Anda di halaman 1dari 23

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Landasan Teori


II.1.1 Goodwill dan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 22
Beams, et al (2009:28) mendefinisikan goodwill sebagai the excess of the
investment cost over the fair value of assets received. Mengestimasi goodwill
membutuhkan spekulasi, sehingga jumlah yang dapat dikapitalisasi sebagai goodwill
adalah porsi yang tersisa dari harga beli setelah seluruh aset dan liabilitas baik yang
tangible maupun yang intangible telah dinilai. Kesalahan dalam penilaian nilai wajar
aset maupun liabilitas akan berpengaruh kepada jumlah yang dikapitalisasi sebagai
goodwill. Davis, M (1992) mereferensikan goodwill sebagai the most intangible of the
intangibles. Accounting Standard Committee, dalam discussion paper nya
Accounting for Goodwill menjelaskan bahwa, walaupun goodwill tersebut intangible,
goodwill adalah nyata dan benar-benar ada dalam bisnis perusahaan, dapat dihitung dan
dibeli hanya ketika ada kejadian akuisisi perusahaan.
Menurut Gynther dalam Romano (1975) mendefinisikan goodwill dengan
mengformulasikan goodwill ke dalam suatu persamaan di bawah ini: Goodwill =
Special skill and knowledge + high managerial ability + monopolistic situation + social
and business connections + trade names + established clientele
Penggolongan goodwill sebagai aset menjadi perdebatan dalam banyak pihak,
akan tetapi Financial Accounting Standard Board (FASB) Concept Statement No.6
yang dikutip dari jurnal Johnson dan Petrone (1999:5) menjelaskan bahwa: Assets are
probable future economic benefits obtained or controlled by a particular entity as a
10

result of past transactions or events [paragraph 25, footnote reference omitted).


Concept statement no. 6 kemudian menjelaskan bahwa aset terdiri atas 3 karakteristik:
(a) it embodies a probable future benefit that involves a capacity, singly or in
combination with other assets, to contribute directly or indirectly to future net cash
inflows, (b) a particular entity can obtain the benefit and control others access to it,
and (c) the transaction or other event giving rise to the entitys right to or control of
the benefit has already occurred. [paragraph 26]
a. Future economic benefit (manfaat ekonomi masa depan)
Seperti yang tertuang dalam concept statement no.6: Future economic benefit is the
essence of an asset An asset has the capacity to serve the entity by being exchanged
for something else of value to the entity, by being used to produce something of value to
the entity, or by being used to settle its liabilities. Johnson dan Petrone (1999)
menjelaskan bahwa, goodwill tidak dapat dipertukarkan dengan sesuatu yang ada
nilainya kepada entitas atau digunakan untuk menyelesaikan liabilitas. Akan tetapi,
goodwill dapat digunakan untuk menghasilkan sesuatu yang menghasilkan nilai kepada
entitas, yaitu aliran kas masuk bersih masa depan. Walaupun kekurangan kapasitas
singly (satu demi satu) untuk berkontribusi secara langsung kepada perusahaan,
goodwill memiliki kapasitas dalam kombinasinya dengan aset-aset yang lain untuk
berkontribusi secara tidak langsung
b. Control (kendali)
Kendali atas goodwill ditunjukkan dengan adanya kepemilikan pihak pengakuisisi atas
kepemilikan kepentingan keuangan atas entitas yang diakuisisi (acquiree)
c. Past transaction or event (peristiwa atau kejadian di masa lalu)
Kejadian masa lampau yang menunjukkan adanya goodwill yaitu transaksi ketika
adanya pemerolehan kepentingan keuangan oleh pihak pengakuisisi, yang disebut
sebagai akuisisi.
11

Dikutip dari penelitian Kuna et al (2005:24) ada beberapa metode subsequent


measurement untuk goodwill
1. Goodwill diakui sebagai asset dengan melakukan amortisasi setiap periode.
Pendukung dari metode ini

menyatakan bahwa goodwill adalah aset yang

memberikan manfaat ekonomi masa depan sehingga dapat dipakai sebagai sumber
daya bagi perusahaan. Oleh karena itu, goodwill harus diamortisasi untuk
menandingkan pendapatan yang diperoleh dan beban dari penggunaan goodwill
tersebut. Akan tetapi amortisasi cenderung arbitrer (sifatnya berubah-ubah, tidak
dapat

merefleksikan

besarnya

beban

yang

sebenarnya).

Perlakuan

untuk

mengamortisasi goodwill tidak dapat merefleksikan atau menyajikan jumlah


goodwill yang sebenarnya. Dengan amortisasi, nilai goodwill akan berkurang setiap
periode akan tetapi hal ini mungkin saja tidak sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya.
2. Goodwill diakui sebagai aset yang tidak terbatas umur manfaatnya dengan
pengurangan atas nilai goodwill tersebut apabila ada kondisi yang menyebabkan
penurunan nilai. Pendukung dari metode ini menyatakan bahwa nilai dari suatu aset
tidak boleh dikurangi apabila tidak ada kondisi yang menunjukkan bahwa aset
tersebut mengalami penurunan nilai.
3. Pada tanggal akuisisi, goodwill tidak diakui sebagai aset dan dibebankan mengurangi
equity di periode akuisisi. Pendukung dari metode ini menyatakan bahwa goodwill
bukan sebagai aset karena ada perbedaan karakteristik dengan aset-aset yang lain.
Akan tetapi dari definisi aset di atas, goodwill memenuhi seluruh kriteria dari aset
sehingga metode ini tidak dipakai dalam pengakuan goodwill.

