PERMASALAHANNYA
Untuk memenuhi tugas Pengantar Ilmu Ekonomi
Nama
: Dewi Setiani
NIM
: K7412052
Prodi / Kelas
: Pendidikan ekonomi / B
Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrooi, yang
antara lain meliputi :
1. Hak mencetak uang
untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk
dari negara penjajah. Sesuai dengan teori-teori mazhab klasik yang saat itu sedang
berkembang di Eropa, antara lain :
a.Pendapat Adam Smith bahwa tenaga kerja produktif adalah tenaga kerja yang
menghasilkan benda konkrit dan dapat dinilai pasar, sedang tenaga kerja tidak
produktif menghasilkan jasa dimana tidak menunjang pencapaian pertumbuhan
ekonomi. Dalam hal ini, Inggris menginginkan tanah jajahannya juga meningkat
kemakmurannya, agar bisa membeli produk-produk yang di Inggris dan India sudah
surplus (melebihi permintaan).
b.Pendapat Adam Smith bahwa salah satu peranan ekspor adalah memperluas
pasar bagi produk yang dihasilkan (oleh Inggris) dan peranan penduduk dalam
menyerap hasil produksi.
c.The quantity theory of money bahwa kenaikan maupun penurunan tingkat harga
dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar.
Akan tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam perekonomian ini sulit
dilakukan, dan bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma
seumur jagung di Hindia Belanda. Sebab-sebabnya antara lain :
a.Masyarakat Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang,
apalagi untuk menghitung luas tanah yang kena pajak.
b.Pegawai pengukur tanah dari Inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.
c.Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena Inggris tak
mau mengakui suksesi jabatan secara turun-temurun.
Cultuurstelstel
Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas
inisiatif Van Den Bosch. Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai komoditi
yang ada permintaannya di pasaran dunia. Sejak
konsinyasi (monopoli ekspor). Setelah penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian
akibat perang dengan Napoleon di Belanda langsung tergantikan berkali lipat.
Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam rangka memperkenalkan
penggunaan uang pada masyarakat pribumi. Masyarakat diwajibkan menanam
tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke gudang-gudang pemerintah untuk
kemudian
dibayar
dengan
harga
yang
sudah
ditentukan
oleh
pemerintah.
pemerintah
Belanda
membuktikan teori sewa tanah dari mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul
dari keterbatasan kesuburan tanah. Namun disini, pemerintah Belanda hanya
menerima sewanya saja, tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk menggarap tanah
yang kian lama kian besar. Biaya yang kian besar itu meningkatkan penderitaan
rakyat, sesuai teori nilai lebih (Karl Marx), bahwa nilai leih ini meningkatkan
kesejahteraan Belanda sebagai kapitalis.
2. ORDE LAMA
Dibagi
menjadi
(pascakemerdekaan,demokrasi
liberal,demokrasi
terpimpin)
1) Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain
disebabkan oleh :
Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu
mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu
pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu
mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan
mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946,
Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu)
mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu.
Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas
baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang.
Berdasarkan
teori
moneter,
banyaknya
jumlah
uang
yang
beredar
ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang
cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
c)Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951
lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
d)Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak
Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha
pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada
pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha
swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi
kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan
kredit dari pemerintah.
e)Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni IndonesiaBelanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya
sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaanperusahaan tersebut.
3. ORDE BARU
Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi
prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi,
penyelamatan
keuangan
negara
dan
pengamanan
kebutuhan
pokok
rakyat.
Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi
kurang lebih 650 % per tahun.
Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal
ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem
etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran
dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari
salahsatu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian
secara terbatas. Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu, pasar
tidak dibiarkan menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan perluasan
kesempatan kerja. Ini adalah awal era Keynes di Indonesia. Kebijakan-kebijakan
pemerintah mulai berkiblat pada teori-teori Keynes-ian.
Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang,
tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan,
pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita
dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Semua itu dilakukan
dengan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara
periodik lima tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan lima tahun).
Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan
angka kemiskinan, perbaikan indikator kesejahteraan rakyat seperti angka
partisipasi pendidikan dan penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi yang
meningkat pesat. Pemerintah juga berhasil menggalakkan preventive checks untuk
menekan jumlah kelahiran lewat KB dan pengaturan usia minimum orang yang akan
menikah.
Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan
hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar
golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam,
serta penumpukan utang luar negeri. Disamping itu, pembangunan menimbulkan
konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi dan nepotisme. Pembangunan
hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik,
ekonomi,
dan
sosial
yang
adil.
Sehingga
meskipun
berhasil
meningkatkan
2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena
beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih
sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja
sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi
pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja
Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi
pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi
dalam negri masih kurang kondusif.
(vi)
pelaksanaan
komitmen
masyarakat
ekonomi
ASEAN,
(vii)
Realisasi investasi yang telah dikeluarkan oleh BKPM berdasarkan Izin Usaha
Tetap PMDN pada periode 1 Januari s/d 31 Desember 2007 sebanyak 159 proyek
dengan nilai realisasi investasi sebesar Rp. 34.878,7 miliar (34,88 triliun Rupiah).
Sedangkan realisasi Investasi yang telah dikeluarkan oleh BKPM berdasarkan Izin
Usaha Tetap PMA (FDI) pada periode 1 Januari s/d 31 Desember 2007 sebanyak
983 proyek dengan nilai realisasi investasi sebesar US$. 10.349,6 juta (US$ 10,34
milyar).
Dibandingkan dengan FDI global yang selama 2007 mencapai rekor sebesar
US$ 1.500 milyar dan FDI yang masuk ke Amerika Serikat sebesar US$ 193 miliar,
nilai FDI yang masuk ke Indonesia masih sangat rendah yaitu 0,66% terhadap FDI
dunia dan 5,18% terhadap FDI ke Amerika Serikat. Walau demikian, masuknya FDI
ke Indonesia pada tahun 2007 ini jauh lebih baik dibandingkan dengan masa puncak
pra krisis yaitu tahun 1996-1997 yang hanya mencapai US$ 2,98 miliar (1996) dan
US$ 4,67 miliar (1997).
Menurut hemat penulis realisasi FDI ke Indonesia akan dapat lebih
meningkat kalau dua faktor kunci untuk masuknya FDI dibenahi yaitu kondisi
infrastruktur, dan masalah birokrasi yang bertele-tele.
2. Kebijakan ekonomi makro dan keuangan
Dari sisi fiskal, pemerintah menerapkan APBN yang cukup baik yaitu dengan
sedikit ekspansif walau masih sangat berhati-hati. Hal ini terlihat dari defisit
RAPBN tahun 2009 sebesar Rp 99,6 triliun atau 1,9 persen dari PDB (Kompas 15
Agustus 2008), walau defisit APBN masih dapat ditolerir sampai angka 3%
(berdasarkan golden rule) . Pada tahun 2009 anggaran yang digunakan untuk belanja
modal tercatat sebesar Rp 90,7 triliun lebih besar dari belanja barang sebesar Rp
76,4 triliun (Kompas 15 Agustus 2008). Total belanja pemerintah pada tahun 2009
meningkat menjadi sebesar Rp1.022,6 triliun yang diharapkan lebih berperan dalam
atau
kawasan
atau
penangguhan
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) atas impor barang modal atau mesin serta peralatan untuk
keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka
waktu tertentu. (iv) Pemerintah mengubah perlakuan PPN atas sebagian barang kena
pajak yang bersifat strategis dari yang semula dibebaskan menjadi tidak dipungut
atau ditanggung pemerintah.
