Case Acs Domo
Case Acs Domo
Nama
: Tn. E
No CM
: 01411943
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 48 tahun
Agama
: Islam
Alamat
: Cimunuk-hilir, Wanaraya
Pekerjaan
: Guru
Status
: Menikah
Masuk RS
: 19 Juni 2011
Keluar RS
: 23 Juni 2011
ANAMNESIS
Keluhan utama
Pasien datang ke IGD RSU Dr. Slamet Garut dengan keluhan nyeri dada kiri
sejak 4 jam SMRS. Nyeri dada dirasakan seperti tertusuk-tusuk, tidak dapat
ditunjuk oleh jari, sehingga pasien menunjukkan dengan telapak tangannya. Nyeri
hanya dirasakan didaerah dada kiri dan sedikit ke dada kanan, tidak menjalar
ketangan kiri, tangan kanan, leher dan punggung. Pasien mengaku baru pertama kali
merasakan nyeri hebat pada dada kirinya, yang timbul secara tiba-tiba setelah
sebelumnya pasien melakukan aktivitas mencuci motor pada pagi hari. Nyeri
dirasakan berlangsung terus menerus lebih dari 1 jam. Nyeri tidak berkurang dengan
beristirahat dan perubahan posisi. Pasien tidak pernah minum obat yang dibawah
lidah atau nitrat. Keluhan nyeri dada dirasakan disertai mual, nyeri ulu hati dan
keringat dingin.
Pasien mengakui memiliki riwayat merokok selama 20 tahun yang seharinya
mampu menghabiskan 1-2 bungkus rokok. Pasien mengaku mempunyai riwayat
dirawat karena stroke 3 tahun yang lalu. Pasien tidak mengetahui memiliki penyakit
jantung dan pasien tidak pernah berobat sebelumnya. Keluhan bengkak pada kaki
disangkal. riwayat batuk lama disertai keringat malam disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat memiliki tekanan darah tinggi
Riwayat Stroke diakui
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: Sakit Sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan darah
: 170/110
mmhg
Nadi
: 76
x/ mnt
Respirasi
: 24
x/ mnt
Suhu
: 36,4
Kepala
Mata
Hidung : Deformitas (-), Krepitasi (-) , Nyeri tekan (-), PCH (-)
Mulut
Cor
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis tidak teraba
P : Batas atas jantung ICS III linea parasternal sinistra
Batas kanan jantung ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri jantung ICS V linea mid clavicula sinistra
A : BJ I-II reguler, Gallop (-), Mur-mur (-)
Abdomen
I : Cembung
A: Bising usus (+) normal
P : Lembut, tidak teraba massa, hepar dan lien tidak teraba pembesaran
P : Timpani keempat kuadran abdomen
Extremitas:
Akral hangat, deformitas (-/-)
Edema tungkai -/PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUMTanggal19/06/2011:
Hematologi
Haemoglobin
:14.7g/dL
Hematokrit
:44%
Leukosit
:14.300/mm3
Trombosit
:270.000/mm3
Eritrosit
:5.36juta/mm3
SGOT
:239u/L
SGPT
:77u/L
CKMB
:217u/lt
Ureum
:27mg/dl
Kreatinin
:1.14mg/dl
KolesterolTotal
:290mg/dl
KimiaKlinik
Trigliserida
GulaDarahSewaktu :133mg/dL
:580mg/dl
PEMERIKSAAN EKG:
LEAD I, II, III, aVR, aVL, aVF
Kesimpulan EKG:
ST Elevasi di V1, V2, V3, V4
RINGKASAN MASALAH
Laki-laki 48 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada kiri sejak 4 jam SMRS. Nyeri
dada seperti tertusuk. Nyeri dirasakan berlangsung terus menerus saat istirahat dan
tidak membaik pada saat perubahan posisi. Mual (+) nyeri ulu hati (+) Riwayat
hipertensi (+), riwayat stroke (+), riwayat nyeri dada ringan sebelumnya (-) riwayat
merokok (+)
DAFTAR MASALAH
Acute Coronary Syndrome STEMI antero septal
PENGKAJIAN MASALAH
1. Acute coronary syndrome
Nyeri dada seperti tertusuk,
Nyeri dada terus menerus lebih dari 30 menit
Riwayat merokok (+)
Riwayat hipertensi (+)
Hiperlipidemia (+)
PERENCANAAN
Diagnostik
EKG
Ro thorax PA
Cek Lab : Hematologi, Darah rutin Hb, Ht, Leukosit,
