Anda di halaman 1dari 28

Pengaruh Visual Thinking Dalam Pendidikan Budaya Karakter Bangsa (PBKB)

Secara Teritegrasi Terhadap Pembelajaran IPA Fisika


Pada Tingkat Hasil Belajar Siswa SMP
1.1

Latar Belakang Masalah


Dewasa ini Integrasi pendidikan karakter di dalam proses
pembelajaran di implementasikan dalam setiap Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan(KTSP) atau di setiap mata pelajaran, sebagai bentuk
penanaman karakter serta wujud pengembangan potensi karakter yang
diharapkan mampu berkembang di setiap Mata Pelajaran itu sendiri. Oleh
karena itu setiap Guru khususnya Guru Mapel dituntut agar dapat
mengembangkan potensi-potensi karakter yang ada pada pelajaran mereka
ke peserta didiknya, tanpa mengurangi kualitas hasil belajar siswa.
Keefektifitasan proses pencapaian yang saat ini berlangsung masih
kurang menunjukan adanya indikasi yang jelas terhadap hasil yang
diinginkan, terlebih pada tingkat keberhasilan pencapaian hasil belajar
yang diiringi dengan penanaman karakter itu sendiri. Penekanan integrasi
PBKB dalam pembelajaran di dalam perencanaannya sangat jelas bahwa
dalam perjalanan belajarnya siswa dituntut untuk mampu memunculkan
karakternya sekaligus mendapatkan prestasi juga. Dalam hal ini secara
tidak langsung siswa dituntut untuk ekstra aktif, karena poin-poin itu
hanya dapat terlihat dengan keaktifan setiap siswa disaat mengikuti KBM.
Di sini guru dituntut untuk bisa menggali potensi siswa
semaksimal mungkin dengan berbagai keterampilan yang dimiliki. Salah
satu

cara

mewujudkannya

adalah

dengan

menggunakan

metode

pembelajaran yang tepat di setiap pembelajaran. Metode pembelajaran


yang tepat akan sangat membantu guru dalam menyampaikan materi
sesuai dengan bahan ajar yang diharapakan. Penerapan metode ini bisa di
implementasikan melalui cara penyampaian meteri dan cara menerima
materi. Secara garis besar cara berfikir merupakan modal utama yang
mewujudkan benih karakter seseorang itu muncul.

Tiga Cara Berpikir (Lesley K Sword, 2005). Auditory Thinking,


Visual Thinking, Kinaesthetic Thinking. Visual Thinking atau Berpikir
Visual adalah proses intelektual intuitif dan ide imajinasi visual, baik
dalam pencitraan mental atau melalui gambar (Brasseur, 1991 : 130).
Visualisasi merupakan salah satu contoh metode pembelajaran yang
dimaksud. Visualisasi adalah kemampuan untuk melihat dan memahami
situasi masalah. Setelah terjadi proses visualisasi dalam pemikiran, secara
otomatis seseorang mampu memvisualisasikan sesuatu dalam bentuk
tindakan. Seperti yang telah dijelaskan di atas, PBKB menuntut siswa
untuk lebih aktif melakukan tindakan, sehingga potensi karakter yang ada
pada setiap siswa diharapkan muncul dan mempermudah guru untuk
mengamati perkembangan karakter

yang ada pada siswanya setelah

menggunakan metode visual thinking.


Berawal dari sinilah pemikiran saya untuk melangkah ke dalam
sebuah penelitian untuk membuktikan adanya fakta tersebut dengan
memilih

judul

PENDIDIKAN

PENGARUH
BUDAYA

VISUAL

KARAKTER

THINKING

DALAM

BANGSA

SECARA

TERINTEGRASI TERHADAP PEMBELAJARAN IPA FISIKA PADA


TINGKAT HASIL BELAJAR SISWA SMP.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: Apakah ada pengaruh yang signifikan antara
penggunaan Visual Thinking dalam PBKB secara terintegrasi pada
pembelajaran Fisika terhadap Proses Hasil Belajar Materi Siswa Kelas
VII SMP N 25 Semarang?

1.3

Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari penerapan
Metode

Visual

Thinking

dalam

PBKB secara

terintegrasi

pada

pembelajaran Fisika terhadap Proses Hasil Belajar Materi Siswa Kelas


VII SMP N 25 Semarang, agar sebagai tenaga pendidik kita mampu
mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar (KBM) saat melaksanakan
itegrasi PBKB dalam setiap mata pelajaran.
1.3.2 Manfaat Penelitian
a. Bagi Peneliti
Peneliti dapat mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan dari
penerapan Metode Visual Thinking dalam PBKB secara terintegrasi
pada pembelajaran Fisika terhadap Proses Hasil Belajar Materi Siswa
Kelas VII SMP N 25 Semarang.
b. Bagi Guru
Guru merupakan media utama dalam pembelajaran, setelah tujuan dari
penelitian ini tercapai diharapkan guru mampu memahami arti
pentingnya Visual Thinking , sehingga nantinya menyampaikan materi
dengan penerapan Visual Thinking.
c. Bagi Siswa
Setelah tercapainya manfaat penelitian

pada guru diharapkan

memberikan fasilitasi kepada Siswa dengan menerapakan Visual


Thinking, sehingga terjadi perubahan yang diinginkan sesuai penelitian
ini.
d. Bagi Sekolah
Manfaat bagi sekolah sudah jelas bahwa secara tidak langsung
ketika terjadi perubahan positif pada guru dan siswa sehingga dampak
perubahan juga terlihat dalam sekolah tersebut, terutama mengenai
pendidikan karakter di dalamnya.

