Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
Istilah panik berasal dari kata Pan, dewa Yunani yang setengah hantu, tinggal
dipegunungan dan hutan, dan perilakunya sangat sulit diduga. Di tahun 1895 deskripsi
gangguan panik pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud dalam kasus agorafobia.
Serangan panik merupakan ketakutan akan timbulnya serangan serta diyakini akan segera terjadi.
Individu yang mengalami serangan panik berusaha untuk melarikan diri dari keadaan yang tidak
pernah diprediksi.1
Gangguan panik adalah ditandai dengan terjadinya serangan panik yang spontan dan
tidak diperkirakan. Serangan panik adalah periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan
relative singkat (biasanya kurang dari satu tahun), yang disertai oleh gejala somatik tertentu
seperti palpitasi dan takipnea. Frekuensi pasien dengan gangguan panik mengalami
serangan panik adalah bervariasi dari serangan multiple dalam satu hari sampai hanya beberapa
serangan selama setahun. Di Amerika Serikat, sebagian besar peneliti dibidang gangguan panik
percaya bahwa agoraphobia hampir selalu berkembang sebagai suatu komplikasi pada pasien
yang memiliki gangguan panik.1
Dari penelitian diketahui bahwa di negara-negara Barat, gangguan panik dialami oleh
lebih kurang 1,7% dari populasi orang dewasa. Angka kejadian sepanjang hidup gangguan panik
dilaporkan 1,5%-5%, sedangkan serangan panik sebanyak 3%-5,6%. Di Indonesia belum
dilakukan studi epidemiologi yang dapat menggambarkan berapa jumlah individu yang
mengalami gangguan panik, namun para professional merasakan adanya peningkatan jumlah
kasus yang datang minta pertolongan. Suatu penelitian di Texas terhadap lebih dari 1600 sampel
yang diseleksi secara acak, didapatkan angka prevalensi sepanjang hidup 3,8% untuk gangguan
panik, 5,6% untuk serangan panik, serta 2,2% mengalami serangan panik dengan gejala yang
terbatas dan tidak memenuhi kriteria diagnostik. Gangguan panik pada perempuan 2/3 dari lakilaki. Pada umumnya terjadi pada usia dewasa muda, sekitar 25 tahun, tetapi bisa terjadi pada usia
berapapun, termasuk anak-anak dan remaja.1

BAB II
GANGGUAN PANIK
2.1

DEFINISI
Gangguan panik merupakan satu gangguan cemas yang ditandai oleh kecemasan yang

spontan, episodik, dan hebat biasanya berlangsung hanya untuk 30 menit. Serangan panik ini
biasanya timbul 2 kali seminggu.2
2.2.

EPIDEMIOLOGI
Gangguan panik terjadi pada 1-2% populasi umum, lebih sering pada perempuan dari

pada laki-laki, dan dapat memburuk saat premenstruasi. Prevalensi seumur hidup sekitar 4%.
Usia awitan biasanya 20-40 tahun.3
2.3

ETIOLOGI
Sebagaimana gangguan jiwa lainnya, etiologinya belum pasti terdiri atas faktor

organobiologik, psikoedukatif (termasuk psikodinamik), serta sosiokultural:


a. Faktor Biologik
Beberapa penelitian menemukan bahwa gangguan panik berhubungan dengan
abnormalitas struktur dan fungsi otak. Dari penelitian juga diperoleh data bahwa pada
otak pasien dengan gangguan panik beberapa neurotransmitter mengalami gangguan
fungsi, yaitu serotonin, GABA (gama Amino Butiric Acid) dan norepinefrin. Hal ini
didukung oleh fakta bahwa Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) efektif pada terapi
pasien dengan gangguan cemas, termasuk gangguan panik. Faktor biologik lain yang
berhubungan dengan terjadinya serangan panik adalah zat panikogen yang digunakan
terbatas pada penelitian, serta perubahan pada tampilan pencitraan dengan MRI
(Magnetic Resonance Imaging).1
b. Faktor Genetik
Pada keturunan pertama pasien dengan gangguan panik dengan agrofobia mempunyai
risiko 4-8 kali mengalami serangan yang sama.1
c. Faktor Psikososial
2

Baik teori kognitif-perilaku dan psikoanalitik telah dikembangkan untuk menjelaskan


patogenesis gangguan panik dan agrofobia. Keberhasilan pendekatan kognitif-perilaku
terhadap pengobatan gangguan tersebut mungkin menambah kepercayaan terhadap teori
kognitif-perilaku.

Teori kognitif perilaku


Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respons yang dipelajari
baik dari perilaku modeling orang tua atau melalui proses pembiasaan klasik.