12

Dari ketiga metode ini, metode yang kedua yaitu goodwill diakui sebagai aset
dan diuji penurunan nilainya setiap periode adalah metode yang paling tepat untuk
merefleksikan nilai goodwill yang sebenarnya.
FASB dalam SFAS 142 menyatakan secara implisit bahwa dasar pengukuran
yang baru untuk goodwill bertujuan untuk (1) memberikan penilaian goodwill yang lebih
baik dalam statement of financial position (2) menghilangkan penentuan amortisasi yang
sifatnya arbitrer (3) memberikan pemahaman yang lebih baik kepada pengguna laporan
keuangan mengenai kinerja dari perusahaan yang diakuisisi sehingga kemampuan untuk
memprediksikan kemampuan menciptakan laba perusahaan dan arus kas di masa depan
lebih baik.
Berikut adalah kutipan langsung dari Standar Akuntansi Keuangan nomor 22
paragraf 66 yang mengatur mengenai goodwill yang diperoleh sebelum 1 januari 2011:
Entitas menerapkan pernyataan ini secara prospektif untuk goodwill
yang diperoleh dari kombinasi bisnis yang tanggal akuisisinya sebelum 1
Januari 2011. Oleh karena itu, entitas
a. menghentikan amortisasi goodwill sejak awal periode tahun buku yang
dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011;
b. mengeliminasi jumlah tercatat yang terkait dengan akumulasi amortisasi
sehubungan penurunan goodwill pada awal periode tahun buku yang
dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011 ; dan
c. melakukan uji penurunan nilai atas goodwill sesuai dengan PSAK 48
(revisi 2009): Penurunan Nilai Aset sejak awal periode tahun buku yang
dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011.
Dan untuk goodwill negatif yang diakui sebelumnya
Pada awal periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari
2011 yang berasal dari kombinasi bisnis yang tanggal akuisisinya sebelum 1
Januari 2011, jumlah tercatat goodwill negatif dihentikan pengakuannya dengan
melakukan penyesuaian terhadap saldo laba awal periode tahun buku yang
dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011.

13

II.1.2 Pengujian Penurunan Nilai Goodwill dan Standar Akuntansi Keuangan


Nomor 48 (Revisi 2009)
SAK nomor 48 paragraf 80-81 mengatur mengenai pengujian penurunan nilai
untuk:
80. Untuk tujuan uji penurunan nilai, goodwill yang diperoleh dalam
kombinasi bisnis sejak tanggal akuisisi dialokasikan pada setiap unit penghasil
kas pihak pengakuisisi, (atau kelompok unit penghasil kas) yang diharapkan
memberikan manfaat dari sinergi kombinasi bisnis tersebut, terlepas apakah aset
atau liabilitas lain dari pihak yang diakuisisi ditempatkan dalam unit atau
kelompok unit tersebut. Setiap unit atau kelompok unit yang memperoleh alokasi
goodwill:
(a)
Menunjukkan tingkat terendah dalam entitas yang goodwill-nya dipantau
untuk tujuan manajemen internal
(b)
Tidak lebih besar dari segmen operasi yang ditentukan sesuai dengan
PSAK 5 (revisi 2009): Segmen Operasi
81. Goodwill yang diakui dalam kombinasi bisnis merupakan aset yang
mewakili manfaat ekonomi masa depan yang timbul dari aset lain yang
diperoleh dalam kombinasi bisnis yang tidak teridentifikasi secara individual
dan diakui secara terpisah. Goodwill tidak menghasilkan arus kas secara
independen dari aset atau kelompok aset lain, dan seringkali berkontribusi
kepada arus kas dari beragam unit penghasil kas.
Dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa untuk melakukan uji penurunan
nilai, goodwill harus dialokasikan ke unit penghasil kas karena goodwill tidak dapat
menghasilkan arus kas secara independen. Unit penghasil kas adalah sekelompok aset
(kumpulan dari beberapa aset) yang menghasilkan arus kas masuk secara independen
(paragraf 6 PSAK no. 48). UPK yang dialokasikan goodwill tidak boleh lebih besar dari
segmen operasi.
Segmen operasi berdasarkan PSAK no. 5 (revisi 2009) paragraf 5 adalah
suatu komponen dari entitas:
(a) Yang terlibat dalam aktivitas bisnis yang mana memperoleh pendapatan dan
menimbulkan beban (termasuk pendapatan dan beban terkait dengan
transaksi dengan komponen lain dari entitas yang sama);
(b) Hasil operasinya dikaji ulang secara reguler oleh pengambil keputusan
operasional untuk membuat keputusan tentang sumber daya yang dialokasikan
pada segmen tersebut dan menilai kinerjanya; dan
(c) Tersedia informasi keuangan yang dapat dipisahkan.
14

