Anda di halaman 1dari 16

I.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Katarak berasal dari bahasa latin cataraca dan bahasa yunani catarak
yang artinya adalah air terjun. Katarak tidak menular dari satu mata ke mata yang
lain, namun dapat terjadi pada kedua mata secara bersamaan. Perubahan ini dapat
terjadi karena proses degenerasi, trauma, penyakit sistemik, merokok, dan
herediter. Katarak dapat pula terjadi sejak lahir, karena itu katarak dapat dijumpai
pada usia anak-anak maupun dewasa. Berbagai study cross sectional melaporkan
prevalensi katarak pada usia 65-74 tahun sebanyak 50 %, prevalensi ini meningkat
hingga 70% pada usia di atas 75 tahun ( Vaughan,2011)
Data badan kesehatan PBB (WHO) menyebutkan penderita kebutaan
didunia mencapai 38 juta orang, 48% di antaranya disebabkan katarak. Katarak
senilis adalah penyebab kebutaan di dunia sebesar 48 % atau sekitar 18 juta orang.
Pada tahun 2003 tingkat kebutaan di Indonesia mencapai urutan tertinggi di Asia
Tenggara yaitu sekitar 1,47 dari jumlah penduduk Indonesia. Sekitar 1% dari
kebutaan disebabkan oleh katarak ( Zuhri,2006).
Selain penglihatan yang semakin kabur dan tidak jelas, tanda-tanda awal
terjadinya katarak antara lain merasa silau terhadap cahaya matahari, perubahan
dalam persepsi warna, dan daya penglihatan berkurang hingga kebutaan.
Katarak biasanya terjadi dengan perlahan dalam waktu beberapa bulan. Pasien
dengan katarak mengeluh penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan yang
menurun secara progresif. Kekeruhan lensa ini mengakibatkan lensa tidak
transparan sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu (Ilyas, 2013).

II.

TINJAUAN PUSTAKA
1

A. Definisi
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa,
atau terjadi akibat kedua-duanya (Ilyas, 2013). Kekeruhan ini dapat
mengganggu jalannya cahaya yang melewati lensa sehingga pandangan dapat
menjadi kabur hingga hilang sama sekali. Penyebab utama katarak adalah
usia, tetapi banyak hal lain yang dapat terlibat seperti trauma, toksin, penyakit
sistemik (seperti diabetes), merokok dan herediter (Vaughan, 2011).

Gambar 1. Perbandingan mata normal dan katarak


B. Etiologi
Penyebab terjadinya katarak senilis hingga saat ini belum diketahui
secara pasti. Terdapat beberapa teori konsep penuaan menurut Ilyas (2013)
sebagai berikut:
1. Teori putaran biologik (A biologic clock)
Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali mati
2. Imunologis dengan bertambah usia akan bertambah cacat
imunologik yang mengakibatkan kerusakan sel.
3. Teori mutasi spontan
4. Teori A free radical : free radical terbentuk bila terjadi reaksi
intermediate reaktif kuat, free radical dengan molekul normal
mengakibatkan degenerasi, dan free radical dapat dinetralisasi
oleh antioksidan dan vitamin E

5. TeoriA Cross-link

: Ahli

biokimia

mengatakan

terjadi

pengikatan bersilang asam nukleat dan molekul protein sehingga


mengganggu fungsi.
Sedangkan menurut Vuaghan 2011 penyebab katarak senilis sampai
saat ini masih belum diketahui secara pasti dan diduga multifaktorial.
Beberapa penyebab katarak diantaranya adalah :
1.

Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik


Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat

2.

3.

sehingga mempunyai efek buruk terhadap serabu-serabut lensa


Faktor imunologik
4.
Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi,

gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.


