Oleh:
Hanna Chaterina George
M.l. Eko Wiyanti
Dwi Retno Widaty
KATA PENGANTAR
pra-syarat dalam masyarakat informasi dan merupakan hak asasi manusia untuk
belajar sepanjang hayat.
Kajian ini merupakan suatu penelitian yang bersifat deskriptif dalam arti
bahwa hasil kajian ini mampu memberikan gambaran atau keadaan tertentu dengan
cara mengembangkan konsep dan menghimpun fakta dari data yang terkumpul.
Diharapkan Kajian ini merupakan bentuk kontribusi nyata dalam pengembangan
program literasi informasi di sekolah-sekolah di Indonesia yang dapat memberikan
Jakarta,
2011
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.4 Tujuan
1.5 Manfaat
16
A Jenis Penelitian
16
16
Populasi
C Responden
16
17
Instrumen
17
Analisis Data
18
iii
19
19
19
19
20
21
21
22
23
25
27
29
30
32
4.2 Peran Tenaga Perpustakaan Sekolah dalam Implementasi Literasi Informasi ....
32
32
35
41
5.1 Kesimpulan
41
5.2 Saran
42
DAFTAR PUSTAKA
43
iv
BABI
Pendahuluan
Latar Belakang
Penerapan literasi informasi telah membawa perubahan terhadap peran dan
fungsi perpustakaan sekolah. Tugas tenaga perpustakaan sekolah bukan lagi sebagai
penjaga buku, memantau peminjaman dan pengembalian buku atau mengatur bukubuku di rak.
penting sebagai pekeija informasi professional yang mengelola informasi dari koleksi
perpustakaannya.
informasi dan merupakan hak asasi manusia untuk belajar sepanjang hayat.
(Perpustakaan Nasional RI, 2007:15)
Kesadaran bahwa literasi informasi merupakan akan hak asasi manusia perlu
digalakkan
pelaksanaannya.
Beberapa
usaha
untuk
mempromosikan
dan
menggalakkan implementasi literasi informasi ini telah dilakukan oleh berbagai pihak
terkait. Penerbitan buku tentang literasi informasi telah dimulai Perpustakaan Nasional
RI. Berbagai pelatihan juga telah dilakukan oleh Perpustakaan Nasional dan banyak
pihak terkait seperti Kementerian Pendidikan Nasional serta berbagai instasi
pendidikan di sekolah dan universitas serta organisasi profesi.
Salah satu organisasi profesi yang mempunyai kepedulian
terhadap
literasi informasi yang terintegrasi dalam RPP, serta waktu yang terlalu pendek bagi
pendidik untuk menuntaskan mata pelajaran yang harus disampaikan kepada peserta
didik dalam suatu kurun waktu yang telah ditentukan. Dokumen ini menyarankan
agar literasi informasi diintegrasikan dalam kurikulum nasional Indonesia yaitu KTSP
secara global dan memasukkan keterampilan ini dalam silabus dan RPP (APISI:2008,
hal 64-65)
Salah satu penelitian literasi informasi di tingkat universitas telah dilakukan
oleh Laely Wahyuli tahun 2008 dalam tesisnya yang berjudul Ketrampilan Instruktur
Materi Information Literacy (IL): studi kasus program Orientasi Belajar Mahasiswa
(OBM) Universitas Indonesia. Penelitian ini mengupas keterampilan para instruktur
yang memberikan sesi literasi informasi kepada mahasiswa baru di Universitas
Indonesia. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa pelatihan bagi instruktur literasi
informasi merupakan salah satu sumber penting untuk memperlengkapi keterampilan
literasi informasi mereka.
mengingat tenaga perpustakaan sekolah adalah instruktur literasi informasi bagi para
peserta didik di sekolah.
Setelah lima tahun mengenalkan literasi informasi sebagai salah satu peran
perpustakaan sekolah, sudah saatnya kajian literasi informasi di Indonesia ditinjau
lebih jauh berkaitan dengan penerapannya yang beragam di sekolah-sekolah di
Indonesia.
Meski sudah beberapa tahun diperkenalkan di Indonesia, belum ada satu
sekolah pun yang bisa menjadi model dalam penerapan literasi informasi khususnya
berkaitan dengan peran tenaga perpustakaan sekolahnya. Untuk itu perlu ditemukan
praktik-praktik terbaik di beberapa sekolah yang bisa diramu untuk menjadi contoh
penerapan bagi sekolah-sekolah lainnya.
Sekolah Madrasah yang mencantumkan literasi informasi sebagai salah satu dimensi
kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga perpustakaan sekolah.
Dalam interaksi dengan peserta seminar dan pelatihan, APISI sering
menemukan komentar atau pandangan peserta yang menunjukkan konsep literasi
informasi yang dipahami
secara
sepotong-sepotong.
Hal
ini
menyebabkan
implementasi literasi informasi tidak utuh. Dalam praktiknya, tidak jarang tenaga
perpustakaan sekolah mengalami kebingungan dalam penerapan literasi informasi di
sekolah, khususnya berkaitan dengan peran dan posisi profesinya sebagai tenaga
perpustakaan sekolah.