Dalam melakukan uji penurunan nilai diatur dalam PSAK no. 48 paragraf 90
Unit penghasil kas yang telah memperoleh alokasi goodwill diuji
penurunan nilai secara tahunan, dan kapan pun terdapat indikasi bahwa unit
tersebut mengalami penurunan nilai. Dengan membandingkan jumlah tercatat
unit tersebut (termasuk goodwill) dengan jumlah terpulihkannya. Jika jumlah
terpulihkan melebihi jumlah tercatatnya, maka unit dan goodwill yang
dialokasikan pada unit tersebut dianggap tidak mengalami penurunan nilai. Jika
jumlah tercatat unit melebihi jumlah terpulihkan, maka entitas mengakui rugi
penurunan nilai sesuai dengan paragraph 99.
Berdasarkan paragraf 10 bagian b PSAK no. 48 setiap perusahaan setiap tahun
diharuskan untuk melakukan uji penurunan nilai atas goodwill yang diperoleh dalam
kombinasi bisnis, terlepas apakah ada indikasi penurunan nilai atau tidak.
Paragraf nomor 12 mengidentifikasi kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan
suatu aset diindikasikan mengalami penurunan nilai. Di antaranya adalah faktor
eksternal seperti: menurunnya nilai pasar aset dan adanya perubahan signfikan dalam hal
teknologi, pasar, ekonomi, atau lingkup hukum tempat entitas beroperasi atau dipasar
tempat aset dikaryakan, yang berdampak merugikan terhadap entitas dalam periode
tersebut atau akan terjadi dalam waktu dekat. Sedangkan dari faktor internal hal-hal
seperti: bukti mengenai keusangan atau kerusakan fisik aset, adanya perubahan yang
signifikan yang berdampak merugikan sehubungan dengan seberapa jauh atau cara aset
digunakan, dan adanya bukti dari pelaporan internal bahwa kinerja ekonomi aset lebih
buruk dari yang diharapkan.
Pengujian penurunan nilai terhadap UPK (yang telah dialokasikan goodwill)
dilakukan dengan menentukan jumlah terpulihkan dan membandingkannya dengan
jumlah tercatat. Jumlah terpulihkan yang dimaksud disini menurut paragraph 6 PSAK
no. 48 adalah yang lebih tinggi antara nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual dan
nilai pakai.
15

Berdasarkan

penjelasan

Handoko

(2012)

dalam

websitenya

http://rogonyowosukmo.wordpress.com, aset (atau UPK) dapat dipulihkan dengan dua


cara: dijual sehingga menghasilkan kas atau digunakan untuk operasi sehingga
menghasilkan kas. Sehingga pemulihan nilai aset dengan cara pertama dapat diukur
dengan menggunakan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual (nilai wajar bersih).
Sedangkan pemulihan nilai aset dengan cara kedua dapat diukur dari titik pengujian
sampai dengan akhir masa manfaat aset.
Nilai wajar dikurangi biaya menjual adalah jumlah yang dapat diperoleh dari
penjualan aset atau unit penghasil kas antara pihak-pihak yang berkeinginan dan
memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi wajar dikurangi biaya pelepasan.
Sedangkan nilai pakai adalah nilai sekarang dari taksiran arus kas yang diharapkan akan
diterima dari aset atau unit penghasil kas.
Berdasarkan lampiran PSAK no. 48 paragraf C123-C129 cara untuk menghitung
jumlah terpulihkan dengan dasar nilai pakai adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan perkiraan arus kas yang diturunkan dari anggaran/prakiraan keuangan
terkini untuk lima tahun mendatang (tahun 2002-2006) yang disetujui oleh
manajemen.
2. Mengestimasi arus kas berikutnya (tahun 2007-2012) berdasarkan pada penurunan
tingkat pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan untuk 2007 diestimasi akan menjadi 3%.
Tingkat ini lebih rendah dari rata-rata tingkat pertumbuhan jangka panjang untuk
pasar di negara A.
3. Memilih tingkat diskonto 15%, yang menggambarkan tingkat bunga sebelum pajak
yang mencerminkan penilaian pasar saat ini atas nilai waktu dari uang dan risiko
spesifik dari unit penghasil kas di negara A.

16

Berikut ini adalah proses penghitungan jumlah terpulihkan dengan menggunakan nilai
pakai.
Tingkat
pertumbuhan
Tahun
jangka
panjang
2002
2003
2004
2005
2006
2007
3%
2008
-2%
2009
-6%
2010
-15%
2011
-25%
2012
-67%

Arus kas
masa depan

Faktor nilai kini


pada tingkat
diskonto 15% 3

2301
2531
2731
2901
3041
3131
3072
2892
2452
1842
612

Arus kas masa


depan
terdiskonto

0,86957
0,75614
0,65752
0,57175
0,49718
0,43233
0,37594
0,32690
0,28426
0,24719
0,21494

200
191
180
166
151
135
115
94
70
45
13
1360

1 menunjukkan estimasi terbaik manajemen atas proyeksi arus kas neto (setelah
dipotong 40%).
2 menunjukkan ekstrapolasi dari arus kas tahun terdahulu menggunakan tingkat
pertumbuhan menurun.
3 menunjukkan faktor nilai kini dihitung dengan k=1/(1+a) n dengan a = tingkat diskonto
dan n = periode diskonto.
Suatu UPK dikatakan mengalami penurunan nilai, jika dan hanya jika jumlah
terpulihkan lebih kecil dari jumlah tercatat. Besarnya rugi penurunan nilai pertama kali
dibebankan kepada goodwill dan selanjutnya dialokasikan kepada aset-aset dalam UPK
tersebut secara pro-rata berdasarkan jumlah tercatat.
Jurnal untuk mencatat kerugian penurunan nilai goodwill adalah sebagai berikut:
Dr

Beban kerugian penurunan nilai goodwill (+Expense, - Equity)