2.

Landasan Teori Dan Hipotesis

2.1.

Landasan Teori

2.1.1

Visual Thinking
Visual Thinking atau Berpikir Visual adalah proses intelektual
intuitif dan ide imajinasi visual, baik dalam pencitraan mental atau melalui
gambar (Brasseur, 1991 : 130). Goldsmchmidt, 1994; Laseau, 1986)
menyatakan mengandalkan proses berpikir bahasa gambar visual, bentuk,
pola, tekstur, symbol. Namun Visual Thinking memerlukan lebih banyak
dari pada visualisasi atau representasi. John Steiner (1997) menyatakan
Ini adalah mewakili sensasi pengetahuan dalam bentuk struktur ide, itu
adalah aliran ide sebagai gambar, diagram, penjelasan model, lukisan yang
diatur ide-ide besar dan penyelesaian sederhana. Visual Thinking dapat
didefinisikan sebagai sesuatu pemikiran yang aktif dan proses analitis
untuk memahami, menafsirkan dan memproduksi pesan visual, interaksi
antara melihat, membayangkan, dan menggambarkan sebagai tujuan dapat
digunakan, dan canggih seperti berpikir verbal.
Zimmerman dan Cunningham (1991) menyatakan : Visualisasi
adalah proses pembentukan gambar (mental, atau dengan kertas dan pensil
atau dengan bantuan teknologi). Visualisasi adalah suatu tindakan dimana
seseorang individu membentuk hubungan yang kuat antara internal
membangun sesuatu yang diakses diperoleh melalui indra. Sambungan
berkualitas tersebut dapat dibuat dalam salah satu dari dua arah.
Visualisasi suatu tindakan dapat terdiri dari konstruksi mental setiap objek
atau proses yang satu menghubungkan (dalam pikiran) individu dengan
objek atau peristiwa yang dirasakan oleh dirinya atau sebagai eksternal.
Atau suatu tindakan visualisasi dapat terdiri dari konstruk pada beberapa
media eksternal seperti kertas, papan tulis atau computer, objek atau
peristiwa yang mengidentifikasikan individu dengan objek atau proses
dalam dirinya atau pikiran. Arcavi (2003) menyatakan visualisasi
matematis dengan kiasan sebagai melihat yang gaib. Ia menganggap
matematika sebagai dunia yang lebih abstrak berurusan dengan benda-

benda dan entitas cukup berbeda dari fenomena fisik, yang meningkatkan
kebutuhan untuk bergantung pada visualisasi dalam bentukyang berbeda
dan pada tingkat yang berbeda. Secara garis besar, karakter materi IPA
Fisika dengan matematika hampir sama ketika kita memasuki perhitungan
matematisnya. Presmeg (1986) mendefinisikan metode visual sebagai
salah satu yang memilih gambar visual, dengan atau tanpa diagram, seperti
bagian penting dari metode solusi. Metode non visual di sisi lain tidak
bergantung pada citra visual. Siswa menggunakan metode visual dalam
pemecahan masalah matematika dipengaruhi dua faktor :
a. kebaharuan dari masalah,
b. presepsi siswa dari Guru mereka dalam preferensi pemecahan
masalah.
Ternyata bahwa siswa lebih suka menggunakan metode visual untuk
masalah soal cerita dan metode non visual untuk soal yang lebih mereka
kenal (familiar).
Visualisasi memainkan fungsi yang berbeda atau peran pada siswa
menggunakannya untuk memecahkan masalah. Ada tujuh (7) peran
visualisasi (Presmeg, 1986) :
a. Untuk memahami masalah
Dengan merepresentasi masalah visual, siswa dapat memahami
bagaimana

unsur-unsur dalam masalah berhubungan satu sama lain,

b. Untuk menyederhanakan masalah


Visualisasi

memungkinkan

siswa

untuk

sederhana versi masalah, pemecahan

mengidenfikasi

masalah

lebih

dan kemudian

memformalkan pemahaman soal yang diberikan dan mengidentifikasi


metode yang digunakan untuk semua masalah seperti itu,
c. Untuk melihat keterkaitan (koneksi) masalah terkait
Ini melibatkan masalah yang berkaitan yang diberikan sebelumnya
dalam pengalaman pemecahan masalah,

d. Untuk memenuhi gaya belajar individual


Setiap siswa punya proferensi sendiri ketika menggunakan representasi
visual ketika menyelesaikan masalah,
e. Sebagai pengganti untuk komputasi/perhitungan
Jawaban masalah dapat diperoleh secara langsung dari representasi
visual itu sendiri, tanpa memerlukan komputasi,
f. Sebagai alat untuk memeriksa solusi
Representasi visual dapat digunakan untuk memeriksa kebenaran dari
jawaban yang diperoleh,
g. Untuk mengubah masalah kedalam bentuk matematis
Bentuk matematis dapat diperoleh dari representasi visual untuk
memecahkan masalah.
Visualisasi adalah kemampuan untuk melihat dan memahami
situasi masalah. Memvisualisasikan suatu situasi atau objek melibatkan
Memanipulasi mental berbagai altenatif untuk memecahkan masalah
yang berkaitan dengan suatu situasi atau objek tanpa manfaat manipulative
kongkrit (MOE, 2001: 51). Visualisasi dapat menjadi alat kognitif yang
kuat dalam masalah pemecahan matematis hal ini ditandai sebagai
ketrampilan yang penting dalam pembelajaran dan penerapan matematika
serta membangun karakter positif bagi siswa.
2.1.2