Teori psikoanalitik
Teori psikoanalitik memandang serangan panik sebagai akibat dari pertahanan
yang tidak berhasil dalam melawan impuls yang menyebabkan kecemasan.4

2.4

TANDA DAN GEJALA


Gangguan panik terutama ditandai dengan serangan panik yang berulang. Serangan panik

terjadi secara spontan dan tidak terduga, disertai gejala otonomik yang kuat, terutama sistem
kardiovaskuler dan sistem pernafasan. Serangan sering dimulai selama 10 menit, gejala
meningkat secara cepat. Kondisi semas pada gangguan panik biasanya terjadi secara tiba-tiba,
dapat meningkat hingga sangat tinggi disertai gejala-gejala yang mirip gangguan jantung, yaitu:

rasa nyeri didada

berdebar-debar

keringat dingin

hingga merasa seperti tercekik.

Hal ini dialami tidak terbatas pada situasi atau rangkaian kejadian tertentu dan biasanya
tidak terduga sebelumnya.1
Sistem pernafasan merupakan topik yang penting dalam investigasi pasien dengan
gangguan panik, karena pernafasan yang cepat dan pendek merupakan gejala yang sangat jelas
dirasakan pasien. Gejala mental yang dirasakan adalah rasa takut yang hebat dan ancaman
kematian atau bencana. Pasien bisa merasa bingung dan sulit berkonsentrasi.
Tanda fisik yang menyertai adalah:
3

palpitasi

dipsneu

dan berkeringat.

Pada pemeriksaan status mental saat serangan dijumpai:

kesulitan bicara seperti gagap

dan gangguan memori

depresi, derealisasi dan depersonalisasi bisa dialami saat serangan panik.

Fokus perhatian somatik pasien adalah perasaan takut mati karena masalah jantung atau
prnafsan. Sering pasien merasa akan manjadi gila.1
2.5

KRITERIA DIAGNOSIS GANGGUAN PANIK


A.

Pada saat gangguannya, satu atau lebih serangan panik (sembarang waktu dengan rasa tak
nyaman atau takut hebat) terjadi yang:
1. Tak terduga (yaitu tidak terjadi sedikit waktu sebelum atau pada saat menghadapi
situasi yang selalu menyebabkan kecemasan), dan
2. Tidak dicetuskan oleh situasi pada saat orang itu menjadi pusat perhatian orang lain.

B.

Kemungkinan ada 4 serangan, sebagaimana disebutkan pada kriteria A, yang terjadi


dalam masa 4 minggu, atau satu atau lebih serangan dan diikuti oleh satu masa sebulan
dengan rasa kekhawatiran yang terus menerus akan terjadinya serangan lagi.

C.

Sedikitnya 4 dari gejala tersebut dibawah ini ada saat timbulnya salah satu serangan:
1. Sesak nafas (dipsneu) atau nafas rasa tersumbat
2. Pusing, rasa tidak mantap, atau rasa mau pingsan
3. Palpitasi atau detak jantung menjadi cepat (takikardia)
4. Gemetar sebagian atau sekujur tubuh
5. Berkeringat
6. Rasa tercekik
7. Mual
8. Depersonalisasi atau derealisasi
9. Kesemutan (parestesia)
4

10. Rasa panas atau dingin dikulit


11. Nyeri dada atau rasa tertindih
12. Takut mati
13. Takut menjadi gila atau berbuat sesuatu tanpa kendali
D.

Pada saat adanya serangan itu sedikitnya terdapat 4 gejala dari C timbul secara mendadak
dan meningkat intensitasnya dalam 10 menit sejak gejala C pertama dirasakan.

E.

Tak dapat dibuktikan adanya faktor organik yang menyebabkan dan mempertahankan
gangguannya (seperti intoksikasi amfetamin atau kafein, hipertiroidisma).2

Menurut PPDGJ-III ( Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia Edisi
III).
1. Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan adanya
gangguan anxietas fobik.
2. Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas berat
dalam masa kira-kira satu bulan:
Pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya.
b.
Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya
a.

c.

(unpredictable situations)
Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas pada periode diantara
serangan-serangan panik (meskipun demikian umumnya dapat terjadi juga anxietas
antisipatorik yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang
mengkhawatirkan akan terjadi.5

