Anda di halaman 1dari 30

Laboratorium Sedimentologi 2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Praktikum sedimentology, lapangan profil kali ini dilaksanakan pada hari
Minggu 6 Desember 2015 di daerah Bayat. Lapangan kali ini mempelajari tentang
pembuatan profil dan lingkungan pengendapan batuan sedimen. Analisa profil adalah
salah satu cara untuk menentukan lingkungan pengendapan dan mendapatkan
gambaran paleogeografinya. Metode yang digunakan sebenarnya adalah metode
stratigrafi asli, yaitu dengan menganalisis urut urutan vertical dari suatu sikuen.
Analisa profil sangat penting di dalam mempelajari lingkungan pengendapan. Suatu
lingkungan pengendapan tertentu akan mempunyai mekanisme pengendapan yang
tertentu pula. Karenanya urut urutan vertical (dalam keadaan normal) akan
mempunyai karakteristik tersendiri. Dengan demikian dari suatu profil akan dapat
diketahui perkembangan pengendapan yang terjadi dan sekaligus dapat ditafsirkan
perkembangan cekungannya.

Kelompok Sedimentologi

Page 1

Laboratorium Sedimentologi 2015

1.2.

Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dari penelitian yang dilakukan di daerah Gedangsari,
Bayat , Klaten , antara lain :
1. Untuk melaksanakan tugas akhir dari keseluruhan rangkaian kegiatan
praktikum sedimentology.
2. Mengaplikasikan ilmu yang telah didapat pada saat kuliah maupun
praktikum secara langsung di lapangan.
3. Mengetahui geologi regional daerah penelitian.
4. Praktikan dapat mengambil data dengan benar, kemudian doilah
sehingga menjadi sebuah laporan yang informative serta dapat
menginterpretasikan data yang didapat dengan baik.
5. Praktikan dapat deskripsi batuan dengan benar.
6. Praktikan dapat membuat profil lapisan dengan baik dan benar

1.3.
Dasar Teori
1.3.1. Lingkungan Pengendapan Laut Dalam
Sekitar 70% daerah bumi ini merupakan daerah cekungan laut dengan alas kerak
samudra tipe basaltis. Berdasarkan dari fisiografinya, lingkungan laut dalam ini
dibagi menjadi tiga daerah yaitu, continental slope, continental rise dan cekungan
laut dalam . Prinsip elemen dari Kontinental margin (Drake, C.L dan Burk, 1974
dalam Boggs, 1995) Lereng benua (continental slope) dan continental rise
merupakan perpanjangan dari shelf break. Kedalaman lereng benua bermula dari
shelf break dengan kedalaman rata-rata 130 m sampai dengan 1500-4000 m.
Kemiringan pada lereng benua ini sekitar 40, walaupun ada variasi pada lingkungan
delta (20) dan pada lingkungan koral (450) (Boggs, 1995). Sedangkan kemiringan
pada continental rise biasanya lebih kecil dibandingkan kemiringan pada lereng
benua. Karena lerengnya yang cukup curam dibandingkan paparan, pada lereng
benua ini sering merupakan daerah dari pergerakan arus turbidit. Continental rise
biasanya tidak akan ada pada daerah convergen atau aktif margin dimana subduksi
berlangsung. Morfologi pada lereng benua ini sering menunjukan bentuk cembung,
kecuali pada daerah-daerah yang yang mempunyai stuktur sangat aktif. Volume

Kelompok Sedimentologi

Page 2

Laboratorium Sedimentologi 2015

endapan sedimen yang dapat mencapai lereng benua dan continental rise ini akan
sangat bergantung pada lebarnya shelf dan jumlah sedimen yang ada. Continental
rise dan cekungan laut dalam membentuk sekitar 80% dari total dasar laut.

1.3.1.1.

Klasifikasi Facies Turbidit (Walker, 1973)

Dalam menentukan facies turbidit, Walker merinci pembagian fasies turbidit dari
Mutti dan Ricci Lucci (1972). Walker mengemukaka suatu model, yaitu model kipas laut
dalam

dan

hubungannya

dengan

fasies

turdibid.

Walker

(1978)

kemudian

menyederhanakan kembali klasifikasi tersebut menjadi 5 Fasies, yaitu :