Trombosit, Eritrosit, LED
Kimia Klinik, AST (SGOT), ALT (SGPT), CK-MB
Ureum, Kreatinin, Kolesterol total, HDL, LDL,
Trigliserid, Glukosa darah puasa, Asam Urat, Na, K
Terapi
Antiangina
: Laxadine syr 3 x C1
PROGNOSIS
Quo ad vitam
dubia ad bonam
Quo ad fungsionam
dubia ad malam
Quo ad sanationam
dubia ad bonam
Subjektif
Nyeri dada
Objektif
KU: SS KS :
Analisis
ACS stemi
berkurang
CM
anteroseptal
Pusing(+)
T : 140/90 mmHg
Hari ke 3
Perencanaan
Inf RL 20 tts/mnt
Arixtra 1 x 2,5 mg
Restor 1 x 100mg
R: 24 x/mnt
Placta 1 x 75 mg
S: 36,30c
Amlodipin 1x 5 mg
Ca -/- SI -/-
Simvastatin 1x 20
N: 96 x/menit
mg p.o
gallop (-)
i.v
Pulmo : VBS ka =
ki Rh -/-
Ranitidin 2 x 1 amp
wh -/-
Abdomen :
cembung lembut
Alprazolam 1 x 0,5
mg
As. Mefenamat 3 x
500mg p.o
Bu (+) Nt(-)
Extremitas : tidak
ada edem, akral
hangat
22 / 06 / 11
Pusing (-)
T : 130/90 mmHg
ACS stemi
N : 80 x/menit
anteroseptal
R: 24 x/mnt
Hari ke 4
Th/ lanjut
S: 36,5 c
Ca -/-
SI -/-
wh -/-
Abdomen :
cembung lembut
Bu (+) Nt(-)
Extremitas : tidak
ada edem, akral
hangat
23 / 06 /11
Tidak ada
T: 120/90 mmhg;
ACS stemi
keluhan
N: 72 x/mnt
inferior
R: 20x/mnt
Hari ke-5
BLPL
Th / untuk pulang
Aptor 1 x 1
Placta 1 x 75 mg
Amlodipin 1x 5 mg
Simvastatin 1x 20
S: 36.5 c
Ca -/-
SI -/-
gallop (-)
mg p.o
Pulmo : VBS ka =
ki Rh -/-
wh -/-
Abdomen :
cembung lembut
Alprazolam 1 x 0,5
mg
As. Mefenamat 3 x
500mg p.o
Bu (+) Nt(-)
Extremitas : tidak
ada edem, akral
hangat
Pembahasan
Tanpa ST-elevasi
Unstable angina
Dengan ST-elevasi
NQMI
Qw MI
thrombosis
Stable angina
Transient
ischemia
Unstable angina
Stunned Myocytes
Sustained
ischemia
Myocardial infarction
Myocardial inflammation
and necrosis
Hibernatinng myocites
Myocardial remodeling
Patofisiologi
ST elevation myocardial infarction (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang
sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.
STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular,
dimana injuri ini dicetuskan oleh factor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
rupture, atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga
terjadi trombosis mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.
Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami rupture jika
mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran
patologis klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi alasan pada
STEMI memberikan respons terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan
tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu
perubahan konformasi reseptor glikoproyein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,
reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang
larut (integrin) seperti factor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah
molekul multivalent yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara stimultan,
menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.
Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner
yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner dan berbagai
penyakit inflamasi sistemik.
Diagnosis
Diagnosis STEMI ditegakkan berdasrkan anamnesis nyeri dada yang khas dan
gambaran EKG adanya elevasi ST 2mm, minimal pada 2 sandapan perikordial yang
berdampingan atau 1mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama
troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi
10
revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana
IMA, prinsip utama penatalaksanaan adalah time is muscle.