Gangguan metabolisme umum.
C. Klasifikasi
Katarak senilis secara klinik dikenal dalam empat stadium yaitu
5.

insipien, intumesen, imatur, matur dan hipermatur (Ilyas, 2013) :


1. Katarak Insipien
Pada katarak stadium insipien terjadi kekeruhan mulai dari
tepi ekuator menuju korteks anterior dan posterior (katarak
kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Pada katarak
subkapsular

posterior,

kekeruhan

mulai

terlihat

anterior

subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan


korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak
isnipien.
Kekeruhan ini dapat menimbulkan polipia oleh karena
indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk
ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.
2. Katarak Intumesen.
Pada katarak intumesen terjadi kekeruhan lensa disertai
pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air.
Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi
bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata
menjadi

dangkal

dibanding

dengan

keadaan

normal.

Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit


glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang
berjalan cepat dan mengakibatkan mipopia lentikular. Pada

keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan


mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan
miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa
disertai peregangan jarak lamel serat lensa.
3. Katarak Imatur
Pada katarak senilis stadium imatur sebagian lensa keruh
atau katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada
katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada
keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan
pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.
4. Katarak Matur
Pada katarak senilis stadium matur kekeruhan telah
mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat
deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau
intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar,
sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi
kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan
kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman
normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang
keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.
5. Katarak Hipermatur
Pada katarak stadium hipermatur terjadi proses degenerasi
lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa
yang berdegenerasi kelur dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi
mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat
bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang
pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula Zinn
menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan
kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak
dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai
sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam
korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai
katarak Morgagni

Berdasarkan letaknya dikenal ada 3 bentuk katarak senilis,


yaitu katarak nuklear, kortikal dan subkapsularis posterior (Vaughan,
2011) :
1. Katarak Nuklear
Beberapa tingkat sklerosis nuclear dan kekuningan pada
lensa adalah normal pada pasien dewasa yang telah melewati usia
pertengahan. Secara umum, kondisi ini hanya mempengaruhi
fungsi visual secara minimal. Penghambuaran cahaya dan
kekuningan yang parah disebut sebagai katarak nuklear, yang
menyebabkan opasiti sentral. Nukleus cenderung menjadi gelap
dan keras (sklerosis), berubah dari jernih menjadi kuning sampai
coklat. Biasanya mulai timbul sekitar usia 60-70 tahun dan
progresivitasnya lambat. Bentuk ini merupakan bentuk yang paling
banyak terjadi. Meskipun biasanya bilateral, namun biasanya
asimetris. Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan
dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi
lebih baik yang disebut juga sebagai second sight., sulit menyetir
pada malam hari . Perubahan kekuningan dan kecoklatan yang
progresif pada lensa menyebabkan diskriminasi warna yang buruk,
khususnya terhadap spectrum warna biru sehingga penderita
mengalami kesulitan membedakan warna, terutama warna biru dan
ungu.
2. Katarak Kortikal
Katarak menyerang lapisan yang mengelilingi nukleus atau
korteks. Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan
progresivitasnya lambat. Katarak kortikal biasanya bilateral tetapi
sering asimetris. Terdapat wedge-shape opacities/cortical spokes
atau gambaran seperti ruji. Banyak pada penderita DM. Keluhan
yang biasa terjadi yaitu penglihatan jauh dan dekat terganggu,
penglihatan merasa silau.
3. Katarak Subkapsular Posterior atau Kupuliformis
Bentuk ini terletak pada bagian belakang dari kapsul lensa.
Katarak subkapsularis posterior lebih sering pada kelompok usia
5

lebih muda daripada katarak kortikal dan katarak nuklear. Biasanya


mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya cepat.
Pada keadaan awal, katarak subkapsular posterior adalah salah satu
dari tipe utama katarak yang berhubungan dengan penuaan.
Bagaimanapun, ini bisa juga terjadi sebagai akibat dari trauma,
penggunaan kortikosteroid jangka panjang (sistemik, topical, atau
intraokuler), inflamasi, paparan radiasi ion, dan alkholisme.
Katarak ini menyebabkan kesulitan membaca, silau, pandangan
kabur pada kondisi cahaya terang.
D. Patofisiologi
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori
hidrasi dan sklerosis (Ilyas, 2013):
1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada
epitellensa yang berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak
dapatdikeluarkan

dari

lensa.