1. Fasies Turbidit Klask (Classical Turbidites, CT)
Fasies ini pada umumnya terdiri dari perselingan antara batupasi dan batulempung
dengan perlapisan sejajar tanpa endapan channel. Struktur sedimen yang sering
dijumpai adalah perlapisan bersusun, perlapisan sejajar, dan laminasi, konvolut, atau
a, b , v Bouma (1962), lapisan batupasir menebal kea rah atas. Pada bagian dasar
batupasir dijumpai hasil erosi akibat penggerusan arus turbid dan digunakan untuk
menentukan arus turbid purba. Dicirikan adanya Clast, Convolution, Climbing
ripples. Climbing ripples dan convolute merupakan hasil dari pengendapan
suspense, sedangkan clast merupakan hasil erosi arus turbid (Walker, 1985).
2. Fasies Batupasir Massif (Massive Sandstone, MS)
Fasies ini terdiri dari batupasi massif, kadang kadang terdapat endapan channel,
ketebalan 0,5 5 meter, struktur mangkok (Dish structure). Fasies ini berasosiasi
dengan kipas laut bagian tengah dan atas. Ukuran butir sedang sampai sangat kasar,
struktur perlapisan sejajar jarang dijumpai.
3. Fasies Batupasi Kerakalan (Pebbly Sandstone, PS)
Fasises ini tidak dapat dideskripsi dengan sikuen Bouma, terdiri dari batupasi kasar,
kerikir-kerakal struktur sedimen memperlihatkan perlapisan bersusun, laminasi
sejajar, tebal 0,5 5 meter.Berasosiasi dengan channel, penyebarannya secara
lateral tidak menerus, penipisan lapisan batupasi ke arah .

4. Fasies Konglomeratan (Conglomerates)


Fasises ini terdiri dari batupasi sangat kasar , konglomerat dicirikan oleh perlapisan
bersusun, bentuk butir menyudut tanggung-membundar tanggung, pemilahan buruk,
penipisan lapisan batupasi ke arah atas, tebal 1 5 meter. Gradasi kurang baik.

Kelompok Sedimentologi

Page 3

Laboratorium Sedimentologi 2015

5. Fasises Lapisan Slumps, Slides, Debris Flow & Exotic Facies


Terdiri dari berbagai kumplan batuan , pasir, kerikil, kerakal dan bongkah- bongkah
yang terkompaksi. Perlapisan yang diperlihatkan sangat buruk, struktur slump dan
sortasinya sangat buruk.
Kipas Bawah Laut (Walker, 1984) (Gambar 1.1.)
a. Lower Fan
Dicirikan dengan adanya penebalan keatas (Thickening upward), terdiri dari
asosiasi facies facies classical turbidites. Kipas bawah terletak pada bagian
luar dari system laut dalam, umumnya mempunyai morfologi yang datar sangat
landau (Nomark, 1978). Kipas bawah merupakan endapan paling akhir dari
system paket atau aliran gravitasi tersebut yang paling mungkin mencapai
bagian kipas adalah system aliran dari arus kencang. Ukuran yang paling
mungkin di daerah kipas luar adalah berukuran halus. Serta menunjukan urutan
vertical (Bouma 1962). Asosiasi fasies kipas bawah disusun oleh lensa lensa
butiran di dalam batulempung, perselingan batupasi dan lanau yang berlapi
tebal.
b. Bagian tengah kipas laut dalam adalah yang paling menarik dan sering
diperdebatkan. Letak kipas tengah berada di bawah aliran kipas atas. Morfologi
kipas laut dalam bagian tengah berumur Resen, dapat dibagi menjadi 2, yaitu
suprafan dan suprafan lobes, disamping ketinggian dari lautan, juga morfologi di
dalamnya. Suprafan umumnya ditandai lembah yang tidak mempunyai tanggul
alam (Nomark, 1978) dimana lembah tersebut saling menganyam (braided),
sehingga dalam profil seismic berbentuk bukit-bukit kecil. Relief ini sebenarnya
merupakan bukit-bukit dan lembah yang dapat mempunyai relief 90 meter.
Lembah dapat berisi pasir sampai kerakal (Nomark,1980), kadang-kadang dapat
menunjukan urutan Bouma (1962). Bagian suprafan sebenarnya lebih
merupakan model yang kadang-kadang di lapangan sulit untuk diterapkan.
Masalah dasar tmbuhnya model bagian ini adalah adanya urutan batuan yang
cirinya sangat menyerupai kipas luar, tetapi masih menunjukan bentuk-bentuk
torehan, dimana cirri terakhir ini menurut Walker (1978) adalah kipas Suprafan.
c. Upper fan

Kelompok Sedimentologi

Page 4

Laboratorium Sedimentologi 2015

Kipas atas merupakan pengendapan pertama dari suatu sistem kipas laut dalam,
yang merupakan tempat dimana aliran gravitasi itu terhenti oleh perubahan
kemiringan. Oleh karena itu, seandainya aliran pekat (gravitasi endapan ulang)
ini membawa fragmen ukuran besar, maka tempat fragmen kasar tersebut
diendapkan adalah bagian ini. Fragmen kasar dapat berupa batupasir dan
konglomerat yang dapat digolongkan ke dalam fasies A,B dan F. Bentuk
lembah-lembah pada kipas atas ini bermacam-macam, bias bersifat meander,
bias juga hampir berkelok (low sinuosity). Mungkin hal ini berhubungan dengan
kemiringan dan kecepatan arus melaluinya, ukuran kipas atas ini cukup besar
dan bervariasi tergantung besar dan kecilnya kipas itu sendiri. Lebarnya bisa
mencapai mulai dari ratusan meter sampai beberapa kilometer, dengan
kedalaman dari puluhan sampai ratusan meter. Alur-alur pada kipas atas
berukuran cukup besar. Walker (1978) memberikan model urutan macam
sedimen kipas atas ke bawah. Bagian teratas ditandai oleh fragmen aliran (debris
flow) berstruktur longsoran (slump), jika sedimennya berupa konglomerat,
maka umumnya letak semakin ke bawah pemilahannya makin teratur,
mengakibatkan bentuk lapisan tersusun terbalik ke bagian atas dan berubah
menjadi lapisan normal bagian bawah.

