Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULULUAN
1.1.
Latar belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini mengalami kemajuan
yang sangat pesat. Hal ini menimbulkan dampak positif maupun negatif.
Misalnya saja bidang transportasi yang memberikan kemudahan, kenyamanan,
efektivitas dan efisiensi waktu bagi masyarakat. Namun di sisi lain juga
mempunyai dampak negatif, misalnya peningkatan angka kecelakaan lalu
lintas yang sering sekali menyebabkan terjadinya fraktur. (M. Akmal Ata,
2010).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS) oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2008 - 2010 di Indonesia
terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh,
kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam/tumpul. Dari 45.987 peristiwa
terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829
kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang
(8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/tumpul, yang mengalami fraktur
sebanyak 236 orang (1,7%). (Depkes RI, 2008 - 2010).
Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan
sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dengan jenis fraktur
yang berbeda dan penyebab yang berbeda. Dari hasil survey tim Depkes RI
didapatkan 25% penderita fraktur yang mengalami kematian, 45% mengalami
kecacatan fisik, 15% mengalami stress psikologis karena cemas dan bahkan
depresi, dan 10% ,mengalami kesembuhan dengan baik. (Depkes RI, 2009).
Penundaan jadwal terapi menyebabkan lama hari rawat pasien fraktur
akan bertambah. Penambahan lama hari rawat akan memberi dampak biaya
personal yang signifikan bagi pasien dan keluarganya serta menimbulkan
kerugian secara finansial. Hal ini berpengaruh pada psikologis yang dialami
pasien fraktur dan keluarganya (Kneale & Davis, 2011). Status ekonomi yang
rendah akan menyebabkan individu mudah mengalami kecemasan (Harianto,
2008).
Kecemasan yang dirasakan pasien fraktur dapat memperberat penyakit
fisik. Pasien harus mampu mengatasi kecemasan tersebut agar penyakit fisik
yang dialaminya tidak bertambah parah. Respon cemas yang terjadi pada
penderita fraktur sangat berkaitan sekali dengan mekanisme koping yang
dimilikinya. Mekanisme koping yang baik akan membentuk respon psikologis
yang baik yang berperan dalam menunjang proses kesembuhan. Dukungan
keluarga merupakan faktor penting yang dibutuhkan seseorang dalam
menghadapi masalah dan suatu strategi koping yang sangat baik untuk
mengurangi rasa cemas yang berlebihan. Dukungan keluarga dan melibatkan
orang terdekat selama perawatan berpengaruh terhadap mental seseorang dan
dapat meminimalkan efek gangguan psikososial (Saryono, 2008).
1.2.
Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada fraktur
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
Pengertian
Menurut Mansjoer Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
konstinuitas jaringan tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa.Fraktur dapat di bagi menjadi: Fraktur tertutup (closed), bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Fraktur fibula
adalah terputusnya hubungan tulang fibula (Helmi, 2012). Fraktur adalah
gangguan pada gangguan konstinuitas tulang (Pendit, 2006).
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan
tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan
korteks ;biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau
kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tertutup (sederhana).
Kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus, keadaan ini disebut
fraktur terbuka (compound) yang cenderung untuk mengalami kontaminasi
dan infeksi. (Graham Aplay& Louis Solomon ; 1995)
2.2.
Etiologi
Fraktur atau patahan tulang dapat terjadi karena beberapa penyebab.
Para ahli juga telah merumuskan berapa hal sebagai penyebab fraktur tersebut,
diantaranya adalah di kemukakan oleh
Helmi (2012) adalah :
2.3.
Patofisiologi
2.4.
Klasifikasi Fraktur
Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang
dengan jaringan disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.
2.3.1. Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar
Fraktur dapat dibagi menjadi :
Fraktur Terbuka
Fraktur Tertutup
2) Derajat II :
Laserasi >1 cm
Kerusakan jaringan lunak, tidak
luas, flap/ avulsi
Fraktur kominutif sedang
Kontaminasi sedang
3) Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur
kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi.
Fraktur terbuka derajat III terbagi atas:
Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat,
meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur
segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma
berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang
terpapar atau kontaminasi masif.
Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus
diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.
b. Spiral
Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat
torsi ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya
menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak.
c. Oblik
Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis
patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
d. Segmental
Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang
yang retak dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen
sentral dari suplai darah.
e. Kominuta
Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya
keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.
f. Greenstick
Adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap
dimana korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga
periosterum. Fraktur jenis ini sering terjadi pada anak anak.
g. Fraktur Impaksi
h. Fraktur Fissura
Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang
berarti, fragmen biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan
reduksi.
Transversal
Kominuta
Spiral
Greenstick
Oblik
Segmental
Impaksi
Fissura
10
2.5.
Manifestasi Klinis
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
b. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas.
Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
c. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5,5 cm
d. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen
satu dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera. (Ignatavicius, Donna D,
1995).
2.6.
Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk
mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
b. Laboratorium :
11
c. Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P
mengikat di dalam darah
2.7.
Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah
dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan
yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena
tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang
sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi
karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk
ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah
rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi,
hypertensi, tachypnea, demam.
12
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial)
dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkmans Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
13
tingkat
kekuatan
dan
perubahan
bentuk
14
2.8.
Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur ada 4, yaitu: rekognisi, reduksi, retensi dan
rehabilitasi.
a. Rekognisi, mengenal jenis fraktur, lokasi dan keadaan secara umu; riwayat
kecelakaan, parah tidaknya luka, diskripsi kejadian oleh pasien,
menentukan kemungkinan tulang yang patah dan adanya krepitus.
b. Reduksi, mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal untuk
mencegah jarinagn lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena
edema dan perdarahan. Reduksi ada 3 (tiga), yaitu:
1. Reduksi tertutup (close reduction), dengan cara manual/ manipulasi,
dengan tarikan untuk menggerakan fragmen tulang/ mengembalikan
fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
2. Traksi, digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi,
dimana beratnya traksi di sesuaikan dengan spasme otot. Sinar X
digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen
tulang
3. Reduksi terbuka, dengan memasang alat untuk mempertahankan
pergerakan, yaitu fiksasi internal (kawat, sekrup, plat, nail dan batang
dan implant logam) dan fiksasi ekterna (pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinue, pin dan tehnik gips
c. Reposisi, setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi
atau dipertahankan dalam posisi penyatuan yang tepat. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan cara fiksasi internal dan eksternal.
d. Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi, dengan cara:
1. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
2. Meninggikan ekstremitas untuk meminimalkan pembengkakan
3. Memantau status neorovaskular
4. Mengontrol kecemasan dan nyeri
5. Latihan isometrik dan setting otot
15
16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.
Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS,
diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung
dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang
menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar,
berdenyut, atau menusuk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana
rasa sakit terjadi.
17
menerangkan
seberapa
rasa
sakit
mekanisme
terjadinya
kecelakaan
bisa
18
kesehatan
untuk
membantu
alkohol
yang
bisa
mengganggu
19
matahari
yang
kurang
merupakan
faktor
20
termasuk
jumlah
anak,
lama
fungsi
tubuhnya.
Mekanisme
koping
yang
Untuk
klien
fraktur
tidak
dapat
melaksanakan
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
(lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena
ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan
daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat
adalah tanda-tanda, seperti:
22
(a) (Kesadaran
penderita:
apatis,
sopor,
koma,
23
Inspeksi
24
Palpasi
Pergerakan
sama
atau
simetris,
Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau
suara tambahan lainnya.
(4)
Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing,
atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronchi.
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(2) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(l) Abdomen
25
(1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler,
hepar tidak teraba.
(3) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang
cairan.
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe,
tak ada kesulitan BAB.
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status
neurovaskuler
26
atau
oedema
terutama
disekitar
persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak
kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal).
27
sifat
benjolan
permukaannya,
perlu
konsistensinya,
dideskripsikan
pergerakan
diteruskan
dengan
menggerakan
netral)
atau
dalam
ukuran
metrik.
struktur
yang
lain
tertutup
yang
sulit
saja
tapi
pada
struktur
lain
juga
mengalaminya.
2 Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf
spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae
yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3 Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat
yang rusak karena ruda paksa.
