STROKE HEMORAGIK
OLEH:
Glancius N Harefa `
Jos Briyan R H S
Farzana Khairunisa
Ananda Putri Tarigan
Hendriawan Putra
110100066
110100302
110100448
110100358
110100314
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Stroke Hemoragik. Tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk melengkapi persyaratan kepanitraan klinik di Departemen Ilmu Penyakit
Syaraf RSUP H. Adam Malik Medan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan
arahan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada dr. Yati atas bimbingan dan ilmu yang
sangat berguna bagi penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
teman-teman yang turut membantu memberikan ide.
Penulis menyadari makalah ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
terutama untuk pengembangan ilmu kedokteran.
Medan, 15 Januari 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1....................................................................................................... Latar
Belakang ...................................................................................... 1
1.2....................................................................................................... Tujua
n Penulisan .................................................................................. 2
1.3....................................................................................................... Manfa
at Penulisan .................................................................................. 2
BAB 2 LAPORAN KASUS ......................................................................... 3
2.1. Status Neurologi ......................................................................... 3
2.2. Kesimpulan Pemeriksaan ........................................................... 13
2.3. Follow Up Pasien ....................................................................... 16
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 18
3.1. Definisi ....................................................................................... 18
3.2. Epidemiologi .............................................................................. 18
3.3. Etiologi ....................................................................................... 20
3.4. Klasifikasi ................................................................................... 21
3.5. Faktor Risiko............................................................................... 22
3.6. Patogenesis ................................................................................. 23
3.7. Manifestasi Klinis ....................................................................... 24
3.8. Diagnosis .................................................................................... 26
3.9. Penatalaksanaan .......................................................................... 28
3.10. Komplikasi ............................................................................... 42
3.11. Prognosis .................................................................................. 42
BAB 4 DISKUSI KASUS ............................................................................ 45
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 47
5.1. Kesimpulan ................................................................................. 47
5.2. Saran ........................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 49
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Stroke didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang memiliki karakteristik
tanda dan gejala neurologis klinis fokal dan/atau global yang berkembang cepat
akibat adanya gangguan fungsi serebral, dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau menimbulkan kematian tanpa terdapat penyebab yang jelas
selain vaskuler.1,8
Stroke Hemoragik adalah kondisi medis yang ditandai dengan pecahnya
satu atau lebih pembuluh darah di dalam otak. Darah keluar melalui pembuluh
yang pecah di sekeliling jaringan otak, akumulasi dan menekan jaringan otak di
sekitarnya. Gumpalan darah juga dapat terbentuk dan menghentikan suplai darah
ke jaringan otak lainnya. Terdapat dua tipe stroke hemoragik tergantung dari
lokasi dimana pembuluh darah tersebut pecah: Stroke Hemoragik Intraserebral
(perdarahan di dalam otak) dan Stroke Perdarahan Subaraknoid (perdarahan di
daerah antara otak dan lapisan tipis yang melapisi otak).2
Stroke Hemoragik adalah suatu kondisi yang mengancam jiwa karena hal
ini cenderung mempengaruhi daerah otak yang lebih luas jika dibandingkan
dengan stroke iskemik, menyebabkan gangguan lebih besar pada tubuh dan fungsi
otak, seperti paralisis, kehilangan kemampuan bicara dan menelan hilang ingatan
dan kehilangan kecardasan. Faktor resiko utama dari stroke hemoragik, baik
perdarahan subaraknoid maupun perdarahan intraserebral, adalah hipertensi,
fibrilasi atrium, diabetes, merokok, dan pemakaian alkohol.3,4
Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2001, jumlah
penderita stroke diseluruh dunia sebanyak 20,5 juta jiwa dan 5,5 juta jiwa
diantaranya telah meninggal dunia dengan Case Fatality Rate (CFR) 26,8%.
Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus
stroke di dunia. Hasil prevalensi stroke hemoragik di RSUP H. Adam Malik
Medan pada tahun 2009 yaitu berdasarkan kelompok umur 45-64 tahun sebanyak
115 orang (42,1%), umur <45 tahun sebanyak 48 orang (17,6%), dan umur >65
tahun sebanyak 110 orang (40,3%).5
BAB 2
LAPORAN KASUS
: Edi Irawan
JENIS KELAMIN
: Laki-laki
USIA
: 43 tahun
SUKU BANGSA
: Batak
AGAMA
: Islam
ALAMAT
STATUS
: Sudah Menikah
PEKERJAAN
: Wiraswasta
TGL. MASUK
: 06/01/2016
TGL. KELUAR
ANAMNESA
KELUHAN UTAMA : Penurunan Kesadaran
TELAAH
-
:
Hal ini dialami OS secara tiba-tiba sejak 3 hari sebelum masuk ke
rumah sakit saat OS beraktivitas ringan. Riwayat nyeri kepala (+),
muntah menyembur (+) 1 kali. Kejang (-), riwayat hipertensi (+) sejak
5 tahun yang lalu dengan pengobatan tidak teratur.