Kelompok Sedimentologi

Page 5

Laboratorium Sedimentologi 2015

Gambar 1.1.

1.3.1.2.

Sikuen Turbidit Bouma (1962)


Bouma (1962) memberikan urutan ideal endapan turbidit yang dikenal dengan
Bouma Sequence, dari interval a-e. Urut-urutan endapan turbidit yang umumnya
berupa perselingan antara batupasir dan batulempung merupakan suatu satuan yang
berirama (ritmis), dimana setiap satuan merupakan hasil episode tunggal dari suatu
arus turbid. Bouma Sequence yang lengkap dibagi 5 interval. (Gambar 1.2.)
a. Graded Interval ( Ta )
Merupakan perlapisan bersusun dan bagian terbawah dari urut urutan ini,
bertekstur pasir kadang kadang sampai kerikil atau kerakal.

Struktur

perlapisan ini menjadi tidak jelas atau hilang sama sekali apabila batupasir
penyusun ini terpilah baik. Tanda tanda struktur lainnya tidak tampak.

b. Lower interval of parallel lamination ( Tb )


Merupakan perselingan antara batupasir dengan serpih atau batulempung,

c.

kontak dengan interval dibawahnya umumnya secara berangsur.


Interval of current ripple lamination ( Tc )

Kelompok Sedimentologi

Page 6

Laboratorium Sedimentologi 2015

Merupakan struktur perlapisan bergelombang dan konvolut. Ketebalannya


berkisar antara 5-20 cm, mempunyai besar butir yang lebih halus daripada kedua
interval dibawahnya.
d. Upper Interval of Parallel Lamination ( Td )
Merupakan lapisan sejajar, besar butir berkisar dari pasir sangat halus sampai
lempung lanauan. Interval paralel laminasi bagian atas, tersusun perselingan
antarabatupasir halus dan lempung, kadang-kadang lempung pasirannya
berkurang ke arah atas. Bidang sentuh sangat jelas.
e. Pelitic Interval ( Te )
Merupakan susunan batuan bersifat lempungan dan tidak menunjukan struktur
yang jelas ke arah tegak, material pasiran berkurang, ukuran besar butir makin
halus, cangkang foraminifera makin sering ditemukan.Diatas lapisan ini sering
ditemukan lapisan yang bersifat lempung napalan atau yang disebut lempung
pelagik.

Gambar 1.2.

1.3.1.3.

Klasifikasi Turbidit oleh Mutti ( 1992 )

Kelompok Sedimentologi

Page 7

Laboratorium Sedimentologi 2015

Mutti ( 1992 ) membagi fasies fasies pada endapan turbidit didasarkan pada tekstur
bauan, komposisi batuan, struktur sedimen, dan kenampakan erosi. Sehingga dapat
membedakan antara fasies yang satu dengan fasies yang lain. Fasies tersebut
digolongkan menjadi 3 tipe utama, yaitu :
1. Very Coarse Grained Facies (VCGF)
Endapan pada fasies turbidit ini terdiri dari beragam jenis tipe sedimen, mulai
dari mud supported sampai clast-supported conglomerates. Facies dasar dari
VCGF adalah F1, F2, F3. Endapan pada fasies F1 dan F2 merupakan endapan
endapan debris flow deosits, dimana sediment tetrasnport dan terendapkan oleh
arus cohesive.Tahap akhir dari proses transportasi cohesive debris flow adalah
menghasilkan endapan endapan yang termasuk kedalam fasies F3 klastika
kasar dari (Konglomerat). Endapan endapan ini merupakan salah satu tipe
endapan