17

Cr

Goodwill (-Asset)
Paragraf no. 119 PSAK no. 48 mengatur bahwa rugi penurunan nilai goodwill

tidak dapat dibalik pada periode berikutnya. Dengan kata lain, goodwill yang telah
mengalami penurunan nilai (nilai goodwill telah berkurang) tidak dapat bertambah
jumlahnya karena ada pemulihan, kecuali jika ada akuisisi entitas lain.
Dikutip dari buku Intermediate Accounting IFRS edition oleh Kieso et al
(2011:634) cara untuk melakukan perhitungan penurunan nilai adalah sebagai berikut:
Kohlbuy Corporation memiliki 3 divisi. Salah satu divisinya, Pritt Products
diakuisisi 4 tahun yang lalu senilai US$ 2 juta. Dalam periode 3 kuarter terakhir Pritt
mengalami kerugian dalam operasinya. Untuk itu, manajemen Kohlbuy melakukan uji
penurunan nilai terhadap Pritt (unit penghasil kas). Berikut ini adalah jumlah tercatat
dari Pritt Products termasuk goodwill yang diperoleh pada saat akuisisi:
Property, plant, and equipment
Goodwill
Inventory
Receivables
Cash
Accounts and notes payable
Net Assets

800,000
900,000
700,000
300,000
200,000
(500,000)
2,400,000

Kohlbuy menentukan jumlah terpulihkan dari divisi Pritt senilai $2,800,000


berdasarkan nilai pakainya. Karena jumlah terpulihkan melebihi jumlah tercatat net
assets, divisi Pritt tidak mengalami penurunan nilai.
Asumsikan dengan kondisi serupa, akan tetapi nilai terpulihkan dari divisi Pritt
senilai $1,900,000. Berikut ini adalah perhitungan rugi penurunan nilai yang harus
diakui:
Jumlah terpulihkan dari divisi Pritt
Net identifiable assets
Rugi penurunan nilai

$ 1,900,000
2,400,000
500,000
18

Berikut ini jurnal yang dicatat oleh Kohlbuy untuk mengakui penurunan nilai
atas goodwill

Dr

Rugi Penurunan Nilai

Cr

Goodwill

500,000
500,000

Dengan adanya jurnal ini, jumlah tercatat dari goodwill setelah adanya kerugian
penurunan nilai adalah sebesar $400,000.
SAK nomor 48 mengatur hal-hal berikut yang harus diungkapkan mengenai
penurunan nilai goodwill, terlepas dari goodwill tersebut mengalami penurunan nilai
atau tidak:
Estimasi yang Digunakan Untuk Mengukur Jumlah Terpulihkan Dari
Unit Penghasil Kas Mengandung Goodwill Atau Aset Tidak Berwujud Dengan
Masa Manfaat Tidak Terbatas
129. Entitas mengungkapkan informasi yang disyaratkan oleh (a)-(f) untuk
setiap unit penghasil kas (kelompok dari unit) untuk mana jumlah tercatat dari
goodwill atau aset tidak berwujud dengan masa manfaat tidak
terbatasdialokasikan ke unit itu (kelompok unit) adalah signifikandibandingkan
dengan total jumlah tercatat goodwill atau asset tidak berwujud dengan masa
manfaat yang tidak terbatas dari entitas:
1. jumlah tercatat goodwill dialokasikan ke unit (kelompok dari unit).
2. jumlah tercatat aset tidak berwujud dengan masa manfaat tidak terbatas
dialokasikan ke unit (kelompok dari unit).
3. dasar dari jumlah terpulihkan dari unit ditentukan (yaitu nilai pakai atau
nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual).
4. jika jumlah terpulihkan dari unit (kelompok unit) didasarkan atas nilai
pakai:
i.

ii.

suatu uraian dari setiap asumsi utama yang digunakan sebagai dasar
oleh manajemen dalam proyeksi arus kasnya untuk periode yang dicakup
oleh anggaran/prakiraan terkini. Asumsi utama adalah hal-hal yang
sangat berpengaruh terhadap jumlah terpulihkan unit (kelompok unit).
suatu gambaran pendekatan manajemen untuk menetapkan nilai yang
ditentukan untuk setiap asumsi utama, apakah nilai-nilai tersebut
menggambarkan pengalaman masa lalu, jika sesuai, konsisten dengan
sumber informasi dari luar, dan, jika tidak, bagaimana dan mengapa hal
tersebut berbeda dari pengalaman masa lalu atau sumber informasi dari
luar.
19

iii.

iv.

periode yang mana manajemen telah memproyeksikan arus kas yang


didasarkan pada anggaran/ramalan keuangan yang disetujui manajemen
dan, ketika periode lebih dari lima tahun digunakan untuk suatu unit
penghasil kas (kelompok dari unit), suatu penjelasan dibutuhkan mengapa
periode yang lebih lama dijustifikasi.
tingkat pertumbuhan yang digunakan untuk mengekstrapolasi proyeksi
arus kas diluar periode yang dicakup oleh anggaran/prakiraan terkini,
dan suatu justifikasi untuk menggunakan tingkat pertumbuhan yang
melebihi tingkat pertumbuhan rata-rata jangka panjang untuk produk,
industri, atau negara di tempat entitas beroperasi, atau untuk pasar
dimana unit (kelompok unit) tersebut didedikasikan.

5. jika jumlah terpulihkan unit (kelompok unit) didasarkan pada nilai wajar
dikurangi biaya untuk menjual, metodologi yang digunakan untuk
menentukan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual. Jika nilai wajar
dikurangi biaya untuk menjual tidak ditentukan dengan menggunakan harga
pasar yang dapat diobservasi untuk unit (kelompok dari unit), informasi
berikut juga harus diungkapkan:
i.

ii.

iii.
iv.
v.

