan program kesehatan masyarakat melalui
Puskesmas di berbagai tingkat administrasi.
2. Khusus: a) Tersedianya data yang meliputi keadaan fisik, tenaga, sarana dan
kegiatan pokok Puskesmas yang akurat tepat waktu dan mutakhir secara teratur. b)
Terlaksananya pelaporan data tersebut secara teratur di berbagai jenjang ad ministrasi, sesuai dengan peraturan yang berlaku. c) Termanfaatkannya data
tersebut untuk pengambilan keputusan dalam rangka pengelolaan program
kesehatan masyarakat melalui Puskesmas di berbagai tingkat administrasi.
c) Ruang Lingkup
(1) SP2TP dilakukan oleh semua Puskesmas (termasuk Puskesmas dengan
Perawatan, Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling).
(2) Pencatatan dan Pelaporan mencakup: a) data umum dan demografi wilayah kerja
Puskesmas, b) data ketenagaan di Puskesmas, c) data sarana yang dimiliki Puskesmas,
dan d) data kegiatan pokok Puskesmas yang dilakukan baik di dalam maupun di luar
gedung Puskesmas.
(3) Pelaporan dilakukan secara periodik (bulanan, tribulanan, semester dan tahunan),
dengan menggunakan formulir yang baku. Seyogyanya berjenjang dari Puskesmas ke

PBL Blok 26 Community Medicine

21

Dati II, dari Dati II ke Dati I, dan Dati I ke Pusat. Namun sementara ini dapat
dilakukan dari Dati II langsung ke Pusat, dengan tindasan ke Propinsi.
2) Beberapa Batasan
Dalam pelaksanaan SP2TP ada beberapa batasan tentang istilah yang digunakan untuk men dapatkan kesamaan pengertian, sehingga pencatatan dilakukan dengan benar dan sama di
seluruh Puskesmas.
a) Kunjungan Ada 2 (dua) macam kunjungan: .
(1) Kunjungan seseorang ke Puskesmas, Puskesmas Pembantu, baik untuk mendapat
pelayanan kesehatan maupun sekedar mendapat keterangan sehat-sakit. Untuk ini
dibedakan 2 (dua) kategori:

Kunjungan baru, ialah seseorang yang pertama kali datang ke Puskesmas/Puskesmas


Pembantu, sehingga seumur hidupnya hanya dicatat sebagai satu kunjungan baru.

Kunjungan lama, ialah seseorang yang datang Puskesmas/Puskesmas Pembantu yang


kedua kali dan seterusnya untuk mendapat pelayanan kesehatan.
(2) Kunjungan Sebagai Kasus. Kunjungan kasus adalah kasus baru + kasus lama +
kunjungan baru + kunjungan lama suatu penyakit.

b) Kasus Ada 2 macam kasus:

Kasus baru, adalah "new episode of illness, yaitu pernyataan pertama kali seseorang
menderita penyakit tertentu sebagai hasil diagnosa dokter atau tenaga paramedis.

Kasus lama adalah kunjungan Kedua dan seterusnya, dari kasus baru yang belum
dinyatakan sembuh atau kunjungan kasus lama dalam tahun/periode yang sama.
Untuk tahun berikutnya, kasus ini diperhitungkan sebagai kasus baru.

c)

Keluarga. Keluarga dalam catatan SP2TP adalah satu kepala keluarga beserta

anggotanya yang terdiri dari isteri, anak-anak (kandung, tiri dan angkat), dan orang lain
yang tinggal dalam satu atap/rumah.
d) Nomor Kode Puskesmas. Pemberian nomor kode Puskesmas/Puskesmas Pembantu
berdasar pada letak geografis dan jenjang administrasi serta peresmian per S.K. Bupati atas
existensinya setelah dibangun.

PBL Blok 26 Community Medicine

22

Pelaksanaan SP2TP
Pelaksanaan SP2TP terdiri dari 3 kegiatan, ialah: a) Pencatatan dengan menggunakan
format, b) Pengiriman laporan dengan menggunakan format secara periodik, dan c)
Pengolahan analisis dan pemanfaatan data/informasi.
a) Pencatatan Pencatatan dilakukan dalam gedung Puskesmas/Puskesmas Pembantu,
yaitu mengisi: 1) Family Folder (Kartu Individu dan Kartu Tanda Pengenal Keluarga); 2)
Buku Register untuk : Rawat jalan/rawat nginap, Penimbangan, Kohort lbu, KohortAnak,
Persalinan, Laboratorium, Pengamatan penyakit menular, Imunisasi, dan P.KM.; 3) Kartu
Indek Penyakit (Kelompok Penyakit) yang disertai distribusi jenis kelamin, golongan, umur
dan desa; 4) Kartu Perusahaan; 5) Kartu Murid; 6) Sensus harian (Penyakit dan Kegiatan
Puskesmas) untuk mempermudah pembuatan laporan. Petunjuk pengisiannya ada dalam
Buku Pedoman SP2TP.
b) Pelaporan Jenis dan periode laporan sebagai berikut : 1) Bulanan a) Data
Kesakitan, b) Data Kematian, c) Data Operasional (Gizi, Imunisasi dan KIA) & d) Data
Manajemen Obat; 2) Triwulan a) Data kegiatan Puskesmas; 3) Tahunan a) Umum,
Fasilitas, b) Sarana & c) Tenaga.
Alur pengiriman laporan adalah sebagai berikut: 1) Alur pengiriman laporan sampai
saat akhir Pelita V adalah : a) Laporan dari Puskesmas dikirim ke Dinas Kesehatan Tk. II
untuk diolah sesuai dengan petunjuk, dan selanjutnya direkapitulasi, laporan dikirim ke
Dinkes Tk. I dan Departemen Kesehatan c.q. Bagian Informasi Ditjen Pembinaan Kesehatan
Masalah, b) Umpan balik dari Departemen Kesehatan dikirim ke Ka. Kanwil Departemen
Kesehatan Propinsi. 2) Alur pengiriman laporan jangka panjang (mulai Pelita VI) adalah
mengikuti jalur jenjang administratif organisasi. Departemen Kesehatan menerima laporan
dari Kantor WHayah Departemen Kesehatan R.l.
c) Pengolahan, Analisa dan Pemanfaatan. Pengolahan, analisa dan pemanfaatan data
SP2TP dilaksanakan di tiap jenjang administrasi yang pemanfaatannya disesuaikan dengan
tugas dan fungsinya dalam mengambil keputusan. Di tingkat Puskesmas, untuk tindakan
segera serta untuk pemantauan pelaksanaan program (operative) sebagai early warning
system. Pada tingkat Dati II dapat digunakan untuk pemantauan, pengendalian dan
pengambilan tindakan koreksi yang diperlukan. Pada tingkat I dapat digunakan juga untuk
perencanaan program uan pemberian bantuan yang diperlukan. Pada tingkat Pusat digunakan
dalam pengambilan kebijaksanaan yang diperlukan.
PBL Blok 26 Community Medicine

