A. Keuangan Negara
Berbicara tentang keuangan negara, kita tidak bisa mendefinisikan
dalam suatu defenisi tertentu, karena definisi keuangan negara bersifat politis,
tergantung kepada sudut pandang, sehingga apabila berbicara keuangan negara
dari sudut pemerintah, yang dimaksud keuangan negara adalah APBN, sedang
apabila bicara keuangan dari sudut pemerintah daerah, yang dimaksud
keuangan negara adalah APBD, demikian seterusnya dengan Perjan, PN-PN
maupun Perum.1
Dengan perkataan lain definisi keuangan negara dalam arti luas
meliputi APBN, APBD, Keuangan Negara pada Perjan, Perum, PN-PN dan
sebagainya, sedangkan definisi keuangan negara dalam arti sempit, hanya
meliputi
setiap
badan
hukum
yang
berwenang
mengelola
dan
mempertanggungjawabkannya.2
Beberapa ahli berpendapat keuangan negara dalam BUMN/BUMD
adalah sebatas saham di perusahaan itu. UU Korupsi hanya bisa diterapkan
dalam penjualan saham secara melawan hukum. Namun negara tetap bisa
melakukan upaya hukum perdata maupun pidana berdasarkan undang-undang
selainnya.
1
4. Pengeluaran Negara
5. Penerimaan daerah
6. Pengeluaran daerah
7. Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak
lain, baik berupa uang, surat berharga, piutang, barang serta hak-hak lain
yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada
perusahaan negara dan daerah
8. Kekayaan
pihak
lain
yang
dikuasai
pemerintah,
dalam
rangka
diberikan pemerintah.
Berkaitan dengan ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No. 17/203, menurut
J.E. Sahetapy definisi keuangan negara tersebut belum jelas, dimana pihak
yang pro perluasan definisi keuangan negara akan berpegang pada ketentuan
Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Apabila terjadi kerugian pada
BUMN dan Persero, penegak hukum dan aparat negara menggunakan
ketentuan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Keuangan Negara dan penjelasan
umum Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Esensinya, penyertaan negara yang dipisahkan merupakan kekayaan
negara yang menurut sifatnya berada dalam ranah hukum publik. Karenanya,
apabila terjadi kerugian negara maka ketentuan Undang-Undang Tindak
Pidana Korupsi dapat diberlakukan pada pengurus BUMN.5
Sementara pihak yang menginginkan penyempitan definisi keuangan
5
Jika
demikian
berarti
seluruh
piutang
maupun
utang
Ibid
Hariyadi B. Sukamdani, Op.Cit.,hlm.2-3
10
Erman Rajagukguk, Pengertian Keuangan Negara dan Kerugian Negara,
hukumonline, hlm.3, diakses 30 Oktober 2009
9
B. Keuangan Daerah
Berlakunya
11
Undang-undang
Ibid
Hekinus Manao, Op.Cit.,hlm.3
13
Ibid
12
Nomor
25 Tahun
1999
tentang
setiap
badan
hukum
yang
berwenang
mengelola
dan
mempertanggungjawabkannya.14
Pasal 157 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 jo Pasal 5 ayat (2)
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
14
15
tentang
tata
cara
penyusunan,
pelaksanaan
dan
pengeluaran
lain-lain
yang
tidak
jelas
pemanfaatan
dan
Ibid, hlm 31
lingkup
pemeriksaan
atas
pelaksanaan
anggaran
peraturan
perundang-
undangan
dan
penilaian
tentang
utang
daerah,
subsidi
kepada
daerah
bawahan.
