Ia masih keturunan Ken Arok hasil perkawinan dengan Ken Dedes. Ia merupakan raja
pertama Majapahit dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana.
10. Jayanegara ( 1309-1328)
Putra Raden Wijaya ini naik tahta dalam usia muda. Pada masa ini banyak terjadi
pemberontakan, salah atunya oleh Namdi dan Kunti. Raja mengungsi ke Bedander dikawal oleh
panglima pasukan yaiut Gajah Mada. Berkat kecerdikan Gajah Mada, pemberontak berhasil
ditumpas. Pada tahun 1328 raja meninggal karena dibunuh oleh tabib insatan yang bernama
Tanca.
11. Tribuanatunggadewi (1328-1350)
Putri Raden Wijaya dari Gayatriyang bernama Tribuanatunggadewi dinobatkan sebagai
raja. Pada masa ini juga banyak pemberontakan, namun bisa ditumpas oleh Gajah Mada.
Akhirnya Gajah Mada diangkat menjadi patih.
12. Hayam Wuruk
Tahun 1350Tribuanatunggadewi mundur dan digantikan oleh putranya yang bernama
Hayam Wuruk. Ia bergelar Sri Rajasanegara. Pada masa inilah Majapahit mencapai masa
kejanyaanya. WIlayahnya meliputi negara Indonesia dan diperluas sampai negara tetangga di
Asia Tenggara
13. Gajah Mada
Gajah Mada adalah patih mangku bumi ( maha patih) Kerajaan Majapahit. terkenal dengan
Sumpah Palapa yang isisnya ingin mempersatukan Nusantara diawah kekuasaan Majapahit.
iskandar mudah berhasil memperluas kekuasaan hinggah meliputi hampir separuh dari
pulau sumatera, yaitu Hinggah Bengkulu di pantai Barat dan Kampar di pantai timur .
Sultan iskandar muda sanggat menentang penjajahan. Ia menolak keinginan Belanda
untuk memonopoli perdaggangan di wilayah Kerajaan aceh.
2. Raden Patah
Raden Patah adalah Pendiri Sekaligus raja di Kerajaan Demak Pada tahun 1550 1518.
Ia bergelar Sultan Alam Akbar Al Fatah. Raden Patah merupakan keturunan Raja
Brawijaya V dari Majapahit. Nama Kecilnya adalah Pangeran Jimbun. Setelah Masuk
Islam, Namanya Berganti Menjadi Raden Patah. Pada Mulanya ,Raden Patah
Mendapatkan Tugas dari sultan Ampel untuk mengajarkan Agama Islam dan mendirikan
Pesantren di Wilayah Demak. Setelah wilayah Demak menjadi ramai, raden patah
mendirikan kerajaan demak. Dalam waktu singkat , kerajaan demak berkembang menjadi
Kerajaan Islam terbesar di Pulau Jawa.
3. Sultan Aggung
Sultan Agung adalah Raja Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645. sultan
agung bergelar Sultan Agung Senapati Ing Alaga Ngabdurrahman Kalifatullah. Selama
memerintah, ia berusaha untuk menyatukan Pulau Jawa. Berhasil menyatukan daerah
Gersik , Pamakesan, Sumep,Pasuruan, dan Surabaya. Sultan Agung di Kenal sebagai
seorang pemimpin yang menentang penjajah Belandayang telah menduduki Batavia. Ia
mengadakan penyerbuan ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629. Namun penyerbuan ini
mengalami kegagalan karena Lumbung Beras Pasukan Mataram di Daerah Tegal di
Bakar Oleh Pasukan VOC Belanda.
4. Sultan Ageng Tirtayasa
Sultan Ageng Tirtayasa adalah raja banten yang memerintah Pada tahun 1651-1682 .
Pada Masa Pemerintahanya, kerajaan banten mengalami Puncak kejayaan . Dalam bidang
perdaggangan , sultan Ageng Tirtayasa Menjalankan Politik perdaggangan Bebas.
Melalui perdaggangan Bebas , pelabuhan kerajaan banten terbuka bagi semua pedaggang,
baik pedaggang dari wilayah nusantara maupun pedaggang asing.
sejarahdinusantara.com
Politik perdaggangan bebas yang di terapkan oleh sultan ageng tirtayasa sangat
merugikan perdaggangan Monopoli yang di lakukan Oleh VOC belanda. Akibatnya VOC
Belanda berusaha keras menguasai Kerajaan Banten dengan cara menjalankan Politik adu
Domba. VOC belanda mengadu Domba Sultan Ageng Tirtayasa dengan Putranya sendiri
yang bernama Sultan Haji. Melalui Politik adu Domba tersebut , Sultan Ageng Tirtayasa
dapat tawan Oleh Belanda.
Putra dari Muhhamad Said . Ia menjadi raja Makasar pada tahun 1653-
Raja Purnawarman dikabarkan membangun ibu kota kerajaan yang baru pada tahun 397 Masehi,
terletak lebih dekat ke wilayah pantai. Ibu kota baru Tarumanagara itu dinamainya
Sundapura. Pada masa pemerintahannya, kekuasaan Tarumanagara mencakup wilayah Jawa
Barat, Banten, dan Jawa Tengah bagian barat.