Pendidikan Budaya Karakter Bangsa Terintegrasi


Pendidikan Budaya Karakter Bangsa(PBKB) adalah suatu usaha
sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik agar
mampu melakukan proses internalisasi menghayati nilai-nilai menjadi
kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat dan mengembangkan
kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan
kehidupan bangsa yang bermartabat(Rahayu Erna K, 2011: 32).
Yang dimaksud dengan pendidikan karakter secara terintegrasi di
dalam

proses

pembelajaran

adalah

pengenalan

nilai-nilai,

dan

penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku pesrta didik seharrihari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun

di luar kelas pada semua mata pelajaran(Direktorat Pembinaan SMP


Kemendiknas, 2010: 1 )
Pendidikan karakter sebagai bagian dari pendidikan nasional
dipertegas dalam pasal 3 undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang
sistem Pendidikan Nasional. Mengacu pada fungsi dan tujuan pendidikan
nasional,

kementrian

mengembangkan

Pendidikan

pendidikan

Nasional

karakter

secara

sejak

tahun

terintegrasi

2010
dalam

pembelajaran pada semua mata pelajaran di semua jenjang dan jenis


pendidikan, termasuk SMP.
2.1.3

Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung dalam diri
seseorang yang mengubah tingkah lakunya, baik tingkah laku dalam
berpikir, bersikap dan berbuat(Gulo, 2005). Definisi ini menyiratkan
bahwa belajar merupakan suatu proses dalam diri seseorang untuk
mencapai tujuan tertentu dan perubahan tingkah laku merupakan hasil
belajar. Sehingga pada hakikatnya belajar menyangkut dua hal yaitu proses
belajar dan hasil belajar.
Belajar memiliki pengertian yang sangat kompleks, ada beberapa
definisi tentang pengertian belajar yang telah di kemukakan oleh beberapa

ahli dalam( Agus Suprijono, 20011:2-3) antara lain :


a. Kinner
Belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya
menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya
menurun.
b. Agne
Belajar adalah suatu pendekatan dalam disposisi watak atau kapabilitas
(kemampuan) manusia yang berlangsung selama jangka waktu dan tidak
mangganggu proses petumbuhan.
c. Travers
Belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku.
d. Cronbach
Learning is show by a change in behavior as a result of experience.
(Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman).
e. Morgan

Learning is any relatively permanent change in behavior that is a result of


past experience(Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen
sebagai hasil dari pengalaman). Dari beberapa definisi di atas tentang
pengertian belajar maka dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar
secara umum adalah suatu aktivitas yang menimbulkan perubahan tingkah
laku yang relatif permanen sebagai akibat dari upaya-upaya yang
dilakukannya.
Salah satu prinsip belajar adalah siswa yang belajar dengan
melakukan sendiri dan diharapkan guru selalu ingat bahwa tugasnya
adalah membelajarkan siswa, dengan kata lain membuat siswa dapat
belajar untuk mencapai hasil optimal. Sementara, tujuan belajar sebagai
hasil yang menyertai tujuan belajar instruksional berupa kemampuan
berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima orang
lain, dan sebagainya.
2.1.3.1 Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dengan
lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah lebih baik.
Selama proses pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah
mengkondisikan lingkungan belajar agar menunjang terjadinya perubahan
perilaku bagi siswa (E. Mulyasa, 2003). Sementara menurut Syaiful Sagala
(2006), pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas
pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama
keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua
arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan
belajar dilakukan oleh peserta didik atau siswa.
Berdasarkan teori belajar ada lima pengertian pembelajaran,
diantaranya sebagai berikut:
a). Pembelajaran adalah upaya menyampaikan pengetahuan kepada siswa
di sekolah;
b). Pembelajaran adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda
melalui lembaga sekolah;
c). Pembelajaran adalah upaya mengorganisasikan lingkungan untuk
menciptakan kondisi belajar bagi siswa;

d). Pembelajaran adalah upaya untuk mempersiapkan siswa untuk menjadi


warga masyarakat yang baik;
e). Pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa menghadapi
kehidupan masyarakat sehari-hari.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang pembelajaran, maka
dapat

disimpulkan

bahwa

pembelajaran

adalah

proses

yang

diselenggarakan oleh guru untuk memberi pengalaman belajar kepada


siswa mengenai

cara

memperoleh

dan memproses

pengetahuan,

keterampilan dan sikap.


Pembelajaran mempunyai dua karakteristik utama, yaitu:
1). Dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara
maksimal, bukan hanya menuntut siswa untuk sekedar mendengar,
mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berfikir;
2). Dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab
terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan
kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu
dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka
konstruksi sendiri.
2.1.3.2 Hasil Belajar
Tujuan belajar sebenarnya sangat banyak dan bervariasi. Tujuan
belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan
instruksional, lazim dinamakan instructional effects, yang biasa berbentuk
pengetahuan dan keterampilan. Sementara, tujuan belajar sebagai hasil
yang menyertai tujuan belajar instruksional lazim disebut nurturant
effects. Bentuknya berupa, kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap
terbuka dan demokratis, menerima orang lain, dan sebagainya. Tujuan ini
merupakan konsekuensi logis dari peserta didik menghidupi (live in)
suatu sistem lingkungan belajar tertentu (Agus Suprijono, 2011: 5).
Belajar dan mengajar sebagai aktivitas utama di sekolah meliputi
tiga unsur, yaitu tujuan pengajaran, pengalaman belajar mengajar dan hasil
belajar. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa setelah
mengalami proses belajar dalam waktu tertentu untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan

yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Nana


Sudjana, 2006).
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh
pembelajaran setelah mengalami aktivitas belajar (Catharina, 2006).
Perubahan perilaku itu tergantung pada aspek yang dipahami oleh siswa
dan hal tersebut harus didapatkan siswa setelah melaksanakan aktivitas
belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran.
Hasil belajar tampak sebagai perubahan tingkah laku pada diri
siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan
pengetahuan,

sikap

dan

keterampilan

(Oemar

Hamalik,

2003).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar tampak


sebagai perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan
diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Untuk dapat menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran
dilakukan usaha untuk menilai hasil belajar. Penilaian ini bertujuan untuk
melihat kemajuan peserta didik dalam menguasai materi yang telah
dipelajari dan ditetapkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, antara lain:
1) Faktor-faktor internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari individu itu sendiri
yang meliputi:
a. Faktor jasmaniah (fisiologis)
Yang termasuk faktor ini antara lain: penglihatan, pendengaran, struktur
tubuh, dan sebagainya.
b. Faktor psikologis
Yang termasuk faktor psikologis antara lain: intelektual ( taraf intelegensi,
bakat, kemampuan belajar, dan cara belajar); non-intelektual (motivasi
belajar, sikap, perasaan, dan kondisi akibat keadaan sosiokultur); dan
faktor kondisi fisik.
2) Faktor-faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu
yang meliputi:
a. Faktor pengaturan belajar disekolah

meliputi kurikulum, disiplin sekolah, guru, fasilitas belajar, dan


pengelompokan siswa.
b. Faktor sosial
meliputi lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan kelompok.
c. Faktor situasional
meliputi keadaan ekonomi, keadaan waktu, keadaan tempat dan iklim.
d. Faktor lingkungan spiritual atau kegamaan.
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi belajar dibedakan menjadi dua golongan yaitu
faktor yang berasal dari dalam dan dari luar diri individu. Kedua faktor ini
sangat mendukung dan saling berinteraksi sehingga membuahkan sebuah
hasil belajar.
Tujuan belajar sebenarnya sangat banyak dan bervariasi. Tujuan
belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan
instruksional, lazim dinamakan instructional effects, yang biasa berbentuk
pengetahuan dan keterampilan. Sementara, tujuan belajar sebagai hasil
yang menyertai tujuan belajar instruksional lazim disebut nurturant
effects. Bentuknya berupa, kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap
terbuka dan demokratis, menerima orang lain, dan sebagainya. Tujuan ini
merupakan konsekuensi logis dari peserta didik menghidupi (live in)
suatu sistem lingkungan belajar tertentu (Agus Suprijono, 2011: 5).
2.1.4

Materi Gerak
Gerak merupakan perpindahan sebuah benda dari titik acuan awal.
Semua benda hidup mampu bergerak dengan sedirinya. Gerak lurus
adalah gerak suatu obyek yang lintasannya berupa garis lurus. Dapat pula
jenis gerak ini disebut sebagai suatu translasi beraturan. Pada rentang
waktu yang sama terjadi perpindahan yang besarnya sama.
Gerak lurus dapat dikelompokkan menjadi gerak lurus beraturan dan gerak
lurus berubah beraturan yang dibedakan dengan ada dan tidaknya
percepatan.
Gerak lurus beraturan

Gerak lurus beraturan (GLB) adalah gerak lurus suatu obyek, dimana
dalam gerak ini kecepatannya tetap atau tanpa percepatan, sehingga jarak
yang ditempuh dalam gerak lurus beraturan adalah kelajuan kali waktu.

dengan arti dan satuan dalam SI:

s = jarak tempuh (m)


v = kecepatan (m/s)
t = waktu (s)
Gerak lurus berubah beraturan
Gerak lurus berubah beraturan (GLBB) adalah gerak lurus suatu obyek, di
mana kecepatannya berubah terhadap waktu akibat adanya percepatan
yang tetap. Akibat adanya percepatan rumus jarak yang ditempuh tidak
lagi linier melainkan kuadratik.
. Gerak Semu atau Relatif
Gerak semu adalah gerak yang sifatnya seolah-olah bergerak atau tidak
sebenarnya (ilusi). Contoh : - Benda-benda yang ada diluar mobil kita
seolah bergerak padahal kendaraanlah yang bergerak. - Bumi berputar
pada porosnya terhadap matahari, namun seakan-akan kita melihat
matahari bergerak dari timur ke barat.
Gerak Lurus Gerak lurus adalah gerak pada suatu benda melalui lintasan
garis lurus. Contohnya seperti gerak rotasi bumi, gerak jatuh buah apel,
dan lain sebagainya. Gerak lurus dapat kita bagi lagi menjadi beberapa
jenis, yaitu :
a. Gerak lurus beraturan (GLB) Gerak lurus beraturan adalah gerak suatu
benda yang lurus beraturan dengan kecepatan yang tetap dan stabil.
Misal : - Kereta melaju dengan kecepatan yang sama di jalur rel yang

lurus - Mobil di jalan tol dengan kecepatan tetap stabil di dalam


perjalanannya.
b. Gerak lurus berubah beraturan (GLBB) Gerak lurus berubah beraturan
adalah gerak suatu benda yang tidak beraturan dengan kecepatan yang
berubah-ubah dari waktu ke waktu. Misalnya : - Gerak jatuhnya
tetesan air hujan dari atap ke lantai - Mobil yang bergerak di jalan
lurus mulai dari berhenti

a = percepatan (m/s2)
t = waktu (s)
s = Jarak tempuh/perpindahan (m)

dengan arti dan satuan dalam SI:


v0 = kecepatan mula-mula (m/s)P
Gerak adalah suatu perubahan tempat kedudukan pada suatu benda
dari titik keseimbangan awal. Sebuah benda dikatakan bergerak jika
benda itu berpindah kedudukan terhadap benda lainnya baik perubahan
kedudukan yang menjauhi maupun yang mendekati
2.2.