anggaran daerah yang disajikan, untuk itu dimanfaatkan pula hasilhasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah
d. Pemeriksaan atas pangsa keuangan lainnya
Pangsa keuangan adalah bahagian dari tanggungjawab keuangan yang
berupa embrio dari pos-pos neraca keuangan daerah sebagai akibat
keuangan dari pelaksanaan anggaran pada saat tertentu. Luas lingkup
pemeriksaan atas pangsa keuanagan dimaksud mencakup posisi kas
daerah, posisi piutang daerah, posisi utang daerah, posisi barang inventaris
milik daerah, posisi barang persediaan milik daerah, posisi penyertaan
pemerintah pada badan usaha daerah, posisi konsesi-konsesi daerah, posisi
kewajiban daerah tak terduga (contingency), pemeriksaan pangsa
keuangan berupa inventaris kekayaan milik daerah dilaksanakan setiap
tahun, sedangkan pemeriksaan atas pangsa keuangan lainnya belum dapat
dilaksanakan secara rutin seperti halnya pemeriksaan atas inventaris
barang milik daerah. Ruang lingkup pemeriksaan atas pangsa keuangan ini
ditujukan untuk menilai ketetiban dan ketaatan atas peraturan perundangundangan
Administrasi
dan
Birokrasi
Pemerintah,
terhadap
mendorong
sistem
pengelolaan
masyarakat
lokal
pemerintahan
menuntut
yang
pelaksanaan
21
Ibid
Undang-undang No.33
Perimbangan Keuangan
kewenangan
tersebut
akan
memberikan
kepuasan
bagi
Ibid, hlm. 43
Ibid
adalah :28
1. Klaim yang menyatakan bahwa desentralisasi akan meningkatkan efesiensi
teknis pada level lokal dapat disanggah dengan argument bahwa
perencanaan dan kebijakan lokal mungkin saja tidak konsisten dengan
kebijakan nasional. Hal ini akan memicu ketidak adilan regional.
2. Besarnya jumlah unit local berarti banyak sumberdaya yang menuntut
koodinasi administrative dan audit.
3. Kekurangan orang yang terlatih sehingga agen desentralisasi pada lokal
diisi staff yang tidak kompeten.
4. Perbedaan potensi daerah yang mencolok dapat menyebabkan daerah yang
miskin dan orang-orang miskin bertambah miskin.
Hambatan-hambatan di atas perlu untuk diperhatikan dalam
pelaksanaan desentralisasi, bahkan perlu dipersiapkan model incremental
(penambahan
atau
pembenahan)
terhadap
impelementasi
kebijakan
Ibid
prinsip-prinsip
demokrasi,
peran
serta
masyarakat,
Ibid
Ibid., hlm. 8
pemberdayaan
masyarakat,
pengembangan
prakarsa
dan
Ibid., hlm. 9
Ibid., hlm. 9-10
BAB III
PENGELOLAAN KEUANGAN APBD DALAM PELAKSANAAN
OTONOMI DAERAH
tersebut
dimaksudkan
untuk
dipergunakan
bagi
kepentingan
yaitu
Undang-undang
No.32
Tahun
2004
tentang
hidup,
pembangunan
berwawasan
berlingkungan
dan
industri,
perdagangan,
dan
investasi
dalam
rangka
dalam
perekonomian nasional.
Perubahan strukutral adalah perubahan dari ekonomi tradisionil yang
subsistem menuju ekonomi modern yang berorientasi pada pasar. Oleh karena
itu diperlukan pengalokasian sumber daya, penguatan kelembagaan,
penguatan teknologi dan pembangunan sumber daya manusia. Langkahlangkah yang perlu diambil dalam mewujudkan kebijakan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Pemberian peluang atau akses yang lebih besar kepada aset produksi,
yang paling mendasar adalah akses pada dana.
2. Memperkuat posisi transaksi dan kemitraan usaha ekonomi rakyat.
3. Meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan dalam rangka kualitas
sumber daya manusia, disertai dengan upaya peningkatan gizi.
kesejahteraan
masyarakat
dengan
selalu
memerhatikan
bila
bupati/walikota
tidak
mengetahui
bagaimana
mewujudkan
good
governace
diperlukan
reformasi
alat-alat
pemerintahan
di
daerah,
baik
struktur
maupun
infrastrukturnya.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari
sampai dengan tanggal 31Desember.
APBD terdiri atas Anggaran Pendapatan, dan Anggaran Belanja.
