Bab 2 Cacx
Bab 2 Cacx
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kanker serviks adalah kanker yang berasal dari metaplasia epitel di daerah
skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis
servikalis. Sebanyak 90% dari kanker leher rahim berasal dari sel skuamosa yang
melapisi serviks (tipe epidermoid) dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil
lendir pada saluran servikal yang menuju ke rahim (tipe adeno).1
2.2 Epidemiologi
Kanker serviks merupakan kanker kedua terbanyak yang ditemukan pada
wanita setelah kanker payudara.1
Menurut WHO, 490.000 perempuan di dunia setiap tahun didiagnosa terkena
kanker serviks dan 80% berada di negara berkembang termasuk Indonesia. Di
Indonesia diperkirakan setiap hari muncul 40-45 kasus baru dan 20-25 orang
meninggal. Hal ini dikaitkan dengan 1/3 pasien datang ke layanan kesehatan sudah
dalam stadium lanjut, sehingga angka kematian semakin tinggi dan biaya pengobatan
semakin mahal.2
2.3 Etiologi
Terdapat 30-40 jenis HPV yang menyebabkan penyakit kelamin. 13 di
antaranya merupakan HPV tipe onkogenik yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Infeksi HPV 17 dan 18 menyebabkan 70% kanker serviks.2
3. Usia
Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut (lebih dari 40 tahun)
merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu
pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan
tubuh akibat usia.
4. Tingkat sosial ekonomi
Angka mortalitas kanker serviks lebih tinggi pada wanita dengan sosial
ekonomi rendah. Hal ini dapat dikaitkan dengan kurangnya higienitas dan
ketidakmampuan dalam mendapatkan akses pelayanan kesehatan.
5. Merokok
Zat-zat yang terkandung pada rokok seperti nikotin dapat merusak DNA selsel serviks dan berkontribusi terhadap berkembangnya kanker serviks.
6. Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama.
Penggunaan kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari
4 tahun dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim 1,5-2,5 kali.3
2.5 Klasifikasi Stadium
IIIA: Tumor melibatkan sepertiga bawah vagina, tanpa ekstensi ke dinding pelvis
IIIB: Ekstensi ke dinding pelvis dan/atau hidronefrosis atau merusak ginjal
Stadium IV: Karsinoma yang meluas ke pelvis sejati atau telah melibatkan mukosa
kandung kemih atau rektum.
IVA: Pertumbuhannya menyebar ke organ-organ sekitarnya
IVB: Menyebar ke organ yang jauh.4
2.6 Patofisiologi
Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal zona
transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada
molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol
pertumbuhan sel normal sehingga terjadi keganasan. Berbagai jenis protein
diekspresikan oleh HPV yang pada dasarnya merupakan pendukung siklus hidup
alami virus tersebut. Protein tersebut adalah E1, E2, E4, E5, E6, dan E7 yang
merupakan segmen open reading frame (ORF). Di tingkat seluler, infeksi HPV pada
fase laten bersifat epigenetic.
Pada infeksi fase laten, terjadi ekspresi E1 dan E2 yang menstimulus ekspresi
terutama terutama L1 selain L2 yang berfungsi pada replikasi dan perakitan virus
baru. Virus baru tersebut menginfeksi kembali sel epitel serviks. Di samping itu,
pada infeksi fase laten ini muncul reaksi imun tipe lambat dengan terbentuknya
antibodi E1 dan E2 yang mengakibatkan penurunan ekspresi E1 dan E2. Penurunan
ekspresi E1 dan E2 dan jumlah HPV lebih dari 50.000 virion per sel dapat
mendorong terjadinya integrasi antara DNA virus dengan DNA sel penjamu untuk
kemudian infeksi HPV memasuki fase aktif. Ekspresi E1 dan E2 rendah hilang pada
pos integrasi ini menstimulus ekspresi onkoprotein E6 dan E7. Selain itu, dalam
karsinogenesis kanker serviks terinfeksi HPV, protein 53 (p53) sebagai supresor
tumor diduga paling banyak berperan. Fungsi p53 wild type sebagai negative control
5
cell cycle dan guardian of genom mengalami degradasi karena membentuk kompleks
p53-E6 atau mutasi p53. Kompleks p53-E6 dan p53 mutan adalah stabil, sedangkan
p53 wild type adalah labil dan hanya bertahan 20-30 menit.
Apabila terjadi degradasi fungsi p53 maka proses karsinogenesis berjalan
tanpa kontrol oleh p53. Oleh karena itu, p53 juga dapat dipakai sebagai indikator
prognosis molekuler untuk menilai baik perkembangan lesi pre-kanker maupun
keberhasilan terapi kanker serviks. Dengan demikian dapatlah diasumsikan bahwa
pada kanker serviks terinfeksi HPV karena terjadi peningkatan kompleks p53-E6.
Dengan pernyataan lain, terjadi penurunan p53 pada kanker serviks terinfeksi HPV.