Kerangka Berfikir
Pendidikan budaya karakter bangsa(PBKB) secara terintegrasi di
dalam proses pembelajaran ditekankan oleh Kemendiknas agar dapat
direalisasikan di setiap jenjang pendidikan formal. Dengan harapan
nantinya mampu mengatasi krisis karakter positif yang ada di negara saat
ini. Bukanlah hal mudah bagi seorang guru untuk bisa mewujudkan
program tersebut secara instan. Dalam hal ini dibutuhkan ketekunan dan
pemikiran yang lebih agar semuanya dapat terealisasi.
Keterampilan

mengajar

seorang

guru

dipertaruhkan

untuk

tercapainya tingkat hasil belajar yang sempurna tanpa menghilangkan


nilai-nilai karakter positif yang berpotensi tumbuh pada siswanya. Segala

cara pun akhirnya ditempuh oleh seorang guru untuk mendapatkan hasil
itu. Ketepatan dalam mengajar, mulai dari penggunaan bahan ajar, media,
proses, sampai dengan metode yang digunakan merupakan cara jitu
seorang guru mengatasi masalah ini.
Visual Thinking merupakan penerapan metode belajar dengan
pencitraan mental atau melalui gambar. Diawali dari penjelasan yang
melibatkan

kondisi

nyata

dalam

kehidupan

sehari-hari

dengan

menghubungkannya pada materi yang terkait. Disini memungkinkan


tingkat ketertarikan yang tinggi pada siswa terhadap penjelasan yang
disampaikan karena menyangkut kehidupan nyata yang dia alami. Setelah
proses ini terbentuk tugas seorang guru selanjutnya adalah mencoba
menggambarkan keterkaitan tersebut dalam sebuah pemikiran tertulis,
dalam pembelajaran IPA fisika bisa diwujudkan dengan contoh materi
gerak lurus beraturan. Kita bisa menggambarkannya dalam kisah nyata.
Misalkan pergerakan sebuah mobil. Sehinggga siswa memahami sekaligus
mampu menerapakan ilmu yang diberikan oleh seorang guru dalam
kehidupan sehari-hari. Selanjutnya siswa dimiknta untuk memberikan
contoh lain dengan mengambarkan di depan atau mungkin pada sebuah
lembar kerja.
Keaktifan inilah yang bisa memberikan gambaran karakter di
dalam kelas ketika proses belajar ini berlangsung, secara otomatis peran
Visual Thinking terbukti mampu menjelaskan keterlibatannya dalam
memunculkan karakter pada setiap siswa sekaligus menunjukan nilai
karakter yang ada pada siswa. Tugas guru selanjutnya memilah-milah dan
membimbing setiap karakter yang muncul pada siswa untuk diarahkan
pada karakter positif.
Proses belajar mengajar Fisika yang melibatkan siswa secara aktif
diharapakn mampu memberikan hasil yang maksimal dari segi prestasi
dan karakter positif yang terbentuk. Adanya pengaruh yang signifikan
antara penerapan Visual Thinking dalam PBKB secara terintegrasi pada

pembelajaran Fisika terhadap Proses Hasil Belajar Siswa SMP N 25


Semarang Kelas VII dapat kita ketahui dari proses tersebut.
Apabila semua tahapan tersebut terlampaui dengan perubahan
kualitas belajar siswa, maka dapat disimpulkan adanya pengaruh antara
penerapan Visual Thinking dalam PBKB secara terintegrasi pada
pembelajaran Fisika terhadap Proses Hasil Belajar Siswa SMP N 25
Semarang Kelas VII, sehingga kita dapat mengetahui juga keefektifitasan
dari penerapan metode tersebut.
2.3.

Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Ha: Adanya pengaruh penerapan Metode Visual Thinking dalam PBKB
secara terintegrasi pada pembelajaran Fisika terhadap Proses Hasil
Belajar Materi Siswa Kelas VII SMP N 25 Semarang.
Ho: Tidak ada pengaruh penerapan Metode Visual Thinking dalam PBKB
secara terintegrasi pada pembelajaran Fisika terhadap Proses Hasil
Belajar Siswa Kelas VII SMP N 25 Semarang.