1.2
Perumusan Masalah
Dengan demikian, maka perumusan masalah untuk kajian ini adalah:
"Bagaimana peran tenaga perpustakaan sekolah yang pernah mengikuti pelatihan
literasi informasi mengadakan program literasi informasi kepada peserta didik?"
Penerapan literasi informasi di sekolah belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan
model literasi informasi yang disampaikan pada International Workshop On
Information Literacy tahun 2008.
1.3
Fokus penelitian:
Gambaran tentang peran tenaga perpustakaan sekolah yang pernah mengikuti
pelatihan literasi informasi dalam mengadakan program literasi informasi kepada
peserta didik yang dilaksanakan di Denpasar, Makassar, Medan, Surabaya dan Jakarta.
1.4
Tujuan:
1. Untuk mendapatkan gambaran peran tenaga perpustakaan sekolah dalam penerapan
program literasi informasi di sekolah yang telah mengaplikasikan program literasi
informasi
2. Untuk mendapat gambaran hal-hal apa yang menjadi hambatan implementasi
literasi informasi dalam kegiatan yang dilakukan oleh tenaga perpustakaan sekolah
3. Untuk mendapat gambaran hal-hal apa yang menjadi penunjang implementasi
literasi informasi dalam kegiatan yang dilakukan oleh tenaga perpustakaan sekolah
4
1.5 Manfaat:
kegiatan
sumber
BABU
TINJAUAN LITERATUR
1991 dalam
informasi atau
masyarakat
pengetahuan,
yaitu
masyarakat
yang
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
1991 dalam
informasi atau
masyarakat
pengetahuan,
yaitu
masyarakat
yang
mengevaluasi
informasi
secara
kritis,
mengorganisasikan
dan
mengevaluasi,
mengorganisasi
dan
secara
efektif
menciptakan,
sebagai
sebuah
dalam pengelolaan
perpustakaan.
Tenaga
memenuhi
kebutuhan
pengguna
perpustakaan akan literasi informasi. Misalnya, tenaga perpustakaan harus bisa melatih
pendidik, peserta didik dan pengguna perpustakaan lainnya dalam literasi informasi.
Tenaga perpustakaan sekolah perlu melakukan pendekatan-pendekatan yang bisa
menarik empati para pengguna perpustakaan agar pengetahuan literasi informasi yang
disampaikan bisa merangsang pemikiran kritis pengguna perpustakaan.
Peningkatan
kemampuan
tenaga
perpustakaan
secara
terus
menerus,
2.2.
dari komisi literasi informasi ALA. Beberapa kegiatan di bidang literasi informasi mulai
dilakukan melalui beberapa proyek baik di Amerika maupun negara lain. Salah satunya,
UNESCO dan forum nasional di Amerika mensponsori 2 konferensi internasional
tentang literasi informasi di Praha, Republik Cekoslovakia (2003) dan di Alexandria,
Mesir (2005).
Di Indonesia, literasi informasi mulai dikenalkan kepada para tenaga
perpustakaan pada awal tahun 2000. Perpustakaan Nasional R.I. sejak tahun 2005 mulai
mengenalkan literasi informasi kepada tenaga perpustakaan di perpustakaan sekolah,
perguruan tinggi dan umum melalui berbagai seminar dan lokakarya. UNESCO, pada
tahun 2006 bekeijasama dengan Perpustakaan Nasional R.I. dan Pusat Dokumentasi dan
Informasi
Ilmiah
LIPI
serta
Kementerian
Negara
Riset
dan
Teknologi
2006). Sebagai bagian integral dari kegiatan sekolah, kehadiran perpustakaan sekolah
dimaksudkan sebagai pendukung dari kegiatan belajar mengajar. Fokusnya dititik
beratkan pada penyediaan layanan dan kegiatan yang bersifat menstimulasi kegiatan
belajar mengajar.
Sebuah penelitian dengan responden ratusan sekolah yang berada di pulau
Jawa, Bali dan Lombok dilakukan dengan menanyakan tentang fasilitas perpustakaan
dan sumber bahan bahasa yang ada di perpustakaan sekolah. Penelitian tersebut
menemukan fakta bahwa:
1. Biasanya tidak ada siswa-siswi di dalam perpustakaan.
2. Perpustakaannya hanya buka pada jam kelas (paling tambah 15 menit).
3. Guru-guru tidak secara rutin menyuruh siswa-siswi dalam jam kelas ke
perpustakaan untuk tugas, mencari informasi atau solusi sendiri.
4. Jelas, guru-guru tidak dapat minta siswa-siswi mencari informasi di perpustakaan
di luar jam kelas karena perpustakaannya tidak buka.
5. Guru-guru sendiri jarang kunjungi perpustakaan, dan kurang tahu isinya.
6. Seringkah pengelola perpustakaan adalah guru yang juga jarang ada di
perpustakaan.
