Anda di halaman 1dari 11

Eka Wahyuni

240210130017
IV.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Laporan ini akan membahas hasil praktikum protein yang telah

dilaksanakan pada tanggal 5 Oktober 2014.


Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur
C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak maupun karbohidrat. Protein
terbentuk melalui reaksi polimerisasi dan kondensasi dari monomer asam amino.
Masing-masing asam amino dihubungkan dengan suatu ikatan peptida. Fungsi
protein sangat bervariasi antara lain sebagai enzim, hormon, dan antibodi.
Klasifikasi berdasarkan strukturnya, protein dikenal memiliki 4 struktur utama
yaitu struktur primer, sekunder, tersier, dan struktur kuartener . (Lehninger,1982)
Protein memiliki beberapa sifat yang besar sekali pengaruhnya terhadap
makanan seperti :

Perbedaan rasa dan tekstur beberapa jenis daging disebabkan oleh


terjadinya kombinasi asam asam amino dalam pembentukan molekul
protein

Konfigurasi protein dapat diubah dengan perlakuan fisik maupun kimia


seperti : putih telur yang terdenaturasi akibat pemanasan, air susu akan
menghasilkan crude bila ditambahkan

Protein dapat mengalami degradasi yaitu pemecahan molekul kompleks


menjadi molekul yang lebih sederhana.
praktikum kali ini dilakukan beberapa uji pada protein seperti reaksi

biuret, reaksi ninhidrin, pembentukan endapan dengan asam, pembentukan


endapan dengan garam dari logam berat, denaturasi dan koagulasi, mengetahui
titik isometris, salting out, dan pengujian kadar kasein susu. Sampel yang
digunakan adalah albumin, gelatin, dan susu murni.
1.

Biuret
Reaksi biuret digunakan untuk mengetahui ada tidaknya ikatan peptida

pada protein. Reaksi ini positif apabila suatu protein yang diuji memiliki dua atau
lebih ikatan peptida, hasil yang menunjukan positif yaitu apabila sampel yang
diuji menghasilkan warna ungu. Reaksi negatif untuk protein dengan satu atau
tidak ada ikatan peptida.

Eka Wahyuni
240210130017
Prinsip dari reaksi biuret adalah :
Protein

Cu2+

Komplex Cu-NaOH

Sampel yang diuji dalam percobaan ini yaitu albumin dan urea. Dalam
percobaan kali ini albumin ditambahkan NaOH sebagai pencipta suasana basa,
karena reaksi pembentukan Cu2+ dengan gugus OH dan NH dari ikatan peptida
bekarja dalam suasana basa. Hal ini disebabkan karena dalam suasana basa pada
proses pembentukan kompleks, ligan yang terlibat dapat melepaskan proton
seluruhnya sehingga kesempatan ligan untuk berikatan dengan ion logam lebih
besar dibandingkan dalam suasana asam yang pengikatan proton oleh ligan cukup
besar.
Biuret juga dapat dihasilkan dari dimerisasi senyawa urea, penggabungan
dua senyawa urea dengan pemanasan akan menghasilkan biuret dan melepaskan
bau amoniak.Penambahan CuSO4 dimaksudkan sebagai sumber Cu2+ yang
bertindak sebagai logam akseptor elektron dari gugus NH dari peptida dan
oksigen dalam air, yang membentuk ikatan koordinasi dan membentuk warna
ungu. Penambahan CuSO4 ini harus diperhatikan, tidak boleh terlalu sedikit
karena akan kekurangan Cu2+ dan tidak boleh terlalu banyak karena akan
menyebabkan denaturasi protein oleh logam berat.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Biuret (Albumin 2 %)
Kelompok
Warna awal
Warna akhir
1
2
3
Bening
Ungu
4
5
(Sumber: dokumentasi pribadi, 2014)
Berdasarkan tabel di atas Uji biuret ini positif apabila terbentuk kompleks
berwarna ungu. Dimerisasi dari dua senyawa urea dibentuk agar terbentuk suatu
senyawa dengan dua ikatan peptida yang dapat terdeteksi oleh pereaksi biuret dan
beeaksi dengan CuSO4 membentuk kompleks warna ungu.