3. Metodologi Penelitian
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini akan dilakukan di SMP Negeri 25 Semarang
3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas VII pada semester
II tahun Pelajaran 2011/2012. Pada saat memasuki materi Gerak.
3.2 Setting Penelitian
1) Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP N 25
Semarang tahun ajaran 2011/ 2012 yang terdiri dari tujuh kelas
yaitu kelas VII A, VII B, VII C, VII D, VII E, VII F, dan VII G
2) Sampel

Dalam pengambilan sampel dilaksanakan secara simple random


sampling, artinya setiap unsur dalam populasi mempunyai
kesempatan yang sama untuk terambil sebagai unsur dalam sampel
dengan syarat diampu oleh guru yang sama dan mempunyai ratarata nilai hampir sama. Kelas yang diambil untuk sampel adalah
Dua kelas, yaitu kelas VII D, dan VII E. Kelas VII D adalah kelas
eksperimen dengan pembelajaran menggunakan metode visual
thinking, dan VII E adalah kelas kontrol dengan metode

non

visual thinking.
3) Variabel penelitian
Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik
perhatian suatu penelitian. Variabel yang akan diungkap dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Variable bebas
X=
Pembelajaran Visual Thinking dalam PBKB secara
terintegrasi pada pembelajaran Fisika

b. Variable terikat
Y= Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP N 25 Semarang.
3.2.2 Desain Penelitian
Penelitian ini melibatkan dua kelas yang di beri perlakuan
berbeda. Untuk mengetahui hasil belajar siswa yang di peroleh
dengan penerapan dan perlakuan tersebut maka pada siswa diberikan
tes. Dengan demikian rancangan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Tabel. Rancangan Eksperimen
Sampel
Kelas control
Kelas eksperimen

Pretes
T1
T1

Perlakuan
X1
X2

Postest
T2
T2

Dengan T1 adalah pemberian tes awal (pretes), T2 adalah pemberian


tes akhir (postes), X1 adalah perlakuan 1 yang diberikan tanpa
menggunakan model pembelajaran berpikir induktif menggunakan
lembar kerja, X2 adalah perlakuan 2 yang diberikan dengan model
pembelajaran berpikir induktif menggunakan lembar kerja.

Pada penelitian eksperimen ini langkah-langkah yang akan


dilakukan secara umum:
1. Pra-survey, dilakukan sebelum penelitian dengan melakukan
observasi terhadap sekolah yang akan dilakukan penelitian,
bagaimana cara pengajaran yang dilakukan guru, keaktifan siswa,
dan sarana prasarananya.
2. Menyusun proposal dan instrumen penelitian.
3. Menentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
4. Menguji kenormalan dan kehomogenan kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol, sehingga kedua kelompok berangkat dari kondisi
awal yang sama dimana data yang diperoleh berasal dari nilai
Ulangan Harian IPA Terpadu Semester 1.
5. Menerapkan model pembelajaran Visual Thinking menggunakan
lembar kerja untuk kelompok eksperimen dan model pembelajaran
konvensional pada kelompok kontrol.
6. Memberikan tes yang sama pada kedua kelompok.
7. Data-data yang diperoleh dianalisis dengan statistik yang sesuai
8. Setelah proses perhitungan selesai, menyusun dan melaporkan hasil
penelitian.
3.3.

Teknik Pengumpulan Data


Metode atau teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data

dalam penelitian ini adalah:


1) Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan metode pengumpulan data
yang bersumber pada tulisan. Dalam memperoleh informasi ini,
menggunakan tiga sumber yaitu tulisan, tempat, dan orang. Metode
ini digunakan untuk memperoleh data tentang nama siswa, jenis
kelamin, jumlah siswa di kelas, dan daftar nilai IPA Fisika siswa
kelas VII SMPN 25 Semarang tahun pelajaran 2011/ 2012.
2) Metode Tes
Metode tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan/alat lain
yang

digunakan

untuk

mengukur

keterampilan

intelegensi,

kemampuan dan bakat yang dimiliki individu atau kelompok.


Metode ini digunakan untuk mendapatkan data prestasi belajar IPA
Fisika pokok bahasan Pengukuran SMP N 25 Semarang tahun
pelajaran 2011/ 2012.
3) Metode Observasi/ Pengamatan
Dalam proses observasi, lembar pengamatan obervasi
digunakan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas siswa berupa
informasi sikap dan tingkah laku di dalam proses pembelajaran.
Dengan metode obeservasi ini, peneliti akan memperolah gambaran
yang lebih jelas tentang karakter yang dimiliki oleh masing-masing
siswa.

3.4.

Instumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan tes

dan lembar pengamatan. Prosedur yang akan ditempuh dalam instrumen


adalah:
1) Tes
a. Perencanaan pembuatan kisi-kisi soal
b. Penulisan soal
c. Penyulingan soal dengan pemberian petunjuk dan kunci jawaban
d. Uji coba soal dengan melakukan try out di kelas lain
Menganalisa hasil tes ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Validitas tiap butir soal
Untuk menghitung validitas tiap butir soal digunakan rumus
Korelasi Product Moment.

Keterangan:
rxy

: Koefisien korelasi item soal

: Banyak peserta tes

X : Skor item
Y : Skor total

Hasil perhitungan rxy dikonsultasikan pada tabel kritis r product


moment dengan signifikansi 5%, jika r xy > rkritis maka butir soal
tersebut valid dan jika tidak maka butir soal tersebut tidak valid.
(Suharsimi Arikunto, 2009:72)
b. Uji reliabilitas
Sebelum digunakan, tes yang akan digunakan diuji coba untuk
mengetahui indeks reliabilitas soal. Rumus yang digunakan
adalah rumus Alpha sebagai berikut:

dengan

Dengan keterangan:
r11 = indeks korelasi (harga reliabilitas)

= banyaknya soal
= jumlah varian tiap-tiap soal

= varian total
Kemudian hasil perhitungan dikonsultasikan pada r product
moment dengan taraf signifikan 5%, jika r11 > r

tabel

maka soal

nomor tersebut dikatakan reliabel.