Penjelasan dari setiap asumsi utama yang digunakan sebagai dasar oleh
manajemen dalam penentuan nilai wajarnya dikurangi biaya untuk
menjual. Asumsi utama adalah hal-hal yang sangat berpengaruh terhadap
jumlah terpulihkan unit (kelompok unit).
Penjelasan dari pendekatan manajemen dalam menetapkan nilai-nilai yang
dipakai untuk setiap asumsi utama, apakah nilai-niai itu mencerminkan
pengalaman masa lalu atau, jika sesuai, apakah konsisten dengan
informasi yang bersumber dari luar, dan, jika tidak, bagaimana dan
mengapa hal itu berbeda dari pengalaman masa lalu atau informasi yang
bersumber dari luar.
Jika nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual ditentukan dengan
menggunakan proyeksi arus kas terdiskonto, informasi berikut juga
diungkapkan:
periode arus kas yang diproyeksikan manajemen
tingkat pertumbuhan yang digunakan untuk mengekstrapolasi proyeksi arus
kas
tingkat diskonto yang diterapkan untuk proyeksi arus kas

II.1.3 Definisi dan Ruang Lingkup Accounting Choice


Mengacu kepada definisi dari Fields et al. (2001:2) accounting choice secara luas
adalah setiap keputusan atas sebuah pilihan, yang tujuan utama adalah untuk
mempengaruhi (baik dalam bentuknya maupun isinya) output dalam bentuk laporan
20

keuangan dari system akuntansi dengan cara tertentu, tidak hanya mencakup kesesuaian
laporan keuangan dengan prinsip akuntansi yang berlaku tetapi juga terkait dengan
pelaporan pajak. Accounting choice dapat juga dalam beberapa hal misalnya pilihan
untuk melakukan tingkat pengungkapan laporan keuangan perusahaan, pilihan untuk
membentuk suatu transaksi sehingga memenuhi syarat sebagai sewa operasi, ataupun
pilihan atas waktu untuk mengadopsi standar yang baru,
Accounting choice dapat diperluas menjadi beberapa dimensi. Yang pertama
adalah dari segi nature of decision maker. Dalam dimensi ini accounting choice tidak
hanya menjadi pilihan kepada para manajer tetapi juga kepada auditor dan komite audit
misalnya bagaimana auditor memilih ketika diperhadapkan dengan pilihan atas transaksi
akuntansi yang ambigu atau membingungkan. Yang kedua adalah dari segi nature of the
choice. Dimensi ini mencakup: pilihan antara 2 peraturan yang seimbang antara 1
pilihan dengan pilihan lainnya misalnya atas pemilihan asumsi biaya metode FIFO atau
average, judgement dan estimasi yang dibutuhkan untuk menerapkan standar akuntansi
misalnya judgement atas uncollectible account receivable atau estimasi atas umur
manfaat aset, dan dapat pula dalam bentuk keputusan untuk melakukan pengungkapan
(seberapa banyak yang diungkap, apa yang harus diungkap) serta yang terakhir dalam
definisi ini adalah keputusan untuk menetapkan waktu atas suatu peristiwa misalnya
penerapan awal atas standar akuntansi yang baru atau penundaan penerapan. Dimensi
yang ketiga adalah dalam pengaruhnya kepada laba perusahaan apakah atas accounting
choice tersebut berpengaruh kepada laba secara langsung atau short term period-hanya
dalam satu periode saja ataukah long-term period, misalnya pengklasifikasian biaya
penjualan produk sebagai biaya produk hanya berakibat kepada laba pada satu periode

21

saja. Berbeda halnya dengan penentuan umur ekonomis aset, kesalahan dalam penentuan
umur ekonomis aset akan mempengaruhi laba perusahaan sepanjang umur aset tersebut.
Berdasarkan tiga kategori accounting choice diatas, maka atas standar goodwill
yang baru maka manajemen diperhadapkan dengan pilihan diantaranya keputusan untuk
melakukan penurunan nilai, membebankan kerugian akibat penurunan nilai, dan
melaporkan kerugian akibat penurunan nilai.

II.1.4 Prinsip Full Disclosure


Pelaporan kinerja perusahaan adalah suatu hal yang sangat penting dan
merupakan bentuk tanggung jawab manajemen kepada para stakeholder-nya. Menurut
Kieso et al (2011:1514-1515) prinsip pengungkapan penuh memerlukan pelaporan dari
setiap fakta keuangan yang cukup signifikan untuk mempengaruhi judgement dari setiap
pembaca laporan keuangan. Pelaporan diperlukan karena:
1. Meningkatnya lingkungan bisnis. Peningkatan kompleksitas dalam operasi bisnis
menambah tingkat kesulitan untuk menyajikan peristiwa ekonomi ke dalam suatu
laporan. Beberapa hal seperti derivatif dan goodwill mengalami perubahan yang
signifikan dalam ketentuan pelaporan.
2. Adanya kebutuhan terhadap informasi yang tepat waktu seperti misalnya laporan
tahunan dan laporan interim.
3. Accounting digunakan sebagai alat pengendalian dan pengawasan
Seorang analis menyatakan bahwa Its never a good sign when you reduce
transparency . . . Its a sign of weakness. Pasar akan berfungsi dengan benar apabila
ada pelaporan kinerja keuangan yang benar, terbuka, dan lengkap. Investor dan pihak
terkait seperti kreditor,supplier, financial institution membutuhkan semua aspek dari

22

pelaporan keuangan. Sehingga dengan alasan ini, pelaporan keuangan perusahaan adalah
suatu hal yang mutlak harus dipatuhi.
Dikutip dari Darmawanto dan Soepriyanto (2011:42) Tujuan pengungkapan
adalah menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan
keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang
berbeda-beda. Karena pasar modal merupakan sarana utama pembiayaan perusahaan,
pengungkapan diwajibkan untuk tujuan melindungi, menginformasikan dan melayani
kebutuhan khusus.
Terkait dengan penelitian ini, pelaporan atas pengujian penurunan nilai goodwill
mutlak diperlukan untuk memberikan informasi mengenai substansi account goodwill
sekaligus sebagai indikator kinerja dari perusahaan yang diakuisisi.