Pustaka Rajya-rajya i Bhumi Nusantara menyebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman
terdapat 48 daerah yang membentang dari wilayah Salakanagara atau Rajatapura (di daerah
Teluk Lada, Pandeglang sekarang) sampai ke wilayah Purwalingga (sekarang Purbalingg, Jawa
Tengah). Cipamali (Kali Brebes) dianggap sebagai batas kekuasaan.
Daerah-daerah yang menjadi wilayah kekuasaan Tarumanagara pada masa Purnawarman
memerintah di antaranya; Agrabinta, Alengka, Bhumisagandu, Cupunagara, Cangkwang,
Dwakalapa, Gunung Bitung, Gunung Cupu, Gunung Gubang, Gunung Kidul, Gunung Manik,
Hujungkulwan (Ujung Kulon ?), Indraprahasta, Jatiagong, Kalapagirang, Karangsidulang,
Kosala, Legon, Linggadewa, Malabar, Mandalasabara, Manukrawa, Nusa Sabay, Pakwan
Sumurwangi, Paladu, Pasirbatang, Pasirmuhara, Puradalem, Purwalingga, Purwanagara,
Purwagaluh, Purwasanggarung, Rajatapura, Rangkas, Sagarapasir, Salakagading, Salakanagara,
Satyaraja, Sindangrejo, Tanjungcamara, Tanjungkalapa, Wanadatar, dan Wanagiri.
Fonetik atau fonetika cabang ilmu linguistik yang mempelajari dan meyelidiki bunyi dari sudut
pandang tuturan atau ujaran (parole).Berita dari luar negeri tentang Kerajaan Tarumanagara ini
berasal dari kronik Cina yang mencatat kedatangan utusan setiap kerajan dan dari seorang
pendeta Buddha bernama Fa-Hsien. Dalam kronik Cina Dinasti Sui tercatat pada tahun 528
Masehi dan 523 Masehi telah datang utusan dati To Lo Mo yang terletak di sebelah selatan.
Catatan selanjutnya dari Dinasti Tang, memberitakan bahwa pada tahun 666 Masehi dan 669
Masehi juga telah datang utusan dari To Lo Mo. Beberapa pendapat menganggap Tolomo adalah
kesalahan lidah orang Cina untuk menyebut Taruma. Secara fonetik memang ada kemiripan
anatra Taruma dan Tolomo.
Syahdan, pada 414 Masehi, pada masa pemerintahan Raja Purnawarman, Fa-Hsien berangkat
dari Sri Lanka untuk pulang ke Kanton di Cina. Pendeta Buddha ini sudah bertahun-tahun belajar
tentang agama Buddha di kerajaan-kerajaan yang bercorak Buddha, seperti di Sriwijaya. Setelah
berhari-hari berlayar, kapal yang ditumpanginya diterjang badai. Sang pendeta pun terpaksa
mendarat di wilayah Ye Po Ti, ejaan Cina bagi kata Jawadwipa (Pulau Jawa). Besar
kemungkinan, wilayah yang ia singgahi adalah Tarumanagara. Tetapi ada juga yang menyatakan
jika wilayah yang dimaksud adalah way seputih (sungai Putih) yang ada di wilayah lampung.
Prasasti Masa Purnawarman
Prasasti Ciaruteun ditemukan di sebuah bukit yang diapit tiga aliran sungai: Cisadane, Cianten,
dan Ciaruteun. Prasasti ini semula terletak di aliran Sungai Ciaruteun, 100 meter dari pertemuan
sungai Ciaruteun dengan Sungai Cisadane.
Prasasti Ciaruteun ditulis dalam bentuk puisi 4 baris, berbunyi:
Kedua jejak telapak kaki yang seperti telapak kaki Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah
berani yang termasyhur Purnawarman penguasa Tarumanagara.
Kedua jejak telapak kaki ini adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata milik
penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.
Menurut mitologi, Airawata adalah nama gajah tunggangan Dewa Indra yang juga dikenal
sebagai Dewa Perang. Gajah miliki Purnawarman pun diberi nama Airawata, kemungkinan gajah
itu menemaninya saat berperang. Bahkan, menurut beberapa pendapat, lambang panji atau
bendera dari Kerajaan Tarumanagara adalah (kepala) gajah yang diberi hiasan bunga teratai di
atas kepalanya. Demikian juga dengan mahkota yang dikenakan Purnawarman konon berukiran
sepasang lebah. Ukiran bendera dan sepasang lebah itu juga ditatahkan pada Prasasti Ciaruteun.
Para ahli sejarah masih berbeda pendapat tentang maknanya. Ukiran kepala gajah bermahkota
teratai dan ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki tersebut masih belum terpecahkan
maknanya sampai kini. Sebagian ahli menduganya sebagai lambang lebah, matahari kembar, atau
kombinasi matahari dan bulan (surya-candra).
Di wilayah Bogor, ada satu prasasti lainnya, yaitu Prasasti Jambu (kadang disebut Prasasti
Kolengkak) yang berada di puncak Bukit Kolengkak, daerah Pasir Gintung, Kecamatan
Leuwiliang. Pada bagian bukitnya mengalir sebuah sungai yang diberi nama Sungai Cikasungka.