RPT
RPO
: Tidak Jelas
ANAMNESA TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius
: Desah (-)
Traktus Respiratorius
: Sesak (+)
Traktus Digestivus
Traktus Urogenitalis
: Tidak ada
ANAMNESA KELUARGA
Faktor Herediter
: (-)
Faktor Familier
: (-)
Lain-lain
: (-)
ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran dan Pertumbuhan : Tidak Jelas
Imunisasi
: Tidak Jelas
Pendidikan
: Tamat SMA
Pekerjaan
: Wiraswasta
Perkawinan
: Sudah menikah
.
PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Tekanan Darah
: 200/100 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Frekuensi Nafas
: 20 x/menit
Temperatur
: 36.9 oC
Persendian
Pergerakan
: (+) Normal
Kelenjar Parotis
Desah
: Tidak dijumpai.
Dan lain-lain
: (-)
Rongga Dada
Rongga Abdomen
Inspeksi
Simetris fusiformis
Simetris
Perkusi
Timpani
Palpasi
Soepel
Auskultasi
Normoperistaltik
Genitalia
Rectal Toucher
STATUS NEUROLOGI
Sensorium
: Compos Mentis
Kranium
Bentuk
: Bulat
Fontanella
: Tertutup
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Transiluminasi
Perangsangan Meningeal
Kaku Kuduk
: (-)
Tanda Kernig
: (-)
Tanda Brudzinski I
: (-)
Tanda Brudzinski II
: (-)
: (-)
Sakit Kepala
: (-)
Kejang
: (-)
Normosmia
(+)
(+)
Anosmia
(-)
(-)
Parosmia
(-)
(-)
Hiposmia
(-)
(-)
Nervus II
Okuli Dekstra
Visus
Okuli Sinistra
Sulit dinilai
Lapangan Pandang
Normal
(+)
(+)
Menyempit
(-)
(-)
Hernianopsia
(-)
(-)
Scotoma
(-)
(-)
(+)
(+)
Warna
Batas
Ekskavasio
Arteri
Vena
Refleks ancaman
Fundus Okuli
Okuli Dekstra
Okuli Sinistra
(+) Normal
(+) Normal
Nistagmus
(-)
(-)
Lebar
3mm
3mm
Bentuk
Bulat
Bulat
(+)
(+)
Pupil
(+)
(+)
Rima Palpebra
7mm
7mm
Deviasi Conjugate
(-)
(-)
(+)
(+)
Strabismus
(-)
(-)
Nervus V
Kanan
Kiri
(+)
(+)
(+)
(+)
Kekuatan gigitan
(+)
(+)
Kulit
Selaput Lendir
Langsung
(+)
(+)
Tidak Langsung
(+)
(+)
Reflex masseter
Reflex bersin
Motorik
Membuka dan menutup mulut
Sensorik
Refleks Kornea
Nervus VII
Kanan
Kiri
Motorik
Mimik
Kerut Kening
(+)
(+)
Menutup mata
(+)
(+)
Meniup Sekuatnya
(+)
(+)
Memperlihatkan Gigi
(+)
(+)
Tertawa
(+)
(+)
(+)
Sensorik
(+)
Hiperakusis
(-)
(-)
Refleks stapedial
(+)
(+)
Kanan
Kiri
(+)
(+)
Nervus VIII
Auditorius
Pendengaran
Test Rinne
Test Weber
Test Schwabach
Nistagmus
Reaksi kalori
Ventibularis
Vertigo
Tinnitus
(-)
:
(-)
(-)
(-)
Nervus IX, X
Pallatum Mole
: Medial
Uvula
: Medial
Disfagia
: (-)
Disartria
: (-)
Disfonia
: (-)
Refleks muntah
: (+)
Nervus XI
Kanan
Kiri
(+)
(+)
(+)
(+)
Mengangkat bahu
Nervus XII
Lidah
Tremor