Anamnesis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesa secara
cermat apakah nyeri dada tersebut berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai
nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner
atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta
factor-faktor resiko seperti hipertensi, DM, dislipidemia, merokok, stress, serta riwayat sakit
jantung koroner pada keluarga.
Pada hampir setengah kasus, terdapat factor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti
aktivitas fisik berat, stress emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa
terjadi sepanjang hari atau malam, variasi siradian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa
jam setelah bangun tidur.
Nyeri Dada
Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat
apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah, dalam
jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat.
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA. Seorang dokter
harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada
lainnya, karena gejala ini merupakan pertanda awal dalam pengelolaan pasien IMA.
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut :
Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti
ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir
Penjalaran ke
Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan
Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, dan
lemas
Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis akut, emboli paru,
diseksi aorta akut , kostokondritis dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada tidak selalu
11
ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri sering lebih dijumpai pada DM dan usia
lanjut.
Pemeriksaan Fisis
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas
pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak
keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior
mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipotensi) dan
hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis
(bradikardia dan/atau hipotensi).
Tanda fisis lain pada disfungsi ventricular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat
ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apical yang bersifat sementara karena
disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai
380C dapat dijumpai dalam minggu pertama pada STEMI.
Elektrokardiogram
Pemerikasaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri
dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam
10 menit sejak kedatangan di UGD. Pemeriksaan EKG di UGD merupakan center dalam
menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen
ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika
pemeriksaan EKG awal tidak diagnostic untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan
terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan
EKG 12 sadapan secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan
elevasi segmen ST. pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil
untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis IM gelombang Q. Sebagian
kecil menetap menjadi IM gelombang non Q. Jika obstruksi thrombus tidak total,
obstruksi bersifat sementara atau banyak ditemukan kolateral, biasanya tidak ditemukan
elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pectoris tak stabil atau
non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan
gelombang Q disebut IM non Q.
12
Laboratorium
Pemeriksaan laboraturium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien
STEMI namun tidak boleh menghambat implementasi terapi reperfusi.
Biomarker Kerusakan Jantung
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CK)MB dan Cardiac
specific Troponin (cTn)T atau cTnI dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan
sebagai pertanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal,
karena pada keadaan ini juga diikuti peningkatan CKMB.
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada
nekrosis jantung (IM).
CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada IM dan mencapai puncak dalam 10-24
jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan
kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
cTn : ada 2 jenis yaitu cTnT dan cTnI. Enzi mini meningkat setelah 2 jam bila
ada IM dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan CtnT masih dapat dideteksi
setelah 5-14 hari, sedangakan cTnI setelah 5-10 hari.
Mioglobin : dapat dideteksi 1 jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8
jam.
CK : meningkat setelah 3-8 jam bila ada IM dan mencapai puncak dalam 10-36
jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
Lactic dehydrogenase (LDH) : meningkat setelah 24-48 jam bila ada IM,
mencapai puncak 3-6 hari, kembali normal dalam 8-14 hari.
Penatalaksanaan
A. Tatalaksana pra RS
Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum
yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian
besar kematian di luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak,
yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya
terjadi pada jam pertama, sehingga elemen utama tatalaksana prahospital pada pasien
yang dicurigai STEMI abtara lain :
13
Morfin
Merupakan pilihan dalam nyeri dada STEMI. Diberikan dengan dosis 2-4 mg
dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
14
Penyekat Beta
Diberikan jika morfin tidak efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5 mg setiap 1-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung >60x/menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik
dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis iv
terakhir dilanjutkan dengan oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam,
dan dilanjutkan 100 mg setiap 12 jam.
Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan
Streptokinase (SK)
Merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan
15
Reteplase (Retavase)
Tenekteplase (TNKase)
Keuntungannya mencakup memperbaiki spesifisitas fibrin dan resistensi
16
Komplikasi STEMI
1. Disfungsi Ventrikular
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling
ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark, ventrikel kiri mengalami
dilatasi. Secara akut, hasil ini berasal ekspansi infark. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan
segmen non-infark, mengakibatkan penipisan yang disproposional dan elongasi zona infark.
Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark,
dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dengan prognosis buruk.
2. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian di RS pada STEMI.
Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang tersering
dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada roentgen
sering dijumpai kongesti paru.
3. Syok Kardiogenik
Hanya 10% pasien syok kardiogenik ditemukan saat masuk, sedangkan 90% terjadi
selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai
penyakit arteri koroner multivesel.
4. Infark Ventrikel Kanan
Sekitar sepertiga pasien dengan infark inferoposterior menunjukkan sekurangkurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang pasien dengan infark terbatas
primer pada ventrikel kanan. Infark ventrikel kanan secara klinis menyebabkan tanda gagal
ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmauls, hepatomegali) dengan
atau tanpa hipotensi.Elevasi segmen ST pada sadapan EKG sisi kanan, terutama sadpaan
V4R, sering dijumpai dalam 24 jam pertama pasien infark ventrikel kanan. Terapi terdiri dari
ekspansi volume untuk mempertahankan preload ventrikel kanan yang adekuat dan upaya
untuk meningkatkan tampilan dengan reduksi PCW dan tekanan arteri pulmonalis.
17
DEFINISI
MORTALITAS (%)
II
17
III
Edema paru
30-40
IV
Syok kardiogenik
60-80
18
KLAS
PCWP (mmHg)
MORTALITAS (%)
>2,2
<18
II
>2,2
>18
III
<2,2
<18
23
IV
<2,2
>18
51
SKOR RESIKO/
MORTALITAS 30 HARI (%)
0 (0,8)
1 (1,6)
2 (2,2)
3 (4,4)
4 (7,3)
5 (12,4)
6 (16,1)
7 (23,4)
8 (26,8)
>8 (35,9)
19
1. Rest angina: keluhan muncul saat istirahat atau aktivitas minimal yang berlangsung
selama > 20 menit.
2. New onset angina: angina baru dengan minimal grade CCS kelas III.
3. Increasing angina: angina yang semakin sering, semakin lama durasinya, dan
semakin rendah tresholdnya (misal: peningkatan 1 kelas CCS ke minimal CCS
kelas III).
Spektrum klinik dari APTS sangat heterogen, oleh karena itu Braunwald
mengelompokan APTS berdasarkan beratnya manifestasi klinis, keadaan klinis saat masuk
APTS dan ada atau tidaknya tanda-tanda episode iskemik ( tabel 3).Diagnosis ditegakan
berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan klinis dan elektrokardiografi saat masuk rumah sakit
serta pengukuran petanda biokimiawi.
Tabel 1. Klasifikasi angina pektoris tak stabil
BERATNYA PENYAKIT
Kelas I
Kelas II
:Angina saat istirahat, Sub akut. Pasien dengan episode angina saat
istirahat 1 kali atau lebih dalam 1 bulan yang lalu, tetapi bukan dalam 24
jam terakhir.
Kelas III
:Angina saat istirahat, Akut. Episode angina 1 kali atau lebih dalam 48
jam terakhir.
KEADAAN KLINIS
Kelas A : APTS sekunder. Kelas B : APTS Primer. Kelas C : APTS paska infark
( 2 minggu setelah infark).
20
Angina pektoris tak stabil dan infark miokard akut tanpa elevasi ST diketahui
merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis
sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosa NSTEMI
ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis APTS menunjukkan bukti adanya nekrosis
miokard berupa peningkatan biomarker jantung.
Patogenesis
SKA ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara pasokan dengan kebutuhan
oksigen miokard. Ada lima penyebab yang tidak terpisah satu sama lainnya.
Tabel 2. Penyebab APTS
1.
2.
3.
4.
5.
21
3. Penyebab ketiga dari APTS adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena
spasme
atau
thrombus.
Hal
ini
terjadi
pada
sejumlah
pasien
dengan
Kelima penyebab APTS/NSTEMI diatas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyak
terjadi tumpang tindih.
Patofisiologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena
trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali
dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti
lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah , fibrous cap yang tipis dan konsentrasi
faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester
kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruputur plak dapat
dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Selsel ini
akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan
merangsang hsCRP di hati.
Diagnosis
Riwayat/Anamnesis
Nyeri dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien dengan APTS/NSTEMI.
Nyeri atau rasa tidak nyaman di dada biasanya berlokasi retrosternal, sentral, atau di dada kiri
22
menjalar ke rahang atau ke lengan atas. Rasanya seperti dipukul, ditekan, atau terbakar. Berat
ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan antara gejala STEMI dan
APTS/NSTEMI.
Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut. Gejala
yang tidak tipikal seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, rasa tidak nyaman di
epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama pada wanita, penderita diabetes dan
pasien usia lanjut. Kecurigaan harus lebih besar pada pasien dengan factor resiko
kardiovaskuler multiple, dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan diagnosis.
Manifestasi klinis
Gambaran klinis unstable angina berupa nyeri dada yang berlokasi di substernal atau
terkadang pada epigastrium yang menjalar ke leher, bahu kiri, dan lengan kiri. Nyeri ini dapat
berlangsung hingga 30 menit dan dapat membangunkan penderita dari tidur. Penderita tampak
berkeringat, kulit pucat dan dingin, mual, muntah, dan palpitasi.
Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan sinus takikardi, bunyi jantung S3 dan/atau
S4, ronki, sistolik murmur akibat mitral regurgitasi selama atau setelah episode iskemik,
terkadang hipotensi. Tetapi hal ini tidak spesifik untuk unstable angina.
Elektrokardiografi
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang dilakukan saat sedang
nyeri dada sangat bermanfaat.
Gambaran diagnosis dari EKG adalah:
-
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung, terutama
sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan segmen ST. namun
EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI.
23
pada pasien tanpa segmen ST elevaasi lebih besar paada pasien dengan peningkatan nilai
CKMB. Dilain pihak petanda biokimia lainnya seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT)
mempunyai nilai prognostic yang lebih baik.
Troponin C, TnI, dan TnT berkaitan dengan kontraksi dari sel miokard. Susunan asam amino
dari troponin C sama dengansel otot jantung dan rangka sedangkan pada TnI dan TnT
berbeda.
Nilai prognostic dari TnI atau TnT untuk memprediksi risiko kematian, infark
miokard dan kebutuhan revaskularisasi dalam 30 hari, adalah sama. Kemampuan dan nilai
dari masing-masing petanda jantung dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 3. Petanda Biokimia Jantung Untuk Evaluasi dan Tata Laksana SKA tanpa Elevasi
Petanda
Troponin
jantung
Keunggulan
1.
2.
3.
4.
CK-MB
5.
1.
2.
Modalitas
yang
kuat
untuk
stratifikasi resiko
sensittivitas dan
spesifitas
tang
lebih baik dari
CKMB
Deteksi serangan
infark
miokard
sampai dengan 2
minggu
stelah
terjadi
Bermanfaat untuk
deteksi
pengobatan
Deteksi reperfusi
cepat,
efisien
biaya dan tepat
dapat mendeteksi
awal infark
Kekurangan
1.
2.
1.
2.
Myoglobin
1.
2.
3.
sensitifitas tinggi
bermanfaat untuk
deteksi awal infark
deteksi reperfusi
1.
Rekomendasi klinik
Kurang
sensitif
pada
awal
terjadinya
serangan (onset <6
jam)
dan
membutuhkan
penilaian ulang 612 jam, jika hasil
negatif.
Kemampuan yang
terbatas
untuk
mendeteksi infark
ulangan
yang
terlambat
Kehilangan
spesifitas
pada
penyakit
otot
jantung
dan
kerusakan
otot
miokard
akibat
bedah
kehilangan
sensitifitas
saat
awal
infark
miokard
akut
(onset <6jam) atau
sesudahnya setelah
onset (.36 jam) dan
untuk kerusakan
otot jantung minor
(terdeteksi
oleh
troponin)
spesifitas yang
rendah
dalam
menilai
kerusakan dan
Tidak
digunakan
sebagai
satu-satunya
petanda
diagnostik
karena kelemahan pada
24
4.
sangat bermanfaat
dalam
menilai
infark miokard
2.
penyakit
otot
rangka
penurunan yang
cepat ke nilai
normal
sensitifitas jantung.