II.1.5 Manajemen Laba (Earning Management)


Accounting choice dapat menjadi alat bagi manajemen untuk melakukan
manajemen laba, walaupun tidak semuanya seperti itu. Kesamaan keduanya adalah
dapat dipakai oleh manajemen untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Berbagai definisi
manajemen laba dikemukakan oleh para ahli diantaranya:
1. Menurut Public Company Accounting Oversight Board - PCAOB (2003)
menjelaskan bahwa manajemen laba mencakup seluruh tindakan manajerial yang sah
secara standar maupun yang tidak sah. Seringkali, manajemen laba diwujudkan
dalam bentuk conservatism yang terlalu berlebihan atau optimism yang terlalu
berlebihan.
2. Mengacu kepada definisi lain dari Healy dan Wahlen (1999:368) manajemen laba
diartikan sebagai penggunaan judgement dalam pelaporan keuangan dan pengaturan
23

atau penyusunan transaksi untuk mengubah laporan keuangan dengan tujuan


mempengaruhi persepsi atau pemikiran stakeholders mengenai kinerja ekonomi
perusahaan dan atau mempengaruhi hasil/outcome yang bergantung kepada angka
laba yang dilaporkan.
3. Stock Exchange Commission (SEC) Chairman Levitt (1998) menyatakan bahwa
bahkan dalam ruang lingkup standar akuntansi yang diperbolehkan manajemen laba
berpotensi untuk terjadi. Keleluasaan untuk bergerak atau menentukan suatu
akuntansi dapat menjaga suatu bisnis sejalan dengan inovasi yang ada. Pelanggaran
dalam bentuk manajemen laba terjadi ketika penyusun laporan keuangan
menyalahgunakan keleluasaan ini untuk mengelabui dan mengaburkan volatilitas
dalam kinerja keuangan perusahaan.
4. Riahi dan Belkaoui (2004:163) dalam bukunya Accounting Theory 5th edition
menyatakan bahwa manajemen laba adalah potensi penggunaan akrual manajemen
dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Hubungan berikut ini
dipakai untuk menjelaskan manajemen laba sebagai akrual manajemen.
Total Akrual = Laba yang dilaporkan Arus kas dari hasil operasi
Total Akrual = Non-discretionary accruals + Discretionary Accrual
Berdasarkan pengertian dan definisi manajemen laba diatas dapat disimpulkan
bahwa ketika perusahaan memilih untuk membukukan kerugian penurunan nilai
goodwill

maka

perusahaan

dianggap

melakukan

manajemen

laba

(tindakan

mempengaruhi laba perusahaan), terlepas dari benar atau tidaknya kerugian penurunan
nilai tersebut.
Laba seringkali dipakai sebagai ukuran untuk menilai kinerja perusahaan, atau
ditilik lebih dalam menjadi ukuran kinerja manajer. Profitabilitas yang diukur dari laba
perusahaan, mencerminkan bagaimana kemampuan suatu perusahaan beroperasi dan
24

kemampuan perusahaan untuk mengoptimalkan penggunaan aset perusahaan untuk


menciptakan pendapatan. Pentingnya pelaporan jumlah laba bagi perusahaan, menjadi
insentif bagi penyusun laporan keuangan untuk mencapai angka laba tertentu.
Subramanyam (1996) membagi laba menjadi 3 komponen yaitu :
1. Arus kas dari hasil operasi
2. Non-discretionary accrual, dan
3. Discretionary accrual
Berdasarkan definisi dari Cambridge Business English Dictionary dalam websitenya
http://dictionary.cambridge.org discretion (noun) diartikan sebagai the right to choose
something or to choose to do something, according to what seems most suitable in a
particular situation. Sedangkan discretionary (adjective) diartikan sebagai allowed or
decided according to what is considered suitable in a particular situation.
Diterjemahkan dengan bebas pengertian kata discretion dan kata discretionary ini adalah
hak untuk memilih sesuatu, atau memilih untuk melakukan sesuatu, sesuai dengan apa
yang terlihat paling sesuai dengan suatu kondisi tertentu.
Dalam penjelasannya mengenai akrual, Teoh et al. (1998:65) membagi akrual
menjadi 2 kategori yaitu berdasarkan periode waktu dan kendali managerial. Akrual
yang dikategorikan berdasarkan waktu terdiri atas :
1. Current accrual, yaitu penyesuaian yang melibatkan aset jangka pendek dan
liabilitas yang menunjang kegiatan operasi perusahaan sehari-hari. Contohnya
adalah dengan mempercepat pengakuan pendapatan dari penjualan kredit
(sebelum kas diterima), atau dengan menunda pengakuan beban setelah ada
pembayaran kas
2. Long-term Accrual, adalah penyesuaian yang melibatkan long-term net assets.
Akrual jenis ini dapat dilakukan dengan misalnya memperlambat atau
25