Anggaran Pendapatan terdiri atas Pendapatan Daerah (PAD), yang meliputi
pajak daerah, retribusi daerah hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan
penerimaan lain-lain Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi
Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), Lainlain Pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
Anggaran Belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan
upaya
menghilangkan
penyimpangan
tersebut
dan
d.
e.
f.
g.
otonomi
daerah
dan
desentralisasi
fiskal
akan
Ibid.,hlm. 70
dan sebagainya.
Dalam era otonmi daerah, pemerintah daerah tidak lagi diwajibkan
untuk menggunakan satu bank (BPD) untuk administrasi keuangan daerah.
Pada prinsipnya, pemerintah dapat bekerja sama dengan bank yang
memberikan keuntungan terbesar bagi pemerintah daerah.
Oleh karena itu perbankan di daerah dituntut untuk dapat bersaing
dalam memberikan pelayanan dan menghasilkan produk-produk perbankan
yang menarik bagi masyarakat daerah. Perbankan di daerah juga dituntut
dapat mengembangkan kerjasama (contract culture) dengan cara membina
hubungan baik dengan pelaku kunci (key players) di daerah, yaitu :45
1) Masyarakat daerah
2) DPRD
3) Pemerintah Provinsi
4) Pemerintah Kabupaten/Kota
5) Pengusaha Daerah
Di sisi lain, pelaksanaan otonomi daerah juga menyebabkan
munculnya key players di daerah. Pemain baru yang menjadi pemain kunci
nantinya adalah DPRD. Perbankan di daerah perlu melakukan kerjasama
dengan pemain di daerah, terutama adalah DPRD, masyarakat, pemerintah
daerah, dan pengusaha di daerah. Perbankan di daerah juga dituntut untuk
meningkatkan kualitas pelayanan dan kinerja manajemennya karena mereka
dihadapkan pada persaingan di tingkat daerah.46
45
46
Ibid., hlm. 71
Ibid., hlm. 72
Ibid.,hlm. 75
rakyat.
Kebutuhan
dan
harapan
pemilik
kepentingan
Ibid., hlm. 78
transparansi
dan
kepatuhan
terhadap
peraturan
perundangan
dalam
selaku
Kepala
Pemerintahan
memegang
kekuasaaan
itu
yaitu
pengelolaan
alokasi
juga
keuangan
harus
dilakukan
negara/daerah
pada
dengan
setiap
agar
alokasi
anggaran
setiap
satuan
kerja/sektor/bidang
Manajemen
Keuangan
Pemerintah.
Reformasi
tersebut
yang
berlaku
untuk
pengelolaan
Keuangan
Negara
masih
telah dibangun dengan susah payah oleh pemerintahan era orde baru ditandai
dengan anjloknya rupiah hingga menembus level Rp 17.000 per satu USD.
Krisis berlanjut hingga menjadi krisis multi dimensional yang
kemudian melahirkan era reformasi. Era reformasi inilah yang memberikan
momentum terciptanya tata aturan baru dalam pengelolaan keuangan negara.
Paket UU Keuangan Negara tersebut (yang terdiri dari tiga UU yang
sudah diundangkan, yaitu UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
dan UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara, UU No.15 Tahun
2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab Keuangan Negara,
merumuskan empat prinsip dasar pengelolaan keuangan negara, yaitu:
1. Akuntabilitas berdasarkan hasil atau kinerja;
2. Keterbukaan dalam setiap transaksi pemerintah;
3. Pemberdayaan manajer professional; dan
4.
2003 yaitu:
a. Tentang pengertian dan ruang lingkup dari keuangan negara;
b. Azas-azas umum pengelolaan keuangan negara;
c. Kedudukan presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan
negara;
d. Pendelegasian kekuasaan presiden kepada menteri Keuangan dan
Menteri/Pimpinan Lembaga;
bentuk
dan
batas
waktu
penyampaian
laporan
Presiden
selaku
Kepala
Pemerintahan
memegang
kekuasaan
kementrian
atau
lembaga
diharapkan
dapat
meningkatkan
pendekatan
Gubernur/Bupati/Walikota
pembagian
akan
fungsi
memiliki
yang
fungsi
tidak
sebagai
berbeda.
pemegang
laporan
realisasi
anggaran.