23

Pemanfaatan data SP2TP - Pada hakekatnya data dari SP2TP mempunyai peran ganda,
karena:
(a) Data tersebut dilaporkan dari Puskesmas untuk kebutuhan administrasi di atasnya, dalam
rangka pembinaan, perencanaan serta penetapan kebijaksanaan.
(b) Data tersebut dapat dimanfaatkan oleh Puskesmas sendiri dalam rangka peningkatan
upaya kesehatan Puskesmas, melalui perencanaan (micro planning), penggerakan,
pelaksanaan (mini lokakarya) dan pengawasan, pengendalian, serta penilaian
(stratifikasi). Salah satu komponen dari pengawasan adalah pemantauan yang merupakan
tindak lanjut secara kontinu dari kegiatan program yang dikaitkan dengan proses
pengambilan keputusan serta tindakan (action).

Azas Penyelenggaraan Puskesmas10


Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan unaya kesehatan pengembangan harus
menerapkan azas penyelenggaraan Puskesmas secara terpadu. Azas penyelenggaraan
Puskesmas tersebut dikembangkan dari ketiga fungsi Puskesmas. Dasar pemikirannya adalah
pentingnya menerapkan prinsip dasar dari setiap fungsi Puskesmas dalam menyelenggarakan
setiap upaya Puskesmas, baik upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan
pengembangan. Azas penyelenggaraan Puskesmas yang dimaksud adalah:

1. Azas Pertanggungjawaban Wilayah


Azas penyelenggaraan Puskesmas yang pertama adalah pertanggungjawaban wilayah. Dalam
arti Puskesmas bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
bertempat tinggal di wilayah kerjanya. Untuk ini Puskesmas harus melaksanakan berbagai
kegiatan, antara lain sebagai berikut:
a. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan sehingga berwawasan
kesehatan
b. Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan masyarakat di
wilayah kerjanya
c. Membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan oleh masyarakat
dan dunia usaha di wilayah kerjanya
d. Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara merata dan
terjangkau di wilayah kerjanya
PBL Blok 26 Community Medicine

24

Diselenggarakannya upaya kesehatan strata pertama oleh Puskesmas Pembantu, Puskesmas


Keliling, Bidan di Desa serta berbagai upaya kesehatan di luar gedung Puskesmas lainnya
(outreach actrvrties) pada dasarnya merupakan realisasi dan pelaksanaan azas pertanggungjawaban wilayah
2. Azas Pemberdayaan Masyarakat
Azas penyelenggaraan Puskesmas yang kedua adalah pemberdayaan masyarakat. Dalam arti
Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat, agar berperan aktif
dalam penyelenggaraan setiap upaya Puskesmas. Untuk ini, berbagai potensi masyarakat
perlu dihimpun melalui pembentukan Badan Penyantun Puskesmas (BPP). Beberapa
kegiatan yang harus dilaksanakan oleh Puskesmas dalam rangka pemberdayaan masyarakat
antara lain:
a. Upaya Kesehatan Ibu dan anak Posyandu, Polindes, Bina Keluarga Balita (BKB)
b. Upaya Pengobatan Posyandu, Pos Obat Desa (POD),
c. Upaya Perbaikan Gizi: Posyandu, Panti Pemulihan Gizi, Keluarga Sadar Gizi
(Kadarzi)
d. Upaya Kesehatan Sekolah: dokter kecil, penyertaan guru dan orang tua/wali murid,
Saka Bakti Husada (SBH), Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)
e. Upaya Kesehatan Lingkungan. Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa Percontohan
Kesehatan Lingkungan (DPKL)
f. Upaya Kesehatan Usia Lanjut: Posyandu Usila, panti wreda
g. Upaya Kesehatan kerja: Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)
h. Upaya Kesehatan Jiwa: Posyandu, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat
(TPKJM)
i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional: Taman Obat Keluarga (TOGA),
Pembinaan Pengobat Tradisional (Battra)
j.

Upaya Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (inovatif): dana sehat, Tabungan Ibu
Bersalin (Tabulin), mobilisasi dana keagamaan.

3. Azas Keterpaduan
Azas penyelenggaraan Puskesmas yang ketiga adalah keterpaduan. Untuk mengatasi
keterbatasan sumberdaya serta diperolehnya hasil yang optimal, penyelenggaraan setiap
upaya Puskesmas harus diselenggarakan secara terpadu, jika mungkin sejak dari tahap
perencanaan. Ada dua macam keterpaduan yang perlu diperhatikan yakni:

PBL Blok 26 Community Medicine

25

a. Keterpaduan Lintas Program. Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan


penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggung jawab Puskesmas.
Contoh keterpaduan lintas program antara lain:
i.

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS): keterpaduan KIA dengan P2M, Gizi,
Promosi Kesehatan, Pengobatan,

ii.

Upaya Kesehatan Sekolah (UKS): keterpaduan kesehatan lingkungan dengan


Promosi Kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja dan
kesehatan jiwa

iii.

Puskesmas Keliling: keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB, gizi, promosi


kesehatan, kesehatan gigi

iv.

