Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Taala
karena atas Rahmat dan Ridhonya-nya penulis dapat menyelesaikan Referat ini
dengan judul Struma Toksik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter
pembimbing dr. Idwan Haris, Sp. Pd atas bimbingan dan arahannya selama
mengikuti Kepanitraan Klinik senior di SMF Penyakit Dalam, RSUD DR. RM
Djoelham Binjai serta dalam penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa Referat ini masih banyak kekurangan, oleh karena
itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan dan kesempurnaan Referat ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih atas perhatian dan
dukungannya, semoga Referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Binjai,

Agustus 2015

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
1

BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
2.1

Anatomi Tiroid........................................................................................4

2.2

Fisiologi Tiroid.........................................................................................5

2.3

Struma Toksik..........................................................................................6

2.4

Klasifikasi Struma Toksik.......................................................................6

2.5

Etiologi Struma Toksik...........................................................................6

2.6

Epidemiologi Struma..............................................................................7

2.7

Patofisiologi Struma Toksik....................................................................8

2.8

Manifestasi Klinis Struma Toksik..........................................................8

2.9

Diagnosis Struma Toksik........................................................................9

2.10

Penatalaksanaan Struma toksik...........................................................10

2.11

Komplikasi Struma Toksik...................................................................11

2.12

Prognosis Struma Toksik......................................................................12

BAB 3 KESIMPULAN........................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14
LAPORAN KASUS ............................................................................................ 15

BAB 1
PENDAHULUAN

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh
karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa
gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
Goiter noduler adalah peningkatan ukuran kelenjar tiroid akibat
peningkatan kebutuhan akan hormon tiroid. Peningkatan kebutuhan akan hormon
tiroid terjadi selama periode pertumbuhan atau kebutuhan metabolik yang tinggi
misalnya pubertas atau kehamilan. Dalam kasus ini, peningkatan TH disebabkan
oleh aktivasi hipotalamus yang didorong oleh proses metabolisme sehingga
disertai oleh peningkatan TRH dalam jumlah berlebihan. Apabila individu tetap
mengalami hipertiroid, keadaan ini disebut goiter nodular toksik. Adenoma
hipofisi pada sel-sel penghasik TSH atau penyakit Hipotalamus jarang terjadi.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid
yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian
posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat
mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara
sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak
terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila
pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris
atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
a. Anatomi Tiroid
Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini
memiliki dua bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang masing-masing
berbetuk lonjong berukuran panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan
berkisar 10-20 gram. Kelenjar tiroid sangat penting untuk mengatur metabolisme
dan bertanggung jawab atas normalnya kerja setiap sel tubuh. Kelenjar ini
memproduksi hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan menyalurkan
hormon tersebut ke dalam aliran darah. Terdapat 4 atom yodium di setiap molekul
T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul T3.
Hormon tersebut dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid TSH
(thyroid stimulating hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar
hipofisis. Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, di
mana keduanya harus diserap dari darah oleh sel folikel. Tirosin, suatu asam
amino, dibentuk dalam jumlah memadai oleh tubuh sehingga bukan suatu zat
esensial dalam makanan. Sebaliknya, iodium yang dibutuhkan untuk sintesis
hormon tiroid harus diperoleh dari makanan.