Dapat ditarik

kesimpulan bahwa kedua sampel, albumin dan urea, mengandung ikatan peptida
di antara molekul penyusunnya.

Eka Wahyuni
240210130017
2.

Ninhidrin
Ninhidrin adalah suatu senyawa oksidator kuat yang dapat bereaksi

dengan asam amino pada pH 4-8 dan dihasilkan senyawa berwarna ungu. Uji ini
bertujuan untuk menidentifikasi adanya asam-asam amino bebas dalam molekul
protein. Uji ninhidrin positif ditandai dengan terbentuknya senyawa berwarna biru
atau ungu setelah dipanaskan.
Tabel 2. Hasil pengamatan Ninhidrin
Kelompok Warna Awal
Warna Akhir
1
Bening
2
Keruh
3
Putih
Bening
4
Keruh
5
Putih
(Sumber: dokumentasi pribadi, 2014)

Keterangan

Ada endapan

Dalam melakukan percobaan ini dilakukan Penambahan buffer asetat pH 5


yang ditujukan untuk mengkondisikan albumin ke alam bentuk zwitter ion,
sehingga diperlukan suasana asam dalam reaksinya. Dalam suasana asam, protein
ini cenderung untuk bersifat basa dan melepas NH3+ dari stuktur protein. NH3+
inilah yang akan bereaksi dengan reagen ninhidrin. NH3+ ini berperan dalam
reaksi kondensasi antara hindridantin dan ninhidrin yang melepaskan NH3 dengan
bantuan asam asetat dan CO2. NH3 yang dilepas kemudian akan bereaksi kembali
dengan molekul ninhidrin yang telah tereduksi sedangkan molekul ninhidrin yang
lain akan membentuk senyawa kompleks diketohidramina yang berwarna biru
keunguan. Warna tersebut disebabkan karena adanya gugus kromofor sebagai
gugus pembawa warna.
Dalam hal ini NH3 dan CO2 dikeluarkan sehingga besar kemungkinan
dapat diukur. Setelah albumin ditambahkan dengan 0,1 M buffer asetat pH 5 dan
20 tetes 0,1 % larutan ninhidrin dalam aseton lalu dipanaskan, didapatkan hasil
warna putih keruh. Endapan dan gumpalan berwarna putih keruh disebabkan oleh
sifat asam amino yang cenderung polar dan bila dilarutkan

dalam pelarut

nonpolar akan membentuk gumpalan putih keruh. Pemanasan yang dilakukan


dalam uji ini bertujuan untuk membantu reaksi hidolisis albumin menjadi asamasam amino bebasnya, sehingga -amino bereaksi dengan ninhidrin membentuk

Eka Wahyuni
240210130017
warna biru keunguan. Dan larutan yang berwarna putih pada hasil percobaan
menandakan albumin merupakan asam amino.
3.

Pembentukan Endapan Dengan Asam Dan Alkali


Pengendapan protein penting dalam rangka memisahkan protein dari

larutan. Protein bersifat mengendap dalam asam mineral pekat seperti asam
klorida (HCl), natrium hidroksida (NaOH), dan asam asetat glacial (CH3COOH).
Sebaliknya,

basa

tidak

dapat

mengendapkan

protein

namun

mampu

menghidrolisis dan dekomposisi oksidatif. Seperti pada percobaan kali ini,


digunakan satu asam kuat, satu basa kuat dan satu asam lemah dan dengan sampel
albumin dan gelatin.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Endapan Asam dan Alkali
Sampel
Warna
Warna
Endapan
Awal
Akhir
Awal
Gelatin + NaOH 10 %
Bening
Keruh
Ada +
Albumin + NaOH 10 %
Bening
Keruh
Tidak ada
Albumin + HCl pekat
Bening
Bening
Tidak ada
Gelatin + HCl pekat
Bening
Bening
Tidak ada
Albumin + asam asetat
Bening
Bening
Tidak ada
(Sumber : Data Hasil Pengamatan TIP A1, 2014)