Posyandu: keterpaduan KIA dengan KB, Gizi, P2M, kesehatan jiwa. promosi
kesehatan

b. Keterpaduan Lintas Sektor. Keterpaduan lintas sektor adalah upaya memadukan


penyelenggaraan upaya Puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) dengan berbagai
program dari sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatan dan
dunia usaha. Contoh keterpaduan lintas sektor antara lain:
1. Upaya Kesehatan Sekolah: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala
desa, pendidikan, agama
2. Upaya Promosi kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala
desa, pendidikan, agama, pertanian
3. Upaya Kesehatan ibu dan anak: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, PKK, PLKB
4. Upaya Perbaikan gizi: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala
desa, pertanian, pendidikan, agama, koperasi, dunia usaha, PKK, PLKB
5. Upaya Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan dengan
camat, lurah/kepala desa, tenaga kerja, koperasi, dunia usaha, organisasi
kemasyarakatan
6. Upaya Kesehatan kerja: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala
desa, tenaga kerja, dunia usaha
4. Azas Rujukan
Azas penyelenggaraan Puskesmas yang keempat adalah rujukan. Sebagai sarana
pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki oleh Puskesmas terbatas.
Padahal Puskesmas berhadapan langsung dengan masyarakat dengan berbagai permasalahan
PBL Blok 26 Community Medicine

26

kesehatannya. Untuk membantu Puskesmas menyelesaikan berbagai masalah kesehatan


tersebut dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap upaya
Puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) harus ditopang oleh azas rujukan.
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus penyakit atau
masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam arti
dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya,
maupun secara horizontal dalam arti antar strata sarana pelayanan kesehatan yang sama.
Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas ada dua
macam rujukan yang dikenal yakni:
a. Rujukan Upaya Kesehatan Perorangan
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila suatu
Puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka Puskesmas
tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu (baik
horizontal maupun vertikal). Sebaliknya pasien pasca rawat inap yang hanya memerlukan
rawat jalan sederhana, dirujuk ke Puskesmas.
Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam:
1) Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (misal
operasi) dan lain-lain.
2) Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih
lengkap.
3) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih kompeten
untuk melakukan bimbingan tenaga Puskesmas dan atau pun menyelenggarakan
pelayanan medik di Puskesmas.
b. Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah kesehatan masyarakat,
misalnya kejadian luar biasa, pencemaran lingkungan, dan bencana.
Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan apabila satu Puskesmas tidak
mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat wajib dan pengembangan,
padahal upaya kesehatan masyarakat tersebut telah menjadi kebutuhan masyarakat.
Apabila suatu Puskesmas tidak mampu menanggulangi masalah kesehatan masyarakat
dan atau tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat, maka Puskesmas
wajib merujuknya ke dinas kesehatan kabupaten/ kota. Rujukan upaya kesehatan
masyarakat dibedakan atas tiga macam :

PBL Blok 26 Community Medicine

27

i.

Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging, peminjaman
alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audiovisual, bantuan obat, vaksin,

ii.

bahan-bahan habis pakai dan bahan makanan.


Rujukan tenaga, antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyidikan kejadian luar
biasa, bantuan penyelesaian masalah hukum kesehatan, penanggulangan gangguan
kesehatan karena bencana alam.

iii.

Rujukan

operasional,

tanggungjawab

yakni

penyelesaian

menyerahkan
masalah

sepenuhnya

kesehatan

kewenangan

masyarakat

dan

dan
atau

penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat (antara lain Usaha Kesehatan


Sekolah, Usaha Kesehatan Kerja, Usaha Kesehatan Jiwa, pemeriksaan contoh air
bersih)

kepada

Dinas

kesehatan

kabupaten/kota.

Rujukan

operasional

diselenggarakan apabila Puskesmas tidak mampu.


Stratifikasi Pelayanan Kesehatan11
Strata pelayanan kesehatan yang dianut oleh tiap negara tidaklah sama, namun secara
umum berbagai strata ini dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yakni:
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat
pertama (primary health services) adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok (basic
health services), yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai
nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada umumnya pelayanan
kesehatan tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan (ambulatory/out patient services)
2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat
kedua (secondary health services) adalah pelayanan kesehatan yang lebih lanjut, telah bersifat
rawat inap (in patient services) dan untuk menyelenggarakannya telah dibutuhkan tersedianya
tenaga-tenaga spesialis.
3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat
ketiga (tertiary health services) adalah pelayanan kesehatan yang bersifat lebih kom- plek dan
umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga subspesiahs.

Sistem Rujukan
Mekanisme hubungan kerja yang memadukan satu strata pelayanan dengan strata
pelayanan kesehatan lain banyak macamnya. Salah satu diantaranya dikenal dengan nama
sistem rujukan (referal system). Indonesia juga menganut sistem rujukan ini, sepera yang
PBL Blok 26 Community Medicine

28

dapat dilihat dalam Sistem Kesehatan Nasional. Inilah sebabnya pelayanan kesehatan yang ada
di Indonesia, dibedakan atas beberapa strata seperti misalnya rumah sakit yang dibedakan atas
beberapa kelas, mulai dari kelas D pada tingkat yang paling bawah sampai ke kelas A pada
tingkat yang paling atas.11
Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan di Indonesia, seperti yang telah
dirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 32 tahun 1972 ialah suatu sistem
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal
balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit
yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horisontal dalam arti
antar unit-unit yang setingkat kemampuannya.
a. Sistem Rujukan Upaya Kesehatan:7
Adalah suatu sistem jaringan pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya
penyerahan tanggung-jawab secaratimbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus
atau masalah kesehatan masyarakat, baik secara vertikal maupun horisontal, kepada yang
lebih kompeten, terjangkau dan dilakukan secara rasional.
b. Jenis Rujukan:
Sistem rujukan ini secara konsepsional menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1) Rujukan medik. Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit
serta pemulihan kesehatan. Dengan demikian rujukan medik pada dasarnya berlaku untuk
pelayanan kedokteran (medical services). Rujukan medik meliputi:11
a) Konsultasi penderita, untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan operatif dan
lain-lain. Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.
b) Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.
c)

Mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk

meningkatkan mutu pelayanan pengobatan setempat.


2) Rujukan Kesehatan. Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit
dan peningkatan derajat kesehatan. Dengan demikian rujukan kesehatan pada dasarnya berlaku
untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public health services). Rujukan kesehatan dibedakan
atas tiga macam yakni rujukan teknologi, sarana dan operasional. Rujukan kesehatan adalah
rujukan yang menyangkut masalah kesehatan masyarakat yang bersifat preventif dan promotif
yang antara lain meliputi bantuan:
b) Survei epidemiologi dan pemberantasan penyakit atas Kejadian luar biasa atau
berjangkitnya penyakit menular.
PBL Blok 26 Community Medicine

29

c)

Pemberian pangan atas terjadinya kelaparan di suatu wilayah.

d) Penyidikan sebab keracunan, bantuan teknologi penanggulangan keracunan dan


bantuan obat-obatan atas terjadinya keracunan masai.
e)

Pemberian makanan, tempat tinggal dan obat-obatan untuk pengungsi atas terjadinya
bencana alam.

f)

Saran dan teknologi untuk penyediaan air bersih atas masalah kekurangan air bersih
bagi masyarakat umum.

g) Pemeriksaan spesimen air di Laboratorium Kesehatan dan sebagainya.