7. Pada umumnya, pengelola perpustakaan kelihatannya tidak mempromosikan
perpustakaannya (atau berjuang untuk meningkatkan minat baca) secara aktif dan
kreatif.
8. Lingkungan sekolah (termasuk rakyat) kurang aktif membangunkan perpustakaan.
(http://pendidikan.net/perpustakaan.html')
Fakta dari hasil penelitian ini memperlihatkan kepada kita, bahwa perpustakaan
saat ini hanya menjadi "gudang buku" di sebuah sekolah. Kondisi ini tentu saja tidak
terjadi pada semua sekolah yang ada di Indonesia. Namun, kondisi ini dialami oleh
banyak sekolah di Indonesia. Beberapa sekolah unggulan atau swasta/internasional
mungkin saja perpustakaannya telah dikelola dengan baik, tapi tak jarang sekolahsekolah unggulan dan swasta kita juga menemukan kondisi perpustakaan yang miris
seperti hasil penelitian tersebut.
Idealnya, perpustakaan harusnya bisa berperan sebagai "jantung sekolah"
sebagai sumber infomrasi/pengetahuan. Peserta didik yang belajar di sekolah, selain
mendapatkan ilmu pengetahuan di kelas yang disampaikan dalam proses belajar
11
mengajar, juga bisa memperoleh pengetahuan yang mendukung ilmu pelajaran yang
disampaikan oleh pendidik di kelas. Banyak alasan kondisi perpustakaan di sekolah
mengalami kondisi miris seperti hasil penelitian tersebut. Selain belum adanya
pemahaman tentang pentingnya literasi informasi oleh pengambil kebijakan, baik
pemerintah maupun manajemen sekolah, faktor biaya, koleksi perpustakaan,
ruang/bangunan dan lainnya tentu perlu mendapat perhatian kita bersama.
Perpustakaan adalah salah satu sarana penunjang dalam proses belajar
mengajar di sekolah (Undang-undang Republik Indonesia nomor 43 tahun 2007
tentang perpustakaan). Perpustakaan sekolah dewasa ini bukan hanya merupakan unit
keija yang menyediakan bacaan guna menambah pengetahuan dan wawasan bagi
peserta didik, tapi juga merupakan bagian yang integral pembelajaran. Artinya,
penyelenggaraan perpustakaan sekolah harus sejalan dengan visi dan misi sekolah,
dengan mengadakan bahan bacaan bermutu yang sesuai kurikulum, menyelenggarakan
kegiatan yang berkaitan dengan bidang studi, dan kegiatan penunjang lain, misalnya
berkaitan dengan peristiwa penting yang diperingati di sekolah (Dady P. Rachmananta
Jakarta,
Desember
2006
Kepala
Perpustakaan
Nasional
RI,
telah
mengadopsi
standardisasi
yang
di
tetapkan
oleh
serta mencerminkan etos, tujuan dan sasaran maupun kenyataan sekolah. Kebijakan
tersebut menentukan kapan, di mana, untuk siapa dan oleh siapa potensi maksimal
akan dilaksanakan. Kebijakan perpustakaan akan dapat dilaksanakan bila komunitas
sekolah mendukung dan memberikan sumbangan pada maksud dan tujuan yang
ditetapkan di dalam kebijakan. Karena itu, kebijakan tersebut harus tertulis dengan
sebanyak mungkin keterlibatan yang beijalan secara dinamis, melalui banyak
konsultasi
serta hendaknya
. Analisis Data
Analisa
data agar
dapat
ditafsirkan,
mengategorikan data, mencari tema atau pola dengan maksud untuk memahami
maknanya. Analisis data disajikan dengan memberikan penjelasan terhadap data yang
diperoleh.
19
BAB IV
Analisa Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1. Analisa Responden
Proses pemilihan responden untuk kajian ini diawali dari penyeleksian awal
melalui direktori APISI tahun 2011 yang memuat semua peserta yang pernah mengikuti
seminar dan pelatihan literasi informasi yang dilakukan dari kurun waktu 2006-2011.
Alasan penggunaan direktori APISI karena dalam kurun waktu tersebut, APISI
melakukan keija sama dengan berbagai instansi dan lembaga swasta maupun pemerintah,
termasuk Perpustakaan Nasional baik itu di Bali maupun Jakarta, yang dianggap cukup
mewakili kriteria pemilihan calon responden kajian ini.
4.1.1. Proses Seleksi
4.1.1.1. Seleksi Tahap 1
Penyeleksian dari empat ratus empat belas (414) nama yang tercatat pernah
mengikuti seminar dan pelatihan literasi informasi, dipersempit dengan memilih
nama-nama yang mengikuti pelatihan literasi informasi, dan bukan seminar literasi
informasi.
21
namun sama sekali tidak berkaitan dengan jenis perpustakaan yang dikaji yaitu
responden dari perguruan tinggi. Mereka yang tidak mengembalikan mempunyai
beberapa alasan, seperti tidak menerima kuesioner yang dikirim lewat surat
elektronik, sudah tidak bekerja lagi di perpustakaan sekolah, atau sama sekali tidak
dapat di kontak. Dengan demikian dari kuesioner yang kembali ada dua belas (12)
responden (50%) yang memenuhi kriteria kajian.