2.6

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding untuk seorang pasien dengan gangguan panik adalah sejumlah

gangguan medis dan juga gangguan mental. Untuk gangguan medis misalnya infark miokardium,
asma, epilepsi,

hipertiroid, dan hipoglikemi. Sedangkan diagnosis banding psikiatri untuk

gangguan panik adalah pura-pura, gangguan buatan, fobia sosial dan spesifik, gangguan stress
pasca traumatik, dan gangguan depresi.4
2.7
PERJALANAN PENYAKIT
Gangguan panik biasanya memiliki onsetnya selama masa remaja akhir atau masa
dewasa awal, walaupun onset selama masa anak-anak, remaja awal, dan usia pertengahan dapat
5

terjadi. Beberapa data mengesankan adanya peningkatan stresor psikososial pada onset gangguan
panik, walaupun tidak ada stresor psikososial dapat diidentifikasi secara jelas pada sebagian
besar kasus.
Pada umumnya, gangguan panik adalah suatu gangguan kronis, walaupun perjalanannya
adalah bervariasi diantara pasien-pasien dan pada seorang pasien individual. Penelitian follow up
jangka panjang gangguan panik yang ada adalah sulit untuk diinterpretasikan karena belum
terkontrol untuk efek pengobatannya. Namun demikian, kira-kira 30-40% pasien tampaknya
bebas dari gejala pada follow up jangka panjang, kira-kira 50% memiliki gejala yang cukup
ringan yang tidak mempengaruhi kehidupannya secara bermakna dan kira-kira 10-21 % terus
memiliki gejala yang bermakna. Setelah satu atau dua serangan panik pertama pasien mungkin
relatif tidak mempermasalahkan keadaannya, tetapi pada serangan berulang, gejala dapat
menjadi permasalahan besar. Pasien mungkin berusahan untuk merahasiakan serangan panik
dengan demikian menyebabkan keluarga dan teman-temannya prihatin tentang terjadinya
perubahan perilaku yang tidak dijelaskan. Pasien dengan fungsi pramorbid yang baik dan lama
gejala yang singkat cenderung memiliki prognosis yang baik.4
2.8

PENATALAKSANAAN
Tata laskana gangguan panik terdiri atas pemberian farmakoterapi dan psikoterapi. Dari

penelitian didapatkan bahwa bila hanya farmakoterapi saja atau psikoterapi saja, maka angka
kekambuhan lebih tinggi dibandingkan dengan bila mendapat gabungan antara farmakoterapi
dan psikoterapi.
a. Farmakoterapi
Terdiri atas,
1.
SSRI (Serotonin Selective Reuptake Inhibitors), terdiri atas beberapa macam, dapat
dipilih dari salah satu dari sertralin, fluoksetin, flavukosamin, escitalopram. Obat
diberikan dalam 3-6 bulan atau lebih, tergantung kondisi individu, agar kadarnya
2.

stabil dalam darah sehingga dapat mencegah kekambuhan.1


Alprazolam, awitan kerjanya cepat, dikonsumsi biasanya antara 4-6 minggu, setelah
itu secara perlahan-lahan diturunkan dosisnya sampai akhirnya dihentikan. Jadi
setelah itu dan seterusnya, individu hanya minum golongan SSRI.1

Pengobatan gangguan panik biasanya berjangka waktu lama. Hal ini perlu dijelaskan
kepada penderita dan keluarganya, disamping menunjang kepatuhan berobat, juga karena
obatnya cukup mahal dan jumlah dosis yang digunakan jugak agak tinggi.6

Pada saat mulai pengobatan atau saat dengan dosis agak tinggi, akan menyebabkan
reaction time menurun, sehingga harus dihindarkan mengendarai kendaraan sendiri atau
menjalankan mesin yang membutuhkan perhatian tinggi. Pasien usia lanjut dan atau dengan
penyakit organik sebagai penyulit yang kurang bisa mentolerir efek samping obat, dosis obat
harus seminimal mungkin. Wanita hamil atau menyusui tidak diajurkan menggunakan obat
panik.6
b. Psikoterapi, berupa:
1.
Terapi relaskasi, diberikan pada hampir semua individu yang mengalami gangguan
panik, kecuali yang bersangkutan menolak. Terapi ini bermanfaat meredakan secara
relatif cepat serangan panik dan menenangkan individu, namun ini dapat dicapai bagi
yang telah berlatih setiap hari. Prinsipnya dalah melatih pernafasan (menarik nafas
dalam dan lambat, lalu mengeluarkannya dengan lambat pula), mengendurkan
seluruh otot tubuh dan mensugesti pikiran kearah konstruktif atau yang diinginkan
akan dicapai. Dalam proses terapi, dokter akan membimbing individu melakukan ini
secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung selama 20-30 menit atau lebih lama lagi.
Setelah itu individu diminta untuk melakukannya sendiri dirumah setiap hari,
2.