: (-)
Atrofi
: (-)
Fasikulasi
: (-)
: Medial
: Medial
Sistem Motorik
Trofi
: Eutrofi
Tonus otot
: Normotonus
Kekuatan Motorik
Sikap (duduk-berdiri-berbaring)
ESD: 33333/33333
ESS:55555/55555
EID: 33333/333333
EIS: 55555/55555
: Berbaring
: (-)
Khorea
: (-)
Ballismus
: (-)
Mioklonus
: (-)
Atetosis
: (-)
Distonia
: (-)
Spasme
: (-)
Tic
: (-)
Dan lain-lain
: (-)
Tes Sensibilitas
Eksteroseptif
Propioseptif
10
Grafestesia
Refleks
Refleks Fisiologis
Kanan
Kiri
Biseps
(++)
(++)
Triseps
(++)
(++)
Radioperiost
(++)
(++)
APR
(++)
(++)
KPR
(++)
(++)
Strumple
(++)
(++)
Kanan
Kiri
Refleks Patologis
Babinski
(-)
(-)
Oppenheim
(-)
(-)
Chaddock
(-)
(-)
Gordon
(-)
(-)
Schaefer
(-)
(-)
Hoffman-Tromer
(-)
(-)
Klonus Lutut
(-)
(-)
Klonus Kaki
(-)
(-)
Refleks Primitif
Koordinasi
Lenggang
: Sulit dinilai
Bicara
Menulis
Percobaan Apraksia
Test telunjuk-telunjuk
Test telunjuk-hidung
Diadokokinesia
Test tumit-lutut
11
Test Romberg
: Sulit dinilai
Vegetatif
Vasomotorik
: (+)
Sudomotorik
: (+)
Pilo-erector
: (+)
Miksi
: (+)
Defekasi
: (+)
Vertebra
Bentuk
Normal
Scoliosis
: (-)
Hiperlordosis
: (-)
Pergerakan
Leher
Pinggang
: (-)
Cross Laseque
: (-)
Test Lhermite
: (-)
Test Naffziger
: (-)
Gejala-Gejala Serebelar
Ataksia
: (-)
Disartria
: (-)
Tremor
: (-)
Nistagmus
Fenomena rebound
: Sulit dinilai
12
Vertigo
: (-)
Dan lain-lain
: (-)
Gejala-Gejala Ekstrapiramidal
Tremor
: (-)
Rigiditas
: (-)
Bradikinesia
: (-)
Dan lain-lain
: (-)
Fungsi Luhur
Kesadaran Kualitatif
: Compos Mentis
Ingatan Baru
Ingatan Lama
Orientasi
Diri
Tempat
Waktu
Situasi
Intelegensia
: Sulit dinilai
Daya Pertimbangan
: Sulit dinilai
Reaksi Emosi
: Sulit dinilai
Afasia
Ekspresif
: (-)
Represif
: (-)
Apraksia
: (-)
Agnosia
Agnosia Visual
: (-)
Agnosia jari-jari
: (-)
Akalkulia
: (-)
Disorientasi kanan-kiri
: (-)
13
RPO
: Tidak Jelas
Status Presens
Sensorium
: Compos Mentis
Tekanan Darah : 200/100 mmHg
Nadi
: 84 x/i
Pernafasan
: 20 x/i
Temp
: 36.0 oC
ESS: 55555/55555
EIS: 55555/55555
Kaku kuduk
(-)
Tanda Kernig
(-)
Tanda Brudzinski I/II : (-)
Refleks Fisiologis
Ka
Ki
B/T
: ++/++
++/++
APR/KPR : ++/++
++/++
Refleks Patologis
H/T
:
Babinski :
Ka
-/-
Ki
-/-
14
DIAGNOSA
DIAGNOSA FUNGSIONAL : Somnolen + Hemiparese dextra
DIAGNOSA ETIOLOGIK
: Hipertensi
DIAGNOSA ANATOMIK
: Intraserebral
DIAGNOSA BANDING
: 1. Stroke Hemoragik
2. Stroke Iskemik
DIAGNOSA KERJA
PENATALAKSANAAN
RENCANA PEMERIKSAAN
- Pemeriksaan Darah Lengkap
- EKG
- Foto Thorax
- Head CT Scan
15
16
2.3.