Berikut ini adalah gambaran secara umum berdasarkan kuesioner yang kembali
dari ke dua belas responden tentang profil sekolah, profil perpustakaan serta input
mereka terhadap implementasi literasi informasi di tempat mereka bekerja:
A. Profil Sekolah
Rata-rata jumlah staf adalah 3 orang.
Rata-rata jumlah koleksi 10.000 - 25.000 eksemplar
Jam buka perpustakaan: 8 - 10 jam/hari
B. Jenis layanan berdasarkan urutan dari yang paling banyak diterapkan:
- Sirkulasi
- Layanan Referensi
- Layanan berbasis teknologi informasi
- Layanan Audio Visual
- Layanan fotokopi
- Literasi informasi dan Program Perpustakaan
Kepala sekolah mendukung perpustakaan dan kegiatan literasi informasi
Implementasi literasi informasi yaitu mengadakan program literasi informasi
C. Implementasi Literasi Informasi
D. Faktor Pendukung implementasi
- Dukungan dari pihak terkait (pendidik, kepala sekolah, peserta didik)
- Sarana dan prasarana
- Pengetahuan akan literasi informasi oleh SDM dab jenis sekolah yang
terintegrasi dengan literasi informasi
- Proses belajar mengajar
E. Faktor Penghambat implementasi
22
24
B.
SD
hingga
SMA.
Jenjang
group dimulai
pada
TK
diperkenalkan
tahun 1992.
pada
Perkembangan
selanjutnya, Perguruan Sutomo saat ini mencakup Sutomo 1 yang terdiri dari play
group, TK, SD, SMP, dan SMA, dan Sutomo 2 yang terdiri dari TK, SD, SMP,
25
dan SMA. Di antara keduanya, Sutomo 1 merupakan sekolah yang lebih dominan
dan dikenal luas. Dari segi fasilitas, SMP dan SMA Sutomo 1 Medan difasilitasi
dengan berbagai laboratorium dan ruang multimedia sebagai penunjang kegiatan
belajar mengajar. Diantaranya laboratorium bahasa, komputer, kimia, biologi,
fisika dan kimia. Sekolah ini juga memiliki beragam ekstra ko-kurikuler.
Sejak tahun pelajaran 1995/96, dibuka "kelas plus" (kelas unggulan) yang
bertujuan menampung siswa-siswi paling berprestasi, di mana penyajian materi
pelajaran lebih cepat dibandingkan dengan kelas umum. Pada tahun 2001, SMA
Sutomo 1 diberikan izin oleh Diijen Pendidikan Pusat untuk membuka Kelas
Akselerasi di mana pendidikan SMA dapat diselesaikan dalam jangka waktu 2
tahun. Pada tahun 2005 dibuka Kelas Internasional yang masih dalam tahap
"rintisan" sebelum dioperasikan sepenuhnya pada tahun 2007/2008. Kelas
Internasional menggunakan materi pelajaran yang disajikan dalam bahasa Inggris.
Kurikulum yang dipergunakan adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Lebih dari 15 ribu siswa bersekolah di Perguruan Sutomo. Mayoritas
siswanya adalah warga keturunan Tionghoa (sekitar 80%), sedangkan etnis
Tionghoa mewakili 40% komposisi guru. Kebanyakan guru di SD Sutomo 1
adalah masyarakat etnis Tionghoa, sedangkan kebanyakan guru di SMP/SMA
Sutomo 1 adalah masyarakat etnis Batak.
Sekilas Tentang Perpustakaan SMP dan SMA Sutomo I Medan
Perpustakaan SMP dan SMA Sutomo I Medan memiliki jumlah koleksi
sebanyak 12.000 judul dan kurang lebih 18.000 eksemplar. Menempati sebuah
ruangan yang luas yang berada di lantai 1, perpustakaannya dilengkapi dengan
sistem terkomputerisasi
Management
peminjaman dan pengembalian. Selain itu juga disediakan ruang baca, 4 buah
komputer yang bisa digunakan oleh siswa maupun guru untuk mengakses internet
dan tersedia jaringan WiFi. Perpustakaan SMP dan SMA Sutomo I Medan
beroperasional dari hari Senin-Sabtu dari jam 08.00-16.35. Untuk jenis layanan
yang disediakan, selain layanan sirkulasi fotocopy, referensi dan audio-visual.
Saat ini, Kepala Sekolah SMA Sutomo I Medan memberikan dukungan
terhadap perpustakaan berupa penyediaan kebutuhan seperti komputer, barcode
scanner, barcode printer, printer, TV, in focus, audio system, scanner, pembelian
koleksi dan mendukung perwujudan perpustakaan menjadi perpustakaan digital
26
yang online. Setiap harinya, perpustakaan sangat ramai dikunjungi oleh siswa,
baik yang hanya membaca di perpustakaan, belajar maupun berdiskusi.