Gambar 2.1 Kelenjar Tiroid

b. Fisiologi Tiroid
Hampir semua jaringan di tubuh terpengaruh langsung atau tidak langsung
oleh hormon tiroid. Efek T3 dan T4 dapat dikelompokkan ke dalam beberapa
kategori yang saling tumpang-tindih.
a. Efek pada laju metabolisme dan produksi panas
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal ke seluruhan tubuh.
Hormon ini adlah regulator terpenting laju konsumsi O2 dan pengeluaran energi
tubuh pada keadaan istirahat. Efek metabolik hormon tiroid berkaitan erat dengan
efek kolinergik (penghasil panas). Peningkatan aktivitas metabolik menyebabkan
peningkatan produksi panas. Hormon ini tidak saja dapat mempengaruhi
pembentukan dan penguraian karbohidrat, lemak, dan protein tetapi hormon
dalam jumlah sedikit atau banyak dapat menimbulkan efek yang sebaliknya.
Hormon tiroid dalam jumlah adekuat penting untuk sintesis protein yang
dibutuhkan bagi pertumbuhan normal tubuh namun pada dosis tinggi, misalnya
pada hipersekresi tiroid, hormon tiroid cenderung menyebabkan penguraian
protein.
b. Efek simpatomimetik
Hormon tiroid meningkatkan responsivitas sel sasaran terhadap katekolamin
(epinefrin dan norepinefrin), pembawa pesan kimiawi yang digunakan oleh sistem
saraf simpatis dan medula adrenal. Karena pengaruh ini, banyak dari efek yang
diamati ketika skresi hormon tiroid meningkat adalah serupa dengan yang
menyertai pengaktifan sistem saraf simpatis.
c. Efek pada Sistem Kardiovaskular
Melalui efek meningkatkan kepekaan jantung terhadap katekolamin dalam
darah, hormon tiroid meningkatkan kecepatan jantung dan kekuatan kontraksi
sehingga curah jantung meningkat. Selain itu, sebagai respon hormon tiroid,
terjadi vasodilatasi perifer untuk membawa kelebihan panas ke permukaan tubuh
untuk dikeluarkan ke lingkungan.
d. Efek pada pertumbuhan dan sistem saraf
Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi hormon pertumbuhan (GH)
tetapi juga meningkatkan produksi IGF-I oleh hati tetapi juga mendorong efek GH
dan IGF-I pada sintesis protein struktural baru dan pada pertumbuhan tulang.
5

Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan normal sistem saraf,


khusunya SSP, suatu efek yang terganggu pada anak dengan defisiensi tiroid sejak
lahir. Hormon tiroid juga esensial untuk aktivitas normal SSP pada orang dewasa.
c. Struma Toksik
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh
karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa
gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
Struma toksik adalah struma yang disertai dengan manifestasi kelebihan
hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Gangguan ini dapat terjadi akibat
disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus
d. Klasifikasi Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan
struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada
perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke
jaringan lain. sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik
teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena
jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah.
Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic
goiter),

bentuk

tiroktosikosis

yang

paling

banyak

ditemukan

diantara

hipertiroidisme lainnya.
e. Etiologi Struma Toksik
1. Kekurangan iodium menyebabkan rendahnya tingkat T4; ini menginduksi
hiperplasia sel tiroid untuk mengkompensasi rendahnya tingkat T4. TSH
bekerja pada tiroid untuk meningkatkan ukuran dan jumlah sel folikel dan
tuntuk meningkatkan laju sekresinya. Jika sel tiroid tidak dapat mengeluarkan
hormon karena kurangnya enzim esensial atau iodium, maka seberapapun
jumlah TSH tidak akan mampu menginduksi sel-sel ini tuntuk mengeluarkan
T3 dan T4. Namun, TSH tetap dapat menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia

tiroid, dengan konsekuensinya terjadinya pembesaran kelenjar meskipun


produksi kelenjar tetap kurang.
2. Sekresi TSH yang berlebihan akibat defek hipotalamus atau hipofisis
anterior akan jelas disertai oleh gondok dan sekresi berlebihan T3 dan T4
karena stimulasi pertumbuhan tiroid yang berlebihan
3. Pada penyakit Grave, terjadi gondok dengan hiperskresi karena Long acting
thyroid stimulator (LATS) mendorong pertumbuhan tiroid sekaligus
meningkatkan sekresi hormon tiroid. Karena tingginya kadar T 3 dan T4
menghambat hipofisis anterior , maka sekresi TSH itu sendiri rendah. Namun
tidak seperti TSH, LATS tidak dipengaruhi oleh inhibisi umpan balik hormon
tiroid sehinggga sekresi dan pertumbuhan tiroid berlanjut tanpa terkendali.
f. Epidemiologi Struma
Kasus struma lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki
namun dengan bertambah beratnya endemik, perbedaan seks tersebut hampir tidak
ada. Struma dapat menyerang penderita pada segala umur namun umur yang
semakin tua akan meningkatkan resiko penyakit lebih besar.
Struma endemik sering terdapat di daerah-daerah yang air minumya
kurang sekali mengandung yodium. Daerah-daerah dimana banyak terdapat
struma endemik adalah di Eropa, pegunungan Alpen, pegunungan Andes,
Himalaya di mana iodinasi profilaksis tidak menjangkau masyarakat. Di Indonesia
banyak terdapat di daerah Minangkabau, Dairi, Jawa, Bali dan Sulawesi.
Data rekam medis Divisi Ilmu Bedah RSU Dr. Soetomo tahun 2001-2005
struma nodusa toksik terjadi pada 495 orang diantaranya 60 orang laki-laki (12,12
%) dan 435 orang perempuan (87,8 %) dengan usia terbanyak yaitu 31-40 tahun
259 orang (52,3 2%), struma multinodusa toksik yang terjadi pada 1.912 orang
diantaranya17 orang laki-laki (8,9 %) dan 174 perempuan (91,1%) dengan usia
yang terbanyak pada usia 31-40 tahun berjumlah 65 orang (34,03 %).
Berdasarkan penelitian Juan di Spanyol pada tahun 2004 terhadap 634
orang yang berusia 55-91 tahun diperiksa ditemukan 325 orang (51,3 %)
mengalami goiter multinodular non toxic, 151 orang (23,8 %) goiter multinodular
toxic, 27 orang (4,3%) Graves disease, dan 8 orang (1,3 %) simple goiter.
7

