Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

FISIOLOGI TUMBUHAN
TRANSPIRASI
Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Proses Transpirasi pada Ipomoea reptans

Disusun oleh :
Nama

: Jumiati

NIM

: K4313040

Kelas

:B

Kelompok

: 12

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015

I.

JUDUL :
Pengaruh intensitas cahaya terhadap proses transpirasi pada Ipomoea reptans

II.

RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah pengaruh intensitas cahaya terhadap proses transpirasi pada Ipomoea
reptans?

III. TUJUAN
Mengetahui pengaruh intensitas cahaya terhadap proses transpirasi pada Ipomoea
reptans
IV. DASAR TEORI
Air merupakan salah satu faktor esensial yang berperan dalam menentukan
kehidupan tumbuhan. Banyaknya air yang terdapat di dalam tumbuhan tergantung
selalu berfluktuasi, hal tersebut tergantung dari kecepatan penggunaan air oleh
tumbuhan dan kecepatan proses hilangnya air dari tubuh tanaman. Transpirasi dapat
diartikan sebagai proses kehilangan air dalam bentuk uap air dari jaringan tumbuhan
melalui stomata. Kemungkinan kehilangan air dari jaringan lain dapat saja terjadi, tetapi
porsi kehilangan tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan yang dibandingkan
yang melalui stomata. Faktor utama yang mempengaruhi pembukaan dan penutupan
stomata dalam kondisi lapangan adalah tingkat cahaya dan kelembapan (Fitter. 1991 :
57).
Sinar menyebabkan membukanya stoma dan gelap menyebabkan menutupnya
stoma, jadi banyak sinar berarti juga mempergiat transpirasi karena sinar itu juga
mengandung panas, maka banyak sinar berarti juga menambah panas, dengan demikian
menaikkan temperatur. Kenaikan temperatur sampai suatu batas tertentu menyebabkan
melebarnya stoma dan dengan demikian memperbesar transpirasi (Dwijoseputro. 1989 :
92).
Pembukaan stomata distimulasi oleh cahaya dan kemudian cahaya menghangatkan
daun yang dapat memicu proses transpirasi untuk meningkat. Begitupun dengan
perubahan temperatur, semakin tinggi temperatur maka transpirasi akan semakin besar.
Ketika temperatur naik sebesar 10oC, transpirasi akan meningkat sebesar tiga kali
transpirasi semula (J Kashiwagil, et.al. 1997 : 44-45).
Cahaya merupakan faktor luar yang tak langsung mempengaruhi transpirasi pada
tumbuhan. Dalam hal ini, cahaya matahari berperan dalam membuka dan menutupnya
sel penjaga stomata. Membuka dan menutupnya stomata itu berdasarkan suatu
perubahan nilai turgor dan perubahan turgor itu adalah akibat dari perubahan nilai
osmosis dari isi sel-sel penutup (Dwijoseputro. 1989 : 92).
V.