memperpanjang umur depresiasi aset, mengakui unrealized gain, atau


menurunkan pajak yang ditangguhkan.
Sedangkan akrual yang dikategorikan berdasarkan kendali managerial terdiri atas:
1. Discretionary accrual adalah akrual yang terbentuk atas perkiraan-perkiraan dan
kebijakan manajemen.
2. Non-Discretionary accrual adalah perubahan yang terjadi diluar kendali
manajemen.
Akrual pada intinya adalah selisih kas dengan laba. Pada umumnya, akrual
memiliki jumlah yang relatif tetap setiap tahunnya, karena akrual merupakan produk
akuntansi yang terkait dengan kebijakan akuntansi yang tidak berubah. Sehingga,
perubahan total akrual dianggap sebagai hal yang tidak normal. Sumber perubahan nilai
total akrual berasal dari discretionary accrual.
II.1.7 Teknik Manajemen Laba
5 teknik manajemen laba menurut Levitt (1998:14) yaitu:
1. Big bath charges
Teori big bath menyatakan bahwa di tahun perusahaan memperoleh laba yang
sangat rendah atau negatif, perusahaan justru akan membebankan beban yang lebih
besar lagi ditahun tersebut agar laba semakin kecil. Tujuannya untuk mengurangi beban
di masa mendatang. Manajemen laba model ini dilakukan karena investor akan
memberikan respons yang sama ketika perusahaan mengalami kerugian yang besar
ataupun kerugian yang kecil.
2. Creative acquisition accounting
Beban untuk melakukan akuisisi perusahaan lain diakui sebagai beban in-process
research and development sehingga disuatu waktu tertentu di masa mendatang,
perusahaan dapat menghapuskan beban ini.
26

3. Cookie jar reserves


Adalah teknik manajemen laba yang dilakukan dengan memperbesar jumlah
retur penjualan atau beban garansi di tahun ketika perusahaan memperoleh laba yang
besar dan kemudian menggunakan retur dan beban tersebut ketika perusahaan
memperoleh laba yang kecil atau negatif.
4. Abusing Materiality concept
Adalah tindakan yang dengan sengaja mencatat kesalahan atau mengabaikan
kesalahan pada laporan keuangan dengan keyakinan bahwa kesalahan tersebut tidak
mempengaruhi laporan keuangan dengan signifikan.
5. Improper revenue recognition
Hal ini dilakukan dengan mengakui pendapatan sebelum perusahaan memiliki
hak untuk mengakui pendapatan tersebut.
Menurut Scott (1997) dalam Ilya Avianti (2006) menggolongkan teknik
manajemen laba menjadi 3 yaitu income maximization, income minimization, dan
income smoothing. Income maximization adalah usaha-usaha untuk memperbesar laba
sebaliknya income minimization adalah upaya manajemen untuk meminimalkan laba.
Income smoothing menurut Arens et al (2012:336) adalah bentuk manajemen laba
dengan menukarkan pendapatan atau beban dalam dua periode dengan tujuan untuk
menghindari fluktuasi laba.

II.1.7 Metode manajemen laba


Dalam melakukan manajemen laba, metode yang biasanya dilakukan oleh
manajemen yaitu sebagai berikut :
1. Pemilihan metode akuntansi

27

Pemilihan metode akuntansi akan mempengaruhi kapan perusahaan mengakui


pendapatan atau beban. Misalnya, untuk perusahaan konstruksi perusahaan dapat
menggunakan percentage of completion method atau cost recovery, yang didasarkan
apakah perusahaan dapat mengestimasi dengan handal biaya yang akan dikeluarkan.
Dengan percentage of completion method, perusahaan mengakui jumlah pendapatan
dan laba kotor seiring dengan persentase selesainya, akan tetapi dengan cost
recovery method, laba kotor hanya diakui ketika suatu proyek selesai dilaksanakan.
Hal ini mempengaruhi jumlah yang akan diperoleh perusahaan.
2. Penerapan metode akuntansi
Bahkan setelah pemilihan metode akuntansi, masih tersisa upaya manajemen untuk
menentukan diskresionernya misalnya berupa penentuan nilai estimasi akuntansi
sesuai dengan kepentingannya. Misalnya dengan pemilihan umur manfaat suatu aset
dan nilai sisanya.
3. Waktu penerapan metode akuntansi
Manajer juga memiliki kebebasan untuk menentukan kebijakan kapan dan
bagaimana suatu transaksi dan atau suatu peristiwa diakui sebagai transaksi
akuntansi yang diungkapkan dalam laporan keuangan. Seperti kebijakan kapan aset
yang rusak harus dihapus dalam pembukuan atau dengan cara mengubah transaksi
penjualan dari metode FOB Destination ke metode FOB Shipping point yang akan
membuat pendapatan lebih tinggi untuk periode yang bersangkutan.
4. Pengaturan beban atau pendapatan
Manajer dapat mempercepat atau memperlambat pengiriman barang dagangan
kepada konsumen untuk mempengaruhi pendapatan. Dapat pula berupa keputusan
untuk menentukan seberapa banyak beban yang akan diinvestasikan dalam bentuk
28

penelitian dan pengembangan, perbaikan, dan biaya pemasaran. Tindakan-tindakan


ini dapat mempengaruhi laba perusahaan.