g. Patofisiologi Struma Toksik


Struma atau gondok dapat terjadi apabila Thyroid stimulating hormone
(TSH) atau Long acting thyroid stimulator (LATS) merangsang secara berlebihan
kelenjar tiroid. Diketahui bahwa gondok dapat menyertai hipotiroidisme atau
hipertiroidisme, tetapi kedaan ini tidak harus ada pada kedua penyakit tersebut.
Pasien Hipertiroid mengalami peningkatan laju metabolik basal.
Meningkatnya produksi panas menyebabkan keringat berlebihan dan intoleransi
panas. Meskipun nafsu makan

dan asupan makanan meningkat yang terjadi

sebagai respons terhadap meningkatnya kebutuhan metabolik namun berat tubuh


biasanya turun karena tubuh menggunakan bahan bakar jauh lebih cepat. Terjadi
penguraian netto simpanan karbohidrat, lemak, dan protein. Berkurangnya protein
otot menyebabkan tubuh lemah.
Berbagai

kelainan

kardiovaskular

dilaporkan

berkaitan

dengan

hipertiroidisme, disebabkan baik oleh efek langsung hormon tiroid maupun


interaksinya dengan katekolamin. Kecepatan denyut dan

kekuatan kontraksi

dapat meningkat sedemikian besar sehingga individu mengalami palpitasi jantung


(jantung berdebar-debar). Efek pada SSP ditandai oleh peningkatan berlebihan
kewaspadaan mental hingga ke titik di mana pasien mudah tersinggung, tegang,
cemas, dan sangat emosional. Terjadi pengendapan karbohidrat kompleks penahan
air di belakang bola mata, meskipun mengapa hal ini dapat terjadi masih belum
diketahui. Retensi cairan yang terjadi mendorong bola mata ke depan sehingga
menonjol dari tulang hal ini disebut juga eksoftalmos.
h. Manifestasi Klinis Struma Toksik

Peningkatan frekuensi jantung


Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan sensitivitas

terhadap katekolamin.
Peningkatan laju metabolisme basal dan produksi panas, intoleransi

terhadap panas, keringat berlebihan.


Penurunan berat badan, peningkatan rasa lapar.
Melotot.
Dapat terjadi penonjolan bola mata (Eksoftalmus)
Peningkatan frekuensi buang air besar.
Perubahan kulit dan kondisi rambut dapat terjadi.
8

Gangguan reproduksi.
i. Diagnosis Struma Toksik

2.9.1

Anamnesis
Kebanyakan pasien dengan goiter nodular toksik (TNG) hadir dengan

gejala khas hipertiroidisme, termasuk intoleransi panas, palpitasi, tremor,


penurunan berat badan, rasa lapar, dan sering buang air besar. Pada pasien yang
berusia tua terdapat beberapa gejala atipikal diantaranya anoreksia dan konstipasi,
komplikasi cardiovascular yang mempunyai riwayat atrial fibrilasi, Penyakit
jantung kongestif ataupun angina. Obstruktif simptom, struma yang membesar
secara signifikan bisa menyebabkan simptom yang berhubungan dengan obstruksi
mekanik seperti dysphagia, dyspneu ataupun stridor, melibatkan saraf laryngeal
superior rekuren yang menimbulkan perubahan suara menjadi serak.
2.9.2

Pemeriksaan Fisik
Terdapat pelebaran fisura palpebral, takikardia, hiperkinesis, banyak

berkeringat, kulit lembab, tremor, dan kelemahan otot proksimal. Pembesaran


kelenjar thyroid bervariasi. Nodul yang dominan ataupun multiple irregular
dengan variasi ukuran biasanya dijumpai. Pada kelenjar yang kecil dengan
multinodul mungkin hanya bisa diitemukan dengan USG. Suara serak dan deviasi
trakea bisa dijumpai pada pemeriksaan. Obstruksi mekanik dapat mengakibatkan
sindrom vena cava superior, dengan pembengkakan wajah dan leher vena
(Pemberton sign).
2.9.3