Air

yang

banyak

ini

akan

menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yangmenyebabkan


kekeruhan lensa.
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana
serabutkolagen

terus

bertambah sehingga terjadi

pemadatan

serabut kolagendi tengah. Makin lama serabut tersebut semakin


bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa.
Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:
I. Kapsula
a. Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
b. Mulai presbiopiac
c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
d. Terlihat bahan granular
II. Epitel-makin tipis
a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
III. Serat lensa
a. Serat irregular
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleu, sinar UV lama kelamaan merubah
proteinnukelus lensa, sedang warna coklat protein lensa
nucleus mengandung histidin dan triptofan disbanding normal
d. Korteks tidak berwarna karenai kadar asam askorbat tinggi dan
menghalangi foto oksidasi.
6

e. Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.


Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan
hilangnya transparasi, akibat perubahan pada serabut halus
multipel yang memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di
luar lensa, misalnya menyebabkan penglihatan mengalami
distorsi. Pada protein lensa menyebabkan koagulasi, sehingga
mengakibatkan pandangan dengan penghambatan jalannya
cahaya ke retina.
E. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
a. Penglihatan kabur, pada umumnya perlahan-lahan seperti ada yang
mengahalangi ( kabut, air terjun). Bila katarak terjadi pada bagian
tepi lensa, maka penglihatan tidak mengalami perubahan, tetapi
apabila kekeruhan di tengah lensa maka penglihatan tidak akan
menjadi jernih.
b. Silau, akibat dari kekeruhan lensa sehingga sinar yang melalui
bagian keruh yang diteruskan tidak beraturan.
c. Miopisasi terjadi akibat hidrasi lensa menyerap aqueous humor
lensa akan mencembung daya refraksi meningkat bayangan
akan jatuh di depan retina tidak bisa melihat obyek yang
letaknya jauh
d. Diplopia monokuler, Kadang-kadang, perubahan nuclear yang
terkonsentrasi pada bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area
refraktil pada bagian tengah dari lensa, yang sering memberikan
gambaran terbaik pada reflek merah dengan retinoskopi atau
ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan
diplopia monocular yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata,
prisma, atau lensa kontak.
e. Halo berwarna dan bintik hitam di depan mata
2. Pemeriksaan mata
a. Pemeriksaan visus : berkisar 6/9 sampai dengan persepsi cahaya
b. Iris shadow test
- Katarak Imatur : iris shadow (+)
- Katarak Matur : iris shadow ( - )
c. Fundus Refleks
Normal : media refrakta jernih warna merah jingga cemerlang
Ada kekeruhan pada lensa : fundus reflek (-)
d. Lampu senter / slit lamp
7

Harus diberi midriatikum terlebih dahulu agar pupil dilatasi


Derajat kekeruhan lensa pada pemeriksaan slit lamp
- Derajat 1 : Nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari
6/12, tampak sedikit kekeruhan dengan warna agak keputihan.
Reflek fundus masih mudah diperoleh. Usia penderita biasanya
-

kurang dari 50 tahun


Derajat 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan, biasanya visus
antara 6/12 - 6/30, tampak nucleus mulai sedikit berwarna
kekuningan. Reflek fundus masih mudah diperoleh dan paling
sering memberikan gambaran seperti katarak subkapsularis

posterior.
Derajat 3 : Nukleus dengan kekerasan medium, biasanya visus
antara 6/30 - 3/60, tampak nucleus berwarna kuning disertai

kekeruhan korteks yang berwarna keabu-abuan.


Derajat 4 : Nukleuskeras, biasanya visusantara 3/60 - 1/60,
tampak nukleus berwarna kuning kecoklatan. Reflek fundus

sulit di nilai.
Derajat 5 : Nukleus sangat keras, biasanya visus biasanya
hanya 1/60 atau lebih jelek. Usia penderita sudah diatas 65
tahun. Tampak nucleus berwarna kecoklatan bahkan sampai
kehitaman .katarak ini sangat keras dan disebut juga sebagai

Brunescence cataract atau Black cataract.


F. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Vitamin C ( mencegah radikal bebas sebagai anti oksidan) berguna
untuk menghambat perkembangan katarak ( Scholote,2006 ).
2. Tindakan operatif
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa.
Terdapat 2 tipe ekstraksi lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi
(ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE). ECCE sendiri
terdiri dari dua teknik yaitu Small Incision Cataract Surgery (SICS)
dan Phakoemulsifikasi (Ocampo, 2010).
a.

Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)


Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa
bersama kapsulnya. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya
dengan cryophake dan depindahkan dari mata melalui incisi

korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan


hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE
tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan
pembedahan yang sangat lama populer. ICCE tidak boleh
dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40
tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit
yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma,
uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan (Ocampo, 2009).
b. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui
robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda,
pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti,
implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi
sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah
glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan
kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca,
sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid
macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada
saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca.
Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder (Manalu, 2006). Teknik :
1. Lakukan sayatan pada kornea sklera ekstraksi lensa
melalui kapsulektomi anterior nukleus dan korteks
dilepas dan dibersihkan tanpa mengiktsertakan kapsul
( kapsul ditinggal) pasang lensa tanam IOL ( Intra
Oculer Lens)
2. Keuntungan : irisan kecil sehingga cepat sembuh
c. Small Incison Catarac Surgery ( SICS)

Perbedaan dengan ECCE adalah irisan lebih kecil ( three step


incision) sehingga terkadang tidak membutuhkan jahitan pada luka
insisi ( Titcomb, 2010)
d. Phacoemulsification
Phakoemulsifikasi

(phaco)

maksudnya

membongkar

dan

memindahkan kristal lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan yang


sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan
digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin
PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai
bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan
melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak
diperlukan

jahitan,

akan

pulih

dengan

sendirinya,

yang

memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan


aktivitas sehari-hari.
Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan
kebanyakan katarak senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak
senilis padat, dan keuntungan incisi limbus yang kecil agak kurang
kalau akan dimasukkan lensa intraokuler, meskipun sekarang lebih
sering digunakan lensa intra okular fleksibel yang dapat
dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu ( Titcomb, 2010).

Gambar 2. Teknik Phaco

10

Keuntungan : luka operasi lebih ringan sehingga penyembuhan


luka lebih cepat, perbaikan penglihatan lebih baik
Kerugian : mahal

G. Prognosis
Pada tehnik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi
sangat jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada
bedah katarak resiko ini kecil dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa
komplikasi pada pembedahan dengan ECCE atau fakoemulsifikasi
menjanjikan prognosis dalam penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis
pada pemeriksaan dengan menggunakan snellen chart (Kohlen,2005) .
H. Komplikasi
1.

Komplikasi Intra Operatif


Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau
efusi suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus,
incacerata kedalam luka serta retinal light toxicity.

2.

Komplikasi dini pasca operatif


-

COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara


cairan yang keluar dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil
dan siliar, edema stroma dan epitel, hipotonus, brown-McLean
syndrome (edema kornea perifer dengan daerah sentral yang bersih
paling sering)

Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus

Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang


tidak

adekuat

yang

dapat

menimbulkan

komplikasi

seperti

penyembuhan luka yang tidak sempurna, astigmatismus, uveitis


anterior kronik dan endoftalmitis.
3.

Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi

Komplikasi lambat pasca operatif


-

Ablasio retina

11

Endoftalmitis kronik yang timbul karena organissme dengan virulensi


rendah yang terperangkap dalam kantong kapsuler

Post kapsul kapacity, yang terjadi karena kapsul posterior lemah


Malformasi lensa intraokuler, jarang terjadi ( Victor, 2010)
III. LAPORAN KASUS

1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.