Endapan
Akhir
Ada +++
Tidak ada
ada
Tidak ada
Tidak ada

Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa endapan hanya terjadi pada
albumin yang direaksikan dengan asam klorida serta pada NaOH yang direaksikan
dengan gelatin. Berdasarkan teori, dapat diketahui

bahwa yang mampu

mengendapkan protein hanyalah asam mineral pekat tidak dengan basa ataupun
asam lemah (Tejasari, 2005). Albumin merupakan protein dengan berat molekul
kecil yang biasa terdapat dalam telur, serum dan susu. Karena albumin termasuk
protein itulah albumin dapat diendapkan oleh asam mineral pekat. Sedangkan
gelatin yang merupakan protein dari jaringan kolagen tidak mengendap karena
kadar proteinnya yang rendah.
Warna bening dari albumin yang direaksikan dengan basa NaOH dan asam
lemah

CH3COOH

yang

terlihat

pada

percobaan

pertama

dikarenakan

ketidakmampuannya mengendapkan protein sehingga yang terbentuk adalah


kekeruhan. Pemanasan yang dilakukan dimaksudkan untuk memperjelas
perubahan yang terjadi.

Eka Wahyuni
240210130017
4.

Pembentukan Endapan Garam Dan Logam Berat


Asam basa bukan satu-satunya yang dapat memisahkan protein dengan

cara mengendapkan. Pemisahan protein dengan cara pengendapan juga dapat


dilakukan dengan mereaksikan protein dengan lagom berat.
Garam dari logam berat akan mempengaruhi sifat

koagulasi protein

dimana protein akan membentuk endapan apabila ditambah dengan suatu zat
garam. Pengendapan tersebut diakibatkan karena daya larut protein yang
berkurang. Garam-garam logam berat dan asam-asam mineral kuat ternyata baik
digunakan untuk mengendapkan protein. Seperti yang dilakukan oleh asam,
logam berat juga mampu mengendapkan protein, namun tergantung pada suhu
dan jenis elektrolitnya.
Tabel 4. Hasil Pengamatan Pembentukan Endapan Garam Dan Logam Berat
Kelompok Larutan Garam Warna Awal Warna Akhir
1
CuSO4 0,1 %
Keruh +
Putih
2
CuSO4 0,2 %
Bening
Putih
3
PbAC
Keruh ++
Orange
4
FeCl3
Bening
Putih keruh
5
HgCl2
Bening
Bening
6
CuSO4 0,2 %
Bening
Bening
7
FeCl3
Bening
Orange
8
HgCl2
Bening
Bening
9
PbAC
Bening
Bening
10
CuSO4 0,1 %
Bening
Bening keruh
(Sumber : Data Hasil Pengamatan TIP A1, 2014)
Tabel 5. Hasil Pengamatan Endapan Garam Logam Berat
Larutan
Warna
Warna
Sampel
Endapan
Garam
sebelum
sesudah
CuSO4 0,1% Keruh +
Putih +
CuSO4 0,2 % Bening
Putih +
Albumin
PbAl
Keruh ++
Keruh +
2%
FeCl3
Kuning
Orange
HgCl2
Bening
Keruh
Ada
CuSO4 0,1% Keruh +
Bening
Tidak ada
CuSO4 0,2 % Bening
Bening
Ada
Gelatin
PbAl
Keruh ++
Bening
Tidak ada
2%
FeCl3
Kuning
Bening
Tidak ada
HgCl2
Bening
Bening
Tidak ada
(Sumber : Data Hasil Pengamatan TIP A2, 2014)