Bagan1. Rujukan Pelayanan Kesehatan11

c. Tujuan Sistem Rujukan Upaya Kesehatan


1) Umum. Dihasilkannya pemerataan upaya pelayanan kesehatan yang didukung mutu
pelayanan yang optimal dalam rangka memecahkan masalah kesehatan secara berdaya
guna dan berhasil guna.
2) Khusus:
i.

Dihasilkannya upaya pelayanan kesehatan klinik yang bersifat kuratif dan


rehabilitatif secara berhasil guna dan berdaya guna.

ii.

Dihasilkannya upaya kesehatan masyarakat yang bersifat preventif dan promotif


secara berhasil guna dan berdaya guna.

d. Jenjang tingkat pelayanan kesehatan


Jenjang (Hirarki)

Komponen/unsur pelayanan kesehatan


PBL Blok 26 Community Medicine

30

Tingkat Rumah Tangga

Pelayanan

kesehatan

oleh

individu

atau

oleh,

keluarganya sendiri
Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka

Tingkat Masyarakat

sendiri oleh Kelompok Paguyuban, PKK, Saka Bhakti

Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Husada, anggota RW, RT dan masyarakat


Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling,

Profesional Tingkat Pertama


Fasilitas Pelayanan Rujukan

Praktek Dokter Swasta, Poliklinik Swasta, dll.


Rumah Sakit Kabupaten, R.S. Swasta, Laboratorium,

Tingkat Pertama
I Fasilitas Pelayanan Rujukan |

Klinik Swasta, dll.


Rumah Sakit kelas B dan A serta Lembaga Spesialistik

yang lebih tinggi

Swasta, Lab. Kes. Da., Lab. Klinik Swasta, dll.

Jalur rujukan dapat berlangsung sebagai berikut: Rujukan Medik: 1) Intern antara petugas
Puskesmas. 2) Antara Puskesmas Pembantu dengan Puskesmas. 3) Antara masyarakat dengan
Puskesmas. 4) Antara satu Puskesmas dengan Puskesmas yang lain. 5) Antara Puskesmas
dengan Rumah Sakit, Laboratorium, atau fasilitas kesehatan
Bagan 2. Jalur Rujukan Puskesmas7

PBL Blok 26 Community Medicine

31

Pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia11


Untuk Indonesia penanggung jawab pelayanan kesehatan masyarakat adalah
Departemen Kesehatan yang menurut KEPRES NO. 15 tahun 1984 memang diserahkan tugas
sebagai penyelenggara sebagian dari tugas umum pemerintahan dan pembangunan dibidang
kesehatan. Untuk ini, Departemen Kesehatan melalui segenap aparatnya yang tersebar di
seluruh tanah air, aktif menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat. Aparat yang
dimaksud ialah Kantor Wilayah Departemen Kesehatan yang terdapat disetiap propinsi serta
Kantor Departemen Kesehatan yang terdapat disetiap Kabupaten.
Hanya saja sesuai dengan UU Pokok Pemerintahan Daerah No. 5 tahun 1974 dimana
tanggung jawab kesehatan berada pada Pemerintah Daerah maka ditingkat pemerintah daerah
juga ditemukan aparat pemerintah yang bertanggung jawab dalam bidang kesehatan. Aparat
yang dimaksud ialah Kantor Dinas Kesehatan Propinsi untuk tingkat propinsi, Kantor Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kotamadya untuk tingkat Kabupaten/Kotamadya serta Kantor
Kesehatan Kecamatan untuk tingkat Kecamatan (masih dalam tahap perencanaan).
Dari uraian yang seperti ini menjadi jelaslah bahwa peranan kantor dalam Sistem
Kesehatan di Indonesia, tidak hanya sebagai pelaksana fungsi administrasi saja, tetapi juga
sebagai pelaksana fungsi pelayanan kesehatan. Dengan perkatan lain Kantor Departemen
Kesehatan dan atau Kantor Dinas Kesehatan yang terdapat di kabupaten juga bertanggung
jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan, yang dalam hal ini adalah pelayanan
kesehatan masyarakat seperti misalnya mengatasi keadaan wabah yang terjangkit di wilayah
kerjanya.
Tentu mudah dipahami bahwa fungsi pelayanan kesehatan masyarakat yang dimiliki
oleh berbagai 'kantor' ini sifatnya hanya merupakan pelayanan rujukan saja. Sedangkan
sebagai pelaksana pelayanan kesehatan masyarakat sehari-hari, dipercayakan kepada
PUSKESMAS, yang oleh pemerintah memang didirikan di semua kecamatan di Indonesia.
Untuk lebih memperluas cakupan pelayanan kesehatan masyarakat tersebut, pada
beberapa kecamatan yang jumlah penduduknya lebih dari 30.000 dan yang wilayah kerjanya
terlalu luas, didirikan PUSKESMAS Pembantu. Kecuali itu untuk lebih mendekatkan

PBL Blok 26 Community Medicine

32

pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang bertempat tinggal jauh dari PUSKESMAS
diselenggara PUSKESMAS Keliling.
Selanjutnya sesuai dengan prinsip perlunya melibatkan potensi masyarakat, pada saat
ini pemerintah berupaya secara maksimal untuk mengikutsertakan potensi masyarakat yang
dimaksud. Peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan masyarakat secara keseluruhan
disebut dengan nama Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) yang
pengorganisasiannya berada dalam naungan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).
Sedangkan wadah peran serta masyarakat dalam program kesehatan masyarakat dikenal
dengan nama Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Pada saat ini Posyandu direncanakan akan
didirikan disetiap desa. Sedangkan kegiatan utama Posyandu yang dikelola dengan prinsip
"dari oleh dan untuk masyarakat" ini, secara umum dapat dibedakan atas lima macam yakni
(1) pelayanan KIA, (2) pelayanan gizi (3) pelayanan keluarga berencana (4) pemberian oralit,
serta (5) imunisasi.
Untuk menjamin keserasian kerja, maka dijalinlah hubungan antar berbagai sarana
pelayanan kesehatan yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan masyarakat ini, yang
secara sederhana dapat dilihat dalam Bagan 3. Hubungan Antar Pelbagai sarana Pelayanan
Kesehatan Masyarakat.11