HIPOTESIS
Intensitas cahaya mempengaruhi proses transpirasi pada Ipomoea reptans

VI. BAHAN DAN METODE

Prinsip kerja pada praktikum transpirasi yang berjudul Pengaruh intensitas cahaya
terhadap proses transpirasi pada Ipomoea reptana adalah menyiapkan alat dan bahan
terlebih dahulu kemudian membuat kerangka naungan dari bambu dengan ketentuan
intensitas 25% dilakukan dengan menutup kerangka naungan dengan menggunakan
paranet 75% , intensitas 45% dilakukan dengan cara menutup kerangka naungan dengan
menggunakan paranet 55% dan control tanpa menggunakan paranet. Langkah selanjutya
adalah memotong 3 buah botol aqua 1500 ml setinggi 15 cm lalu memberi label A, B
dan C pada masing-masing botol aqua 1500 ml kemudian melubangi sekeliling botol
aqua 600 ml dengan ukuran dan letak yang sama masing-masing 8 lubang dan
memasukkan 1 buah potongan bagian bawah botol aqua 600 ml ke dalam masingmasing botol aqua 1500 ml. Mencuci kerikil hingga bersih dan memasukkan kerikil
tersebut ke dalam masing-masing botol aqua 600 ml setinggi 8 cm. Setelah kerikil
dimasukkan, langkah selanjutnya adalah memasukkan tanaman Ipomoea reptans ke
dalam masing-masing botol aqua 1500 ml dan menuangkan 250 ml air ke dalam
masing-masing botol aqua 1500 ml kemudian menutup botol aqua 1500 ml dengan
menggunakan allumunium foil. Kemudian setelah ditutup dengan menggunakan
allumunium foil, langkah selanjutnya adalah meletakkan Ipomoea reptans pada
kerangka naungan dengan intensitas 25%, 45% dan 100% lalu mendiamkan tanaman
tersebut dalam botol aqua 600 ml selama 12 jam. Setelah 12 jam, mengeluarkan
tanaman Ipomoea reptans dari dalam botol aqua 1500 ml dan mengukur volume akhir
air yang tersisa dari dalam botol aqua 1500 ml lalu mengukur volume awal air dengan
volume akhir air di dalam botol aqua 1500 ml dengan menggunakan gelas ukur dan
mencatat hasil pengamatan serta melakukan percobaan di atas sebanyak 3 kali
pengulangan.
Skema alat:

Berdasarkan gambar tersebut, dapat dilihat bahwa masing-masing botol aqua yang
telah berisi tanaman Ipomoea reptans diletakkan pada tiga tempat yang berbeda sesuai
dengan perlakuan. Tanaman Ipomoea reptans A diletakkan pada tempat dengan
intensitas cahaya 25% dengan cara menutup kerangka naungan dengan menggunakan
paranet 75%. Tanaman Ipomoea reptans B diletakkan pada tempat dengan intensitas
cahaya 45% dengan cara menutup kerangka naungan dengan menggunakan paranet 55%
sedangkan tanaman Ipomoea reptans C atau control diletakkan pada tempat dengan
intensitas cahaya 100%. Masing-masing tanaman tersebut didiamkan selama 12 jam
kemudian mengukur volume akhir air yang tersisa dalam botol aqua 1500 ml lalu
menghitung selisih volume awal air dan volume akhir air serta mencatatnya dalam tabel
data pengamatan.

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis singkat transpirasi :

Seperti yang telah dibicarakan didepan, maka sinar menyebabkan membukanya stoma
dan gelap menyebabkan tertutupnya stoma, jadi banyak sinar berarti juga mempergiat
transpirasi. Karena sinar itu juga mengandung panas (terutama sinar infra-merah), maka
banyak sinar berarti juga menambah panas, dengan demikian menaikkan tempratur. Kenaikan
tempratur sampai pada suatm batas yang tertentu menyebabkan melebarnya stoma dan
dengan demikian memperbesar transpirasi.
Kita merumuskan bahwa suhu daun dan sekitarnya adalah sama. Pada kenyataannya daundaun yang terkena cahaya matahari langsung mempunyai suhu beberapa derajat lebih tinggi
daripada udara disekitarnya, dan karena itu cahaya mempegaruhi transpirasi bukan hanya
melalui pengendalian pembukaan dan penutupan stomata tetapi juga melalui efek sekunder
terhadap suhu daun.
Tjitrosomo (1990) merumuskan bahwa cahaya mempengaruhi laju transpirasi
melalui dua cara sebagai berikut :
a. Sehelai daun yang dikenai cahaya matahari secara langsung akan mengabsorbsi energi
radiasi. Hanya sebagian kecil dari energi tersebut yang digunakan dalam fotosintesis.
Pemanasan tersebut meningkatkan transpirasi, karena suhu daun biasanya merupakan faktor
terpenting yang mempengaruhi laju proses tersebut. Fakta yang menunjukkan bahwa daun
yang kena cahaya matahari mempunyai laju suhu yang lebih tinggi daipada suhu udara
memungkinkan laju transpirasi yang cepat, bahkan dalam udara yang jenuh berbentuk cahaya
langsung, dapat pula mempengaruhi transpirasi melalui pengaruhnya terhadap buka-tutupnya
stomata.
b. Pada siang hari, Ketika ada cahaya matahari, stomata membuka karena meningkatnya
pencahayaan, dan cahaya meningkatkan suhu daun sehungga air menguap lebih cepat.
Naiknya suhu membuat udara mampu membawa lebih banyak kelembaban, maka transpirasi
meningkat dan barangkali bukaan stomata pun terpengaruh. Angin membawa lebih banyak
CO2 dan mengusir uap air. Hal ini menyebabkan penguapan dan penyerapan CO2 meningkat,
tapi agak kurang dari yang diduga, karena meningkatnya CO2 menyebabkan stomata menutup
sebagian. Bila daun dipanaskan oleh sinar matahari dengan panas yang melabihi suhu udara,
angin akan menurunkan suhunya. Akibatnya, transpirasi menurun.
Cahaya mempunyai hubungan langsung dengan proses fotosintesis dalam menghasilkan
karbohidrat, untuk digunakan dalam proses respirasi sampai dihasilkan energi dalam bentuk