Sekarang
laporan
keuangan
itu
untuk mengambil
kesimpulannya.
Kiranya perlu diketahui bahwa ada laporan keuangan yang dapat
dipahami oleh orang awam, tetapi banyak laporan keuangan yang
memerlukan pengetahuan khusus yang disebut akuntansi.
Terkadang laporan keuangan sedemikian rumit sehingga memerlukan
pengetahuan akuntansi yang lebih mendalam. Laporan keuangan pemerintah
sebagaimana disusun seperti LKPP memerlukan pengetahuan akuntansi yang
memadai untuk dapat mengerti dengan baik, apalagi bagaimana cara
menyajikannya. Bahkan dengan pedoman seperti standar akuntansi yang
sudah adapun penyusunan maupun pemahamannya tidak mudah.
BAB IV
NORMA PEMERIKSAAN APBD OLEH BADAN PEMERIKSA
KEUANGAN
53
Ibid
Visi dan Misi Badan Pemeriksa Keuangan, www.bpk.go.id, diakses tanggal 14
Agustus 2007
55
Arifin P Soeria Atmaja, Op.Cit. hlm. 5-8
54
Agustus 2007
kegiatan
yang
dibiayai
dengan
keuangan
negara/daerah
pemeriksaan
sebagaimana
dimaksudkan
di
atas
Sebelum
standar
dimaksud
ditetapkan,
BPK
perlu
terlalu
sulit
dijangkau.
Akibatnya,
pemeriksaan
atau
optimal.
Di samping itu, pemeriksaan selain bersifat pre-audit, juga bersifat
post-audit yang artinya :Pemeriksaan yang dilakukan sesudah transaksi itu
diselesaikan dan dicatat. Pemeriksaan ini dilakukan beberapa saat setelah
sebagian atau seluruh kegiatan itu selesai. Berdasarkan teori, fungsi
penilaian/pemeriksaan harus dilakukan atas kegiatan-kegiatan yang telah
diselesaikan (completed).
Diperluasnya kewenangan BPK untuk memeriksa pengelolaan
sekaligus pertanggungjawaban keuangan negara tidak sesuai dengan
kedudukannya sebagai lembaga tinggi negara. Di samping itu, menimbulkan
sentralisasi pengawasan dan pemeriksaan keuangan negara.
Oleh sebab itu, dalam menghadapi pengawasan dan pemeriksaan
keuangan negara lebih baik dilakukan dengan cara: Sistem desentralisasi
pengawasan/pemeriksaan yang berjenjanglah yang paling tepat, karena di
samping rentang kendalinya terjangkau, pelaksanaannya pun lebih efektif dan
efisien dengan tumpang tindih yang minimal.60
Perluasan kewenangan BPK untuk memeriksa pengelolaan sekaligus
pertanggungjawaban keuangan negara disebabkan adanya pemeriksaan
eksistensi BPK sebagai lembaga tinggi negara yang disamakan dengan
struktur ketatanegaraan zaman Hindia Belanda, dimana saat itu juga terdapat
Algemene Rekenkamer.
Arifin P. Soeria Atmadja mengemukakan perbandingan kelembagaan
negara yang ada pada zaman pemerintahan Hindia Belanda dan saat
60
Ibid., hlm. 41
(Pasal 117)
objektivitas.
Konsep objektivitas dalam pemeriksaan merupakan sesuatu yang
sangat penting guna menghindari kemungkinan terjadinya penyimpangan
keuangan negara.Proses pemeriksaan keuangan yang dapat dilakukan BPK
adalah dengan cara:
1. Meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain
yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara.
61
2. Mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset, lokasi, dan
segala jenis barang atau dokumen dalam penguasaan atau kendali dari
entitas yang menjadi objek pemeriksaan atau entitas lain yang dipandang
perlu dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya.
3. Melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, dan dokumen
pengelolaan keuangan negara. Penyegelan hanya dilakukan apabila
pemeriksaan atas persediaan uang, barang, dan/atau dokumen pengelolaan
keuangan negara terpaksa ditunda karena sesuatu hal. Penyegelan
dilakukan untuk mengamankan uang, barang, dan/atau dokumen
pengelolaan keuangan negara dari kemungkinan usaha pemalsuan,
perubahan, pemusnahan, atau penggantian pada saat pemeriksaan
berlangsung.
4. Meminta keterangan kepada seseorang. Dalam rangka meminta
keterangan, BPK dapat melakukan pemanggilan kepada seseorang.
Permintaan keterangan dilakukan oleh pemeriksa untuk memperoleh,
melengkapi, dan/atau meyakini informasi yang dibutuhkan dalam kaitan
dengan pemeriksa. Yang dimaksud dengan seseorang adalah perseorangan
atau badan hukum.
5. Memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu
pemeriksaan. Kegiatan pemotretan, perekaman, dan/atau pengambilan
sampel (contoh) fisik obyek yang dilakukan oleh pemeriksa bertujuan
untuk memperkuat dan/atau melengkapi informasi yang berkaitan dengan
pemeriksaan.
disampaikan
kepada
DPR/DPRD.
Apabila
pemeriksa
diserahkan
kepada
DPR.Untuk
menjaga
objektivitas
menilai berdasarkan dua segi, yaitu pertama, apakah penggunaan anggaran itu
telah mencapai manfaat yang dituju oleh anggaran itu dan kedua, apakah
penggunaannya itu sesuai dengan peraturan undang-undang.
Dalam menjalankan fungsinya tersebut, BPK juga merumuskan
standar audit pemerintahan (SAP) sebagai standar pemeriksaan yang berlaku
secara nasional bagi pemeriksa di lingkungan BPK, pemerintah, dan akuntan
publik yang memeriksa keuangan negara.
Dengan demikian, sebenarnya, pemeriksaan BPK adalah didasarkan
pada dokumen anggaran, pembukuan anggaran, dan perhitungan anggaran
yang ditinjau dari segi teknis anggaran (begroting technisch). Dengan
mendasarkan pada fenomena tersebut, eksistensi BPK sebenarnya diarahkan
pada tujuan awal menciptakan struktur negara yang kondusif.
Berkaitan dalam hal ini pula, kedudukan BPK sangat penting dalam
tata demokrasi nasional, yaitu untuk mencari kebenaran yang mengandung
arti BPK dalam melaksanakan pemeriksaan tanggung jawab keuangan negara
adalah untuk menegakkan kebenaran di bidang tanggung jawab keuangan
negara.
Sementara itu, hasil pemeriksaan BPK sesuai dengan Pasal 23E ayat 3
UUD 1945 Perubahan Ketiga disampaikan kepada DPR, DPD, dan DPRD
untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.
Pemberian hasil pemeriksaan kepada ketiga lembaga tersebut
sebenarnya menegaskan kembali kedaulatan anggaran di tangan DPR. Selain
itu, laporan tersebut juga akan dipergunakan sebagai bahan pertimbangan
pengawasan
dan
pemeriksaan
yang
hanya
menimbulkan
ketidakpastian.
Adanya realitas tersebut kemungkinan terjadinya tumpang tindih
sangat besar yang akibat adanya, Dalam suatu waktu yang bersamaan atau
dalam jangka waktu yang dekat, dua aparat pengawasan fungsional atau lebih
melakukan pemeriksaan terhadap suatu instansi/proyek tertentu dengan
sasaran yang sama.63
Sebenarnya, tumpang tindih demikian tidak akan terjadi jika terdapat
pengelompokan atas dasar kewenangan unit pengawasan intern yang ada.
Dengan tugas pemeriksaan yang dibedakan tersebut sebenarnya akan
dideskripsikan suatu pola pengawasan berjenjang.