Prasasti ini juga memiliki lambang sepasang telapak kaki dan diberi keterangan berbentuk puisi
dua baris, berbunyi:
Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya yang termasyhur serta setia kepada
tugasnya dialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma,
dengan baju zirah (warman)-nya tak tertembus oleh panah musuh-musuhnya. Kepunyaannya
lah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng-benteng musuh,
yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan bagi mereka yang setia, tetapi merupakan duri
bagi musuh-musuhnya.
Pembuatan Kanal dan Saluran Irigasi
lukisan telapak tangan. Para petani merasa senang hatinya. Demikian pula para pedagang yang
biasa membawa perahu dari muara ke desa-desa di sepanjang tepian sungai.
Pada tanggal 11 bagian gelap bulan Kartika (Oktober atau November) sampai tanggal 14 bagian
terang bulan Margasira (Desember atau Januari) tahun 335 Saka (413 M), Sang Purnawarman
memperindah dan memperteguh alur kali Sarasah atau kali Manukrawa. Waktu dilangsungkan
upacara selamatan Sang Purnawarman sedang sakit sehinga terpaksa ia mengutus Mahamntri
Cakrawarman sedang sakit sehingga terpaksa ia mengutus Mahamantri Cakrawarman untuk
mewakilinya. Sang Mahamenteri disertai beberapa orang menteri kerajaan, panglima angkatan
laut, sang tanda, sang juru sang adyaksa beserta pengiring lengkap datang di tempat upacara
dengan menaiki perahu besar. Hadiah yang dianugerahkan adalah: sapi 400 ekor, kerbau
(mahisa) 80 ekor, pakaian bagi para brahmana, kuda 10 ekor, sebuah bendera Tarumanagara,
sebuah patung Wisnu dan bahan makanan. Setian orang yang ikut serta dalam pekerjaan ini
memperoleh hadiah dari Sang Maharaja Purnawarman.
Para petani menjadi senang hatinya karena ladang milik mereka menjadi subur tanahnya dengan
mendapat pengairan (kawwayan) dari sungai tersebut. Dengan demikian tidak akan menderita
kekeringan dalam musin kemarau.
Kemudian Sang Purnawarman memperbaiki dan memperindah alur kali Gomati dan Candrabaga
yang beberapa tahun sebelumnya Sang Rajadirajaguru, kakek Purnawarman juga melakukan hal
yang sama. Jadi Sang Maharaja Purnawarman mengerjakan hal itu untuk kedua kalinya. Selain
itu hal ini juga menunjukan, usaha-usaha rehabilitasi sungai telah menjadi agenda kerajaan dari
dahulu.
Pengerjaan kali Gormati dan Candrabaga ini dilangsungkan sejak tanggal 8 bagian gelap bulan
Palguna sampai tanggal 13 bagian terang bulan Caitra tahun 339 Saka (417 Masehi). Ribuan
penduduk laki-laki dan perempuan dari desa-desa sekitarnya berkarya-bakti siang-malam dengan
membawa berbagai perkakas. Mereka itu berjajar memanjang di tepi sungai. Sambungmenyambung tidak terputus tanpa saling mengganggu pekerjaan masing-masing.
Selanjutnya Sang Purnawarman mengadakan selamatan dan hadiah-harta kepada para brahmana.
Perinciannya: sapi (ghoh) 1.000 ekor, pakaian serta makanan lezat, sedangkan para pemuka dari
daerah ada yang dihadiahi kerbau (mahisa), ada yang dihadiahi perhiasan emas dan perak, ada
yang dihadiahi kuda dan bermacam-macam hadiah lainnya lagi. Di sana Sang Maharaja
membuat prasasti yang ditulis pada batu.
Demikian pula di tempat-tempat lain, Sang Purnawarman banyak membuat prasasti batu yang
dilengkapi dengan patung peribadinya, lukisan telapak kaki tunggangannya yaitu gajah bernama
Sang Erawata. Demikian pula ada yang ditandai dengan lukisan brahmara (kumbang atau lebah),
sang hyang tapak, bunga teratai, harimau dan sebagainya dengan tulisan pada batunya.
Di tempat pemujaan ( pretakaryan) yang telah selesai dibangun, dilukiskan bendera Taruma
nagara dan jasa-jasa sang maharaja. Semua itu ditulis pada prasasti batu di sepanjang tepi sungai
di beberapa daerah.
Pada tanggal 3 bagian gelap bulan Jesta (Mei atau Juni) sampai tanggal 12 bagian terang bulan
Asada (Juni atau Juli) tahun 341 Saka (413 Masehi) Sang Purnawarman memperbaiki,
memperteguh alur dan memperdalam Citarum, sungai terbesar di kerajaan Taruma di Jawa Barat.
Selamatan dan hadiah harta dilaksanakan setelah pekerjaan itu selesai. Hadiah berupa sapi 800
ekor, pakaian, makanan lezat, kerbau 20 ekor dan hadiah-hadiah lain.