turbidit

yang

dihasilkan

oleh

hyperconcentrated

flow

yang

mentransportasikan material berukuran butiran sampai kerikil ( High density


turbidity current). Endapan yang terdiri dari konglomerat dengan matriks
pasiran yang membentuk dasar aliran, yang pada akhirnya akan dibatasi oleh
permukaan erosi. Endapan ini dapat terbentuk akibat adanya shear strees yang
diberikan oleh lapisan material yang tertinggal oleh aliran.
2. Coarse Grained Facies (CGF)
Fasies yang termasuk ke dalam Coarse Grained Facies dalam aliran yang
menuju dasar cekungan yaitu WF, F4, F5, dan F6 yang merupakan hasil dari
produk butiran High Density Turbidity Current dan proses transformasi yang
akan dihasilkan pada akhir aliran. Endapan pada F4 F5 pada umumnya
memiliki karakteristik yang relative tebal dan terdiri atas coarse-grained traction
carpets. Endapan fasies WF terdiri atas endapan endapan yang tipis,
keseragaman butir yang buruk dan terdiri dari butiran pasir kasar sangat kasar.
3. Fine Grained Facies (FGF)
Fasies yang termasuk pada Fine Grained Facies adalah F7, F8, F9. Merupakan
produk dari low-density, subcritical turbidity current. Mulai pengendapannya
setelah melewati hydraulic jump atau arus yang telah mentransport fasies F5
dalam arus yang kemudian menghasilkan endapan fasies F7. Lapisan tipis dari
batupasir yang relative kasar. Endapan F8 merupakan salah satu endapan yang

Kelompok Sedimentologi

Page 8

Laboratorium Sedimentologi 2015

pling ideal dengan tipe endapan pada sikuen Bouma, yang terdiri atas struktur
sedimen, dan ukuran butir dari pasir sedang pasir halus, kecenderungan
penghalusan ke atas dapat hadir jika arus yang mentransport dan material yang
tertransport dapat memenuhi persyaratan. Endapan pada fasies F9 terbentuk oleh
endapan endapann berbutir sangat halus dengan struktur laminasi sejajar yang
dibatasi oleh batulempung berstuktur massif.
1.3.2. Geologi Regional
Daerah Tegalrejo termasuk ke dalam formasi Kebo-Butak. Lokasi tipe formasi
ini terletak di Gunung Kebo dan Gunung Butak yang terletak di lereng dan kaki utara
gawir Baturagung. Litologi penyusun formasi ini di bagian bawah berupa batupasir
berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan aglomerat. Bagian atasnya
berupa perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan tipis tuf asam.
Setempat di bagian tengahnya dijumpai retas lempeng andesit-basal dan di bagian
atasnya dijumpai breksi andesit. Kumpulan fosil tersebut menunjukkan umur
Oligosen Akhir Miosen Awal. Lingkungan pengendapannya adalah laut terbuka
yang dipengaruhi oleh arus turbid. Formasi ini tersebar di kaki utara Pegunungan
Baturagung, sebelah selatan Klaten dan diduga menindih secara tidak selaras Formasi
Wungkal-Gamping serta tertindih selaras oleh Formasi Semilir. Ketebalan dari
formasi ini lebih dari 650 meter.
1.3.2.1.

Geomorfologi Regional
Daerah Yogyakarta merupakan rangkaian pegunungan selatan, yaitu
pegunungan yang terletak pada bagian selatan Jawa tengah, mulai dari bagian
tenggara dari Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, memanjang ke arah timur
sepanjang pantai selatan Jawa Timur. Secara morfologis daerah pegunungan selatan
merupakan pegunungan yang dapat dibedakan menjadi 3 satuan morfologi utama,
yaitu:
Satuan

morfologi

perbukitan

berelief

sedang

sampai

curam.

Satuan ini dimulai dari daerah sekitar Imogiri di bagian barat, memanjang ke utara
hingga Prambanan, membelok ke timur (Pegunungan Baturagung) dan terus ke arah

Kelompok Sedimentologi

Page 9

Laboratorium Sedimentologi 2015

timur melewati Perbukitan Panggung, Plopoh, Kambangan hingga di kawasan yang


terpotong oleh jalan raya antara Pacitan Slahung. Litologi yang terdapat di satuan
morfologi ini adalah batupasir dan breksi vulkanik dan batuan beku dari Formasi
Semilir, Nglanggran atau Wuni dan Besole.
Satuan Dataran tinggi :
Daerah ini meliputi daerah Gading, Wonosari, Playen hingga Semanu.
Daerah ini rata rata memiliki ketinggian 200 m di atas muka laut, dengan
topografi yang hampir datar dan pada umumnya memiliki litologi batugamping.
Satuan perbukitan kerucut :
Daerah ini meliputi daerah sebelah timur Parangtritis memanjang ke timur
melewati daerah Baron, terus ke arah timur melewati Punung hingga ke daerah
Pacitan. Daerah ini tersusun oleh bukit bukit kecil berbentuk kerucut, tersusun
oleh batugamping, baik batugamping terumbu maupun batugamping klastik yang
lain.
1.3.2.2.