Endapan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Busa
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada

Eka Wahyuni
240210130017
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 4, baik albumin maupun gelatin
yang direaksikan dengan logam berat mengalami perubahan menjadi terdapatnya
tidaknya endapan pada akhir percobaan. Logam berat yang digunakan untuk
percobaan ini adalah CuSO4, FeCl3, HgCl2 dan PbAc. Jumlah tetesan yang
diberikan hingga menghasilkan endapan pada tiap perlakuan berbeda-beda.
Albumin ditambahkan CuSO4 dan gelatin ditambahkan CuSO4 hanya memerlukan
10 tetesan untuk menghasilkan endapan, hal ini disebabkan logam CuSO4
bereaksi sangat cepat. Sedangkan pada albumin ditambahkan FeCl3 dan gelatin
ditambahkan PbAc memerlukan tetesan lebih banyak yaitu 20 tetes untuk
mengendapakan albumin dan 100 tetes untuk gelatin. Logam FeCl dan PbAc
merupakan logam yang bereaksi lambat dengan sampel.
Terdapatnya endapan setelah ditambahkan logam berat adalah disebabkan
protein memiliki gugus dengan muatan positif dan negatif. Garam dari logam
berat yang mengandung muatan positif seperti Cu2+ dan Fe3+ akan berikatan
dengan gugus yang bermuatan negatif pada protein sehingga protein tersebut akan
mengendap.

5.

Denaturasi Dan Koagulasi Protein


Protein akan mengalami denaturasi bila diberikan panas yang berlebih,

penambahan asam (pH), bahan kimia, mekanik, dan sebagainya. Masing-masing


cara mendenaturasi protein mempunyai pengaruh yang berbeda-beda (Winarno,
1992). Hal yang menyebabkan protein mudah terdenaturasi adalah karena protein
memiliki struktur labil (Almatsier, 2003). Protein yang terdenaturasi berkurang
kelarutannya, hal ini dikarenakan lapisan molekul protein bagian dalam yang
bersifat hidrofobik berbalik keluar, sedangkan bagian luar yang bersifat hidrofil
berbalik ke dalam (Winarno, 1992). Koagulasi adalah salah satu kerusakan protein
yang terjadi akibat pemanasan dan terjadi penggumpalan dan pengerasan pada
protein karena menyerap air pada proses tersebut.
Denaturasi adalah suatu proses terjadinya perubahan-perubahan dalam
struktur ruang suatu protein, dari suatu konformasi alami menjadi suatu
konformasi yang kurang beraturan. Protein yang terdenaturasi akan berkurang
kelarutannya. Lapisan molekul protein bagian yang hidrofobik berbalik keluar,

Eka Wahyuni
240210130017
sedangkan bagian yang bersifat hidrofil terlipat ke dalam. Hal ini dapat terjadi
dengan adanya endapan dalam larutan karena kelarutannya berkurang. Faktorfaktor yang menyebabkan denaturasi protein pemanasan, pembekuan, perubahan
pH, pengocokan, penambahan detergen, penambahan zat pelarut, penambahan
garam(Winarno,1992).
Tabel 6. Hasil pengamatan denaturasi dan koagulasi protein
0
10
20
Keruh
Keruh
Keruh
+++
+++
++
5,3
Keruh
Keruh
Keruh
+++
+++
++
4,7
Keruh
Keruh
Keruh
++++
+++
++
3,8
Keruh
Keruh
Keruh
++++
+++
++
5
Keruh
Keruh ++ Keruh
++
+++
Sumber: dokumentasi pribadi, 2014
pH
6