PBL Blok 26 Community Medicine

33

Dari bagan yang seperti ini jelaslah bahwa kedudukan PUSKESMAS tidak langsung di
bawah Departemen Kesehatan, melainkan di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten yang
merupakan salah satu aparat pemerintah daerah ditingkat Kabupaten/Kotamadya.
Batasan Puskesmas. Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) adalah salah satu
sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang amat penting di Indonesia. Jika ditinjau dari
sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, maka peranan dan kedudukan PUSKESMAS adalah
sebagai ujung tombak sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Ini disebabkan karena
peranan dan kedudukan PUSKESMAS di Indonesia adalah amat unik. Sebagai sarana
pelayanan kesehatan terdepan di Indonesia, maka PUSKESMAS kecuali bertanggung jawab
dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat, juga bertanggung jawab dalam
menyelenggarakan pelayanan kedokteran .
Pada saat ini kegiatan PUSKESMAS ada 17 yakni Usaha Pelayanan Rawat Jalan, Usaha
Kesejahteraan Ibu dan Anak, Usaha Keluarga Berencana, Usaha Kesehatan Gigi, Usaha Kesehatan
Gizi, Usaha Kesehatan Sekolah, Usaha Kesehatan Lingkungan, Usaha Kesehatan Jiwa, Usaha Pendidikan Kesehatan, Usaha Perawatan Kesehatan Masyarakat, Usaha Pencegahan dan Pemberantasan
Penyakit Menular, Usaha Kesehatan Olahraga, Usaha Kesehatan Lanjut Usia, Usaha Kesehatan Mata,
PBL Blok 26 Community Medicine

34

Usaha Kesehatan Kerja, Usaha Pencatatan dan Pelaporan serta Usaha Laboratorium Kesehatan
Masyarakat.

Peran Dokter Puskesmas7


1) Dokter Kepala Puskesmas sebagai seorang dokter
Pendapat umum mengenai seorang dokter biasanya ialah seorang yang berilmu untuk
menyembuhkan orang sakit. Demikian pula masyarakat mengharapkan seorang dokter
Kepala Puskesmas untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan orang sakit.
Namun demikian, dalam kenyataan tanggung-jawab seorang dokter Kepala Puskesmas
tidak hanya mengobati orang sakit saja akan tetapi jauh lebih besar, yaitu memelihara dan
meningkatkan kesehatan dari masyarakat di dalam wilayah kerjanya. Disamping itu ia
berfungsi juga sebagai seorang pemimpin dan seorang manager pula.
Penting kiranya seorang dokter Puskesmas dalam melakukan pemeriksaan dan
pengobatan penderita, pandangan dan cara berfikir dalam menentukan cfiagnosa dan
pengobatan tidak semata-mata ditujukan kepada penderita sebagai individu, akan tetapi
pandangan ditujukan kepada keluarga penderita dan dihubungkan pula dengan masyarakat
lingkungan penderita tersebut.
Ilmu pengetahuan terus berkembang, maka perlu kiranya diusahakan kesempatan untuk
mengikuti ceramah klinik yang diselenggarakan oleh I.D.I. bila ada, atau membaca majalahmajalah bidang klinik maupun dalam bidang kesehatan masyarakat. Bila masih ada
kesempatan untuk melakukan praktek di luar jam kerja tentunya bisa dilakukan tanpa
mengabaikan tugas.
2) Dokter Kepala Puskesmas sebagai seorang manager
(a) Organisasi dan tatalaksana
Puskesmas mempunyai wilayah kerja satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan
yang langsung bertanggung-jawab dalam bidang tehnis kesehatan maupun administratif
kepada Kepala Dinas Kesehatan Tingkat II (Dokabu).
Kepala Puskesmas perlu melakukan pembagian tugas bersama-sama stafnya disesuaikan
dengan jenis dan jumlah tenaga serta kegiatan yang perlu dilakukan. Dalam hal ini perlu
dipertimbangkan pula lokasi pekerjaan dan waktu pekerjaan, sehingga bisa diadakan pembagian

PBL Blok 26 Community Medicine

35

tugas dan giliran kerja yang merata di antara tenaga-tenaga Puskesmas yang ada dan pekerjaan
dapat dilaksanakan dengan baik.
Pertemuan berkala antara Kepala Puskesmas dengan segenap stafnya (termasuk Puskesmas
Pembantu dan Bidan di Desa) periu dilakukan secara teratur paling sedikit sebulan sekali. Buku
Pedoman Mini Lokakarya Puskesmas dengan lampirannya merupakan pedoman untuk
penyelenggaraan pertemuan berkala tersebut.
(b)

Bimbingan teknis dan supervisi


Selain pertemuan berkala dengan segenap staf Puskesmas yang dilakukan di

Puskesmas, Kepala Puskesmas perlu juga datang untuk melihat dan memberi bimbingan
kepada staf Puskesmas secara berkala di tempat mereka bekerja, di Puskesmas, di Puskesmas
Pembantu, di lapangan maupun di rumah penduduk dalam rangka kunjungan rumah. Hal ini
penting sekali dilakukan secara teratur untuk memelihara disiplin kerja staf Puskesmas.
(c)

Hubungan kerja antar instansi Kecamatan


Camat merupakan koordinator dari semua instansi/dinas tingkat Kecamatan. Kepala Puskesmas

bertanggung-jawab secara tehnis kesehatan dan administratif kepada Dokabu. Hubungan dengan
Camat merupakan hubungan koordinasi, namun demikian tanggung-jawab secara moril dari Kepala
Puskesmas terhadap Camat tetap ada.
(d)