Stratigrafi Regional
Stratigrafi daerah pegunungan selatan bagian barat laut secara umum
tersusun oleh batuan yang hampir seluruhnya terbentuk oleh pengendapan gaya
berat (gravity depositional processes), yang mencirikan arah perlapisan yang khas
dari pegunungan selatan, yaitu mempunyai kemiringan ke arah selatan. Sedangkan
stratigrai regional mulai dari tua ke muda adalah sebagai berikut:
1) Formasi Kepek Wonosari :
Pada formasi Wonosari terdiri dari litologi berupa batugamping, batugamping
napalan tufan, batugamping konglomerat, batupasir tufaan dan batulanau.
Kemudian diatasnya terendapkan secara tidak selaras Formasi Kepek dengan
litologi berupa napal dan batugamping berlapis. Umur pengendapan pada kala
miosen tengah miosen akhir.
2) Formasi Oyo :

Kelompok Sedimentologi

Page 10

Laboratorium Sedimentologi 2015

Formasi ini terdiri dari litologi napal tufaan, tuf andesitan, dan batugamping
konglomeratan. Umur pengendapan pada kala miosen tengah. Formasi ini
terendapakan secara tak selaras diatas Formasi Sambipitu
3) Formasi Sambipitu :
Formasi Sambipitu tersusun oleh batupasir yang bergradasi menjadi batulanau
atau batulempung. Di bagian bawah batupasir masih menunjukkan sifat volkanik
sedang ke arah atas yang berubah menjadi batupasir yang bersifat gampingan.
Fomasi ini berumur antara miosen awal miosen tengah dengan ketebalan sekitar
150 meter.
4) Formasi Nglanggran :
Formasi ini dicirikan oleh penyusun utama terdiri dari breksi dengan penyusun
material vulkanik, tidak menunjukkan perlapisan yang baik dan memiliki ketebalan
cukup besar. Breksi hampir seluruhnya tersusun oleh bongkahan bongkahan lava
andesit dan juga bom andesit.
Umur formasi ditafsirkan sebagai hasil pengendapan aliran rombakan yang
berasal dari gunung api bawah laut, dalam lingkungan laut yang dalam dan proses
pengendapan berjalan cepat, yaitu selama awal Miosen. Formasi ini berumur
miosen tengah bagian bawah dengan ketebalan lapisan kira-kira 750 meter (Van
bammelen, 1949).
5) Formasi Semilir :
Litologi dari Formasi ini umumnya terdiri dari batupasir tufaan, batu lanau dan
batulempung. Pada beberapa bagian terdapat pula batupasir tufan konglomeratan,
yang sebagian besar fragmennya berupa pumis. Formasi ini terbentuk pada kala
Miosen awal bagian tengah pengendapan.
6) Formasi Kebobutak :
Formasi ini secara umum terdiri dari konglomerat, batu pasir dan batu lempung
yang menunjukkan kenampakan pengendapan arus turbid maupun pengendapan
gaya berat yang lain. Berdasarkan terdapatnya gejala turbidit maka ditafsirkan
lingkungan ini terjadi kenaikan muka air laut sehingga berubah menjadi lingkungan
yang lebih dalam. Di bagian bawah, yang oleh Bothe (1929) disebut sebagai Kebo

Kelompok Sedimentologi

Page 11

Laboratorium Sedimentologi 2015

Beds terdiri dari perselang - selingan antara batu pasir, batu lanau dan batu lempung
yang khas menunjukkan struktur turbidit, dengan perselingan batu pasir
konglomeratan yang mengandung klastika lempung.
1.3.2.3.

Struktur Geologi
Pola struktur geologi yang terdapat di daerah penyelidikan sebagian besar
berkaitan dengan gejala-gejala tektonik yang pernah berlangsung pada Java
Trench dan pembentukan sistem pegunungan di selatan jawa. Bentuk struktur yang
terdapat didaerah penyelidikan dan sekitarnya selain diperkuat oleh kenampakan
permukaan juga di dukung oleh karakteristik anomali geofisika (geomagnet,
gayaberat dan head-on). Struktur yang ada didaerah penyelidikan adalah berupa
Sesar, normal ( Bantul, Bambang Lipuro dan Mudal), sesar medatar
( Parangkusumo, Soka Nambangngan dan Siluk); ketidak selarasan, kekar dan
Kelarasan(fracturing).
Pada umumnya orientasi sesar SE-NW berkisar antara N 275W hingga N
310 W dan NE-SW berkisar antara N20E hingga 50E. Diantara sesar-sesar tsb
diatas Sesar Parangkusumo dengan arah N 300W, menunjam 80 ke barat daya,
merupakan sesar yang penting karena mengontrol pemunculan mata air panas
Parangtritis. Sudut penunjam sesar menyebabkan pembukaan zona kekaran
(fracturing zones).

1.3.2.4.

Fisiografis
Secara fisiografis, daerah ini merupakan perbukitan kecil-kecil dengan
ketinggian kurang dari 100 m, yang di sekitarnya berupa dataran pesawah-an subur.
Perbukitan kecil tersebut tersusun oleh batuan gunung api Tersier, yang menjadi
penyusun sebagian Pegunungan Selatan. Dataran pesawahan di sekitarnya terdiri
atas endapan aluvium sebagai bahan rombakan produk Gunung Api Merapi, yang
terletak 30 km di sebelah utara daerah penelitian. Secara umum, aliran sungai di
wilayah ini berpola paralel, yang berhulu di Gunung Api Merapi. Sungai utama di

Kelompok Sedimentologi

Page 12

Laboratorium Sedimentologi 2015

daerah penelitian adalah Kali Opak. Sungai itu mempunyai cabang Kali Gendol
yang hulunya di bawah Kawah Gendol di puncak Merapi.
1.3.2.5.