Pembangunan kanal dan pembaharuan aliran-aliran sungai tersebut sangat berpengaruh terhadap
kehidupan perekonomian. Kedua sungai tersebut selain berfungsi sebagai sarana pencegah banjir,
juga berfungsi sebagai sarana lalu lintas air (sumber irigasi) dan perdagangan antara
Tarumanagara dengan kerajaan atau daerah lain (perdagangan di tepian sungai semakin ramai).
Kekeringan pun tidak pernah melanda di seluruh penjuru negeri Tarumanagara meskipun dalam
kondisi kemarau. Penggalian sungai yang dilakukan secara bersama-sama ini memperlihatkan
semangat gotong-royong masyarakat Tarumanagara. Pustaka Jawadwipa menyebutkan, pada
masa Tarumanagara aktivitas gotong royong ini disebut karyabhakti.
Akhir Hayat
Maharaja Purnawarman wafat pada tanggal 24 November 434 Masehi, dalam usia 62 tahun.
Beliau dipusarakan di tepi sungai Citarum, Sang Lumah ing Tarumandi. Tahta kerajaan
kemudian dipegang oleh putranya yang bernama Wisnuwarman yang memerintah dari tahun 434
hingga 455 Masehi.
Gelar Purnawarman
Gelar Purnawarman ketika dinobatkan menjadi raja konon adalah Sri Maharaja Purnawarman
Sang Iswara Digwijaya Bhimaprakarma Suryamahapurusa Jagapati. Pada akhir hayatnya,
Purnawarman disebut sebagai Sang Lumah ing Tarumandi, karena dipusarakan di Sungai Ci
Tarum.
Dalam prasasti Tugu dan Cidangiang, Purnawarman dijuluki Narendra Ddhvajabuthena, panji
segala raja, ia juga dijuluki Bhimaparakramoraja, penakluk para raja. Lawan-lawannya
menjuluki Wyahgra ning Tarumanagara, Harimau dari Tarumanagara. Dalam prasasti jambu,
Gelar Purnawarman adalah Sang Purandara Saktipurusa, penghancur benteng musuh. Dalam
beberapa prasasti gelar yang biasanya ditujukan bagi beliau adalah Sri Maharaja Purnawarman,
Sang Purnawarman Maharaja Tarumanagara.
perebutan kekuasaan dan perebutan kekuasaan itu terjadi pasalnya Balaputradewa menganggap
memiliki hak atas tahta kerajaan Medang karena Balaputradewa adalah adik Samaratungga dan
Pramodhawardhani juga tak mau kalah menganggap Ia adalah anak kandung
Samaratungga.Perang saudara tidak dapat terelakkan setelah tahta kerajaan jatuh kepada
menantu bernama Jatingrat atau Rakai Pikatan membuat Balaputradewa tidak terima kemudian
Balaputradewa melakukan serangan terhadap Pramodhawardhani .
Serangan yang dilakukan Balaputradewa mendorong Jatiningrat atau Rakai Pikatan sebagai
suami Pramodhawardhani membantu sang isteri untuk mempertahankan kerajaan dari serangan
Balaputradewa.Menariknya saat menyerang Pramodhawarni menurut teory De Casparis
Balaputradewa membangun benteng terbuat dari tatanan batu di Situs istana Ratu Boko,meski
benteng situs ratu boko menurut Boebhory bukan milik Balaputradewa melainkan Rakai Wailang
keturunan Wangsa Sanjaya .
Sayangnya dalam perang melawan Pramodhawardhani kemudian Balaputradewa mengalami
kekalahan dan melarikan diri ke Sumatera Selatan.Balaputradewa melarikan diri bukan karena
mengalami kekalahan dalam perang melawan Pramodhawardhani melainkan Balaputradewa
merasa tidak berhak atas tahta kerajaan ditanah jawa akhirnya Ia kembali ke tempat kelahiran
ibunya Dewi Tara ke Swarnadwipa atau pulau sumatera. Kisah perang saudara antara
Balaputradewa melawan Pramodhawardhani -Rakai Pikatan tercamtum disejumlah prasasti:
tulang air 850,argapura 863 dan sejak itulah bhumi jawa dikuasai samaratungga dan
pramodhawardani menikah dengan Jatiningrat.Pasca perang saudara Jatiningrat bergelar Rakai
Pikatan bersama Pramodawardhani membangun kerajaan Medang selanjutnya Balaputradewa
setelah sampai di pulau Sumatera membangun kembali kerajaan Sriwijaya pasalnya kerajaan
Sriwijaya diambang kehancuran akibat dari lepasnya Kamboja dari kekuasaan Samaragrawira
sehingga Ia memutuskan membagi kekuasaan menjadi 2 samaratungga dibhumi jawa dan
Balaputradewa di sumatera .