Pengawasan tersebut pada dasarnya dilakukan dimana, Aparat
pengawasan yang lebih tinggi tingkatnya secara hierarkis organisatoris
melaksanakan tugas yang lebih luas pendekatannya atau lebih makro
wawasannya daripada aparat pengawasan yang lebih rendah. Dengan
perkataan lain sasaran pengawasan antar-aparat pengawasan berbeda satu
sama lain, tergantung mana yang lebih ekstern dan mana yang lebih intern.
Selama ini, perjenjangan pengawasan dan pemeriksaan keuangan
negara tampaknya belum dapat diwujudkan secara optimal disebabkan tidak
63
adanya kebijaksanaan pengawasan secara nasional dan tidak ada alat yang
dapat dipakai untuk melakukan koordinasi pelaksanaan pengawasan.
Disamping itu, tidak ada perencanaan yang terpadu dalam melakukan
pengawasan.
Dalam hal pengawasan intern keuangan negara, kedudukan BPKP
cukup potensial untuk menjalankan tugas mempersiapkan perumusan
kebijakan pengawasan keuangan dan pembangunan. Selain itu juga
menyelenggarakan pengawasan umum atas penguasaan dan pengurusan
keuangan.
Guna mendukung tugas BPKP tersebut BPKP dapat melakukan
pemeriksaaan setempat, meminta keterangan mengenai tindak lanjut hasil
pemeriksaan yang dilakukan BPKP atau aparat pengawas lainnya. Juga
meminta keterangan pada semua pejabat yang terkait erat dengan objek
pemeriksaan. Hasil pemeriksaan BPKP kemudian disampaikan langsung
kepada menteri atau pejabat instansi yang diawasi.
Apabila ditelaah secara mendalam eksistensi pengawasan intern
keuangan negara sebenarnya ditujukan pada upaya membantu presiden dalam
bidang pemeriksaan dan pengendalian lingkup pemerintahan negara. Sebagai
kepala pemerintahan yang menjalankan fungsi pemerintahan, presiden tidak
dapat senantiasa melakukan pengawasan.
Oleh sebab itu, presiden meminta bantuan aparatur pemerintahan juga
melakukan fungsi pengawasan terhadap keuangan dan pembangunan. Sebagai
aparatur pemerintahan, dan juga aparat pengawas intern, pihaknya tidak boleh
A. Kesimpulan
1. Pengertian keuangan negara, tidak bisa didefinisikan dalam suatu defenisi
tertentu, karena definisi keuangan negara bersifat politis, tergantung
kepada sudut pandang, berbicara keuangan negara dari sudut pemerintah,
diidentikkan dengan APBN. Sedangkan mengenai Keuangan Daerah
merupakan bagian dari keuangan negara, sehingga keuangan daerah dapat
juga diartikan sebagai semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan
hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah. Perimbangan Keuangan Negara dan Daerah adalah
suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis,
transparan,
dan
bertanggung
jawab
dalam
rangka
pendanaan
pelaksanaan,
pertanggungjawaban,
dan
penatausahaan,
pengawasan
keuangan
pelaporan,
daerah.
Dalam
B. Saran
Untuk menghadapi Globalisasi perekonomian dan pembangunan
nasional yang menekankan pada pelaksanaan otonomi daerah secara luas,
nyata, dan bertanggungjawab, maka perlu disusun suatu rumusan yang jelas
berkaitan dengan manajemen keuangan daerah. Hal ini adalah salah satu
bentuk bagaimana pemerintah daerah mempersiapkan suatu pra kondisi dalam
pentas perekonomian internasional dan perekonomian nasional.
Keuangan daerah sebagai sumber pembiayaan daerah, yang tertuang
dalam APBD bersumber tidak saja dari pendapatan asli daerah, akan tetapi
juga diperoleh dari dana pemerintah pusat yang di alokasikan ke daerah
dalam rangka penunjang pelaksanaan asas dekosentrasi dan desentralisasi,
oleh karena itu dalam pengelolaan dan pemanfaatan haruslah mengacu
kepada mekanisme penggunaan anggaran dengan berpedoman kepada aturan
yang jelas pula.
Pemeriksaan keuangan daerah, secara umum harus dibuat suatu