II.1.8 Motivasi/Insentif/Dorongan melakukan manajemen laba


Berdasarkan Healy dan Wahlen (1999) beberapa dorongan untuk melakukan
manajemen laba diantaranya adalah :
1. Ekspektasi atau penilaian pasar atau motivasi pasar modal
Penggunaan informasi akuntansi oleh investor atau analis keuangan untuk
menentukan nilai saham perusahaan menjadi dorongan bagi perusahaan untuk
mencapai tingkat laba tertentu. Tujuannya untuk mempengaruhi kinerja harga
pasar saham jangka pendek. Selain itu insentif karena pasar dapat berupa adanya
penawaran saham, pembelian saham oleh perusahaan, kompensasi manajemen
berupa saham.
2. Adanya perjanjian untuk mencapai angka akuntansi tertentu atau motivasi
kontrak
Data akuntansi digunakan untuk mengawasi dan mengatur kontrak antara
perusahaan dan stakeholders. Misalnya perjanjian hutang antara perusahaan
dengan kreditor dapat mendorong dilakukannya manajemen laba oleh
manajemen. Atau dapat pula berupa pemberian bonus atau penghargaan kepada
manajemen puncak yang didasarkan pada angka laba yang dilaporkan atau
ukuran kinerja akuntansi lainnya.
3. Motivasi peraturan
Manajemen melakukan manipulasi pada laba karena ada peraturan-peraturan
tertentu. Misalnya perusahaan di industri bank di wajibkan untuk memenuhi
rasio kecukupan modal atau perusahaan di industri asuransi yang diwajibkan
29

untuk memenuhi modal sejumlah nominal tertentu. Hal ini akan memicu atau
memotivasi manajemen untuk melakukan manajemen laba.

II.2 Penelitian Terdahulu


Penelitian sebelumnya mengenai kualitas pengungkapan penurunan nilai
goodwill dilakukan oleh Carlin et al (2006) dengan mengambil objek perusahaanperusahaan besar di Australia dan New Zealand. Ketentuan untuk melakukan uji
penurunan nilai berlaku di Australia mulai 1 Januari 2006 dan 1 January 2007 untuk
perusahaan di New Zealand.
Dari hasil penelitian terhadap perusahaan di Australia, perusahaan yang
mengungkapkan mengenai uji penurunan nilai goodwill lebih besar persentasenya
dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mengungkapkan. Penelitian ini menyatakan
hasil yang sama dengan objek analisis perusahaan di New Zealand. Sebagian besar
perusahaan patuh dalam mengungkapkan proses uji penurunan nilai. Apabila
dibandingkan antara Australia dan New Zealand, tingkat kepatuhan perusahaan di New
Zealand lebih besar dan cenderung lebih conservative dalam penghitungan jumlah
terpulihkan dibandingkan perusahaan di Australia. Penjelasan lebih lanjut akan dibahas
dalam bab 4 penelitian ini, sebagai perbandingan dengan perusahaan-perusahaan di
Indonesia.
Terkait dengan manajemen laba di tahun adopsi uji penurunan nilai, Jordan dan
Clark (2004) dalam jurnalnya Big Bath Earnings Management: The Case Of Goodwill
Impairment Under SFAS No. 142 meneliti mengenai adanya manajemen laba model big
bath yang terkait dengan penerapan uji penurunan nilai goodwill perusahaan Fortune
100 di Amerika Serikat.
30

Penelitian ini menggunakan nilai return on asset (ROA) dan return on sales
(ROS) sebagai indikator perusahaan melakukan manajemen laba model big bath. Laba
yang digunakan dalam perhitungan ROA dan ROS adalah laba dari hasil operasi (laba
yang tidak termasuk kerugian akibat penurunan nilai goodwill dan beban atau
pendapatan lainnya yang bukan dari kegiatan usaha).
Dugaannya adalah perusahaan dengan laba operasi yang rendah atau rugi di
tahun 2002 (tahun adopsi standar goodwill yang baru) akan memilih untuk melakukan
penurunan nilai atas goodwill. Akibatnya perusahaan akan mengalami kerugian yang
lebih besar atau laba yang semakin rendah. Tindakan ini dilakukan untuk menghindari
adanya beban yang muncul dari aset (goodwill) di masa mendatang. Penelitian ini
menguji apakah terdapat perbedaaan yang signifikan dalam laba operasi antara
perusahaan yang membukukan kerugian penurunan nilai goodwill dan perusahaan yang
tidak.
Hasil penelitian ini mendukung teori manajemen laba model big bath.
Perusahaan yang memiliki laba operasi rendah atau negatif di tahun adopsi standar
goodwill yang baru akan menggunakan kesempatan ini untuk mengecilkan laba dengan
membebankan kerugian penurunan nilai. Tindakan ini terlihat dari perbedaan yang
signifikan antara perusahaan yang melaporkan kerugian penurunan nilai dan yang tidak
dalam laba operasinya.
Sevin dan Schroeder (2005) melakukan penelitian yang serupa dengan
mengambil objek yang lebih banyak daripada penelitian sebelumnya. Hasil penelitian ini
menemukan hal yang sama dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian Jordan dan
Clark. Hasil penelitian ini menguatkan teori manajemen laba model big bath yang ada.
Penelitian ini mengambil sampel secara acak perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat.
31

Temuan lain dari penelitian ini yaitu perusahaan kecil (dengan nilai total aset kurang dari
US$450 juta) akan lebih berpotensi untuk melakukan manajemen laba big bath
dibandingkan dengan perusahaan besar. Hal ini terjadi karena perusahaan kecil dalam
penelitian ini mengalami depressed earning yang lebih besar dibandingkan dengan
perusahaan besar di tahun adopsi uji penurunan nilai sehingga perusahaan kecil akan
semakin termotivasi untuk membebankan kerugian penurunan nilai goodwill.
Ketika perusahaan memperoleh laba yang sangat rendah, perusahaan akan
berupaya untuk membuat laba tersebut semakin rendah sampai ke titik maksimumnya.
Sedangkan apabila laba yang diperoleh tidak terlalu rendah perusahaan akan melakukan
income smoothing (perataan laba). Hal ini merupakan hasil temuan dari Kirschenheiter
dan Melumad (2002).

32

Anda mungkin juga menyukai