Pada tahun 850-an M Balaputradewa mengangkat dirinya sebagai raja Sriwijaya bergelar Sri
Maharaja Balaputradewa ,namun bukan berarti Balaputradewa merebut kekuasaan dari
dharmasetu ,tetapi jawa dan sumatera adalah daerah kekuasaan wangsa Sailendra.Kerajaan
Sriwijaya dibawah pemerintahan Balaputradewa kerajaan Sriwijaya mengalami kemajuan pesat
dan wilayah pelayaran Sriwijaya makin luas.Luas wilayah pelayaran dimasa pemerintahan
Balaputradewa mencapai wilayah India bahkan mampu menguasai pelayaran dikawasan
Semenanjung malaya,selat malaka sehingga Sriwijaya menjadi pusat perdagangan di asia
tenggara. Sriwijaya makin maju apalagi didukung armada laut Sriwijaya memberi kekuatan
ekonomi bagi Sriwijaya dan kekuatan ekonomi Sriwijaya kemudian dikembangkan oleh
Balaputradewa menjadi jalur perdagangan ,pelayaran lama kelamaan jalur perdagangan kerajaan
Sriwijaya kemudian dijadikan pusat perdagangan serta membangun perdagangan internasional
dengan pelayaran india dan cina.
Sementara Balaputradewa juga menjalin persahabatan dengan membangun wihara sebentuk
persahabatan,namun sayang pasca Balaputradewa kerajaan Sriwijaya terus mengalami
kemunduran .Kini jejak sejarah kerajaan sriwijaya dapat dilihat dalam museum Balaputradewa
seperti patung ,arca kerajaan sriwijaya,senjata,naskah dan koleksi sejarah lainnya.
Sultan Iskandar Muda (Aceh, Banda Aceh, 1593 atau 1590[1] Banda Aceh, Aceh, 27
September 1636) merupakan sultan yang paling besar dalam masa Kesultanan Aceh, yang
berkuasa dari tahun 1607 sampai 1636.[2] Aceh mencapai kejayaannya pada masa kepemimpinan
Iskandar Muda, dimana daerah kekuasaannya yang semakin besar dan reputasi internasional
sebagai pusat dari perdagangan dan pembelajaran tentang Islam.[1] Namanya kini diabadikan di
Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda di Aceh.
Daftar isi
1.2 Pernikahan
2 Masa kekuasaan
o
3.1 Inggris
3.2 Belanda
3.4 Perancis
4 Kutipan
5 Referensi
6 Lihat pula
Dari pihak leluhur ibu, Iskandar Muda adalah keturunan dari Raja Darul-Kamal, dan dari pihak
leluhur ayah merupakan keturunan dari keluarga Raja Makota Alam. Darul-Kamal dan Makota
Alam dikatakan dahulunya merupakan dua tempat pemukiman bertetangga (yang terpisah oleh
sungai) dan yang gabungannya merupakan asal mula Aceh Darussalam. Iskandar Muda seorang
diri mewakili kedua cabang itu, yang berhak sepenuhnya menuntut takhta.[2]
Ibunya, bernama Putri Raja Indra Bangsa, yang juga dinamai Paduka Syah Alam, adalah anak
dari Sultan Alauddin Riayat Syah, Sultan Aceh ke-10; dimana sultan ini adalah putra dari Sultan
Firman Syah, dan Sultan Firman Syah adalah anak atau cucu (menurut Djajadiningrat) Sultan
Inayat Syah, Raja Darul-Kamal.[2]
Putri Raja Indra Bangsa menikah dengan upacara besar-besaran dengan Sultan Mansur Syah,
putra dari Sultan Abdul-Jalil, dimana Abdul-Jalil adalah putra dari Sultan Alauddin Riayat Syah
al-Kahhar, Sultan Aceh ke-3.[2]
Pernikahan
Sri Sultan Iskandar Muda kemudian menikah dengan seorang Putri dari Kesultanan Pahang.
Putri ini dikenal dengan nama Putroe Phang. Konon, karena terlalu cintanya sang Sultan dengan
istrinya, Sultan memerintahkan pembangunan Gunongan di tengah Medan Khayali (Taman
Istana) sebagai tanda cintanya. Kabarnya, sang puteri selalu sedih karena memendam rindu yang
amat sangat terhadap kampung halamannya yang berbukit-bukit. Oleh karena itu Sultan
membangun Gunongan untuk mengubati rindu sang puteri. Hingga saat ini Gunongan masih
dapat disaksikan dan dikunjungi.
Masa kekuasaan
Masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda yang dimulai pada tahun 1607 sampai 1636, merupakan
masa paling gemilang bagi Kesultanan Aceh, walaupun di sisi lain kontrol ketat yang dilakukan
oleh Iskandar Muda, menyebabkan banyak pemberontakan di kemudian hari setelah mangkatnya
Sultan.
Aceh merupakan negeri yang amat kaya dan makmur pada masa kejayaannya. Menurut seorang
penjelajah asal Perancis yang tiba pada masa kejayaan Aceh pada zaman Sultan Iskandar Muda
Meukuta Perkasa Alam, kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau. Kekuasaan Aceh
pula meliputi hingga Perak.