A. Identitas Pasien
Nama
: Tn.S
Usia
: 72 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan
: Petani
Alamat
: Langkap rt 06 rw 02 Bumiayu
B. Anamnesis
Keluhan Utama
Pandangan mata sebelah kiri terasa kabur
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien baru datang ke poliklinik mata RSMS Margono pada hari
Selasa, 8 Maret 2016 dengan keluhan pandangan mata kiri kabur. Keluhan
dirasakan 3 bulan sebelum datang ke rumah sakit. Pasien merasakan
seperti ada pandangan kabut asap berawan dan silau bila terkena cahaya
pada mata kiri, semakin lama dirasakan semakin memberat. Pasien saat ini
mengeluhkan pandangannya hanya dapat melihat bayangan benda saja.
Pasien menyangkal adanya keluhan mata merah, pusing, mual,
muntah, gatal pada mata atau kelopak mata, mata berair terus atau kering,
pengeluaran kotoran dari mata, rasa terbakar atau nyeri pada mata,

maupun keluhan batuk, demam, dan pilek.


3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyakal memiliki riwayat darah tinggi, DM, asma,
riwayat penyakit sama sebelumnya,riwayat penggunaan kacamata, riwayat
operasi, maupun riwayat trauma mata.
4. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien sehari hari bekerja sebagai petani namun jarang
menggunakan alat pelindung mata seperti kacamata ataupun caping.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum/Kesadaran : baik / composmentis
2. Vital Sign
Tekanan Darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,5 C
BB
: 48kg

12

TB
3. Status Lokalis Mata
No
1
2
3
4

Pemeriksaan
Visus
Visus
Kacamata
Visus Koreksi
Bola Mata

5
6

Silia
Palpebra Sup.

7
8

10

Palpebra Inf.
Konjunctiva
Palpebra
Konjunctiva
Bulbi
Sklera

11

Kornea

12
13

Bilik Mata
Depan
Iris

14

Pupil

15
16
17

Lensa
Refleks Fundus
Korpus
Vitreous
Tekanan
Intraokuli
Sistem Kanalis
Lakrimalis

18
19

: 157

Mata Kanan
0,3
Tidak dilakukan

Mata Kiri
1/300
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Eksoftalmus (-),
gerak ke segala arah (+)
Madarosis (-), trikiasis (-)
Edema (-), hiperemis (-),
ptosis (-)
Edema (-), hiperemis (-)
Hiperemis (-), ikterik (-),
injeksi konjunctiva (-)
Hiperemis (-), ikterik (-),
injeksi episklera (-)
Ikterik (-), injeksi episklera
(-)
Keruh (-), jernih (+), infiltrat
(-)
COA dalam, hifema (-),
hipopion (-)
Cokelat gelap,reguler,sinekia
(-)
Bulat isokor, refleks cahaya
(+) 3 mm
Keruh (-),shadow test (-)
+
Tidak dinilai

Tidak dilakukan
Eksoftalmus (-),
gerak ke segala arah (+)
Madarosis (-), trikiasis (-)
Edema (-), hiperemis (-),
ptosis (-)
Edema (-), hiperemis (-)
Hiperemis (-), ikterik (-),
injeksi konjunctiva (-)
Hiperemis (-), ikterik (-),
injeksi episklera (+, nasal)
Ikterik (-), injeksi episklera
(-)
Keruh (+), Jernih (-), infiltrat
(-),
COA dalam, hifema (-),
hipopion (-)
Cokelat gelap,reguler,sinekia
(-)
Bulat isokor, refleks cahaya
(+) 3 mm
Keruh (+), shdow test (-)
Negatif (gelap)
Tidak dinilai

Normal (digitalis)

Normal (digitalis)

Nyeri tekan (-), edema (-),


hiperemis (-)

Nyeri tekan (-), edema (-),


hiperemis (-)

D. Ringkasan Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


1. Identitas
: Tn. S, 72 tahun
2. Keluhan Utama
Pandangan mata sebelah kiri terasa kabur
3. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Onset
: 3 bulan yang lalu

13

b.
c.
d.
e.
f.
g.