sehingga bila serangan panik muncul kembali, tubuh sudah siap untuk relaksasi.1
Terapi kognitif perilaku
Individu diajak untuk bersama-sama melakukan retrukturisasi kognitif, yaitu
membentuk kembali pola perilaku dan pikiran yang irasional dan menggantinya
dengan yang lebih rasional. Terapi biasanya berlangsung 30-45 menit. Individu
kemudian diberi pekerjaan rumah yang harus dibuat setiap hari, antara lain: membuat
daftar pengalaman harian dalam menyikapi pelbagai peritiwa yang dialami, misalnya
yang mengecewakan, menyedihkan dll. Pekerjaan ini akan dibahas pada kunjungan
konsultasi berikutnya. Biasanya terapi ini memerlukan 10-15 kali pertemuan, bisa
kurang namun dapat pula lebih, tergantung pada kondisi individu yang

3.

mengalaminya.1
Psikoterapi dinamik
Individu diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya, bukan sekedar
menghilangkan gejalanya semata. Pada psikoterapi ini, biasanya individu lebih
banyak berbicara, sedangkan dokter banyak mendengar, kecuali pada individu yang
benar-benar pendiam, maka dokter yang lebih aktif. Terapi ini memerlukan waktu
panjang, dapat berbulan-bulan bahkan bertahun. Hal ini tentunya memerlukan
7

kerjasama yang baik anatar individu dengan dokternya, serta esabaran kedua belah
pihak. 1
2.9

PROGNOSIS
prognosis baik dengan pengobatan (50-60% sembuh dengan obata-obatan; 80-100%

dengan terapi perilaku kognitif).3


2.10

PREVENSI dan REHABILITASI


Pencegahan primer (yaitu bagi yang belum pernah mengalami gangguan panik), maka

harus waspada bila dalam keluarganya ada yang mengalami. Juga menurut penelitian, bila
seseorang pernah mengalami cemas perpisahan ketika pertama kali masuk sekolah, maka bisa
jadi ketika dewasa mungkin akan mengalami gangguan panik.
Pencegahan sekunder (bila individu pernah mengalami serangan panik satu kali) dan
telah berobat kedokter, makan pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi kekambuhan
adalah dengan melakukan latihan relaskasi secara teratur dan terus-menerus, datang konsultasi
sampai dinyatakan sembuh oleh dokter.1

BAB III
KESIMPULAN

Gangguan panik merupakan satu gangguan cemas yang ditandai oleh kecemasan yang
spontan, episodik, dan hebat biasanya berlangsung hanya untuk 30 menit. Serangan panik ini
biasanya timbul 2 kali seminggu.2
Gangguan panik teritama ditandai dengan serangan panik yang berulang. Serangan panik terjadi
secara spontan dan tidak terduga, disertai gejala otonomik yang kuat, terutama sistem
kardiovaskuler dan sistem pernafasan. Serangan sering dimulai selama 10 menit, gejala
meningkat secara cepat. Kondisi semas pada gangguan panik biasanya terjadi secara tiba-tiba,
dapat meningkat hingga sangat tinggi disertai gejala-gejala yang mirip gangguan jantung, yaitu:

rasa nyeri didada

berdebar-debar

keringat dingin
8

hingga merasa seperti tercekik.

Hal ini dialami tidak terbatas pada situasi atau rangkaian kejadian tertentu dan biasanya
tidak terduga sebelumnya.1
Sistem pernafasan merupakan topik yang penting dalam investigasi pasien dengan
gangguan panik, karena pernafasan yang cepat dan pendek merupakan gejala yang sangat jelas
dirasakan pasien. Gejala mental yang dirasakan adalah rasa takut yang hebat dan ancaman
kematian atau bencana. Pasien bisa merasa bingung dan sulit berkonsentrasi.

Tanda fisik yang menyertai adalah:

takikardia

palpitasi

dipsneu

dan berkeringat.

Pada pemeriksaan status mental saat serangan dijumpai:

kesulitan bicara seperti gagap

dan gangguan memori

depresi, derealisasi dan depersonalisasi bisa dialami saat serangan panik.

Fokus perhatian somatik pasien adalah perasaan takut mati karena masalah jantung atau
prnafsan. Sering pasien merasa akan manjadi gila.1
prognosis baik dengan pengobatan (50-60% sembuh dengan obata-obatan; 80-100%
dengan terapi perilaku kognitif).3

DAFTAR PUSTAKA

1. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014 : p. 258-63.
2. Roan WM. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta: Widya Medika, 1995 : p. 368-69.
3. Roan WM, Hartanto H. Buku Ajar psikiatri. Edisi kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2011: p. 199-200.
4. Kaplan, Sadock. Sinopsis Psikiatri. Jilid dua. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher, 2010 :
p. 32, 40-2.

10

5. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya, 2013 : p. 74.
6. Maslim R. Panduan praktis Penggunaan Klinis Obat psikotropik. Edisi ketiga. Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, 2002 : 56.

11

Anda mungkin juga menyukai