Ketika Iskandar Muda mulai berkuasa pada tahun 1607, ia segera melakukan ekspedisi angkatan
laut yang menyebabkan ia mendapatkan kontrol yang efektif di daerah barat laut Indonesia.[1]
Kendali kerajaan terlaksana dengan lancar di semua pelabuhan penting di pantai barat Sumatra
dan di pantai timur, sampai ke Asahan di selatan. Pelayaran penaklukannya dilancarkan sampai
jauh ke Penang, di pantai timur Semenanjung Melayu, dan pedagang asing dipaksa untuk tunduk
kepadanya. Kerajaannya kaya raya, dan menjadi pusat ilmu pengetahuan.[3]
Menurut tradisi Aceh, Iskandar Muda membagi wilayah Aceh ke dalam wilayah administrasi
yang dinamakan ulbalang dan mukim; ini dipertegas oleh laporan seorang penjelajah Perancis
bernama Beauliu, bahwa "Iskandar Muda membabat habis hampir semua bangsawan lama dan
menciptakan bangsawan baru." Mukim1 pada awalnya adalah himpunan beberapa desa untuk
mendukung sebuah masjid yang dipimpin oleh seorang Imam (Aceh: Imeum). Ulbalang
(Melayu: Hulubalang) pada awalnya barangkali bawahan-utama Sultan, yang dianugerahi Sultan
beberapa mukim, untuk dikelolanya sebagai pemilik feodal. Pola ini djumpai di Aceh Besar dan
di negeri-negeri taklukan Aceh yang penting.[3]
Pada abad ke-16, Ratu Inggris, Elizabeth I, mengirimkan utusannya bernama Sir James
Lancester kepada Kerajaan Aceh dan mengirim surat yang ditujukan: "Kepada Saudara Hamba,
Raja Aceh Darussalam." serta seperangkat perhiasan yang tinggi nilainya. Sultan Aceh kala itu
menerima maksud baik "saudarinya" di Inggris dan mengizinkan Inggris untuk berlabuh dan
berdagang di wilayah kekuasaan Aceh. Bahkan Ratu Elizabeth I juga mengirim hadiah-hadiah
yang berharga termasuk sepasang gelang dari batu rubi dan surat yang ditulis di atas kertas yang
halus dengan tinta emas. Sir James pun dianugerahi gelar "Orang Kaya Putih".[2]
Sultan Aceh pun membalas surat dari Ratu Elizabeth I. Berikut cuplikan isi surat Sultan Aceh,
yang masih disimpan oleh pemerintah kerajaan Inggris, tertanggal tahun 1585:
I am the mighty ruler of the Regions below the wind, who holds sway over
the land of Aceh and over the land of Sumatra and over all the lands tributary
to Aceh, which stretch from the sunrise to the sunset.
(Hambalah sang penguasa perkasa Negeri-negeri di bawah angin, yang
terhimpun di atas tanah Aceh dan atas tanah Sumatra dan atas seluruh
wilayah wilayah yang tunduk kepada Aceh, yang terbentang dari ufuk
matahari terbit hingga matahari terbenam).
Hubungan yang mesra antara Aceh dan Inggris dilanjutkan pada masa Raja James I dari Inggris
dan Skotlandia. Raja James mengirim sebuah meriam sebagai hadiah untuk Sultan Aceh. Meriam
tersebut hingga kini masih terawat dan dikenal dengan nama Meriam Raja James.
Belanda
Selain Kerajaan Inggris, Pangeran Maurits pendiri dinasti Oranje juga pernah mengirim surat
dengan maksud meminta bantuan Kesultanan Aceh Darussalam. Sultan menyambut maksud baik
mereka dengan mengirimkan rombongan utusannya ke Belanda. Rombongan tersebut dipimpin
oleh Tuanku Abdul Hamid.
Rombongan inilah yang dikenal sebagai orang Indonesia pertama yang singgah di Belanda.
Dalam kunjungannya Tuanku Abdul Hamid sakit dan akhirnya meninggal dunia. Ia dimakamkan
secara besar-besaran di Belanda dengan dihadiri oleh para pembesar-pembesar Belanda. Namun
karena orang Belanda belum pernah memakamkan orang Islam, maka ia dimakamkan dengan
cara agama Nasrani di pekarangan sebuah gereja. Kini di makam ia terdapat sebuah prasasti yang
diresmikan oleh Mendiang Yang Mulia Pangeran Bernhard suami mendiang Ratu Juliana dan
Ayah Yang Mulia Ratu Beatrix.
Utsmaniyah Turki
Pada masa Iskandar Muda, Kerajaan Aceh mengirim utusannya untuk menghadap Sultan
Utsmaniyah yang berkedudukan di Konstantinopel. Karena saat itu Sultan Utsmaniyah sedang
gering maka utusan Kerajaan Aceh terluntang-lantung demikian lamanya sehingga mereka harus
menjual sedikit demi sedikit hadiah persembahan untuk kelangsungan hidup mereka. Lalu pada
akhirnya ketika mereka diterima oleh sang Sultan, persembahan mereka hanya tinggal Lada
Sicupak atau Lada sekarung. Namun sang Sultan menyambut baik hadiah itu dan mengirimkan
sebuah meriam dan beberapa orang yang cakap dalam ilmu perang untuk membantu kerajaan
Aceh. Meriam tersebut pula masih ada hingga kini dikenal dengan nama Meriam Lada Sicupak.
Pada masa selanjutnya Sultan Ottoman mengirimkan sebuah bintang jasa kepada Sultan Aceh.