Lokasi
: mata kiri
Kualitas : semakin memburuk dan mengganggu aktivitas
Kuantitas : pasien hanya dapat melihat bayangan benda
F. Pemberat : bila terkena cahaya menjadi silau
F. Peringan : nyaman berada di tempat yang gelap
Kronologi
Pada awalnya pandangan seperti melihat awan, silau tetapi tidak nyeri

pada mata kiri.


h. Keluhan penyerta
Mual (-), muntah (-), pusing (-), gatal (-), nyeri (-), rasa mengganjal
(-), mata merah (-), mata kering (-)
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (-), DM (-), asma (-), Riwayat Katarak (-), Riwayat operasi (-),
Riwayat penggunaan kaca mata (-)
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah petani dan sering terpapar sinar matahari tanpa alat
pelindung.
6. Pemeriksaan Fisik
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
RR: 20 x/menit
S: 36 C,
BB : 48kg
TB : 157 cm
7. Pemeriksaan Status Lokalis Mata
a. Oculi Dekstra : Visus 0,3 , lensa jernih, iris shadow test (+)
b. Oculi Sinistra : Visus 1/300 , kornea jernih (-), lensa keruh merata, iris
shadow test (-)
E. Diagnosis
1. Diagnosis Differensial
a. Oculi Dekstra Sinistra Katarak Senilis Imatur
b. Oculi Dekstra Sinistra Katarak Senilis Hipermatur
2. Diagnosis Kerja
Oculi Sinistra Katarak Senilis Matur
F. Terapi
1. Operatif
Rujuk ke Sp.M untuk dilakukan tindakan operasi (Ekstraksi Katarak
Ekstra Kapsular Small Incision Cataract Surgery dan Intra Ocular Lens)
2. Medikamentosa
a. Triaxitol Eye Drop (6x1 tetes)
b. Vitamin C 1x1 perhari
3. Edukasi
a. Menjelaskan tentang penyakit katarak dan komplikasi penyakit
tersebut
b. Menjelaskan pentingnya operasi katarak, prosedur, dan komplikasinya
14

G. Prognosis
OD

OS

Quo ad visam

Ad bonam

Ad bonam

Quo ad sanam

Ad bonam

Ad bonam

Quo ad vitam

Ad bonam

Quo ad cosmeticam

Ad bonam

IV.

KESIMPULAN

1. Katarak adalah keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa ataupun akibat
keduanya.
2. Katarak merupakan menyebab kebutaan yang utama di dunia.
3. Katarak senilis merupakan katarak yang disebabkan oleh proses penuaan
atau degenerisasi
4. Pengobatan katarak

hanya

dilakukan

dengan

pembedahan

yang

menggunakan beberapa metode.

15

DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sidarta. 2013. Ilmu Penyakit Mata. 4rd ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Kohnen, T.2005. Cataract and Refractive Surgery,Penerbit Springer, Germany
Manalu R. 2006. Mass Cataract Surgery Among Barabai Community At
Damanhuri Hospital, South Kalimantan. IOA The 11th Congress In Jakarta.
Ocampo,

Vicente

Victor

D,

Senile

Cataract,

2009,

available

at

www.emedicine.com/ last update 22 November 2010.


Titcomb, Lucy C. Understanding Cataract Extraxtion, last update 22 November
2010
Vaughan, Daniel G; Asbury, Taylor and Eva, Paul Riordan. 2011. Oftalmologi
Umum. 18th ed. Jakarta : Widya Medika.
Victor, Vicente. Cataract Senile, available at www.emedicine.com, last update 22
November 2010
Zuhri, A. 2006. Angka Kebutaan di Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara. Avalaible
from : http;//www.gizi.net. ( Accesed 27 Desmeber 2007).

16

Anda mungkin juga menyukai