Workshop
on
Information
Literacy
(IWIL),
koordinator
27
28
29
Seperti halnya sekolah Ursulin lainnya, SMA Santa Maria Surabaya yang
berlokasi di Jalan Raya Darmo 49 Surabaya,ini juga memiliki
semboyan
"SERVIAM" yang berarti "Saya Mengabdi". Pada permulaan tahun pelajaran baru di
bulan Agustus 1951, Santa Maria mulai menerima murid SMA untuk kelas 1 bagian
B. Semua murid yang diterima adalah putri dan 23 siswinya tinggal di asrama. Di
tahun pelajaran baru, itu pula SMA mendapatkan 4 kelas dan kelas-kelas semuanya
penuh. SMA Santa Maria Surabaya saat ini memiliki siswa sebanyak 587 orang dan
jumlah staf yang ada sebanyak 54 orang. Untuk kurikulum yang diterapkan, SMA
Santa Maria menggunakan KTSP dan terakreditasi A.
Dalam usaha mendukung kegiatan belajar mengajar, SMA Santa Maria
menyediakan berbagai fasilitas yang lengkap, memadai, dan representatif, seperti:
Laboratorium Fisika, Laboratorium Kimia, Laboratorium Biologi, Laboratorium
Bahasa, Laboratorium IPS, dan Laboratorium Multimedia. SMA Santa Maria pun
telah dilengkapi fasilitas online Internet 24 jam dan bebrapa pendukung fasilitas lain
seperti: Ruang kelas yang semuanya telah ber-^C, Ruang radio, Ruang karawitan,
Ruang agama, Ruang serba guna, Ruang tari, Ruang band, Ruang Unit Kesehatan
Sekolah, Gerai jurnalistik, Bangsal olahraga indoor, Lapangan olahraga outdoor,
Sanggar seni, Bengkel seni dan aula.
Sekilas Tentang Perpustakaan SMA Santa Maria Surabaya
Perpustakaan SMA Santa Maria Surabaya memiliki jumlah koleksi sebanyak
6.710 judul dan 16. 210 eksemplar. Untuk jam buka perpustakaan dimulai dari jam
07.00-15.00 dari hari Senin hingga Sabtu. Jenis layanan yang disediakan di
perpustakaannya adalah layanan sirkulasi, layanan internet dengan menyediakan
mesin printer, fotocopy dan juga dilengkapi dengan fasilitas TV berlangganan yang
penggunaannya harus melalui pendampingan oleh guru bidang studi. Perpustakaan
SMA Santa Maria Surabaya telah menerapkan sistem otomasi dan saat ini
menggunakan software yang dikembangkan sendiri yang terintegrasi dengan sekolah.
memiliki
latar
belakang
ilmu
administrasi.
Adapun
tenaga
lain-lain. Perpustakaan SDH Makassar buka dari hari Senin-Jumat dari jam 07.0015.30. Jenis layanan yang disediakan yaitu layanan sirkulasi, referensi, teacher
resource, dan alat peraga. Untuk mendukung pencarin informasi, perpustakaan
menyediakan beberapa computer yang dapat mengakses ke internet. Saat ini
perpustakaan SDH Makassar sudah menerapkan system otomasi di perpustakaan
dengan menggunakan library system yang bernama Winnebago.
Profil Tenaga Perpustakaan Sekolah Dian Harapan (SDH) Makassar
Perpustakaan SDH Makassar dikelola oleh 3 orang staf yang satupun tidak
memiliki latar belakang bidang ilmu perpustakaan. Salah satu dari staf senior di SDH
Makassar pernah mengikuti seminar mengenai literasi informasi. 2 orang staf
perpustakaan yang lain tercatat sebagai guru perpustakaan yang memiliki latar
belakang keguruan dalam ilmu sosial.
32
pendidikan yang memadai, juga menyediakan berbagai fasilitas olah raga seperti:
Lapangan Volly, Lapangan Basket, dan Lapangan Tennis.
Di samping itu juga tersedia berbagai fasilitas tambahan yang diharapkan dapat
menjunjang kegiatan belajar mengajar siswa, sarana tersebut terintegrasi di dalam
kampus SMA Negeri 17 Makassar, diantaranya: Aula 1 buah, Asrama Siswa dengan
kapasitas 96 orang 1 buah, Kantin siswa; yang dikenal dengan 'Kafe 17', Masjid yang
cukup megah dan besar yang menjadi pusat kegiatan pendidikan Agama Islam,
Lapangan Upacara, dilengkapi dengan CCTV Di setiap Ruang Kelas, Suasana
Lingkungan Sekolah dengan Konsep Green School. Kurikulum yang digunakan di
SMAN 17 Makassar merupakan kurikulum KTSP 2006 dan sebagai Rintisan
Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) sekolah ini menggunakan kurikulum dari
Cambridge. Jumlah siswa/i di SMAN 17 Makassar sebanyak 600 orang.