30
Keruh +

Setelah dipanaskan
Ada gumpalan +

Keruh +

Ada gumpalan +

Keruh +

Bening, ada gumpalan


dipermukaan
Terjadi gumpalan

Keruh
++
Keruh +

Ada
dipermukaan

gumpalan

Dari hasil pengamatan yang didapat, dapat disimpulkan bahwa gumpalan


yang terbentuk disebabkan karena adanya perubahan struktur ruang ( sekunder
dan tersier) dan primer pada protein lalu diikuti dengan pemutusan ikatan- ikatan
hidrogen dan ikatan- ikatan disulfide. Apabila tidak terbentuk gumpalan maka
tidak terjadinya denaturasi pada protein tersebut, maka pH yang tinggi dapat
mencegah terjadinya denaturasi. pH yang semakin tinggi menyebabkan larutan
semakin jernih atau tidak ada endapan yang terbentuk. Sebaliknya, semakin
rendah pH yang ditambahkan dalam percobaan menyebabkan endapan yang
terbentuk semakin banyak.
Koagulasi protein adalah dimana tidak hanya struktur ruang (sekunder dan
tersier) protein yang berubah tetapi juga struktur primernya. Pengembangan
molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada pada
rantai polipeptida. Selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif
yang sama atau yang berdekatan. Bila unit ikatan yang terbentuk cukup banyak
sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid, maka protein tersebut
mengalami koagulasi.

Eka Wahyuni
240210130017
6.

Titik Isoelektrik
Adanya gugus amino bebas pada gugus karboksil bebas pada ujung-ujung

rantai molekul protein menyebabkan protein bersifat amfoter yaitu dapat bereaksi
dengan asam maupun basa. Pada pH tertentu muatan gugus amino dan karboksilat
saling menetralkan sehingga molekul protein tidak bermuatan. Nilai pH dimana
molekul protein tidak bermuatan disebut titik isoelektris.
Jika pH berada pada kondisi di bawah titik isoelektrik, maka muatan
partikel koloid akan bermuatan positif. Sebaliknya jika pH berada di atas titik
isoelektrik maka muatan koloid akan berubah menjadi netral atau bahkan menjadi
negatif. Endapan akan larut dengan penambahan asam encer. Terjadinya endapan
menandakan bahwa gugus amino dan karboksil saling menetralkan. Sedangkan
pada larutan yang tidak mengalami endapan ataupun mengalami kekeruhan ini
berari gugus asam amino dan karboksilatnya tidak saling menetralkan
Tabel 7. Hasil Pengamatan Isoelektrik
Kel
10 Menit
Warna
Endapan Kekeruhan

Warna

20 Menit
Endapan

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Putih
Putih
Putih
Putih
Putih
Putih
Putih
Putih
Putih

Tidak ada
Tidak ada
Ada, putih
Ada, putih
Tidak ada
Ada
Ada
Ada
Ada

++
+
++
+
++
++
+
+
Tidak ada

Putih
Putih
Putih
Putih
Putih
Putih
Putih
Putih
Putih

Ada
Tidak ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada

10

Putih

Ada

Tidak ada

Putih

Ada

Kekeru
han
+
+
+
++
++
++
+
+
Tidak
ada
Tidak
ada

(Sumber : Data Hasil Pengamatan TIP A, 2014)


Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 7, dapat diketahui titik
isoelektrisnya. Karena hampir semua tabung mengalami perubahan kekeruhan.
Titik isoelektris dapat ditentukan berdasarkan kekeruhan dan endapan yang
terbentuk karena pada titik dekat isoelektrik akan terjadi gaya tolak menolak
elektrostatik. Gaya tolak menolak tersebut akan menyebabkan kelarutan menjadi
minimum lalu terbentuk keruh. Setiap jenis protein memiliki titik isoelektrik yang
berbeda-beda.

Eka Wahyuni
240210130017
7.

Salting Out
Salting out adalah prinsip ukuran kelarutan protein setelah diberi garam.