Dokter Kepala Puskesmas sebagai penggerak pembangunan di wilayah kerjanya


Seringkali masyarakat belum dapat mengenal masalh yang mereka hadapi, dan belum bisa

menentukan prioritas masalah yang perlu ditanggulangi. Kepala Puskesmas beserta segenap stafnya
bekerjasama dengan instansi-instansi lain di tingkat kecamatan, perlu memberi bimbingan kepada
masyarakat untuk mengenal masalahnya dan menentukan prioritas masalah yang perlu ditanggulangi
sesuai dengan kemampuan swadaya mereka sendiri.
Untuk itu perlu dilakukan pertemuan-pertemuan baik secara individu dengan pemuka
masyarakat, maupun secara kelompok. Pertemuan ini biasanya dilakukan di luar jam kerja, sore atau
malam. Bilamana diperlukan latihan, maka Kepala Puskesmas dan segenap stalnya harus dapat
melayaninya.
3) Dokter Kepala Puskesmas sebagai tenaga ahli dan pendamping Camat
Program pemerintah pada saat ini baru bisa menempatkan dokter Puskesmas sebagai seorang
sarjana secara merata di kecamatan-kecamatan. Dengan sendirinya harapan dari seluruh masyarakat
kecamatan adalah untuk mendapatkan manfaat dari keahliannya dalam bidang kesehatan masyarakat
maupun pandangan dan cara berfikir yang luas dan kreatif dari seorang sarjana. Maka peranan dokter
PBL Blok 26 Community Medicine

36

Puskesmas di kecamatan disamping sebagai pemimpin Puskesmas, juga merupakan tenaga ahli dan
pendamping Camat.

Evaluasi Program DBD dengan Pendekatan Sistem


Sistem Kesehatan11
Pengertian sistem kesehatan adalah gabungan pengertian sistem dengan pengertian kesehatan.
Untuk ini banyak rumusan pernah disusun. Salah satu diantaranya ialah yang dikemukakan oleh WHO
(1984). Sistem kesehatan adalah kumpulan dari berbagai faktor yang komplek dan saling
berhubungan yang terdapat dalam suatu negara, yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
dan tuntutan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat pada
setiap saat yang dibutuhkan.
Untuk Indonesia, pengertian tentang sistem kesehatan yang dikenal dengan nama Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) telah ditetapkan melalui SK Menteri Kesehatan RI No. 99a/Men.Kes/SK/
III/1982. Sistem Kesehatan Nasional adalah suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa
Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai
perwujudan kesejahteraan umum seperti yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945.
Unsur Sistem. Telah disebutkan bahwa sistem terbentuk dari bagian atau elemen yang
saling berhubungan dan mempengaruhi. Adapun yang dimaksud dengan bagian atau elemen
tersebut ialah sesuatu yang mutlak harus ditemukan, yang jika tidak demikian, maka tidak ada
yang disebut dengan sistem tersebut. Bagian atau eleman tersebut banyak macamnya, yang
jika disederhanakan dapat dikelompokkan dalam enam unsur saja yakni:
1. Masukan. Yang dimaksud dengan masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen
yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem
tersebut.
2. Proses. Yang dimaksud dengan proses (process) adalah kumpulan bagian atau elemen
yang terdapat dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi
keluaran yang direncanakan.
3. Keluaran. Yang dimaksud dengan keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau
elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem.

PBL Blok 26 Community Medicine

37

4. Umpan balik. Yang dimaksud dengan umpan badik [feed back) adalah kumpulan
bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan
bagi sistem tersebut.
5. Dampak. Yang dimaksud dengan dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh
keluaran suatu sistem.
6. Lingkungan. Yang dimaksud dengan lingkungan (environment) adalah dunia di luar
sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.
Bagan 4. Hubungan Unsur-unsur Sistem.

Problem Solving Cycle11


Menetapkan Prioritas Masalah
Telah disebutkan bahwa yang terpenting dalam perencanaan adalah yang menyangkut
proses perencanaan (process of planning). Adapun yang dimaksud dengan proses perencanaan
di sini ialah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menyusun suatu rencana. Untuk
bidang kesehatan, langkah- langkah yang sering dipergunakan adalah mengikuti prinsip
lingkaran pemecahan masalah (problem solving cycle). Sebagai langkah pertama dilakukan
upaya menetapkan prioritas masalah (problem priority). Adapun yang dimaksudkan dengan
masalah di sini ialah kesenjangan antara apa yang ditemukan (what is) dengan apa yang
semestinya (what should be).
Ditinjau dari sudut pelaksanaan program kesehatan, penetapan prioritas masalah ini
dipandang amat penting. Paling tidak ada dua alasan yang ditemukan. Pertama, karena
terbatasnya sumber daya yang tersedia, dan karena itu tidak mungkin menyelesaikan semua
masalah. Kedua, karena adanya hubungan antara satu masalah dengan masalah lainnya, dan
karena itu tidak perlu semua masalah diselesaikan.
Cara menetapkan prioritas masalah banyak macamnya. Sebagian lebih mengutamakan
institusi, sebagai lainnya lebih mengandalkan ilham atau petunjuk atasan. Ketiga cara
menetapkan masalah ini, meskipun hasilnya sering tepat, tetapi tidak dianjurkan. Cara
PBL Blok 26 Community Medicine

38

menetapkan prioritas masalah yang dianjurkan adalah memakai teknik kajian data. Untuk
dapat menetapkan prioritas masalah dengan teknik kajian data, ada beberapa kegiatan yang
harus dilakukan. Kegiatan yang dimaksud adalah:
1. Melakukan pengumpulan data
Kegiatan pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan data. Adapun yang dimaksud
dengan data di sini ialah hasil dari suatu pengukuran dan ataupun pengamatan. Agar data
yang dikumpulkan tersebut dapat menghasilkan kesimpulan tentang prioritas masalah, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni:
a. Jenis data
Jenis data yang harus dikumpulkan banyak macamnya. Sekedar pegangan dapat
dipergunakan pendapat Blum (1976) yang membedakan data kesehatan atas empat macam
yakni data tentang perilaku (behaviour), lingkungan (environment), pelayanan kesehatan
(health services) dan keturunan (heredity). Kumpulkan keempat macam data tersebut.
b. Sumber data
Apabila jenis data yang akan dikumpulkan telah ditetapkan, lanjutkanlah dengan
menetapkan sumber data yang akan dipergunakan. Untuk ini ada tiga sumber data yang
dikenal yakni sumber primer, sumber sekunder dan sumber tertier. Contoh sumber data
primer adalah hasil pemeriksaan atau wawancara langsung dengan masyarakat. Contoh sumber data sekunder adalah laporan bulanan PUSKESMAS dan Kantor Kecamatan. Sedangkan
contoh sumber data tersier adalaii hasil publikasi badan-badan resmi, seperti Kantor Dinas
Statistik, Dinas Kesehatan dan Kantor Kabupaten. Pilihlah sumber data yang sesuai.
c. Jumlah responden
Jika kemampuan tersedia dengan cukup, kumpulkan data dengan lengkap dalam arti
mencakup seluruh penduduk. Dalam praktek sehari-hari, pengumpulan data secara total ini
sulit dilakukan. Lazimnya diambil data dari sebagian penduduk saja, yang besarnya, karena
hanya merupakan suatu survei diskriptif.
d. Cara mengambil sampel
Jika jumlah sampel telah ditentukan, lanjutkan dengan menetapkan cara pengambilan
sampel. Untuk ini ada empat cara pengambilan sampel yang dikenal, yakni cara simple
random sampling, sistematic random sampling, stratified random sampling dan cluster
random sampling. Pilihlah yang sesuai.
e. Cara mengumpulkan data