Perancis
Kerajaan Aceh juga menerima kunjungan utusan Kerajaan Perancis. Utusan Raja Perancis
tersebut semula bermaksud menghadiahkan sebuah cermin yang sangat berharga bagi Sultan
Aceh. Namun dalam perjalanan cermin tersebut pecah. Akhirnya mereka mempersembahkan
serpihan cermin tersebut sebagai hadiah bagi sang Sultan. Dalam bukunya, Denys Lombard
mengatakan bahwa Sultan Iskandar Muda amat menggemari benda-benda berharga.[2]
Pada masa itu, Kerajaan Aceh merupakan satu-satunya kerajaan Melayu yang memiliki Balee
Ceureumeen atau Aula Kaca di dalam Istananya. Menurut Utusan Perancis tersebut, Istana
Kesultanan Aceh luasnya tak kurang dari dua kilometer. Istana tersebut bernama Istana Dalam
Darud Donya (kini Meuligoe Aceh, kediaman Gubernur). Di dalamnya meliputi Medan Khayali
dan Medan Khaerani yang mampu menampung 300 ekor pasukan gajah. Sultan Iskandar Muda
juga memerintahkan untuk menggali sebuah kanal yang mengaliri air bersih dari sumber mata air
di Mata Ie hingga ke aliran Sungai Krueng Aceh dimana kanal tersebut melintasi istananya,
sungai ini hingga sekarang masih dapat dilihat, mengalir tenang di sekitar Meuligoe. Di sanalah
sultan acap kali berenang sambil menjamu tetamu-tetamunya.
1. Prasasti Ligor
Prasasti Ligor merupakan prasasti yang terdapat di Ligor (sekarang Nakhon Si
Thammarat, selatan Thailand). Prasasti ini merupakan pahatan ditulis pada dua sisi,
bagian pertama disebut prasasti Ligor A atau dikenal juga dengan nama manuskrip
Viang Sa sedangkan di bagian lainnya disebut dengan prasasti Ligor B.
Isi:
Dari manuskrip Ligor A ini berisikan berita tentang raja Sriwijaya, raja dari segala
raja yang ada di dunia, yang mendirikan Trisamaya caitya untuk Kajara.[2] Sedangkan
dari manuskrip Ligor B berangka tahun 775, berisikan berita tentang nama Visnu yang
Prasasti Palas Pasemah, prasasti pada batu, ditemukan di Palas Pasemah, di tepi
Way (Sungai) Pisang, Lampung. Ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuna
sebanyak 13 baris. Meskipun tidak berangka tahun, namun dari bentuk aksaranya
diperkirakan prasasti itu berasal dari akhir abad ke-7 Masehi.
Isi:
Isinya mengenai kutukan bagi orang-orang yang tidak tunduk kepada Sriwijaya.
3. Prasasti Leiden
Prasasti Leiden merupakan manuskrip yang ditulis pada lempengan tembaga
berangka tahun 1005 yang terdiri dari bahasa Sanskerta dan bahasa Tamil. Prasasti ini
dinamakan sesuai dengan tempat berada sekarang yaitu pada KITLV Leiden, Belanda.
Isi:
Prasasti ini memperlihatkan hubungan antara dinasti Sailendra dari Sriwijaya
dengan dinasti Chola dari Tamil, selatan India.
Prasasti ini ditemukan di pesisir barat Pulau Bangka. Prasasti ini dinamakan
menurut tempat penemuannya yaitu sebuah dusun kecil yang bernama "Kotakapur".
Tulisan pada prasasti ini ditulis dalam aksara Pallawa dan menggunakan bahasa Melayu
Kuna, serta merupakan salah satu dokumen tertulis tertua berbahasa Melayu. Prasasti
ini ditemukan oleh J.K. van der Meulen pada bulan Desember 1892.
Isi:
Prasasti Kota Kapur adalah salah satu dari lima buah batu prasasti kutukan yang
dibuat oleh Dapunta Hiya, seorang penguasa dari Kadtuan rwijaya.
Isi:
Menyatakan bahwa Dapunta Hyang mengada- kan perjalanan suci (sidhayarta)
dengan perahu dan membawa 2.000 orang. Dalam perjalanan tersebut, ia berhasil
menaklukkan beberapa daerah.
Prasasti Hujung Langit, yang dikenal juga dengan nama Prasasti Bawang, adalah
sebuah prasasti batu yang ditemukan di desa Haur Kuning, Lampung, Indonesia. Aksara
yang digunakan di prasasti ini adalah Pallawa dengan bahasa Melayu Kuna. Tulisan
pada prasasti ini sudah sangat aus, namun masih teridentifikasi angka tahunnya 919
Saka atau 997 Masehi.
Isi:
Isi prasasti diperkirakan merupakan pemberian tanah sima.
Prasasti Talang Tuwo ditemukan oleh Louis Constant Westenenk (residen Palembang
kontemporer) pada tanggal 17 November 1920 di kaki Bukit Seguntang,
Isi:
Isi prasasti Talang Tuo adalah berupa doa-doa dedikasi, dimana hingga kini, doadoa demikian masih dijalankan dan diyakini. Prasasti ini memperkuat bahwa terdapat
pengaruh yang kuat dari cara pandang Mahayana pada masa tersebut, dengan
ditemukannya
kata-kata
seperti
bodhicitta,
mahasattva,
vajrasarira,
danannuttarabhisamyaksamvodhi, dimana istilah-istilah bahasa Sanskerta tersebut
memang digunakan secara umum dalam ajaran Mahayana.