Kriteria penafsiran reliabilitas (Suharsimi Arikunto, 2007:171) :
Jika 0,00 r11 < 0,200

= reliabilitas sangat rendah

Jika 0,21 r11 < 0,400

= reliabilitas rendah

Jika 0,41 r11 < 0,600

= reliabilitas cukup

Jika 0,61 r11 < 0,800

= reliabilitas tinggi

Jika 0,81 r11 1,000

= reliabilitas sangat tinggi

c. Taraf kesukaran

Teknik perhitungannya adalah dengan menghitung rasio antara


banyaknya siswa yang menjawab benar dengan jumlah peserta
tes.

Keterangan :
P

: Tingkat kesukaran

: Banyaknya siswa yang menjawab benar

: Jumlah peserta tes

(Suharsimi Arikunto,

2009:209)
Untuk menginterpretasikan nilai tingkat kesukaran itemnya dapat
digunakan tolak ukur sebagai berikut:
Soal dengan p = 0,00 0,30 : Soal sukar.
Soal dengan p = 0,30 0,70 : Soal sedang.
Soal dengan p = 0,70 1,00 : Soal mudah.
d. Daya Pembeda Soal

Untuk menghitung daya pembeda soal dapat dilakukan dengan


langkah-langkah sebagai berikut.
1. Mengurutkan skor total masing-masing siswa dari yang

tertinggi sampai yang terendah.


2. Membagi data yang sudah terurut menjadi dua kelompok
yaitu kelompok atas dan kelompok bawah.
3. Mencari P (tingkat kesukaran) dari kelompok atas dan
kelompok bawah.
4. Mengurangkan tingkat kesukaran kelompok atas dengan
tingkat kesukaran kelompok bawah.
d = PA - PB
Keterangan:

: Daya pembeda soal

PA

: Taraf kesukaran masing-masing soal dari kelompok atas

PB

: Taraf kesukaran masing-masing soal dari kelompok

bawah.
Kriteria yang digunakan:
d = 0,00 0,20 : Daya beda soal jelek
d = 0,20 0,40 : Daya beda soal cukup
d = 0,40 0,70 : Daya beda soal baik
d = 0,70 1,00 : Daya beda soal baik sekali
(Suharsimi Arikunto, 2009:213)
2) Lembar pengamatan
Instrumen yang berupa lembar pengamatan ini digunakan untuk
mengukur variabel Karakter yang dimiliki siswa meliputi karakter
pokok dan karakter Utama.
3.5.

Teknik Analisis Data


Analisis data proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam
kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh
diri sendiri maupun orang lain.
Melakukan analisis data adalah pekerjaan yang sulit,
memerlukan kerja keras. Analisis memerlukan daya kreatif serta
kemampuan intelektual yang tinggi. Tidak ada cara tertentu yang
dapat diikuti untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti
harus mencari sendiri metode yang dirasakan cocok dengan sifat
penelitiannya. (Sugiyono, 2010: 334-335)

a. Analisis Tahap Awal

1) Matching
a) Mean Matching

Keterangan :
M
: Mean atau nilai rata-rata
Ye : Jumlah nilai kelompok eksperimen
Yk : Jumlah nilai kelompok kontrol
n
: Jumlah subjek

b)

Varians Matching
Dilakukan dengan menyeimbangkan varians dari kelompok
eksperimen dan kelompok control, tes kesamaan varians ini
dilakukan dengan rumus :
Vb
F( nb 1)( nk 1)
Vk
Keterangan :
Vb : Varians yang lebih besar
Vk : Varians yang lebih kecil
Kriteria pengujian adalah : tolak Ho jika F(nb-1)(nk-1) < F (v1, v2)
dalam hal lainnya Ho diterima. Dengan F (v1, v2) didapat dari
daftar distribusi F dengan peluang , sedangkan derajat kebenaran
v1 dan v2 masing-masing sesuai dengan dk pembilang dan penyebut,
dengan taraf signifikan = 5%

c)

t-matching
Uji t-matching ini menggunakan rumus :
dengan
Dimana :
: rata-rata kelompok eksperimen
: rata-rata kelompok kontrol
n1
n2

: jumlah siswa kelompok eskperimen


: jumlah siswa kelompok kontrol

S2
: varians
S12
: varians kelompok eksperimen
2
S2
: varians kelompok kontrol
Kriteria pengujian : terima Ho jika t (1- ) < t < t(1- ), dengan dk =
(n1+n2-2) dan taraf signifikan 5%. Untuk harga lain Ho ditolak
(Sudjana, 2005 : 239-240)
2) Uji Normalitas Sampel
Pengujian normalitas dilakukan dengan uji Liliefors dengan langkah
sebagai berikut :
1) Data x1, x2, x3,,xn dijadikan bilangan baku z1, z2, z3,,zn dengan
menggunakan rumus :
dengan

2) Untuk setiap bilangan baku ini menggunakan daftar distribusi normal


baku, kemudian dihitung peluang
F (zi) = P (z zi)
3) Selanjutnya dihitung proporsi z1, z2, z3,,zn yang lebih kecil atau
sama dengan zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(zi) maka:

S(z i )

banyaknya z 1 , z 2 , z 3 ,..., z n z i
n

4) Hitung selisih F(zi) S(zi) kemudian tentukan harga mutlaknya.


5) Ambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih
tersebut dan harga tersebut sebagai L0 atau Lhit (Sudjana, 2002 : 466467) untuk menerima atau menolak Ho, kita bandingkan L0 ini
dengan nilai Ltab. Dengan taraf nyata = 5%, maka terima H o jika Lo
<L
3) Uji Homogenitas Sampel
Untuk mengetahui homogenitas sampel dari populasi yang ada
menggunakan uji bartlet dengan daya Yij (i = 1, 2, 3, , k dan j = 1,
2, 3, , nk)

Harga-harga yang perlu untuk uji Bartlet


Sampel

1
dk
1
( n1 1)
1
(n 2 1) .