Kondisi Stratigrafi
Batuan tertua yang tersingkap di daerah Bayat terdiri dari batuan metamorf
berupa filtit, sekis, batu sabak dan marmer. Penentuan umur yang tepat untuk
batuan malihan hingga saat ini masih belum ada. Satu-satunya data tidak langsung
untuk perkiraan umurnya adalah didasarkan fosil tunggal Orbitolina yang
diketemukan oleh Bothe (1927) di dalam fragmen konglomerat yang menunjukkan
umur Kapur. Dikarenakan umur batuan sedimen tertua yang menutup batuan
malihan tersebut berumur awal Tersier (batu pasir batu gamping Eosen), maka
umur batuan malihan tersebut disebut batuan Pre-Tertiary Rocks.
Secara tidak selaras menumpang di atas batuan malihan adalah batu pasir
yang tidak garnpingan sarnpai sedikit garnpingan dan batu lempung, kemudian di
atasnya tertutup oleh batu gamping yang mengandung fosil nummulites yang
melimpah dan bagian atasnya diakhiri oleh batu gamping Discocyc1ina,
menunjukkan lingkungan laut dalarn. Keberadaan forminifera besar ini bersarna
dengan foraminifera plangtonik yang sangat jarang ditemukan di dalam batu
lempung gampingan, menunjukkna umur Eosen Tengah hingga Eisen Atas. Secara
resmi, batuan berumur Eosen ini disebut Formasi Wungkal-Garnping. Keduanya,
batuan malihan dan Formasi Wungkal-Gamping diterobos oleh batuan beku
menengah bertipe dioritik.
Diorit di daerah Jiwo merupakan penyusun utam Gunung Pendul, yang
terletak di bagJn timur Perbukitan Jiwo. Diorit ini kemungkinan bertipe dike.
Singkapan batuan beku di Watuprahu (sisi utara Gunung Pendul) secara stratigrafi
di atas batuan Eosen yang miring ke arah selatan. Batuan beku ini secara stratigrafi
terletak di bawah batu pasir dan batu garnping yang masih mempunyai kemiringan
lapisan ke arah selatan. Penentuan umur pada dike! intrusi pendul oleh Soeria
Atmadja dan kawan-kawan (1991) menghasilkan sekitar 34 juta tahun, dimana

Kelompok Sedimentologi

Page 13

Laboratorium Sedimentologi 2015

hasil ini kurang lebih sesuai dengan teori Bemmelen (1949), yang menfsirkan
bahwa batuan beku tersebut adalah merupakan leher/ neck dari gunung api
Oligosen. Mengenai genetik dan generasi magmatisme dari diorit di Perbukitan
Jiwo masih memerlukan kajian yang lebih hati-hati.
Sebelum kala Eosen tangah, daerah Jiwo mulai tererosi. Erosi tersebut
disebabkan oleh pengangkatan atau penurunan muka air laut selama peri ode akhir
oligosen. Proses erosi terse but telah menurunkan permukaan daratan yang ada,
kemudian disusul oleh periode transgresi dan menghasilkan pengendapan batu
garnping dimulai pada kala Miosen Tengah. Di daerah Perbukitan Jiwo tersebut
mempunyai ciri litologi yang sarna dengan Formasi Oyo yang tersingkap lenih
banyak di Pegunungan Selatan (daerah Sambipitu Nglipar dan sekitarnya).
Di daerah Bayat tidak ada sedimen laut yang tersingkap di antara Formasi
WungkalGampingan dan Formasi Oyo. Keadaan ini sang at berbeda dengan
Pegunungan Baturagung di selatannya. Di sini ketebalan batuan volkaniklastikmarin yang dicirikan turbidit dan sedimen hasil pengendapan aliran gravitasi
lainnya tersingkap dengan baik. Perbedaan-perbedaan ini kemungkinan disebabkan
oleh kompleks sistem sesar yang memisahkan daerah Perbukitan Jiwo dengan
Pegunungan Baturagung yang telah aktif sejak Tersier Tengah.
Selama zaman Kuarter, pengendapan batu gamping telah berakhir.
Pengangkatan yang diikuti dengan proses erosi menyebabkan daerah Perbukitan
Jiwo berubah menjadi daerah lingkungan darat. Pasir vulkanik yang berasal dari
gunung api Merapi yang masih aktif mempengaruhi proses sedimentasi endapan
aluvial terutama di sebelah utara dan barat laut dari Perbukitan Jiwo.
Keadaan stratigrafi Pegunugan Selatan, dari tua ke muda yaitu :
1. Formasi Kebo, berupa batu pasir vulkanik, tufa, serpih dengan sisipan lava, umur
Oligosen (N2-N3), ketebalan formasi sekitar 800 meter.
2. Formasi Butak, dengan ketebalan 750 meter berumur Miosen awal bagian bawah
(N4), terdiri dari breksi polomik, batu pasir dan serpih.