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan darah yang mengukur kadar TH (T3 dan T4), TSH, dan TRH
akan memungkinkan diagnosis kondisi dan lokalisasi masalah di tingkat
SSP atau kelenjar Tiroid.
2. USG Kelenjar Tiroid
Ultrasonografi merupakan tes paling sensitif untuk medeteksi lesi tiroid,
mengetahui dimensi, struktur dan mengevaluasi perubahan difus pada
kelenjar tiroid. USG adalah prosedur yang sensisitf pada nodul yang tidak
teraba pada saat pemeriksaan. Ultrasnografi perlu dilakukan untuk
9

mebantu diagnosis, mencari koinsidental nodul tiroid atau perubahan


kelenjar tiroid difus, mendeteksi keganasan dan lesi untuk dilakukan
FNAB.
3. Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)
FNAB pada nodul tiroid lebih baik jika dikombinasikan dengan USG..
Hasil FNAB ini digunakan untuk pemeriksaan sitologi.
4. Petanda Tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg)
serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak
rata-rata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.
2.9.4

Diagnosa banding

Struma nodusa toxic

Struma difusa toxic

Struma non toxic

Grave Desease

Hashimoto thyroiditis

Papillary Thyroid Carcinoma


j. Penatalaksanaan Struma toksik

1. Tirostatika
Kelompok derivat tiomidazol (CBZ, karbimazol 5 mg, MTZ, metimazol
atau tiamazol 5, 10, 30 mg) dan derivat tiourasil (PTU propiltiourasil 50, 100 mg)
menghambat proses organifikasi dan reaksi autoimun. Dosis dimulai dengan 30
mg CMZ, 30 mg MTZ atau 400mg PTU sehari dalam dosis terbagi. Propanolol
dapat diberikan bersama OAT untuk mempercepat hilangnya gejala. Biasanya
dalam 4-6 minggu tercapai eutiroidisme. Kemudian dosis dititrasi sesuai respon
klinis. Lama pengobatan 1-1,5 tahun, kemudian dihentikan untuk melihat apakah
terjadi remisi. Apabila Obat anti tiroid (OAT) terlalu cepat dihentikan, biasanya
penyakit akan cepat kambuh kembali.
2. Tiroidektomi
10

Prinsip umum: Operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid,


klinis maupun biokimiawi. Operasi dilakukan dengan tirodektomi subtotal
dupleks mensisakan jaringan seujung ibu jari, atau lobektomi total termasuk ismus
dan tiroidektomi subtotal lobus lain. Komplikasi masih terjadi di tangan ahli
sekalipun, meskipun mortalitas rendah. Setiap pasien pascaoperasi perlu dipantau
apakah terjadi remisi, hipotiroidisme atau residif.
3. Iodium radioaktif (radio active iodium - RAI)
Untuk menghindari krisis tiroid lebih baik pasien disiapkan dengan OAT
menjadi eutiroid, meskipun pengobatan tidak mempengaruhi hasil akhir
pengobatan RAI. Dosis RAI berbeda-beda, ada yang bertahap untuk membuat
eutiroid tanpa hipotiroidisme, ada yang langsung dengan dosis besar untuk
mencapai hipotiroidisme kemudian ditambah tiroksin sebagai subsitusi.
Kekhawatitan bahwa radiasi menyebakan karsinoma, leukimia, tidak terbukti. Dan
satu-satunya kontra indikasi ialah graviditas. Komplikasi ringan kadang terjadi
tiroiditis sepintas.
k. Komplikasi Struma Toksik
1. Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid
yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di
bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus.
Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus
dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut
akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta
cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk
leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan
bernapas dan disfagia.
2. Aritmia biasa terjadi pada pasien yang mengalami hieprtiroidisme dan
merupakan gejala yang terjadi pada gangguan tersebut. Setiap individu
yang mengeluhkan aritmia harus dievaluasi untuk mengetahui terjadinya
gangguan tiroid.
3. Komplikasi Hipertiroidisme yang mengancam jiwa adalah krisis tirotoksik
(badai tiroid), yang dapat terjadi secra spontan pada pasien hipertiroidisme
yang menjalani terapi atau selama pembedahan kelenjar tiroid, atau dapat
11