TGL
6
Januari
2016
FOLLOW-UP PASIEN
S
Penuru
nan
Kesadar
an (+)
Sens: Apatis
TD:
200/100
mmHg
HR: 80 x/i
RR: 20 x/i
T: 37,0oC
Peningggian
TIK
(-),
Nyerikepala (-)
R. Meningeal:
Kakukuduk: (-)
Brudzinski (-)
N. Kranialis:
N. III, IV, VI:
Gerak
bola
mata (+)
N. VII: Sudut
mulut simetris
N.XII:
lidah
dijulurkan
medial
R. Fisiologis:
B/T: ++/++ +
+/++
APR/KPR: ++/
++ ++/++
R. Patologis:
H/T: -/- -/Babinski: - K. Motorik:
ESD
33333/33333
ESS
Apatis ec
stroke
hemoragik
P
Terapi
-Bed Rest , head up
30o
- IVFD R S0L 20
gtt/i
- NGT & Kateter
terpasang
- Diet Sonde Veeding
rendah garam
-Inj
Nicardipine
10mg + 40cc NaCl
0,9% = 10cc/jam
titrasi 2cc/15 mnt
sampai TD 160/90
mmHg
- Inj Furosemide
20mg / 12 jam
-Inj.
Mannitol
125cc/6jam
-Inj.
Amlodipin
1x10mg
Diagnost
ik
Cek
lab
puasa
(KGDP,
2JPP,
HBA1C,
LFT,
lipid
profile)
-Konsul
pembaca
an EKG,
Foto
Thorax,
Head CT
Scan
17
55555/55555
EID
33333/33333
EIS
55555/55555
7
Januari
2016
8
Januari
2016
Penuru
nan
Kesadar
an (+)
Penuru
nan
Kesadar
an (+)
Secondary
headache +
hemiparese
dextraec
stroke
hemoragik
(IVH)
Secondary
headache +
hemiparese
dextraec
stroke
hemoragik
(IVH)
-Konsul
pembaca
an head
CT scan
danfoto
thorax
-Susul
jawaban
pembaca
an foto
thorax
Konsule
ndokrin
18
sampai TD 160/90
mmHg
- Inj Furosemide
20mg / 12 jam
-Inj.
Amlodipin
1x10mg
-Inj
Cefoperazone
1gr /12 jam.
- Diet diberi :
Makanan cair bentuk
sonde Rendah Garam
I 1500 kalori
- Captopril 50mg 3x1
tab
Citicoline
inj
500mg/12 jam
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Stroke adalah gangguan fungsi serebral yang terjadi baik fokal maupun
global yang terjadi mendadak dan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau
meninggal disebabkan oleh gangguan pembuluh darah.1
Klasifikasi utama stroke dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan penyebab,
yaitu iskemia-infark dan hemoragik.2 Stroke hemoragik sendiri dibagi lagi
berdasarkan lokasi perdarahannya menjadi perdarahan intraserebral dan
perdarahan subarakhnoid.3
19
20
Gambar 1. Potongan horizontal serebrum (atas) dan potongan sagittal batang otak (bawah).
Gambar di atas menunjukkan lokasi paling sering perdarahan intraserebral.3
3.3. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya stroke hemoragik antara lain:4
a. Hipertensi
Etiologi dari stroke hemoragik primer (perdarahan intraserebral) yang
paling umum adalah hipertensi. Setidaknya 2/3 dari jumlah pasien dengan
perdarahan intraparenkimal primer dilaporkan memiliki hipertensi.
Penyakit hipertensi pembuluh darah kecil dihasilkan dari aneurisma
lipohyalinotic kecil yang pecah subsekuens dan menghasilkan perdarahan
intraparenkimal. Lokasi yang paling umum biasanya di basal ganglia,
thalami, cerebellum, dan pons.
b. Ruptured saccular aneurysm
c. Cerebral amyloidosis
21
(PSA)
adalah
keadaan
akut
dimana
22
terjadi di pembuluh darah di luar otak, tetapi masih di daerah kepala seperti di
selaput otak atau bagian bawah otak.PSA menduduki 7-15% dari seluruh kasus
Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO). PSA paling banyak disebabkan oleh
pecahnya aneurisma (50%).
b. Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma, dimana
70% kasus PIS terjadi di kapsula interna, 20% terjadi di fosa posterior(batang otak
dan serebelum) dan 10% di hemisfer (di luar kapsula interna). PIS terutama
disebabkan oleh hipertensi (50-68%). Angka kematian untuk perdarahan
intraserebrum hipertensif sangat tinggi, mendekati 50%. Perdarahan yang terjadi
diruang supratentorium (diatas tentorium cerebeli) memiliki prognosis yang baik
apabila volume darah sedikit. Namun, perdarahan kedalam ruang infratentorium
didaerah pons atau cerebellum memiliki prognosis yang jauh lebih buruk karena
cepatnya timbul tekanan pada strukturstruktur vital dibatang otak.
3.5.Faktor Risiko7,9
Faktor risiko stroke adalah faktor yang menyebabkan seseorang menjadi
lebih rentan atau mudah terkena stroke, antara lain :
a. Usia
Usia merupakan faktor risiko yang paling penting bagi semua stroke.
Insiden stroke meningkat secara eksponsial dengan bertambahnya usia. Setelah
umur 55 tahun risiko stroke iskemik meningkat 2 kali lipat setiap 10 tahun (risiko
relatif ). Di Oxfordshire, selama tahun 19811986, tingkat insiden stroke pada
kelompok usia 45- 54 tahun ialah 57 kasus per 100.000 penduduk dan pada
kelompok usia 85 tahun keatas terdapat 1.987 kasus per 100.000 penduduk.
b. Jenis Kelamin
Pada pria memiliki kecendrungan lebih besar untuk terkena stroke
dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan 2:1. Walaupun para pria lebih
rawan dari pada wanita pada usia yang lebih muda, tetapi para wanita akan
menyusul setelah usia mereka mencapai menopause. Hasil-hasil penelitian
menyatakan bahwa hormon berperan dalam hal ini, yang melindungi para wanita
sampai mereka melewati masa-masa melahirkan anak. Pria berusia kurang dari 65
tahun memiliki risiko terkena stroke iskemik atau perdarahan intra sereberal lebih
tinggi sekitar 20% dari pada wanita. Namun, wanita usia berapa pun memiliki
23
risiko perdarahan subaraknoid sekitar 50% lebih besar. Menurut data dari 28
Rumah Sakit di Indonesia pada tahun 2000, ternyata bahwa kaum pria lebih
banyak menderita stroke dibandingkan kaum wanita. Risiko relatif stroke 1,25
kali lebih besar pada pria dibanding wanita.
c. Riwayat Keluarga dan Genetika
Kelainan turunan sangat jarang menjadi penyebab langsung stroke.
Namun, gen memang berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke,
misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan kelainan pembuluh darah.
Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga
pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun.Anggota keluarga dekat
dari orang yang pernah mengalami PSA memiliki peningkatan risiko 2-5%
terkena PSA.
d. Ras / Suku Bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang kulit
putih. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup. Pada tahun
2004 di Amerika terdapat penderita stroke pada laki-laki yang berkulit putih
sebesar 37,1% dan yang berkulit hitam sebesar 62,9% sedangkan pada wanita
yang berkulit putih sebesar 41,3% dan yang berkulit hitam sebesar 58,7%.
e. Riwayat Stroke
Bila seseorang telah mengalami stroke, hal ini akan meningkatkan
terjadinya serangan stroke kembali/ulang. Dalam waktu 5 tahun, kemungkinan
akan terjadi stroke kembali sebanyak 35-42%.
f. Diabetes Mellitus
Gula darah yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh
darah yang berlangsung secara progresif. Pada orang yang menderita Diabetes
Mellitus risiko untuk terkena stroke 1,5-3 kali lebih besar (risiko relatif).
3.6. Patogenesis Stroke Hemoragik10
A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi
kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain
atau amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi
sangat tinggi. Pada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut
amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati
amiloid)melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.
24
B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun,
perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dianggap sebagai stroke.
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan
yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti
kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya
aneurisma mendadak di sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang
menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu.
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat
muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu
setelah bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding
arteri.Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital.
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari
pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam
atau di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat
kelahiran,tetapi biasanya hanya diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang
sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi, perjalanan
(menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi
meradang. Arteri kemudian dapat melemah dan pecah.
3.7.
Manifestasi Klinis
Timbulnya gejala klinis pada stroke hemoragik sering tanpa didahului oleh
gejala prodromal. Manifestasi klinis dapat muncul saat pasien sadar atau saat
sedang beraktivitas misalnya ketika berada di kamar mandi, kantor, berdiri ataupu
25
saat berjalan. Kejadian tersebut jarang terjadi ketika pasien sedang tertidur, kirakira hanya sekitar 10% kejadian.11
a. Gejala Perdarahan Intraserebral
Bentuk manifestasi klinis dari perdarahan intraserebral bergantung pada
dimana lokasi hematom dijumpai. Pada pasien yang memiliki hematom
dengan ukuran yang besar sering mengeluhkan peningkatan tekanan darah,
sakit kepala, muntah, penurunan kesadaran, hal ini dikarenakan oleh
peningkatan tekanan intracranial serta edema otak. Kompresi langsung
ataupun distorsi oada batang otak dan thalamus juga dapat dijumpai.11
Dibandingkan dengan kasus stroke iskemik dan perdarahan subarachnoid,
terdapat progresi defisit fokal yang cepat. Dysautonomia juga sering
ditemukan pada perdarahan intra serebral, misalnya hiperventilasi,
takipnoe, bradikardi, demam, hipertensi dan hiperglikemia. Gejala klinis
stroke sering sukar dibedakan dengan kondisi neurologis lainnya yang
menyerupai gejala stroke seperti pada kejang, sinkop, serta sepsis. Gejala
sensori seperti vertigo dan sakit kepala sulit untuk dibedakan penyebabnya
antara stroke dan non stroke.12
Gejala-gejala yang disebut diatas sering membingungkan klinisi untuk
membedakannya antara iskemik dan hemoragik, bahkan terkadang gejala
klinis yang dijumpai sedikit dan kurang khas. Oleh karena itu pemeriksaan
penunjang berupa pencitraan otak sangat diperlukan untuk menegakkan
diagnosis. Awitan awal, kelemahan anggota gerak, gangguan berbicara dan
otot wajah melemah juga merupakan keluhan yang sering dijumpai.12
Tabel 2.1 Gejala Klinis Stroke12
Symptoms Cases
(%)
Acute onset
96
Arm weakness
63
Leg weakness
54
26
Speech disturbances
53
Facial weakness
23
Limb parasthesia
20
Visual disturbances
11
Facial parasthesia
Vertigo
Convulsive fits
b. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid didefinisikan sebagai kebocoran perdarahan
hingga masuk ke ruang subarachnoid, bisa disebabkan oleh karena rupture
dari arteri, vena, atau manifestasi sekunder dari perdarahan intra serebral.
Gejala klinis yang dapat dijumpai yaitu, muncul secara tiba-tiba,
memberat, sakit kepala yang hebat, iritasi meningeal (tanda kernig, tanda
brudzinski dan kaku kuduk), dijumpai darah pada cairan serebrospinal,
tanda fokal neurologi yang tidak khas, gangguan kesadaran, perdarahan
preretinal.12
3.8. Diagnosis
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek,
maka evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat, sistematik, dan
cermat. Evaluasi gejala dan klinik stroke akut meliputi:13
a. Anamnesis: terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas
penderita saat serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa
berputar, kejang, cegukan (hiccup), gangguan visual, penurunan
kesadaran, serta faktor risiko stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-lain).13
b. Pemeriksaan fisik: meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan
suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat
jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada
27
28
Gambar 2.1 Pasien dengan spot sign menggambarkan ekstravasasi dan ekspansi
hematom. A. Unenhancet CT menunjukkan putaminal posterior kiri dan hematom
kapsula interna yang dikelilingi edema ringan. B. focus kecil di perifer, ditandai
dengan panah warna hitam. C. post-contrast CT menunjukkan pembesaran spot
sign dengan ekstravasasi (panah putih) D. Unenhanced CT 1 hari setelah
gambaran pembesaran hematom dan perdarahan intraventrikel.2
3.9. Penatalaksanaan
1. Terapi Umum3
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis, nadi,
tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam
29
terapi oksigen.
Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask
Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60 mmHg
atau pCO2 >50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko
dilakukan trakeostomi.
b. Stabilisasi Hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pernberian
(konsultasi Kardiologi).
Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya.
Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan satin normal dan
aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah jantung
30
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan
penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan
TIK.
Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70
mmHg.
Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial
meliputi :
o Tinggikan posisi kepala 200 - 300
o Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
o Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
o Hindari hipertermia
o Jaga normovolernia
o Osmoterapi atas indikasi:
Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit,
diulangi setiap 4 - 6 jam dengan target 310
mOsrn/L. (AHA/ASA, Class III, Level of evidence
C). Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali dalam
sehari selama pemberian osmoterapi.
o Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1
o
mg/kgBB i.v.
Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40
mmHg). Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan
batuk,
suction,
bucking
ventilator.
Agen
31
kontraindikasi.
Drainase ventricular dianjurkan pada hidrosefalus akut
yang
dapat
menyelamatkan
nyawa
dan
Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5oC atau 37,5
o
C.
Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan
kultur dan hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan antibiotik.
32
maupun enteral).
Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari
ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi
urin sehari ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak
tampak dan ditambah lagi 300 ml per derajat Celcius pada penderita
panas).
Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu
diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai
normal.
Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa
gas darah.
Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaklah
baik.
Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan,
33
dukungan
nutrisi
boleh
diberikan
secara
parenteral.
Perhatikan diit pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan
yang diberikan. Contohnya, hindarkan makanan yang banyak
mengandung vitamin K pada pasien yang mendapat warfarin.
34
35
3. Tekanan Darah
4. Penanganan di Rumah Sakit dan Pencegahaan Kerusakan Otak Sekunder
a. Pemantauan awal dan penanganan pasien penrdarahan intracranial sebaiknya
dilakukan di ICU dengan dokter dan perawat yang memiliki keahlian perawatan
intensif neurosains.
b. Penanganan Glukosa
c. Obat kejang dan antiepilepsi
5. Prosedur/ Operasi
a. Penanganan dan Pemantauan Tekanan Intrakranial
Pasien
dengan
skor
GCS
<8,
dengan
tanda
klinis
herniasi
dapat
b. Perdarahan Intraventikuler
Walaupun
pemberian
intraventrikuler
recombinant
tissue-type
36
Pasien
dengan
perdarahan
serebral
yang
mengalami
perburukan
neurologis, atau yang terdapat kompresi batang otak, dan atau hidrosefalus
akibat obstruksi ventirkel sebaiknya menjalani operasi evakuasi bekuan
darah secepatnnya. Tata laksana awal pada pasien tersebut dengan drainase
MRI.
Setelah periode akut perdarahan intrakranial dan tidak ada kontra indikasi
medis, tekanan darah sebaiknya dikontrol dengan baik terutama pada
pasien yang lokasi perdarahannya tipikal dari vaskulopati hipertensif.
37
Mengingat potensi yang serius dari perdarahan intrakranial berupa kecacatan yang
berat, serius dan kompleks, semua pasien sebaiknya dilakukan rehabilitasi secara
multidisiplin. Jika memungkinkan, rehabilitasi dapat dilakukan sedini mungkin
dan berlanjut disarana rehabilitasi komunitas, sebagai bagian dari program
terkoordinasi yang baik antara perawatan di rumah sakit dengan perawatan
berbasis rumah sakit dengan perawatan berbasis rumah (Home care) untuk
meningkatkan pemulihan.
38
yang secara klinis dicurigai PSA maka tindakan pungsi lumbal untuk analisis
cairan cerebrospinal sangat direkomendasikan.
c. Untuk memastikan adanya gambaran aneurisma pada pasien PSA, pemeriksaan
angiografi serebral sebaiknya dilakukan. Namun, apabila tindakan angiografi
konvensional tidak dapat dilakukan maka pemeriksaan MRA atau CT angiografi
perlu dipertimbangkan.
2. Tatalaksana umum PSA
a. Tatalaksana pasien PSA derajat I atau II berdasarkan Hunt & Hess (H&H)
adalah sebagai berikut:
kesadaran).
Pasang infus diruang gawat darurat, usahakan euvolemia dan monitor
ketat sistem kardiopulmoner dan kelainan neurologi yang timbul
gawat darurat
Perawatan sebaiknya dilakukan diruang intensif atau semiintensif
Untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalan napas yang adekuat perlu
dipertimbangkan intubasi endotrakheal dengan hati-hati terutama apabila
a. Kontrol dan monitor tekanan darah untuk mencegah risiko perdarahan ulang.
Hipertensi berkaitan dengan terjadinya perdarahan ulang. Tekanan darah sistolik
39
angka
kejadian
iskemik
serebral
sehingga
mungkin
tidak
menguntungkan pada hasil akhir secara keseluruhan. Oleh karena itu, studi
dengan menggunakan kombinasi antifibrinolitik dengan obat-obatan lain untuk
mengurangi vasospasme perlu dilakukan.
d. Pengikatan (ligasi) karotis tidak bermanfaat untuk pencegahan perdarahan
ulang.
e. Penggunaan koil intraluminal dan balon masih dalam uji coba. Penelitian lebih
lanjut masih diperlukan.
4. Tindakan operasi pada aneurisma yang ruptur
a. Operasi Clipping atau endovaskuler coiling sangat direkomendasikan untuk
mengurangi perdarahan ulang setelah ruptur aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang dilakukan segera akan mengurangi risiko perdarahan
ulang setelah PSA, banyak penelitian yang meperlihatkan bahwasecara
keseluruhan hasil akhir tidak berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi segera
(early dan ultra early) dianjurkan pada pasien dengan derajat yang lebih baik serta
lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi yang segera
atau yang ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik khusus.
40
41
Pencegahan vasospasme
o Nimodipin 60 mg peroral 4 kali sehari
o NaCl 3% intravena 50 ml 3 kali sehari (hati-hati terhadap
timbulnya komplikasi berupa Central Pontine Myelinolisis (CPM)
o Jaga keseimbangan elektrolit
Delayed vasospasm
o Stop dimodipin, antihipertensi dan diuretika
o Berikan 5% albumin 250 ml intravena
o Bila memungkinkan lakukan pemasangan Swangans dan usahakan
wedge preasure 12-14 mmHg
o Jaga cardiac index sekitar 4 L/min/sg.meter
o Berikan dobutamin 2-15 ug/kg/min
6. Pengelolaan darah pada PSA
7. Tata Laksana Hiponatremia pada PSA
8. Tata Laksanan Kejang pada PSA
9. Tatalaksana Komplikasi Hidrosefalus
10. Terapi Tambahan
3.10.
42
dalam 24 jam pertama setelah perdarahan awal. Hal ini bergantung pada volume
hematom yang besar (>30 ml), usia yang lebih tua, MAP>130 mmHg dan Skor
Koma Glasgow < 4. Skor ICH dan skor FUNC dapat digunakan untuk menilai
prognosis pada pasien stroke hemoragik.16
43
44
45
BAB 4
DISKUSI KASUS
TEORI
KASUS
Usia
Jenis Kelamin
Ras / Etnik
Genetik
kelainan
jantung lain
- Hiperlipidemia
- Obesitas
Tanda utama gejala stroke hemoragik Pada kasus ini, gejalanya
adalah defisit neurologik fokal muncul secara berupa penurunan kesadaran,
kelemahan anggota gerak dan
mendadak. Gejala umum berupa lemas
adanya
riwayat
muntah
mendadak di wajah, lengan atau tungkai, menyembur.
terutama di salah satu sisi tubuh, gangguan
penglihatan seperti penglihatan ganda atau
kesulitan melihat pada satu atau dua mata,
bingung
mendadak,
vertigo,
hilangnya
46
Demam antipiretik
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Definisi stroke berdasarkan WHO adalah suatu tanda klinis yang
berkembang secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) yang
47
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain selain vaskular. Stoke hemoragik adalah stroke yang terjadi
apabila lesi vaskuler intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan
kedalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.8
Diagnosis stroke hemoragik dapat ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan laboratorium, CT-scan, dan MRI.1
Penatalaksanaan stroke hemoragik berbeda berdasarkan manifestasi
perdarahan yang terjadi. Pada stroke hemoragik dengan perdarahan intrasereberal,
penatalaksanaan yang diberikanberupa berupa terapi hemostasik, penghentian
pemberian antikoagulan, dan penataklasaan dan penatalaksanaan bedah bila
terdapat indikasi. Pada stroke hemoragik dengan pendarahan subarkhnoid,
penatalaksanaan yang diberikan berupa penatalaksanaan dini di ruang gawat
darurat, pencegahan perdarahan ualang, pencegahan vasospasme, pengobatan
antifibrinolitik, antihipertensi, hiponatremi, kejang, dan terapi tambahan berupa
terapi simtomatik dan terapi suportif.6
5.2 Saran
Dalam penanganan kasus stroke hemoragik perlu diberikan edukasi pasien
maupun keluarga bahwa stroke adalah penyakit yang membutuhkan penanganna
yang sangat lama. Keluarga dan penderita harus mengerti bahwa stroke dapat
menyebabkan disabilitas dan membutuhkan waktu terapi panjang untuk
mengembalikan fungsinya seperti semula. Meskipun begitu, tidak ada jaminan
bahwa pasien stroke dapat sembuh seutuhnya atau mengalami disabilitas
permanen.
Saran yang bisa diberikan untuk klinisi dan tenaga kesehatan adalah
meningkatkan mutu pelayanan stroke, khususnya dalam penatalaksanaan
kegawatdaruratan. Dengan deteksi dini dan penanganan awal yang tepat sasaran,
diharapkan dapat memberikan prognosis yang baik bagi pasien.
48
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization, 2006. Incidence of Stroke in United States.
Geneva : WHO
2. Feigin, V.L., et al., 2005. Risk Factors for Subarachnoid Hemorrhage An
Updated Systematic Review of Epidemiological Studies. Stroke (36):
2773-2780
3. Pokdi Stroke, 2011. Guideline Stroke 2011. Jakarta: PERDOSSI
49