PBL Blok 26 Community Medicine

39

Cara mengumpulkan data ada empat macam yakni wawancara, pemeriksaan,


pengamatan (observasi) serta peranserta (partisipasi). Pilihlah cara pengumpulan data yang
sesuai.
2. Melakukan pengolahan data

Kegiatan kedua yang harus dilakukan ialah mengolah data yang telah dikumpulkan.
Adapun yang dimaksud dengan pengolahan data di sini ialah menyusun data yang tersedia
sedemikian rupa sehingga jelas sifat- sifat yang dimilikinya. Cara pengolahan data secara
umum dapat dibedakan atas tiga macam yakni secara manual, mekanikal serta elektrikal.
Pilihlah cara pengolahan data yang paling dikuasai.
3. Melakukan penyajian data

Kegiatan ketiga yang harus dilakukan menyajikan data yang telah diolah. Ada tiga
macam cara penyajian data yang lazim dipergunakan yakni secara tekstular, tabular dan
grafikal. Pilihlah cara penyajian data yang paling tepat.
4. Memilih prioritas masalah

Hasil penyajian data akan menampilkan berbagai masalah. Apakah berbagai masalah ini
perlu diselesaikan? Tidak perlu. Pertama, karena antar masalah mungkin terdapat keterkaitan.
Yang perlu dilakukan hanya menyelesaikan masalah pokok saja. Masalah lainnya akan selesai
dengan sendirinya. Kedua, karena kemampuan yang dimiliki oleh organisasi selalu bersifat
terbatas. Dalam keadaan yang seperti ini, lanjutkan kegiatan dengan memilih prioritas
masalah. Untuk ini banyak cara pemilihan yang dapat dipergunakan. Cara yang dianjurkan
adalah memakai kriteria yang dituangkan dalam bentuk matriks. Dikenal dengan nama teknik
kriteria matrik (criteria matrix tecnique.)
Kriteria yang dapat dipergunakan banyak macamnya. Secara umum dapat dibedakan
atas tiga macam:

Pentingnya masalah Makin penting (importancy) masalah tersebut, makin diprioritaskan


penyelesaiannya. Ukuran pentingnya masalah banyak macamnya. Beberapa diantaranya
yang terpenting adalah:
-

besarnya masalah (prevalence)

akibat yang ditimbulkan oleh masalah (severity)

kenaikan besarnya masalah (rate o f increase)

derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (degree o f un- meet rteed)

keuntungan sosial karena selesainya masalah (social benefit)

rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (public concern)

suasana politik (political elimate)


PBL Blok 26 Community Medicine

40

Kelayakan teknologi Makin layak teknologi yang tersedia dan yang dapat dipakai untuk
mengatasi masalah (technical feasibility), makin diprioritaskan masaiah tersebut.
Kelayakan teknologi yang dimaksudkan disini adalah menunjuk pada pengasaan ilmu
dan teknologi yang sesuai.

Sumber daya yang tersedia Makin tersedia sumber daya yang dapat dipakai untuk
mengatasi masalah (resources availability) makin diprioritaskan masalah tersebut.
Sumber daya yang dimaksudkan di sini adalah yang menunjuk pada tenaga (man), dana
(money) dan sarana (material).

Berilah nilai antara 1 (tidak penting) sampai dengan 5 (sangat penting) untuk setiap kriteria
yang sesuai. Prioritas masalah adalah yang jumlah nilainya paling besar. Secara sederhana
pemilihan prioritas masalah dengan teknik kriteria matriks ini dapat digambarkan dalam
Tabel 2. Teknik Kriteria Matriks Pemilihan Prioritas Masalah11

Menetapkan Prioritas Jalan Keluar


Apabila prioritas masalah telah berhasil ditetapkan, langkah selanjutnya yang dilakukan
adalah menetapkan prioritas jalan keluar (solution priority). Untuk ini ada beberapa kegiatan
pokok yang harus dilakukan sebagai berikut:
1. Menyusun alternatif jalan keluar
Kegiatan pertama yang harus dilakukan isilah menyusun alternatif jalan keluar untuk
mengatasi prioritas masalah yang telah ditetapkan. Menyusun alternatif jalan keluar
dipandang penting, karena terkait dengan upaya memperluas wawasan, yang apabila berhasil
diwujudkan akan besar peranannya dalam membantu kelancaran pelaksanan jalan keluar.
Untuk dapat menyusun alternatif jalan keluar, cobalah berpikir kreatif (creative
thinking). Teknik berpikir kreatif banyak macamnya. Salah satu diantaranya dikenal dengan
teknik analogi atau populer pula dengan sebutan synectic technique. Jika dengan teknik
berpikir kreatif masih belum dapat dihasilkan alternatif jalan keluar, cobalah tempuh langkahlangkah sebagai berikut:
PBL Blok 26 Community Medicine

41

Menentukan berbagai penyebab masalah lakukan curah pendapat (brain storming)


dengan membahas data yang telah dikumpulkan. Gunakanlah alat bantu diagram hubungan
sebab-akibat (cause-effect diagram) atau populer pula dengan sebutan diagram tulang ikan
{fish bone diagram). Dengan memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman yang ada, serta
dibantu oleh data yang tersedia, dapat disusun berbagai penyebab masalah secara teoritis.
Memeriksa kebenaran penyebab masalah jika perlu, lakukanlah pengumpulan data

tambahan. Cobalah lakukan uji statistik untuk mengidentifikasi penyebab masalah yang
sebenarnya. Sisihkah daftar penyebab masalah yang hasil uji statistiknya tidak bermakna.
Mengubah penyebab masalah ke dalam bentuk kegiatan Apabila daftar penyebab masalah
yang hasil uji statistiknya telah berhasil disusun, lanjutkan dengan mengubah daftar penyebab ma salah tersebut ke dalam bentuk kegiatan. Usahakan untuk satu penyebab masalah tersusun satu
kegiatan penyelesaian masalah. Hasil yang diperoleh dari pekerjaan ini ialah tersusunnya alternatif
cara penyelesaian masalah.