ATP. C6H12O2 + O2 CO2 + H2O + ATP Yang dibutuhkan pada proses absorbsi dan
transpirasi.
Pengaruh cahaya diyakini mempunyai pengaruh tak lansung melalui penurunan konsentrasi
CO2 oleh fotosintesis. Tapi baru baru ini, sejumlah kajian memperlihatkan bahwa cahaya
memiliki pengaruh kuat terhadap stomata, lepas dari peranannya dalam fotosintesis. Diduga,
cahaya bekerja di sel mesofil, yang lalu mengirim pesan pada sel penjaga. Atau, penerima
cahaya terdapat di sel penjaga itu sendiri.
Pada tingkat cahaya yang tinggi, stomata tanaman memberikan respons terhadap konsentrasi
CO2 antar sel yang rendah. Stomata memberikan respons terhadap cahaya bahkan juga
stomata pada daun yang fotosintesisnya diturunkan sampai nol dengan pemberian zat
penghambat (sianazin).
GRAFIK DAN DOKUMENTASI PENGARUH INTENSITAS CAHAYA
A.

Hasil dan Pembahasan

Grafik hubungan intensitas cahaya dengan proses transpirasi pada Ipomoea reptans
Sharkey dan Raschke berkesimpulan, pada cahaya rendah konsentrasi CO2 antar sel
dapat menjadi factor pengendali yang utama pada tingkat cahaya tinggi, respons langsung
terhadap cahaya dapat melebihi kebutuhan CO2 untuk fotosintesis dan menyebabkan
peningkatan konsentrasi CO2 antar sel. Naiknya konsentrasi CO2 antar sel dapat diamati saat
cahaya ditingkatkan (karena stomata membuka), yang ternyata berlawanan sekali dengan
yang diperkirakan jika stomata memberikan respons terhadap cahaya hanya melalui efek
fotosintetik dari konsentrasi CO2 (Salisbury dan Ross,1995)

VIII. KESIMPULAN
1. Transpirasi merupakan proses kehilangan air dalam bentuk uap air dari jaringan
tumbuhan melalui stomata.
2. Semakin Tinggi intensitas cahaya yang diterima oleh tumbuhan, maka semakin
besar jumlah uap air yang ditranspirasikan oleh tumbuhan tersebut.
IX. DAFTAR PUSTAKA
Champbell. 2003. Biologi Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Devlin, R. M and K. H Withan. 1983. Plant Phisiology. Wiliiard grant Press Boston.
Dwijoseputro. 1989. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press.
Fitter A H dan Hay, R KM. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogyakarta: UGM Press.
Salysburry dan Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : ITB Press
X.

LAMPIRAN
1. Satu lembar dokumentasi
2. Tiga lembar data pengamatan

Lembar Dokumentasi

Lok
asipercobaan
Peng
ukuran intensitas cahaya
25%

Pengukuran
intensitas
cahaya 100%

Pengukuran
intensitas
cahaya 45%

Sembilan tanaman kangkung darat setelah


perlakuan

Pengukuran volume air

Anda mungkin juga menyukai