Protein akan berkurang kelarutannya apabila telah ditambahkan dengan garam dan
protein tersebut akan terpisah lalu membentuk endapan. Protein yang telah
mengalami salting out akan berikatan dengan garam lalu membentuk endapan.
Apabila proses salting outnya berjalan sempurna, maka apabila disaring dalam
filtrat tidak terdapat protein. Namun, apabila proses salting outnya tidak berjalan
sempurna maka dalam filtrat masih terdapat beberapa protein.
Tabel 8. Salting Out
Garam
(NH4)2SO4
MgSO4
MgCl2
NaCl

Endapan
Ada, putih
Ada, putih
Ada, putih
Tidak ada

NaSO4
Ada, putih
MgCl2
Ada, putih
Amonium Sulfat
Ada, putih
MgSO4
Ada, putih
NaCl
Ada, putih
NaSO4
Ada, putih
(Sumber : Data Hasil Pengamatan TIP A, 2014)

Warna Setelah Diuji


Biru keunguan
Biru keunguan
Biru keunguan
Tidak terjadi perubahan
warna
Biru keunguan
Kuning pekat
Kuning pekat
Kuning transparan
Kuning transparan
Kuning pekat

Berdasarkan hasil pengamatan tabel 8 Larutan garam yang digunakan


dalam percobaan salting out ini diantaranya adalah (NH4)2SO2, NaCl, Na2SO4,
MgSO4 dan MgCl2 dimana masing-masing larutan garam tersebut dicampurkan
dengan albumin dan kasein. Endapan yang terbentuk disaring sehingga menjadi
filtrat kemudian ditambah dengan NaOH lalu di tes dengan pereaksi biuret.
Pemeriksaan diperlukan karena adanya amonium sulfat, alkali akan membebaskan
amoniak yang akan membentuk warna biru tua dengan Cu yang dapat
memberikan kesalahan warna biuret. Jika terbentuk warna ungu, menandakan
bahwa larutan tersebut merupakan protein tetapi jika tidak berwarna ungu maka
itu berarti sudah terjadi salting out dengan garam jenuh. Proses salting out ini
termasuk sempurna dikarenakan hasil yang didapat adalah sisa protein yang
tersisa hanya sebagian kecil dari satu perlakuan saja.

Eka Wahyuni
240210130017
V.

PENUTUP

5.1

Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal
antara lain sebagai berikut.
1. Albumin mengandung ikatan peptida di antara molekul penyusunnya.
2. Hasil yang didapat pada uji ninhidrin adalah bahwa pada albumin positif
ditemukan asam amino.
3. Endapan protein hanya terjadi pada albumin yang direaksikan dengan
asam klorida dan pada natrium hidroksida dengan gelatin.
4. Albumin menunjukkan endapan putih hanya dalam larutan HgCl2 saja.
5. Berdasarkan pengujian, pada pH 5 terdapat endapan dan kekeruhan pada
kasein dari susu yang menyatakan bahwa kasein tersebut terdenaturasi.
6. Hasil dari percobaan titik isoelektrik, pada sampel asam asetat yang
memiliki normalitas yang berbeda-beda dihasilkan titik isoelektrik yang
berbeda pula dengan ditunjukkan adanya kekeruhan yang berbeda pada
setiap kelompok.
7. Berdasarkan praktikum, larutan garam yang baik untuk mengendapkan
protein adalah Na2SO4 dan (NH4)2SO2
8. pengujian salting out, jika larutan berwarna ungu menunjukkan bahwa
garam tidak sepenuhnya dapat mengendapkan protein.

5.2

Saran
Alat-alat yang akan digunakan pada saat praktikum diharapkan dapat

terpenuhi proses pembelajaran, serta dapat mengefektifkan waktu. Serta dapat


menghemat penggunaan bahan di laboratorium.

Eka Wahyuni
240210130017
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
Buckle, K.A. R.A. Edwards,dll. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah : Hari Purnomo
& Adiono. UI Press. Jakarta
De man, John M. 1997. Kimia Makanan. Penerbit ITB Bandung. Bandung
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai