Anda di halaman 1dari 5

Gangguan tidur primer : Hypersomnia

Tidur sangat berpengaruh pada kualitas dan kuantitas saat tidur. Kualitas tidur
merujuk pada kemampuan untuk mendapatkan sejumlah tidur REM dan NREM sesuai
kebutuhan, sedangkan kuantitas tidur adalah total waktu tidur yang dibutuhkan. Bila kualitas
dan kuantitas tidur tidak terpenuhi, maka akan menimbulkan gangguan tidur secara umum.
Gangguan tidur merupakan suatu kondisi yang bila tidak diobati, akan menyebabkan
kesulitan untuk tidur terutama di malam hari. Gangguan tidur dapat dikategorikan sebagai
parasomnia, gangguan primer, dan gangguan sekunder (Kozier, 2011). Pada LTM ini, akan
dibahas mengenai gangguan tidur primer yaitu hypersomnia.
Kata hypersomnia berasal dari kata Yunani yaitu hyper, yang artinya lebih atau
lebih dari normal, dan dari bahasa Latin somnus, artinya tidur. Jadi, Hipersomnia
merupakan rasa tidur atau kantuk yang berlebihan sepanjang hari yang berlangsung sampai
sebulan atau lebih (Triamiyono.H, 2014)
Menurut Kozier (2011) Hypersomnia merupakan gangguan tidur primer yang ditandai
dengan tidur berlebihan, terutama di siang hari. Hypersomnia merupakan kebalikan dari
insomnia, dimana pada hypersomnia kuantitas atau kualitas tidur dapat menjadi lebih dari
cukup.
Menurut Kozier (2011) hypersomnia juga dapat disebabkan oleh kondisi medis :
1. Akibat kerusakan sistem saraf pusat
Kerusakan sistem saraf pusat terutama pada batang otak, dapat mempengaruhi
tidur dan keadaan tingkat kesadaran lainnya. Hal ini dikarenakan pada batang otak
terdapat suatu anyaman neuron yang saling berhubungan yang disebut dengan
formasio retikularis. Letak dari formasio retikularis ini meluas di seluruh batang otak
dan masuk ke dalam thalamus. Agar batang otak dapat menerima dan
mengintegrasikan semua masukan sinaptik sensorik melalui serta-serat asendens dari
formasio retikularis ini, untuk membangunkan serta mengaktifkan korteks serebri dan
Sistem Aktivasi Retikular (SAR). SAR (Sistem Aktivasi Retikular) berfungsi untuk
mengontrol kewaspadaan dan keterjagaan. Walaupun pusat yang mengatur tidur
secara umum terdapat di dalam batang otak, tetapi yang mengatur pusat gelombang
lambat tidur tetap terletak di hipotalamus (Sherwood, 2012)
Kerusakan sistem saraf pusat biasanya terjadi pada kasus penurunan
kesadaran atau koma. Yang disebabkan karena interaksi antara rangsangan perifer dan

otak terganggu. Kerusakan sistem saraf pusat ini akan dimulai dari tahap
kewaspadaan maksimal, terjaga, tidur, dan koma. Keadaan kewaspadaan maksimal
dan terjaga tergantung pada rangsangan sensorik yang diberikan. Rangsangan
sensorik ini terdiri dari stimulus secara visual, auditori, nyeri, rangsang taktil, dan
aktivasi stimulus korteks serebral (misalnya proses emosi atau pikiran). Yang dapat
mengaktifkan sistem aktivasi retikular (SAR) dan sistem saraf pusat (SSP) secara
keseluruhan (Sherwood, 2012). Sehingga neuron intrinstik SAR akan mengeluarkan
katekolamin seperti norefpinefrin sebagai neurotransmiter yang bekerja pada sistem
saraf simpatik dan mengakibatkan kondisi kewaspadaan maksimal dan terjaga. Tidur
dapat dihasilkan dari pengeluaran serotonin dari sel tertentu dalam sistem tidur raphe
pada pons dan otak depan bagian tengah. Daerah otak ini disebut Bulbar
Synchronizing region (BSR). Yang bertugas untuk mengatur tidur. Normalnya ketika
saat mencoba tidur, kedua mata akan ditutup dan menciptakan keadaan gelap serta
tenang, kedaan gelap ini akan merangsang melatonin untuk keluar, yang
mengakibatkan aktivitas SAR akan menurun, dan BSR akan mengambil alih untuk
menyebabkan kondisi yang tenang dan tertidur (Potter dan Perry, 2006)
Pada saat keadaan yang ekstrim yaitu suatu keadaan dimana formasio
retikularis tidak dapat menerima dan mengintegrasikan semua input sensorik, maka
sistem aktivasi retikular (SAR) juga tidak akan dapat berfungsi untuk membangunkan
dan mengaktifkan korteks serebri, yang disebabkan karena kerusakan batang otak
ataupun depresi luas korteks serebri akibat kekurangan oksigen. Keadaan ini disebut
dengan koma. Dimana tubuh akan kehilangan responsivitas hidup terhadap
rangsangan luar secara total (Sherwood, 2012). Sehingga kerusakan sistem saraf pusat
dapat mengakibatkan hypersomnia, karena akan mengakibatkan terganggunya kerja
SAR dan BSR dalam mengatur kontrol tidur. Adapun beberapa contoh penyakit yang
dapat mengakibatkan kerusakan sistem saraf pusat adalah multiple sclerosis,
neoplasma, dan encephalitis lethargica

2. Gangguan ginjal
Menurut Elizhabeth.C (2009) gangguan ginjal terutama pada klien dengan
ERSD, irama sirkadian tidur-bangun bisa terganggu oleh faktor internal ( parameter
biokimia dan melatonin) dan faktor eksternal ( pengaruh dialisis dan penggunaan
obat-obattan).

Pengaruh parameter biokimia, dapat dipengaruhi oleh tingkat urea nitrogen di


dalam darah, yang dapat menimbulkan rasa kantuk di siang hari. Terutama pada
pasien dengan ERSD yang mengalami uremia dalam plasma, yang akan berpengaruh
pada penurunan adrenergik dan penurunan tingkat melatonin. Sehingga akan muncul
rasa kantuk di siang hari. Pengaruh melatonin pada pasien gagal ginjal kronis dan
pasien hemodialisis di siang hari juga dapat mengakibatkan gangguan tidur. Hal ini
disebakan karena melatonin di malam hari tidak diproduksi akibat terganggunya ritme
tidur-bangun. Sehingga pada pasien gagal ginjal kronis dan hemodialisis di siang hari
akan mengakibatkan rasa kantuk di siang hari
Pengaruh dialisis pada klien ERSD dapat menyebabkan ketidakseimbangan
cairan otak dan osmolaritas serum akibat pergeseran air dari darah ke otak. Kondisi
ini dikenal sebagai disekuilibrium. Sindrom disekuilibrium dapat menyebabkan
edema serebral dan dapat menyebabkan depresi sistem saraf pusat. Depresi sistem
saraf pusat pada klien dialisis, bisa menyebabkan kantuk di siang hari dan menganggu
irama tidur-bangun. Begitu juga dengan penggunaan obat-obattan pada klien ERSD
misalnya atenolol (golongan hidrofilik-blocker ) dapat meningkatkan waktu bangun
di malam hari. -blocker juga telah dikaitkan dengan depresi produksi melatonin pada
malam hari
3. Proses metabolik, seperti diabetes melitus dan hipotiroidisme
Ketidakseimbangan hormonal juga memengaruhi gangguan pola tidur. Klien
dengan hipotiroidisme cenderung memiliki tidur yang terpotong-potong dengan
periode yang yang singkat disertai dengan tidur gelombang lambat yang berlebihan.
Hipotiroidisme ditandai dengan rasa ngantuk yang berlebihan, dengan rekamanan
polisomnografik yang menunjukkan penurunan pada proporsi tidur gelombang lambat
(Black dan Hwaks , 2014).
Menurut Kozier (2011) penyebab hipotiroidisme dapat menurunkan tidur
tahap IV. Dimana pada tahap IV ini, menandai tahapan tidur yang dalam atau disebut
dengan tidur delta. Pada tahap IV ini normalnya denyut jantung dan frekuensi
pernapasan klien yang tidur akan menurun sebesar 20 sampai 30% dibandingkan
denyut jantung dan frekuensi pernapasan selama jam terjaga. Bila pada tahap IV ini
terjadi penurunan, maka klien akan tampak tidak bisa tidur dengan tenang, banyak
bergerak, dan sering terbangun.

Klien dengan diabetes melitus, terutama tipe satu dapat mengalami


hipoglikemia di malam hari. Dengan manifestasi berkeringat, palpitasi, lapar, dan
ansietas. Bila ada manifestasi mengenai mimpi buruk dan sakit kepala di pagi hari,
perlu diperiksa kadar glukosa darah pada interval yang teratur di malam hari. Hal ini
dikarenakan pengaruh dari efek hipoglikemia yang terjadi. Dosis atau jam pemberian
insulin mungkin perlu disesuaikan sesuai dengan hasil kadar glukosa darah. Klien
dengan diabetik neuropati autonomi memiliki prevalensi yang lebih tinggi mengalami
abnormalitas pernapasan selama tidur karena disfungsi yang terkait dengan kontrol
pernapasan autonomik (Black dan Hwaks , 2014)
Menurut The International Classification of Sleep Disoreders (2001), hipersomnia
dapat dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu :
1. Recurrent Hipersomnia (kekambuhan hipersomnia)
Kriteria diagnosis : (780.54-2)
a. Pasien mengeluh kantuk yang berlebihan.
b. Waktu daripada periode somnolen kurang lebih 18 jam sehari
c. Keluhan kantuk yang berlebihan dialami kurang lebih dalam satu atau dua
tahun, dengan jarak minimal 3 hari sampai 3 minggu
d. Gangguan ini biasanya terjadi pada laki-laki terutama di usia remaja
e. Kekambuhan hipersomnia dapat juga diakibatkan dari beberapa faktor yaitu
konsumsi berbagai makanan, hiperseksual, dan gangguan mental seperti
ketidakmampuan, marah, bingung, epilepsi, deperesi, dan halusinasi
f. Gambaran Polysomnographic selama episode akan tampak tingginya efisiensi
tidur, penurunan tingkat III dan IV pada tahap tidur, dan penurunan fase REM
g. Gejalanya tidak berhubungan dengan gangguan tidur, seperti narkolepsi,
sindrom sleep apnea, atau kelainan perubahan sistem limbik
2. Idhiophaty Hipersomnia (hipersomnia yang tidak diketahui penyebabnya)
Kriteria diagnosis : (780.54-7)
a. Pasien sering mengeluh tidur terlalu lama dan dalam
b. Pasien mengalami sering buang air kecil selama tidur
c. Biasanya terjadi pada pasien yang berumur 25 tahun
d. Keluhan ini terjadi kuramg lebih 6 bulan
e. Serangan tidak akan terjadi sebelum waktu 18 bulan bila terjadi truma kepala
f. Gambaran Polysomnographic selama episode akan tampak periode tidur
normal atau sesuai dengan durasinya, sleep latency kurang lebih 10 menit, dan
fase REM normal
g. Gejalannya tidak menunjukkan seperti gangguan tidur seperti narkolepsi, sleep
apnea, ataupun post traumatic syndrome
3. Post traumatic Hipersomnia
Kriteria diagnosis (780.54-8)

a. Pasien mengeluh terlalu banyak tidur


b. Tidur yang berkepanjangan biasanya terjadi pada trauma kepala
c. Gambaran Polysomnographic selama episode akan tampak kualitias waktu dan
durasi tidur yang normal
d. Tidak ada pengaruh konsumsi kelainan obat-obattan yang mengakibatkan
gejala ini
e. Gejala ini gejala yang tidak ditemukan pada gangguan tidur yang
mengakibatkan rasa kantuk (seperti narkolepsi)

Daftar pustaka
Kozier,Erb,Berman,danSynder.(2011).Buku ajar fundamental keperawatan : konsep, proses,
dan praktik edisi 7 volume 2.Jakarta : EGC
The International Classification of Sleep Disoreders.(2001).Journal International
classification of sleep disorders, revised: Diagnostic and coding manual.American
Academy of Sleep Medicine. Includes bibliographies and indexs. Chicago, Illinois:
American. Diakses dari www.esst.org/adds/ICSD.pdf. tanggal 16/03/2015. Pukul
20.00WIB
Black dan Hwaks.(2014).Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen klinis untuk hasil yang
diharapkan edisi 8 buku 3. Jakarta : PT. Salemba Emba Patria
Elizhabeth.C (2009).Patofisiologi : buku saku.Jakarta : EGC
Potter dan Perry.(2006).Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, dan praktik
edisi 4 volume 2.Jakarta : EGC
Sherwood, Lauralee.(2012).Fisiologi manusia dari sel ke sistem.Jakarta: EGC
Triamiyono.H.(2014).Upaya mengatasi rasa kantuk di kelas dalam proses belajar
mahasiswa
taruna akademi maritim djadajat.Diakses dari jurnal ilmiah widya akademi
maritim
djadajat Akademi Maritim Djadaj.

Anda mungkin juga menyukai