Anda di halaman 1dari 7

2.

jelaskan hakikat keragaman dan kesetaraan manusia

* Makna Keragaman Manusia

Keragaman berasal dari kata ragam. Yang berarti ragam berdasarkan KBBI: (1) sikap, tingkah laku, cara;
(2) macam, jenis; (3) musik, lagu, langgam; (4) warna, corak; (5) laras (tata bahasa). Merujuk pada arti no
2 di atas, ragam berarti jenis, macam. Keragaman menunjukkan adanya banyak macam, banyak jenis.
Keragaman manusia bukan berarti manusia itu bermacam-macam seperti binatang dan tumbuhan, tetapi
yang dimaksudkan setiap manusia memiliki suatu perbedaan. Dalam kehidupan sehari-hari kita
menemukan keragaman sifat dan ciri khas dari setiap orang yang dijumpai. Jadi manusia ialah beragam.

* Makna Kesetaraan Manusia

Kesetaraan berasal dari kata setara atau sederajat. Menurut KBBI, sederajat artinya sama tingkatan
(kedudukan, pangkat). Dengan demikian, kesetaraan atau kesederajatan menunjukkan suatu adanya
tingkatan yang sama, tidak lebih tinggi atau tidak lebih rendah antara satu sama lain. Kesetaraan
bermakna bahwa manusia sebagai makhluk Allah memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Di
hadapan Allah, semua manusia adalah sama derajat, kedudukan atau tingkatannya. Yang membedakan
nantinya adalah tingkat ketakwaan manusia tersebut terhadap Allah.

3. jelaskan kemajemukan dalam dinamika sosial budaya

- Kemajemukan sebagai Kekayaan Bangsa Indonesia

yaitu kemajemukan bangsa terutama karena adanya kemajemukan etnik, disebut juga suku bangsa atau
suku. Beragamnya etnik di Indonesia menyebabkan banyak suatu ragam budaya, tradisi, kepercayaan, dan
pranata kebudayaan dan khas lainnya karena setiap etnis pada dasarnya menghasilkan kebudayaan.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang multikultur artinya memiliki banyak budaya. Etnik atau
suku merupakan identitas sosial budaya seseorang. Artinya identifikasi seseorang dapat dikenali dari
bahasa, tradisi, budaya, kepercayaan, dan pranata yang dijalaninya yan gbersumber dari etnik dari mana
ia berasal. Namun dalam perkembangan berikutnya, identitas sosial budaya seseorang tidak semata-mata
ditentukan dari etniknya. Identitas seseorang mungkin ditentukan dari golongan ekonomi, status sosial,
tingkat pendidikan, profesi yang digelutinya, dan lain-lain. Identitas etnik lama-kelamaan bisa hilang,
misalnya karena adanya perkawinan campur dan mobilitas yang tinggi. Kemajemukan adalah suatu

karakteristik sosial budaya Indonesia. Selain kemajemukan, karakteristik Indonesia yang lain adalah
sebagai berikut:

a.

Jumlah penduduk yang besar

b.

Wilayah yang luas

c.

Posisi hilang

d.

Kekayaan alam dan daerah tropis

e.

Jumlah pulau yang banyak

f.

Persebaran pulau

4. problematika keragaman dan kesetaraan serta solusinya dalam kehidupan

Di dalam kebudayaan nasional Indonesia masih dalam masa pertumbuhan karena kebudayaan Indonesia
masih terdiri dari segala bentuk dan jenis kebudayaan daerah yang dikembangkan kearah perpaduan dan
kesatuan kebudayaan untuk seluruh bangsa Indonesia. Sebagai bahan untuk membangun kebudayaan
nasional Indonesia, perlu segala inti sari serta puncak-puncak kebudayaan daerah yang terdapat diseluruh
Indonesia yang dipergunakan sebagai modal isi yang dikemudian dikembangkan, diperkaya dengan
unsur-unsur baru yang kita perlukan dan kita butuhkan, untuk kehidupan dan pembangunan dewasa ini
yang sejalan dengan tujuan pembangunan nasional. Pembangunan tidak hanya mengejar kemajuan
lahiriah senata, misalnya pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan lain sebagainya, juga tidak hanya
mengejar kepuasan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat, rasa keadilan
dan sebagainya, akan tetapi dalam pembangunan juga dibutuhkan adanya keselarasan, keselarasan,
keserasian, dan keseimbangan antara keduanya. Pembangunan yang diupayakan oleh bangsa Indonesia
harus merata diseluruh tanah air, bukan hanya untuk suatu golongan, akan tetapi pembangunan harus
untuk seluruh masyrakat agar benar dapat dirasakan oleh seluruh rakyat sebagai perbaikan tingkat
kehidupan yang berkeadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Usaha memajukan kebudayaan diharapkan bahwa segala bentuk kebudayaan haruslah bertujuan
memajukan peradaban, kebudayaan, dan persatuan Indonesia dengan tidak menolak bahan-bahan baru

dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya budaya bangsa sendiri sehingga
dapat mempertinggi derajat dan martabat bangsa Indonesia.
Menyelamatkan dan memelihara warisan budaya, baik yang asli maupun pengaruh asing yang telah
menjadi milik bangsa Indonesia. Bila dikaji, keadaannya beraneka ragam tetapi merupakan satu kesatuan.
Unsur-unsur kebudayaan asing yang merugikan dan merusak misalnya paham-paham yang tidak sesuai
dengan Pancasila (liberalismo, komunisme, fasisme, serta individualisme), penggunaan obat-obat
terlarang karena pada umumnya dapat merusak syaraf manusia, free sex karena bertentangan dengan
nilai-nilai budaya pada bangsa Indonesia.

5. berikan contoh satu kasus konflik horizontal di Indonesia serta penyebab dari konflik itu

* Contoh Kasus Bireuen dan Solusi Konflik Horisontal

Bentrok antar warga kembali pecah. Setelah sebelumnya melanda sejumlah daerah seperti Lampung
Selatan, Palu, dan Lombok, kali ini terjadi di Bireuen. Di tempat terakhir itu, tiga warga harus meregang
nyawa.

Selain tiga tewas, 10 warga mengalami luka-luka, dan satu di antaranya masih kritis. Kepala Bidang
Humas Polda Aceh, Kombes Gustav Leo, menjelaskan bahwa bentrok ini terjadi Jumat 16 November
2012 pukul 22.30 WIB. Berawal dari sekompok warga Desa Jambo Dalam, Bireuen yang mendatangi
salah satu rumah milik Tengku Aiyub Syahkuban (47).

Warga keberatan karena Aiyub menyebarkan ajaran Islam yang diduga mengarah ke kesesatan. Polisi,
kisah Gustav, berusaha memediasi warga dengan Aiyub dan sempat berhasil. Tapi, kemudian ada warga
yang masuk ke dalam rumah Aiyub. Di dalam terjadi bentrokan. Ada yang memarang warga yang masuk
tersebut, jelas Gustav saat dihubungi VIVAnews, Sabtu 17 November 2012.

Warga yang nahas diparang Aiyub adalah Mansyur (35). Selain Mansyur, 10 warga lainnya mengalami
luka-luka. Melihat ada perlawanan dari Aiyub dan puluhan pengikutnya, warga kocar-kacir
menyelamatkan diri. Tapi, mereka kembali dengan membawa massa yang lebih besar, sampai 1.500
orang. Mereka menyerang rumah Aiyub, jelas Gustav.

Dalam serangan itu, Aiyub tewas bersama satu pengikutnya yang bernama Muntafsir (26). Warga juga
membakar rumah milik Aiyub. Sebetulnya, kalau Aiyub dan pengikutnya tidak melawan, saya yakin
tidak akan bentrok dan jatuh korban seperti ini, kata Gustav.

Akibat bentrokan itu, Desa Jambo Dalam sempat mencekam. Suasana bisa dikendalikan Sabtu dinihari
pukul 01.00 WIB. Kami tempatkan beberapa personel kepolisian dibantu TNI.

Untuk menghindari bentrok susulan, polisi mengamankan keluarga dan pengikut Aiyub ke Polres
Bireuen. Sementara korban luka-luka kini dirawat di Rumah Sakit dr Fauziah Bireuen.

Kapolres Bireuen, AKBP Yuri Karsono, menjelaskan bahwa kepolisian berupaya menenangkan warga.
Selain itu berkoordinasi dengan tokoh masyarakat untuk mencari solusi dari permasalahan atas kasus
ini, katanya.

Menurut Yuri, sebenarnya kontroversi tentang aliran yang dikembangkan Tengku Aiyub telah terjadi sejak
tahun 2010 lalu. Muspika setempat juga telah melakukan berbagai upaya untuk mencari jalan terbaik.

Bahkan MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama) sudah menyatakan aliran itu mengarah ke kesesatan
dan meminta agar Tengku Aiyub menghentikan pengajiannya. Hingga semalam terjadi bentrokan ini,
kata Yuri Karsono.

Ulama Sesalkan Kekerasan

Wakil Ketua MPU Bireuen, Tengku Jamaluddin, mengungkapkan bahwa pihaknya pernah bersidang
untuk mencari tahu benar tidaknya tuduhan tentang ajaran sesat yang diajarkan Tengku Aiyub. Sidang itu
digelar pada 2010 lalu. Kesimpulannya: aliran Tengku Aiyub baru diduga mengarah kepada kesesatan.

Menurut Tengku Jamaluddin, Tengku Aiyub melarang pengikutnya untuk salat di masjid karena bahan
bangunan untuk membangun masjid seperti pasir, batu bata, dan semen, mengandung najis dan tidak suci.
Karena itu pula dia tidak pernah melaksanakan salat Jumat secara berjamaah di masjid.