terjadi pada pasien yang tidak terdiagnosi hipertiroidisme. Akibatnya


adalah pelepasan TH dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan
takikardia, agitasi, tremor, hipertermia (sampai 106oF) dan apabila tidak
diobati, bisa menyebabkan kematian.
l. Prognosis Struma Toksik
Pasien yang segera diberikan pengobatan memiliki prognosis yang baik.
Prognosis yang buruk terkait dengan hipertiroidisme tidak segera diobati. Pasien
harus diberi pemahaman mengenai

hipertiroidisme. Jika tidak diobati,

hipertiroidisme bisa menyebabkan osteoporosis, aritmia, gagal jantung, koma, dan


kematian. Penilaian rutin fungsi tiroid penting dalam penyakit pemantauan.
Pembedahan biasanya terdiri dari lobektomi dari nodul yang hiperfungsi.
Tingkat hipotiroidisme terkait dengan prosedur ini sangat rendah. Tingkat
kekambuhan dengan operasi telah dilaporkan serendah 0-9%. Pada gondok
multinodular lebih besar, mungkin memerlukan tiroidektomi total.

BAB 3
KESIMPULAN
Struma toksik adalah struma yang disertai dengan manifestasi kelebihan
hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Gangguan ini dapat terjadi akibat
disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus
12

Kasus struma lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki


namun dengan bertambah beratnya endemik, perbedaan seks tersebut hampir tidak
ada. Struma dapat menyerang penderita pada segala umur namun umur yang
semakin tua akan meningkatkan resiko penyakit lebih besar.
Struma endemik sering terdapat di daerah-daerah yang air minumya
kurang sekali mengandung yodium. Daerah-daerah dimana banyak terdapat
struma endemik adalah di Eropa, pegunungan Alpen, pegunungan Andes,
Himalaya di mana iodinasi profilaksis tidak menjangkau masyarakat. Di Indonesia
banyak terdapat di daerah Minangkabau, Dairi, Jawa, Bali dan Sulawesi.
Penatalaksanaan bergantung pada tempat dan penyebab hipertiroidisme.
Pasien yang segera diberikan pengobatan memiliki prognosis yang baik.
Prognosis yang buruk terkait dengan hipertiroidisme tidak segera diobati. Pasien
harus diberi pemahaman mengenai hipertiroidisme.

DAFTAR PUSTAKA

Aru W. Sudowo et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (PAPDI), Dalam :
R.Djokomoeljanto, Hipertiroidisme dan Tirotoksikosis Edisi 5 Jilid 2 Cetakan
I November 2009, Jakarta : Interna Publishing.
Elisabeth J Corwin, Buku saku Patofisiologi ed 3, Hipertiroidisme, EGC,
Jakarta 2009
L Sherwood, Kelenjar Tiroid, Fisiologi Manusia dari sel ke siste, EGC, Jakarta
2012.
13

Dr. dr. Mardi Santoso, dr. Suzanna Ndraha, Minar Sihombing, Laporan
Penelitian Pola Komplikasi Struma Toksik yang Berobat ke IPD RSUD Koja,
Dalam DR. Dr. Mardi Santoso, Patofisiologi Hipertiroidisme, Juni 2008,
Jakarta
Stefan Silberg, Florian Lang, Teks & Atlas Berwarna Patofiologi, Dalam: dr.
Titiek Resmisari & dr Liena editor, Patofisiologi dan Gejala Hipertiroidisme
Cetakan I 2007, EGC. Jakarta.
Anu Bhalla Davis, MD, Toxic nodular goiter. Medscape News & Article of
Desease. Update Juli 03, 2013 Available at:
[http://emedicine.medscape.com/article/120497-overview]
JH Boey, Toxic nodular goiter, Dip. Am. Board of Surgery, private practice.
Article, Available at: [download.bioon.com.cn/.../06085531_6744.pdf]
FDA MedWatch Safety Alerts for Human Medical Products. Propylthiouracil
(PTU). US Food and Drug Administration.
Available at :
[http://www.fda.gov/Safety/MedWatch/SafetyInformation/SafetyAlertsforHu
manMedicalProducts/ucm164162.htm] June 3, 2009.
Pierce a.g.& neil r.b.Struma, At Glance Ilmu Bedah ed 3, Erlangga Medical
Book, Jakarta 2007.

14

Anda mungkin juga menyukai