Kelompok Sedimentologi

Page 14

Laboratorium Sedimentologi 2015

3. Formasi Semilir, berupa tufa, lapili, breksi piroklastik, kadang ada sisipan lempung
dan batu pasir vulkanik. Umur N5-N9. Bagian tengah meJ1iari dengan Formasi
Nglanggran.
4. Formasi Nglanggran, berupa breksi vulkanik, batu pasir vulkanik, lava dan breksi
aliran.
5. Dari puncak Baturagung ke arah selatan, yaitu menuju dataran Wonosari akan
dijumpai Formasi Sambipitu, Formasi Oyo, Formasi Wonosari dan
6. Formasi Kepek.

BAB 2
METODOLOGI
2.1. Metode Penelitian
Metode penelitian di laksanakan dengan beberapa tahap, yaitu :
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data seperti mengambil data kedudukan disetiap lapisan, deskripsi
batuan di setiap lapisan, foto bentang alam, foto tiap lapisan, dan foto lintasan yang
tidak lupa dibarengi dengan azzimuth di tiap fotonya . serta membentangkan meteran
kurang lebih se panjang 100m untuk menghitung panjang lintasan dan panjang tiap
lapisan yang nantinya akan dianalisa untuk mencari tebal terkoreksi tiap lapisan.
2. Pengolahan data
Pengolahan data berdasarkan data data yang diambil secara langsung di
lapangan, yang kemudian di analisa untuk mencari tebal terkoreksi sehingga
terbentuknya profil yang disertakan litologi tiap lapisan berdasarkan skala yang
ditentukan.
3. Analisa data
Tahap ke-3 pada metode penelitian ini berfungsi untuk menentukan nama dan
komposisi batuan berdasarkan ketentuan para ahli seperti Embry & Klovan, Pettijohn,

Kelompok Sedimentologi

Page 15

Laboratorium Sedimentologi 2015

Dunham dan Sam Bougs. Serta identifikasi keberadaan fosil jika terdapat pada batuan
tersebut.
4.

Interpretasi data
Tahap terakhir pada metode penelitian ini di laksanakan untuk menentukan

lingkungan pengendapan serta umur dari lintasan yang di tarik untuk membuat profil
berdasarkan data di setiap lapisan.

2.2. Alat dan Bahan


1. Peralatan Kelompok
a. Palu Geologi.
b. Kompas Geologi.
c. Larutan HCL
d. Meteran
2. Peralatan Individu
a. Alat Tulis
b. Plastik sampel
c. Tabulasi data
d. Lup
e. Komparator
f. Buku catatan lapangan atau clipboard

Kelompok Sedimentologi

Page 16

Laboratorium Sedimentologi 2015

BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.

Litologi dan Struktur Sedimen Penciri

Foto 3.1.

Keterangan :
Azimuth foto : N 182 E
Diambil oleh : Momo
Deskripsi :
Yang di lingkari merah ( Sandstone, Brown, Coarse Sandsone ( - 1 mm ). Subrounded.
Well sorted. Grain supported. F : Litik M : Kuarsa S: Silica . Massive)
Yang disekitar merah ( Sandstone, Grey, fine sandstone ( - 1/8 mm). Rounded. Well
sorted. Grain Supported . Massive)

Kelompok Sedimentologi

Page 17

Laboratorium Sedimentologi 2015

Penjelasan : Pada gambar diatas terdapat struktur Ball , yang menunjukkan bahwa adanya
lingkungan pengendapan laut dalam. Perkembangan dari struktur ball yaitu Load Cast dan
Flute Cast.

Foto 3.2.

Keterangan :
Azimuth foto : N 198 E
Diambil oleh : Momo
Deskripsi :
Sandstone, Brown, Very coarse sandstone (1 2 mm), Subrounded, Well Sorted, Grain
Supported, F = Litik, Andesit ; M = Hornblende, Biotite ; S = Silica. Massive
Fasies : Massive Sandstone

Kelompok Sedimentologi

Page 18

Laboratorium Sedimentologi 2015

Foto 3.3.
Keterangan : N 186 E
Diambil oleh : Momo
Deskripsi :
Claystone, Brown, Clay (<0,006mm), Massive

Foto 3.4.