Contoh penyusunan alternatif jalan keluar dengan mempergunakan ketiga langkah ini dapat dilihat pada
Tabel 3. Alternatif Jalan Keluar.11
2. Memilih prioritas jalan keluar
Apakah semua alternatif jalan keluar yang telah disusun tersebut perlu dilaksanakan?
Jika kemampuan memang dimiliki, apa salahnya. Di- sinilah letak masalahnya. Karena
kemampuan yang dimiliki oleh suatu organisasi selalu bersifat terbatas. Untuk mengatasinya,
pilihlah salah satu dari alternatif jalan keluar yang paling menjanjikan. Pekerjaan ini disebut
dengan nama memilih prioritas jalan keluar. Untuk dapat memiilih prioritas jalan keluar,
pelajarilah dengan seksama berbagai alternatif yang tersedia. Sebelum melakukan pilihan, ada
baiknya jika dicoba padukan dahulu. Siapa tahu berbagai alternatif tersebut sebenarnya hanya
merupakan bagian dari satu paket kegiatan yang sulit dipisahkan.
Apabila keterpaduan tersebut sulit dilakukan, antara lain karena adanya perbedaan antar
alternatif yang terlalu tajam, atau karena keterbatasan sumber daya dalam melaksanakan
PBL Blok 26 Community Medicine

42

program yang telah dipadukan, barulah dilakukan pilihan. Cara melakukan pilihan prioritas
jalan keluar banyak macamnya. Cara yang dianjurkan adalah memakai teknik kriteria matriks
Untuk ini ada dua kriteria yang lazim dipergunakan Kriteria yang dimaksud adalah.
a. Efektivitas jalan keluar
Tetapkanlah nilai efektivitas (effectivity) untuk setiap alternatif jalan keluar, yakni dengan
membelikan angka 1 (paling tidak efektif) sampai dengan angka 5 (paling efektif) Prioritas
jalan keluar adalah yang nilai efektivitasnya paing tinggi.
b. Efisiensi jalan keluar
Tetapkanlah nilai efisiensi (efficiency) untuk setiap alternatif jalan keluar, yakni dengan
memberikan angka 1 (paling tidak efisien) sampai dengan angka 5 (paling efisien). Nilai
efisiensi ini biasanya dikaitkan dengan biaya (cost) yang diperlukan untuk melaksanakan jalan
keluar. Makin besar biaya yang diperlukan, makin tidak efisien jalan keluar tersebut
Hitunglah nilai F (prioritas) untuk setiap alternatif jalan keluar, dengan membagi hasil
perkalian nilai M x I x V dengan nilai C. Jalan keluar dengan nilai P tertinggi, adalah prioritas
jalan keluar terpilih Contoh pemilihan jalan keluar dengan t eknik kriteria matrik dapat dili hat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Prioritas Jalan Keluar11

Pada contoh di atas, prioritas jalan keluar terpilih adalah C. karena nilai yang dimiliki adalah
paling tinggi.
3. Melakukan uji lapangan
Kegiatan ketiga yang harus dilakukan pada penetapan prioritas jalan keluar ialah
melakukan uji lapangan untuk prioritas jalan keluar terpilih. Uji lapangan ini dipandang
penting, karena sering ditemukan jalan keluar yang diatas kertas baik, ternyata sulit
dilaksanakan.
4. Memperbaiki prioritas jalan keluar

PBL Blok 26 Community Medicine

43

Selesai melakukan uji lapangan, lanjutkan dengan memperbaiki prioritas jalan keluar,
yakni dengan memanfaatkan berbagai faktor penopang, dan bersamaan dengan itu
meniadakan berbagai faktor penghambat yang ditemukan pada uji lapangan.
5. Menyusun uraian rencana prioritas jalan keluar
Kegiatan terakhir yang harus dilaksanakan pada penetapan prioritas jalan keluar adalah
menyusun uraian rencana prioritas jalan keluar selengkapnya. Untuk ini uraikanlah semua
unsur rencana sebagaimana telah dikemukakan, sehingga dapat dihasilkan suatu rencana yang
lengkap.

Daftar Pustaka
PBL Blok 26 Community Medicine

44

1. Departemen Kesehatan RI. Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue.


Katalog Dalam Terbitan Departemen Kesehatan RI; 2007;3:1-3.
2. Departemen Kesehatan RI. Tatalaksana demam berdarah dengue di indonesia. Katalok
Dalam Terbitan Departemen Kesehatan RI; 2001:2.
3. Chin J. Manual pemberantasan penyakit menular. Edisi ke-17. Jakarta: Departemen
Kesehatan; 2000; hal.144-9.
4. Departemen Parasitologi, FKUI. Parasitologi kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta:Balai
Penerbit FKUI; 2008; hal.265-7.
5. Azwar A. Pengantar epidemiologi. Edisi revisi. Jakarta: Binarupa Askara; 1988;
hal.34-5.
6. Budiarto E, Anggraeni D. Pengantar epidemiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2003;hal. 100-1.
7. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Kerja Puskesmas. Jilid I. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia;1998.
8. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Kerja Puskesmas. Jilid III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia;1998;hal.24-7.
9. Sulaeman

ES.

Manajemen

kesehatan

teori

dan

praktik

di

puskesmas.

Surakarta;2009;hal.53-60.
10. Departemen Kesehatan RI. Kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat. Keputusan
Menteri Kesehatan RI;2004;hal.15-8.
11. Azwar A. Pengantar administrasi kesehatan. Edisi ke-3. Jakarta: Binarupa Aksara
1996:hal17-34,123-5,200-10.

PBL Blok 26 Community Medicine

45

Anda mungkin juga menyukai