Prasasti Telaga Batu 1 ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru (tidak jauh dari
Sabokingking), Kel. 3 Ilir, Kec. Ilir Timur II, Kota Palembang, Sumatera Selatan, pada
tahun 1935. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional dengan No. D.155. Di
sekitar lokasi penemuan prasasti ini juga ditemukan prasasti Telaga Batu 2, yang berisi
tentang keberadaan suatu vihara di sekitar prasasti. Pada tahun-tahun sebelumnya
ditemukan lebih dari 30 buah prasasti Siddhayatra. Bersama-sama dengan Prasasti
Telaga Batu, prasasti-prasasti tersebut kini disimpan di Museum Nasional, Jakarta.
Isi:
Isinya tentang kutukan terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan di kedatuan
Sriwijaya dan tidak taat kepada perintah dtu. Casparis berpendapat bahwa orangorang yang disebut pada prasasti ini merupakan orang-orang yang berkategori
berbahaya dan berpotensi untuk melawan kepada kedatuan Sriwijaya sehingga perlu
disumpah.
Prasasti Karang Brahi adalah sebuah prasasti dari zaman kerajaan Sriwijaya yang
ditemukan pada tahun 1904 oleh Kontrolir L.M. Berkhout di tepian Batang Merangin.
Prasasti ini terletak pada Dusun Batu Bersurat, Desa Karang Berahi, Kecamatan
Pamenang, Kabupaten Merangin, Jambi.
Isi:
Isinya tentang kutukan bagi orang yang tidak tunduk atau setia kepada raja dan
orang-orang yang berbuat jahat. Kutukan pada isi prasasti ini mirip dengan yang
terdapat pada Prasasti Kota Kapur dan Prasasti Telaga Batu.
Read more: http://ilhamblogindonesia.blogspot.co.id/2013/04/prasasti-prasasti-peninggalankerajaan.html#ixzz3sQW9dRSl
Prasasti Kebonkopi ditemukan di kampung Muara Hilir kecamatan Cibungbulang Bogor . Yang
menarik dari prasasti ini adalah adanya lukisan tapak kaki gajah, yang disamakan dengan tapak
kaki gajah Airawata, yaitu gajah tunggangan dewa Wisnu
3. Prasasti Cidanghiyang/Lebak
Prasasti Cidanghiyang atau prasasti Lebak, ditemukan di kampung lebak di tepi sungai
Cidanghiang, kecamatan Munjul kabupaten Pandeglang Banten. Prasasti ini baru ditemukan
tahun 1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa
Sanskerta. Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian raja Purnawarman.
4. Prasasti Jambu
Prasasti Jambu atau prasasti Pasir Koleangkak, ditemukan di bukit Koleangkak di perkebunan
jambu, sekitar 30 km sebelah barat Bogor, prasasti ini juga menggunakan bahasa Sanskerta dan
huruf Pallawa serta terdapat gambar telapak kaki yang isinya memuji pemerintahan raja
Mulawarman.
5. Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi sungai Ciarunteun, dekat muara
sungai Cisadane Bogor prasasti tersebut menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta yang
terdiri dari 4 baris disusun ke dalam bentuk Sloka dengan metrum Anustubh. Di samping itu
terdapat lukisan semacam laba-laba serta sepasang telapak kaki Raja Purnawarman.
6. Prasasti Pasir Awi
Prasasti Pasir Awi terletak di lereng selatan bukit Pasir Awi ( 559m dpl) di kawasan hutan
perbukitan Cipamingkis Kabupaten Bogor. Prasasti Pasir Awi berpahatkan gambar dahan dengan
ranting dan dedaunan serta buah-buahan (bukan aksara) juga berpahatkan gambar sepasang
telapak kaki.
7. Prasasti Muara Cianten
Prasasti Muara Cianten terletak di tepi sungai Cisadane dekat Muara Cianten yang dahulu
dikenal dengan sebutan prasasti Pasir Muara (Pasiran Muara) karena memang masuk ke wilayah
kampung Pasirmuara. Prasasti Muara Cianten dipahatkan pada batu besar dan alami dengan
ukuran 2.70 x 1.40 x 140 m3. Peninggalan sejarah ini disebut prasasti karena memang ada
goresan tetapi merupakan pahatan gambar sulur-suluran (pilin) atau ikal yang keluar dari umbi.
Benteng ini terletak di desa Ladong, Kec Masjid Raya, Kab Aceh Besar. Disana terdapat sebuah
situs sejarah peninggalan kesultanan Aceh yang hingga kini masih berdiri kokoh dan menjadi
objek wisata lokal. Meskipun sempat dihantam Tsunami, benteng ini tatap kokoh tak lapuk
dimakan usia meskipun sudah berumur ratusan tahun. Sebenarnya benteng ini dibangun oleh
Raja Kerajaan Lamuri, Benteng Indra Patra ini bahkan berlangsung hingga masa Islam di Aceh
benteng ini juga dipergunakan sebagai benteng pertahanan bagi Kerajaan Aceh Darussalam.