Kelompok Sedimentologi

Page 19

Laboratorium Sedimentologi 2015

Keterangan :
Azimuth foto : N 278 E
Diambil oleh : Momo
Deskripsi :
Sandstone, Grey, Fine sandstone (0,125 0,25 mm), Rounded, Well sorted, Grain
supported, F = Plagioclase ; M = Hornblende, Biotite ; S = Silica. Massive
Fasies : Massive Sandstone

Foto 3.5.
Keterangan :

Kelompok Sedimentologi

Page 20

Laboratorium Sedimentologi 2015

Azimuth foto : N 010 E


Diambil oleh : Momo
Deskripsi :
Sandstone, Brown, Fine sand medium sand (0,25 2 mm), Rounded, Well sorted, Grain
supported, F = Plagioclase ; M = Hornblende, Biotite ; S = Silica. Graded bedding.
Point of interest : Sphaeroidal Weathering

Foto 3.6.
Keterangan :
Azimuth foto : N 158 E
Diambil oleh : Momo
Deskripsi :

Kelompok Sedimentologi

Page 21

Laboratorium Sedimentologi 2015

Sandstone, Grey, Fine sand (0,125 0,25 mm), Rounded, Well sorted, Grain supported, F =
Plagioclase ; M = Hornblende, Biotite ; S = Silica. Lamination

Foto 3.7.
Keterngan :
Azimuth foto : , N 282 E oleh Momo
Diambil oleh : Momo
Deskripsi :
Sandstone, Gey, Very fine sand (0,04 0,125 mm), Rounded, Well sorted, Grain supported,
F = Andesit ; M = Hornblende, Biotite ; S = Silica. Massiv

Kelompok Sedimentologi

Page 22

Laboratorium Sedimentologi 2015

Foto 3.8.
Keterangan :
Azimuth foto : N 175 E
Diambil oleh : Momo
Deskripsi

: Breccia, Grey, Gravel (2-4mm), Angular, Poorly Sorted,

Matrix Supported, Composed by F : Andesit, M : Sandstone, C : Silica,


Massive.
Facies

: CGL (Menurut Walker 1982)

Kelompok Sedimentologi

Page 23

Laboratorium Sedimentologi 2015

3.2.

Model Lingkungan Pengendapan

Gambar 3.1.

Kelompok Sedimentologi

Page 24

Laboratorium Sedimentologi 2015

Model lingkungan pengendapan yang dipakai yaitu Sikuen progradasi kipas


bawah laut menurut walker. Pada daerah yang kami teliti menunjukkan adanya
fasies milik walker yaitu CT = Classical Turbidite, MS = Massive Sandstone,
PS = Pebble Sandstone, CGL = Conglomerates . Selain itu pada profil yang
kami teliti menunjukkan adanya Penebalan maupun Penipisan ke bagian atas .
Dari dasar hasil yang kita dapat tersebut kami dapat menentukan lingkungan
pengendapannya yaitu Smooth to Channelled Suprafan Lobes on Mid Fan.

Gambar 3.2.
Lingkungan pengendapan menurut Mutti yang kita temui yaitu Lobe Region,
berdasarkan data data yang kita peroleh F8 memiliki prosentase terbanyak pada
profil.

3.3.
Sketsa Lintasa
3.3.1. Foto Lintasan

Kelompok Sedimentologi

Page 25

Laboratorium Sedimentologi 2015

Lintasan 1, Azimuth N 172 E. Jarak 2 meter.

Lintasan 2, Azimuth N 210 E. Jarak 28 meter.

Kelompok Sedimentologi

Page 26

Laboratorium Sedimentologi 2015

Lintasan 3, Azimuth N 178 E. Jarak 30 meter.

Lintasan 4, Azimuth N 174 E. Jarak 26,6 meter.

Kelompok Sedimentologi

Page 27

Laboratorium Sedimentologi 2015

Lintasan 5, Azimuth N 200 E. Jarak 24 meter.

3.3.2. Sketsa Lintasan

Kelompok Sedimentologi

Page 28

Laboratorium Sedimentologi 2015

BAB 4
KESIMPULAN & SARAN
4.1. Kesimpulan

Pada lapangan profil kali ini merupakan Lingkungan pengendapan laut dalam
Menurut Walker (1984) dan data data yang kami dapat dinamai dengan Smooth to
Channelled Suprafan Lobes on Mid Fan.

Kelompok Sedimentologi

Page 29

Laboratorium Sedimentologi 2015

Dalam penamaan Lingkungan Pengendapan Laut Dalam menurut walker kita


mendapat data data CT = Classical Turbidite, MS = Massive Sandstone, PS =
Pabble Sandstone , CGL : Conglomerates. Selain itu mendapatkan adanya
penebalan maupun penipisan ke bagian atas. Hal itu lah yang menjadi dasar kita

mendapat lingkungan pengendapan tersebut.


Lingkungan Pengendapan yang di dapat menurut Mutti (1992) adalah Lobe Region
Pada Lintasan yang kita buat profil ditemukan berbagai macam hal yang menarik
seperti Struktur Ball yang merupakan penciri dari lingkungan pengendapan laut

dalam.
Dalam pembuatan profil kami menggunakan fasies Walker (1984 ) dan Mutti (1992)

4.2. Saran

Dalam pembagian checklist lapangan untuk diperhatikan lagi.


Diadakan konsul sebelum hari H pemberangkatan ke lapangan.
Diberi tambahan waktu lagi dalam penggumpulan tugas.

Kelompok Sedimentologi

Page 30

Anda mungkin juga menyukai