Dan, seharusnya p53 dapat dipakai indikator molekuler untuk menentukan prognosis
kanker serviks. Bila pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke
pembuluh getah bening pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening
obtupator, iliaka eksterna dan kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini tumor
menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada aorta.
Secara
endofitik
Korpus uteri: normal atau lebih besar, kalau perlu dilakukan sondase
untuk konfirmasi besar dan arah uterus dan apakah terjadi piometra dan
hematometra.
- Adneksa/parametrium: tanda-tanda penyebaran, teraba kaku/padat, tumor
b. Rectal toucher
- Menilai penyebaran pnyakit kea rah dinding pelvis yaitu Cancer Free
Spaces (CFS) merupakan daerah bebas antara tepi lateral serviks dengan
dinding pelvis.
Kriteria:
CFS 100%
CFS 25%-100%
CSF 0%
2.8 Diagnosis
1. Pemeriksaan pap smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada
pasien yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada sekret yang
diambil dari porsi serviks. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual sebaiknya
menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali
berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan pap
smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali.
Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker leher rahim secara
akurat dan dengan biaya yang tidak mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker
leher rahim pun menurun sampai lebih dari 50%.
3. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan
atauluka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu
abnormalitas atau kanker. Biopsi ini dilakukan untuk melengkapi hasil pap smear.
Teknik yang biasa dilakukan adalah punch biopsy yang tidak memerlukan anestesi
dan teknik cone biopsy yang menggunakan anestesi. Jaringan kemudian diambil dari
daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsi akan menjelaskan apakah yang terjadi itu
kanker invasif atau hanya tumor saja.
5. Tes Schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan yodium. Pada serviks
normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel serviks karena adanya
glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang mengandung kanker akan
menunjukkan warna yang tidak berubah karena tidak ada glikogen.
6. Radiologi
a) Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran
pelvik atau periaortik limfe.
b) Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut,
yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal.
Pemeriksaan
2.9 Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan dengan menghindari faktor resiko dan
melakukan vaksin pencegah infeksi dan penyakit terkait HPV. Vaksin HPV berisi
protein HPV yang dapat merangsang pembentukan antibodi untuk melawan virus
9
yang mengandung DNA HPV. Vaksin pencegah infeksi HPV tipe 16 dan 18 telah
beredar sejak tahun 2006. Vaksin ini bekerja dengan cara meningkatkan kekebalan
tubuh dan menangkap virus sebelum memasuki sel-sel serviks. Selain membentengi
dari penyakit kanker serviks, vaksin ini juga bekerja ganda melindungi perempuan
dari ancaman HPV tipe 6 dan 11 yang menyebabkan kutil kelamin. Namun vaksinasi
ini baru efektif apabila diberikan pada perempuan yang berusia 9 sampai 26 tahun
yang belum aktif secara seksual. Vaksin diberikan sebanyak 3 kali dalam jangka
waktu tertentu. Dengan vaksinasi, risiko terkena kanker serviks bisa menurun hingga
75%.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan kelainan lesi prakanker
dan penatalaksanaan terhadap lesi yang ditemukan sehingga tidak berlanjut menjadi
kanker serviks. Pencegahan sekunder termasuk skrining dan deteksi dini, seperti Pap
Smear, kolposkopi, dan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA). Pemeriksaan
dengan Pap Smear ialah gold standar skrining karena mudah dikerjakan, cepat dan
tidak nyeri serta dapat dilakukan kapanpun kecuali saat masa haid.8
10
2.10 Penatalaksanaan
Pemilihan pengobatan kanker leher rahim tergantung pada lokasi dan ukuran
tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita, dan rencana penderita untuk
hamil lagi. Lesi tingkat rendah biasanya tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut,
terutama jika daerah yang abnormal seluruhnya telah diangkat pada waktu
pemeriksaan biopsi. Pengobatan pada lesi prekanker bisa berupa kriosurgeri
(pembekuan), kauterisasi (pembakaran, juga disebut diatermi), pembedahan laser
untuk menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa melukai jaringan yang sehat di
sekitarnya dan LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi.
1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar),
seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun
melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi.
Dengan
pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali
kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan
selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki
rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi.
Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif maupun
paliatif.
Kuratif
menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang berumur
kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi)
seperti penyakit jantung, ginjal dan hepar.
11
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui
infus, tablet, atau
intramuskuler.
Tujuan pengobatan
memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi secara kombinasi telah
digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal
belum memberikan keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada
kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin Platamin), PVB
(Platamin Veble Bleomycin) dan lain lain.2,4
2.11 Prognosis
Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk tersebut
dihubungkan dengan 85-90 % kanker serviks terdiagnosis pada stadium invasif,
stadium lanjut, bahkan stadium terminal. Prognosis kanker serviks tergantung dari
stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival rate untuk stadium I lebih dari 90%,
untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk stadium IV kurang
dari 30%.8
13