Dari sisi moneter, Bank Indonesia dengan instrument BI-rate cukup berhasil
untuk mengendalikan inflasi, khususnya core inflation sejak BI rate diterapkan pada
tahun 2005. Namun inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan harga energi dan
terganggunya masalah distribusi terutama akibat naiknya harga gas, premium, solar,
dan makanan (volatile food) membuat tahun 2008 ini tingkat inflasi cukup tinggi
yaitu untuk Januari-Agustus 2008 tercatat 9,4 persen, dan inflasi Agustus 2007Agustus 2008 mencapai 11,85 persen.
Menghadap hal ini BI melakukan antisipasi dengan menaikan BI rate pada
bulan-bulan terakhir sampai September 2008, dan saat ini BI rate sudah mencapai
9,25%. Tingginya BI rate ini memang diharapkan dapat menekan angka inflasi namun
disisi lain akan berpengaruh terhadap sektor riil karena kenaikan BI rate berakibat
terhadap peningkatan tingkat bunga pinjaman di bank-bank komersial.
3. Ketahanan energi.
Sebagaimana kita ketahui bahwa harga energi dunia terus berfluktuasi dan sangat
sulit untuk diprediksi. Pada tahun 2008 harga minyak dunia bahkan sudah mencapai
rekor tertinggi sebesar US$ 147 per barel pada 11 Juni lalu. Walau saat ini menurun
pada kisaran US$ 106, bahkan hari ini tanggal 10 September 2008 harga minyak
telah turun dibawah US$ 100 (detik.com). Hal ini sangat berbahaya bagi ketahanan
energi nasional karena kita tahu bahwa ,sebagai input, naiknya harga energi akan
berdampak terhadap kenaikan biaya produksi dan harga jual. Disamping kenaikan
biaya produksi dan harga jual akan mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar
internasional apalagi pada saat ini sedang terjadi penurunnya daya beli masyarakat
internasional akibat inflasi yang meningkat hampir disemua negara tujuan utama
ekspor Indonesia yaitu Amerika Serikat, Negara Eropa (EU), dan Asia Timur
(Jepang, Korea Selatan dan China). Dalam rangka ketahanan energi ini, pemerintah
melakukan diversifikasi energi dengan misalnya memproduksi bio-fuel yang
merupakan pencampuran produk fosil dengan nabati (minyak kelapa sawit). Namun
muncul kendala program ini karena saat ini harga komoditi yang menggunakan bahan
baku kelapa sawit mengalami kenaikan yang luar biasa yaitu Crude Palm Oil (CPO).
Akibatnya, produsen kelapa sawit menjadi gamang dalam menggunakan kelapa sawit
apakah untuk digunakan sebagai bio energy atau untuk menghasilkan CPO yang
ditujukan untuk ekspor. Beberapa pengamat mengatakan sebaiknya Indonesia lebih
mengembangkan energy geothermal (panas bumi) yang cadangannya sangat
berlimpah di Indonesia (terbesar di dunia) karena biaya investasi yang mahal untuk
investasi energi pada geothermal ini akan di offset oleh turunnya subsidi
pemerintah untuk bahan bakar minyak karena adanya peralihan penggunaan energi
dari minyak ke geothermal.
4. Kebijakan sumber daya alam, lingkungan dan pertanian
Indonesia beruntung memiliki sumber daya alam yang melimpah baik bahan tambang,
hutan, pertanian, hasil laut, dan cahaya matahari yang sepanjang tahun. Untuk itu,
sumber daya alam yang ada harus dikelola dengan baik bagi peningkatan
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat (welfare).
Sejauh ini Indonesia telah memanfaatkan banyak bahan tambang bagi pertumbuhan
ekonomi seperti minyak bumi, batubara, gas, bijih besi, emas, nikel, timah dan lain
sebagainya. Namun pemanfaatan sumber daya alam ini membawa dampak negatif
(negative
externalities)
terhadap
lingkungan
berupa
penggundulan
hutan
untuk
keperluan
infrastruktur
ini
disamping
menerapkan
KPS
(Kerjasama
menyerap
keberadaannya.
Akibatnya
terjadi
peningkatan
jumlah