29
4 Computed
Tomografi-Scanning:
menggambarkan
Pemeriksaan Laboratorium
Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan
mikroorganisme
kultur
dan
test
sensitivitas:
didapatkan
Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
Diagnosa Keperawatan
30
(cedera
Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan:
tidur,
istirahat
dengan
tepat,
menunjukkan
31
RASIONAL
nyeri dan
mencegah malformasi.
terkena.
pasif/aktif.
4 Lakukan
tindakan
untuk Meningkatkan
penggunaan
teknik Mengalihkan
umum,
meningkatkan kenyamanan
5 Ajarkan
sirkulasi
perhatian
terhadap
meningkatkan
kontrol
nyeri
yang
mungkin
berlangsung lama.
edema
dan
nyeri
melalui
32
Evaluasi
keluhan
nyeri Menilai
perkembangan
masalah
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
33
34
INTERVENSI KEPERAWATAN
1 Instruksikan/bantu
RASIONAL
latihan Meningkatkan
ventilasi
alveolar
yang
aman
sesuai paru.
keadaan klien.
Mencegah terjadinya pembekuan
3 Kolaborasi
pemberian
antikoagulan
heparin)
dan
sesuai indikasi.
untuk
menunjukkan
pertukaran
trombosit
hipokalsemia,
gas;
gangguan
anemia,
peningkatan
LED
trombosit
sering
35
RASIONAL
aktivitas
rekreasi
(radio,
koran,
trokanter/tangan ekstremitas.
sesuai indikasi.
sesuai dalam
perawatan
diri
sesuai
36
keadaan klien.
37
untuk
proses
fungsi fisiologis
tubuh.
8 Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi
Kerjasama
sesuai indikasi.
dengan
fisioterapis
mencegah
penyembuhan
sesuai
kerusakan
indikasi,
kulit
mencapai
38
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
4 Observasi
keadaan
penekanan
terhadap
kulit,
gips/bebat
kulit,
Menilai
perkembangan
masalah
klien.
insersi
pen/traksi.
39
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
perawatan
luka
infeksi
sekunderdan
protokol
Meminimalkan kontaminasi.
2 Ajarkan
klien
mempertahankan
untuk
sterilitas
insersi pen.
Antibiotika spektrum luas atau
3 Kolaborasi
hasil
laboratorium
lengkap, LED,
pemeriksaan proses
(Hitung
infeksi,
anemia
dan
Kultur dan
organisme
penyebab penyakit.
perkembangan
40
INTERVENSI KEPERAWATAN
1 Kaji
kesiapan
klien
RASIONAL
mengikuti Efektivitas
program pembelajaran.
proses
pemeblajaran
klien
untuk
mengikuti
program pembelajaran.
perencanaan
partisipasi
klien
dan
dan
dalam
pelaksanaan
pembedahan
diperlukan
untuk
mungkin
mengatasi
3.4.
Evaluasi
41
42
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
fraktur merupakan istilah dari hilangnya konstinuitas tulang, tulang
rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. Secara ringkas dan umum,
fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma dan tenaga
fisik.Fraktur adalah patah tulang, biasanya di sebabakan trauma atau tenaga
fisik.(Pendit 2006).
4.2. saran
Dengan selesai dibuatnya makalah ini kami berharap makalah ini dapat
dipergunakan/ dijadikan pedoman mahasiswa D-IV keperawatan dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien fraktur.
43
DAFTAR PUSTAKA
Akmal, M, 2010. Ensiklopedi Kesehatan Untuk Umum. Ar-ruzz Media.
Yogyakarta.
Depkes RI. (2009). Penyakit tidak menular vol 1. Diperoleh pada tanggal 26 Juni
2014 dari http://litbang.depkes.go.id.
Doengoes, Marilynn E Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. 2000
Helmi, N.Z. (2012). Buku Ajar : Gangguan Muskuloskeletal, Jakarta : Salemba
Medika
Ignatavius, Donna D, Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach,
W.B. Saunder Company, 1995.
Kneale, J., & Davis, P. (2011). Keperawatan ortopedik dan trauma edisi 2.
Jakarta: EGC
Pendit, B.U. (2006), Buku Ajar : Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC
Saryono. (2008). Metodologi penelitian kesehatan. Yogyakarta: Mitra Medika
44