Sekilas
Tentang Perpustakaan
Sekolah Menengah
Atas
(SMAN) 17
Makassar
Perpustakaan SMAN 17 Makassar dikelola oleh seorang kepala perpustakaan
yang tidak memiliki latar belakang ilmu perpustakaan dan 1 orang tenaga
administrasi. Setiap hari Senin-Sabtu, perpustakaan beroperasi dari jam 07.00-14.00.
Jumlah koleksi yang dimiliki sebanyak 1201 judul dan 5535 eksemplar yang
kebanyakan diantaranya merupakan koleksi buku teks. Jenis koleksi yang dimiliki
adalah buku, majalah dan koran. Perpustakaan dilengkapi dengan beberapa perangkat
komputer dan laptop, sebuah mesin printer dan scanner juga seperangkat TV dan
audio visual. Jenis layanan yang disediakan adalah layanan sirkulasi, referensi,
internet, dan audio visual. Perpustakaan SMAN 17 Makassar telah terotomasi dengan
menggunakan Senayan Library and Information Management System (SL1MS).
Profil Tenaga Perpustakaan Sekolah Menengah Atas (SMAN) 17 Makassar
Tenaga perpustakaan SMAN 17 Makassar dikenal sebagai sosok yang aktif
dalam mengembangkan dunia kepustakawanan di Makassar. Pernah mengikuti
pelatihan mengenai literasi informasi, ia pun aktif dalam menggerakkan organisasi
kepustakawanan sekolah dan mengadakan berbagai pelatihan. Prestasi yang pernah
diraih oleh kepala perpustakaan SMAN 17 Makassar ini adalah sebagai pustakawan
teladan di tingkat nasional.
33
Profil TPS
oOa
Pustakawan
Jabatan
Lama
memangku
jabatan
Latar
belakang
pendidikan
Pelatihan
literasi
informasi
yang pernah
diikuti
IVIIO
Guru Pustakawan
2 tahun
nggris
on Information
Literacy (l-WIL/APISI)
S1 Ilmu
Perpustakaan
Indonesia Workshop
on Information
Literacy (IWIL/APISI) - 2008
UPH-APISI 2007
Profil Sekolah
International School
PYP - IBO
120 orang
400 orang
International School
IBO-WASC
50 orang
150 orang
WASC
(International)
A (Nasional)
Profil Perpustaka.in
a
i
Jenis sekolah
Kurikulum
Jumlah staff
Jumlah murid
Akreditasi
sekolah
Jumlah
koleksi
I
Jam buka
perpustakaan
Jenis
layanan
perpustakaan
2525_
07.30-15.00
08.00 -16.00
Sirkulasi, Fiksi, Non
Fiksi, Internet caf,
Ruang Audio visual
Critical thinking
merupakan satu bagian dari unsur kurikulum yang diterapkan oleh MIS.
Secara
Information
Student
dipresentasikan dalam acara sekolah yaitu assembly. Saat assembly dilakukan, temanteman mereka, para pendidik bahkan orang tua hadir untuk mendengarkan hasil
kegiatan mereka dalam memproduksi suatu hal yang berkaitan dengan program
student librarian. Pendidik dan para orang tua dapat memberi penilaian terhadap hasil
presentasi mereka.
36
mempertajam kemampuan presentasi mereka di depan orang banyak sebagai salah satu
keterampilan literasi informasi yang mereka kuasai.
Dampak
terhadap
meningkat.
Untungnya,
perpustakaan MIS mempunyai sebuah program yang bernama trust library. Trust
library adalah sebuah program yang berlandaskan kepercayaan kepada komunitas
sekolah
dalam
proses
pinjam kembali
koleksi
perpustakaan.
MIS
juga
mengimplementasikan MYP sebagai salah satu program International Baccalaureatenya. Para peserta didik di level MP Y sudah diajarkan untuk mandiri khususnya dalam
program trust library tadi. Selain itu murid MYP juga sudah memahami penggunaan
perpustakaan karena sejak mereka PYP, ketermapilan penggunaan perpustakaan
sekolah sudah diajarkan.Dengan demikian, peningkatan pemakaian perpustakaan
sekolah, tidak terlalu berdampak langsung terhadap kerepotan R, karena adanya
program trust library ini.
Selain itu, progam student librarian, yang sudah menyiapkan para peserta
didik yang mengambil bagian dalam kegiatan ektra kurikuler ini juga dapat diandalkan
sebagai 'asisten' R khususnya saat ada pendidik atau peserta didik baru, karena
mereka yang dapat mengambil peran untuk menjadi tour leader yang memperkenalkan
perpustakaan dan layanannya bahkan juga tour sekolah.
Pengevaluasian Kegiatan Literasi Informasi
Kegiatan
evaluasi dilakukan
oleh Kepala
Sekolah terhadap
kegiatan
37
masuk ke kelas rekan pendidik yang mempunyai hubungan baik dengan dirinya dan
yang memberinya ijin untuk mengobservasi proses pelajaran di kelasnya.
Ia juga
bacaan atau dalam bentuk eksperimen. Contoh lain adalah, untuk untuk keterampilan
finding
keterampilan mencari informasi di internet. Ke-dua hal tadi perlu diajarkan, karena
tidak semua orang tahu bagaimana mencari informasi lewat internet.
Contoh lain
adalah record (note: pencatatan) maka keterampilan yang perlu di ajarkan adalah
notetaking, typing dan paraphrasing.
Perencanaan jangka panjang secara terstruktur memang tidak ada, namun E
mempunyai target bahwa di kelas 6, peserta didik di kelas ini sudah tahu bagaimana
caranya membuat sitasi, menulis referensi, mencari perbandingan lewat buku,
melakukan interview. Perencanaan jangka pendek dibuat sendiri oleh E tanpa campur
tangan orang lain. Jika perencanaan ini sudah matang, maka akan disosialisasikan
dengan rekan-rekan pendidik lainnya. Dari pihak sekolah penjadwalan untuk kelas
perpustakaan adalah seminggu sekali. Sedangkan di luar itu, jadwal E lebih fleksibel,
tergantung dari permintaan pendidik.
Pelaksanaan Program Literasi Informasi
Pada awalnya, E berusaha meyakinkan kepala sekolah tentang pentingnya
penerapan literasi informasi.
menyadari bahwa hal ini penting. Untuk itu perlu ditanamkan aspek-aspek literasi
informasi ini dalam kegiatan pembelajaran. Misalnya peserta didik perlu diajarkan
keterampilan tertentu dan harus jelas hasil apa yang harus kelihatan dari proses
pembelajaran itu.
akhirnya menyetujui jadwal rutin tiap minggu selama satu jam dan jadwal tidak tetap
yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
Sesuai dengan kesepakatan itu maka pelaksanaan program kegiatan literasi
informasi ini masuk dalam dua jenis kegiatan pelaksanaan. Pertama dalam jadwal
tetap seminggu sekali yang sudah ditentukan pihak sekolah, dan kedua adalah jadwal
tidak tetap yang diberikan sesuai kebutuhan pendidik di kelas. Meskipun kegiatan
literasi informasi ini tidak mengacu pada suatu model tertentu, namun E mempunyai
target - target pembelajaran literasi infomrasi yang melebihi dari apa yang diangkat
dari modul literasi yang sudah ada.
Hal penting dari kegiatan yang dilakukan oleh E adalah pengembangan
kegiatan pembelajaran berdasarkan kebutuhan dan pengenalannya terhadap peserta
didik yang diasuhnya. Contohnya adalah saat ada satu anak yang mempunyai sebuah
kebiasaan 'aneh' di luar kebiasaan teman-teman sekelasnya, yaitu menghafal angka39
angka yang dilihatnya. Tidak jarang ia memperhatikan papan kerja yang ada di ruang
kerja E. Hal ini menjadi catatan tersendiri bagi E, karena pada suatu ketika, catatan
nomor telepon yang biasanya ada di papan kerja di ruangannya hilang. Hal yang
dilakukannya adalah ia memanggil anak yang berkebiasaan 'aneh' tadi dan
menanyakan nomor-nomor yang dilihatnya di papan kerja tersebut.
Salah satu program yang dikembangkan berdasarkan hasil observasi dan
kebutuhan dari peserta didik adalah membuat mereka untuk bertanya. E mendapati
bahwa kelompok peserta didik dalam salah satu kelas yang harus diajarkan cenderung
diam dan tidak suka bertanya. E menyadari bajwa topik yang disukai mereka adalah
mencari barang atau murder.
Kegiatan ini berlangsung lebih dari satu kali pertemuan. Meskipun membuat ektra
pekerjaan bagi E, namun E justru belajar dalam mengembangkan games ini di tiap
minggunya untuk terus mempertahankan minat peserta didik dalam proses
pembelajaran pemecahan masalah ini. Ketika di akhir pelajaran, terlontar pertanyaan
dari mereka, mengapa sampai ia dibunuh (dalam kasus game ini). Menurut E, refleksi
ini lah yang merupakan bagian yang penting. Pembahasan langkah-langkah awal saat
mereka mulai memecahkan misteri permainan ini dibahas. E mengaku ia berlajar
metode cara berpikir mereka, dan lebih mudah baginya untuk memasukkan pelajaran
yang ingin disampaikan melalui hal-hal yang menjadi minat mereka.
Itu sebabnya, E tidak mengembangkan suatu pakem terstruktur dalam metode
pembelajaran ini. Dari kegiatan permainan diatas, jelas sekali proses yang tercantum
dalam keterampilan literasi informasi itu, seperti: merumuskan masalah (memecahkan
misteri pembunuhan); mencari informasi (dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
kepada E). Proses pencarian informasi ini kemudian mendongkrak cara berpikir kritis
mereka melalui pertanyaan bagus yang harus mereka buat sesuai aturan main yang
dibuat. Kemudian mereka menyusun informasi yang diperoleh dengan mencoba
memecahkan misteri itu. Meskipun pada pelajaran ini tidak ada secara nyata
keterampilan presentasi, namun E menekankan bahwa dalam pembelajaran ini
40
penekanan ditekankan pada evaluasi atau refleksi yang dilakukan secara bersamasama. Dengan demikian mereka belajar dari proses pemecahan masalah dan proses
saat mereka mengumpulkan informasi untuk memecahkan masalah tersebut.
Contoh di atas adalah salah satu kegiatan literasi informasi yang terjadwal.
Kegiatan kolaborasi terjadi saat ada pendidik yang sudah mempunyai bahan pelajaran
dan perlu bantuan E untuk mengajari suatu keterampilan tertentu.
Dalam bentuk
Ketika ia memberikan
41
Lebih jauh lagi, evaluasi program secara keseluruhan dilakukan tiap tahun.
Menurut E, karen faktor - faktor kemampuan peserta didik yang berbeda, teknologi
yang berkembang dengan cepat merupakan faktor perubahan program pembelajaran di
kelas tertentu, turun ke kelas sebelumnya.
pembelajaran kelas 4 akhirnya diajarkan pada kelas 2 di tahun selanjutnya. Hal ini
membuatnya harus terus kreatif menciptakan program baru seperti untuk kelas 4 yang
bahannya turun ke kelas 2 ini.
Tambahan Profil E
Dari hasil pengumpulan data, maka peneliti merasa perlu untuk memberikan
tambahan informasi tentang E.
ini
dianggap
penting
karena
ia juga
harus
terus
menerus
mengembangkan pelajaran yang selalu berubah tiap tahunnya. E merasa tidak perlu
mengembangkan
pakem
program
pembelajaran
karena
menurutnya
metode
42
BAB V
Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
1. Tenaga perpustakaan sekolah dapat berperan mengimplementasikan literasi informasi
dengan kondisi:
a. Perpustakaan Sekolah
Sudah memenuhi standar koleksi, layanan dan kualifikasi SDM
b. Peran Kepala Sekolah dan Guru
Memberikan dukungan penuh berupa anggaran, sarana (pengadaan buku),
fasilitas dan pengembangan profesi
c. Kebijakan Sekolah
Mendukung penuh dengan menempatkan perpustakaan sekolah sebagai sumber
belajar, dengan berkolaborasi dengan guru dalam kegiatan belajar mengajar
2. Perencanaan program literasi informasi diposisikan dalam Perencanaan kegiatan
belajar mengajar di sekolah secara global
3. Pengorganisasian program literasi informasi merupakana instruksi dari kepala sekolah
untuk diterapkan secara kolaborasi antara pendidik dan tenaga perpustakaan sekolah
4. Jenis sekolah dan kurikulum yang diimplementasikan mempengaruhi kesuksesan
implementasi kegiatan literasi informasi suatu sekolah
5. Jenis kurikulum yang berorientasi pada research project, memberi keleluasan bagi
implementasi literasi informasi karena keterampilan ini menjadi suatu kebutuhan
dalam proses pembelajaran peserta didik
6. Faktor - faktor yang mendukung implementasi literasi informasi adalalah yang
berkaitan dengan kebijakan dan dukungan dari pihak management sekolah; dukungan
sarana dan prasarana serta SDM yang siap dengan pengetahuan dan keterampilan
mengajar
7. Faktor - faktor penghambat implementasi literasi informasi adalah kurangnya
dukungan dari pihak manajemen sekolah dan kerjasama dengan pendidik; padatnya
jam pembelajaran; sarana dan prasarana yang tidak memenuhi standard; kurangnya
pengetahuan literasi informasi baik dari pihak komunitas sekolah termasuk
manajemen sekolah dan peserta didik serta belum adanya standard dan kurikulum
literasi informasi di tingkat nasional
43
5.2 Saran
1. Pihak pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional dan Budaya
perlu menempatkan kegiatan literasi informasi dalam konteks pembelajaran di
sekolah mulai dari tingkat SD hingga SMA
2. Kementerian Pendidikan Nasional dan Perpustakaan Nasional perlu memberi
pendidikan tentang pentingnya literasi informasi kepada Kepala Sekolah dan para
pendidik serta tenaga perpustakaan secara terus menerus agar implementasi literasi
informasi ini dapat dilakukan secara kolabroasi dna menjadi bagian yang integral
dalam kegiatan pembelajaran di sekolah
3. Perpustakaan Nasional RI terus menerus melakukan kampanye perbaikan sarana
dan prasarana perpustakaan sekolah agar implementasi literasi informasi dapat
semakin berkembang
4. Perlu dilakukan kajian tentang bagaimana strategi penerapan literasi informasi pada
sekolah - sekolah nasional yang menerapkan kurikulum nasional, seperti KTSP.
44
DAFTAR PUSTAKA
11 Juli. APISI.
2008. Standar
Nasional
Indonesia:
Perpustakaan
IFLA/UNESCO
(tanggal akses 20