Sebelum kejadian ini, kami sudah meminta keterangan dari Tengku Aiyub, dia juga tidak sanggup
memberi bukti, mana yang dikatakan najis dalam bahan bangunan masjid seperti batu bata dan pasir,
kata Tengku Jamaluddin, saat dihubungi VIVAnews, Sabtu, 17 November 2012.

Selain persoalan melarang pengikutnya untuk beribadah di Masjid, kata Tengku Jamaluddin, hubungan
antara Tengku Aiyub dengan warga di sekitar balai pengajiannya juga kurang harmonis.

Di depan anggota MPU Bireuen, Tengku Aiyub waktu itu juga sudah menyatakan tidak akan
menghidupkan kembali balai pengajiannya. Kata Jamaluddin, Aiyub juga sudah menandatangani surat
perjanjian di depan Kepolres Bireuen.

Karena warga mendengar bahwa dia kembali menggelar pangajian, maka warga mendatangi balai
pengajian Tengku Aiyub untuk memastikan informasi itu benar atau tidak. Saat warga datang itu lah
pengikut tengku Aiyub berusaha melawan, katanya.

Meski dinilai menjurus kepada kesesatan, Jamaluddin membantah keras beberapa tudingan bahwa Tengku
Aiyub melegalkan hubungan intim di luar nikah. Tidak benar itu. Ajaran Tengku Aiyub hanya masih
diduga menjurus kepada kesesatan, ujarnya.

Wakil Ketua MPU Aceh, Tengku Faisal Ali, juga menyesalkan penyerangan balai pengajian Tengku
Aiyub, Jumat malam 16 November 2012. Mestinya bentrokan itu tidak terjadi. Kami sangat meyesalkan
kasus ini yang sampai pada tindakan kekerasan, seharusnya ini tidak terjadi, katanya.

Solusi Atasi Konflik


Profesor Sosiologi Universitas Indonesia, Thamrin A. Tamagola, menegaskan bentrok-bentrok yang pecah
akhir-akhir ini disebabkan potensi konflik yang dibiarkan menumpuk. Dia menyebut potensi konflik
tersebut sebagai jerami kering atau amunisi.

Karena sudah terakumulasi, persoalan kecil saja bisa jadi pemicu ledakan besar. Tapi, di Lampung
Selatan itu pemicunya persoalan serius, pelecehan seksual, jelasnya dalam perbincangan dengan
VIVAnews.

Selama ini, sejumlah peristiwa bentrokan itu hanya sesaat dipadamkan tanpa menyelesaikan persoalan
mendasar dari setiap konflik. Akhirnya, potensi itu akan selalu ada dan bisa meledak kembali di masa
mendatang, kata Thamrin.

Dia lalu mengambil contoh Poso dan Maluku yang dulu diselesaikan dengan sejumlah perjanjian damai
kedua kubu bertikai. Tapi, kini riak-riak konflik kembali muncul. Perjanjian Malino dan sebagainya
hanya memadamkan api saat itu saja, tapi tidak menghalau jerami-jerami kering.

Lantas apa solusinya? Menurutnya, bentrokan harus bisa diselesaikan hingga akar persoalan. Siapa yang
menyelesaikan? Bukan lembaga ad hoc, tapi justru lembaga permanen seperti pemerintah daerah, aparat
setempat, dan yang terpenting adalah universitas lokal dan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia).

Universitas lokal dan LIPI, katanya, bisa bekerja sama meneliti dan menggali apa sebetulnya yang
menjadi penyebab utama munculnya potensi-potensi konflik di satu daerah. Mereka harus mampu bikin
peta konflik dengan sejumlah indikator. Apakah potensi konflik itu masih lampu hijau, kuning, atau sudah
mendekati lampu merah.

Peta konflik tersebut, kemudian, diserahkan kepada Pemda dan kepolisian sebagai dasar pengambilan
langkah-langkah antisipasi dan pencegahan. Antisipasi dan pencegahan adalah dua langkah besar yang
harus dilakukan. Masak kita harus menunggu bentrok besar terus, kata Thamrin.

Dia mengaku pernah menyarankan solusi ini sesaat setelah pecah konflik berbau SARA di Maluku dan
Poso. Tapi, lanjutnya, Saran itu tidak didengar sampai ada bentrokan-bentrokan belakangan ini.

Sumber:

- http://sosbud.kompasiana.com/2012/10/25/perbedaan-masyarakat-kota-dan-desa-504304.html

- http://www.scribd.com/doc/53176086/Manusia-Keragaman-Dan-Kesetaraan

- http://sayoudancity.blogspot.com/2012/03/makalah-isbd.html

- http://rustadi29-dinamikakehidupan.blogspot.com/2011/07/kemajemukan-dan-kesetaraan-sebagai.html

- http://fokus.news.viva.co.id/news/read/368018-kasus-bireuen-dan-solusi-konflik-horisontal

Anda mungkin juga menyukai