Dk

ke
1

n1 1

2
.
..
K

n2 1
.

1
(n x 1)

nk 1
Jumlah

Si

log S i

( dk ) log S i

S1

log S1

(n1 1) log S1

S2

log S 2

( n2 1) log S 2

.
..

Sk

.
.

log S k

.
..
2

(nk 1) log S k

1
i

(ni 1) log S i

Hasil pengamatan telah disusun sebagai berikut :


2
(ni 1) S i

2
S
(ni 1)

B (log S 2 ) ( ni 1)

2 = (ln 10) {B (ni 1) log Si2}


Harga 2hitung tersebut kemudian dikonsultasikan dengan harga 2tabel
yang mempunyai taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan (dk = k
1). Jika harga 2hitung lebih kecil dibandingkan dengan harga 2tabel
dikatakan bahwa data populasi tersebut adalah homogen.
2.

Analisis Akhir
Pada hal ini data yang terkumpul setelah tes dapat dianalisis. Analisis
akhir yang digunakan adalah :
a.

Uji Normalitas Data, adapun rumusnya adalah :


1)

Pengamatan

x1,

x2,,xn

dijadikan

bilangan baku z1, z2,,zn dengan menggunakan rumus :

dengan
2)

Untuk setiap bilangan baku ini dengan


menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian
dihitung peluang F(zi) = P (z zi)

3)

Dihitung proporsi z1, z2,,zn yang lebih


kecil atau sama dengan zi, jika proporsi ini dinyatakan oleh
S(zi) maka :

S(z i )
4)

banyaknya z 1 , z 2 , z 3 ,..., z n z i
n
Hitung selisih F(zi) S (zi), kemudian

tentukan harga mutlaknya.


5)

Ambil harga yang paling besar diantara


harga-harga mutlak, selisih tersebut dan sebutlah harga
terbesar ini Lo (Sudjana, 2002 : 466-467).
Untuk menerima atau menolak Ho, bandingkan Lo ini
dengan nilai kritis L untuk uji Liliefors dengan menentukan
taraf nyata yang dipilih. Kriterianya adalah tolak Ho bahwa
populasi berdistribusi normal Lo yang diperoleh dari data
pengamatan melebihi Ltabel

b.

Uji F, rumus dari uji F adalah sebagai berikut :


Vb
Vk
Keterangan :
Vb : Varians yang lebih besar
Vk : Varians yang lebih kecil
Kriteria pengujian adalah : tolak Ho jika F(nb-1)(nk-1) < F (v1, v2)
F( nb 1)( nk 1)

dalam hal lainnya Ho diterima. Dengan F (v1, v2) didapat dari


daftar distribusi F dengan peluang , sedangkan derajat
kebenaran v1 dan v2 masing-masing sesuai dengan dk pembilang
dan penyebut, dengan taraf signifikan = 5%

Uji t, adapun rumus uji t adalah sebagai berikut

c.

dengan
dimana :
,
Dimana :
: nilai rata-rata kelompok eksperimen
: nilai rata-rata kelompok kontrol
S12
: varians kelompok eksperimen
2
S2
: varians kelompok kontrol
x1
: jumlah nilai kelompok eksperimen
x2
: jumlah nilai kelompok kontrol
n1
: jumlah siswa kelompok eskperimen
n2
: jumlah siswa kelompok kontrol
Kriteria pengujian adalah terima Ho jika t(1- ) < t < t(1- ), dimana
t(1-) didapat dari daftar t dengan dk = (n1+n2-2) dan peluang (1). Untuk rata-rata t lainnya Ho ditolak (Sudjana, 2002 : 239-240)
Jika kedua varians tidak sama 1 2 maka digunakan rumus :

kriteria pengujian terima Ho jika :


dan tolak Ho jika sebaliknya dengan
2

s
s
w1 1 , w2 2
n1
n2
t1= t(1- ) (n1-1) dan t2= t(1-) (n2-1)
derajat kebebasan masing-masing adalah (n21) dengan peluang (1-

)
Data yang diperoleh dari hasil belajar siswa dapat ditentukan dalam
ketuntasan belajar individu menggunakan analisis deskriptif prestasi
dengan perhitungan

Ketuntasan Belajar Individu =


Apabila thitung ttabel , berarti dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
pengaruh penerapan Visual Thinking terhadap hasil belajar siswa,
sedangkan apabila thitung ttabel, berarti dapat dikatakan bahwa terdapat
pengaruh penerapan pengaruh Visual Thinking dalam pendidikan
budaya karakter bangsa secara terintegrasi terhadap pembelajaran
IPA Fisika pada tingkat hasil belajar Siswa kelas VII SMP Negeri 25
Semarang.

Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.

Sudjana, Nana.2002. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar.Bandung: PT. Sinar


Baru Algensindo
Hamdani. 2011.Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.
Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Kemendiknas Tim, Dirjen Diksar Direktorat Pembinaan SMP.2010. Pendidikan
Karakter Terintegrasi Dalam Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama
IPA. Jakarta : Puskur Balitbang Kemendiknas RI.
Surya, Edy.2011. Visual Thinking Dalam Memaksimalkan Pembelajaran
Matematika Siswa Dapat Membangun Karakter Bangsa. Jurusan
Pendidikan Matematika FMIPA. Unimed.

Anda mungkin juga menyukai