Meskipun mioglobin tidak spesifik untuk jantung, tapi memiliki sensitivitas yang tinggi.
Dapat terdeteksi secara dini 2 jam setelah saat nyeri. Tes negative dari mioglobin dalam 4-8
jam sangat berguna dalam menentukan adanya nekrosis miokard. Meskipun demikian
mioglobin tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya petanda jantung yang menidentifikasi
pasien dengan NSTEMI.
Peningkatan kadar CKMB sangat erat kaitannya dengan kematian pasien dengan
SKA tanpa elevasi segmen ST, dan naiknya risiko dimulai dengan meningkatnya kadar
CKMB diatas normal. Meskipun demikian nilai normal CKMB tidak menyingkirkan adanya
kerusakan ringan miokard dan adanya risiko terjadinya perburukan penderita.
Troponin khusus jantung merupakan petanda biokimia primer untuk SKA. Sudah diketahui
bahwa kadar troponin jantung tidak akan meningkat setelah 6 jam onset. Nilai troponin
negative saat < 6 jam harus diulang saat 6-12 jam setelah onset nyeri dada. Pemeriksaan
troponin jantung dapat dilakukan di laboratorium kimia atau dengan peralatan
sederhana/bedside. Jika dilakukan di laboratorium, hasilnya harus dapat diketahui dalam
waktu 60 menit.
Stratifikasi Resiko
Penilaian risiko
Penilaian risiko harus dimulai dengan penilaian terhadap kecenderungan penyakit jantung
koroner (PJK). Lima factor terpenting dimulai dari riwayat klinis yang berhubungan dengan
kecenderungan adanya PJK, diurut berdasarkan kepentingannya adalah:
1. adanya gejala angina
2. riwayat PJK sebelumnya
3. jenis kelamin
4. usia
5. diabetes, factor resiko tradisional lainnya
Saat diagnosis APTS/NSTEMI sudah dipastikan, maka kecenderungan akan terjadinya
perubahan klinis dapat diramalkan berdasarkan usia, riwayat PJK sebelumnya, pemeriksaan
klinis, EKG dan pengukuran petanda jantung.
25
26
Pasien dengan disfungsi ventrikel kiri dan fraksi ejeksi yang menurun (dengan
ekokardiografi)
Risiko Rendah
-
Pasien tanpa depresi atau elevasi segmen ST tetapi menunjukkan sedikit gelombang T
negative, gel T mendatar/flat atau normal EKG
Pasien tanpa peningkatan kadar troponin atau petanda lain dari kerusakan jantung
SKOR
Usia > 65 th
Skor
Kematian/IMA
Kematian, IMA/
risiko
>3 faktor risiko
DM,
Rokok)
Diketahui PJK
(>50%)
Pemakaian
ASA 7
Revas segera
0/1
11
20
12
26
6/7
19
41
hari terakhir
PRESENTASI
27
Angina
berat
(>24
jam)
petanda biokimia
Penatalaksanaan
Pasien STEMI harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi
segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi yang harus dipertimbangkan
pada pasien NSTEMI, yaitu
1. Terapi antiiskemia
2. Terapi antiplatelet/amtikoagulan
3. Terapi invasif (kateterisasi dini/revaskularisasi)
4. Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS
I. Terapi Antiiskemia
Untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang dapat diberikan
terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta. Terapi antiiskemia terdiri dari nitrogliserin
sublingual dan dapat dilanjutkan dengan intravena, dan penyekat beta oral (pada keadaan
tertentu dapat diberikan intravena). Antagonis kalsium nondihidropiridin diberikan pada
pasien dengan iskemia refrakter atau yang tidak toleran dengan obat penyekat beta.
1.1 Nitrat
Nitrat pertama kali harus diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien mengalami
nyeri dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah diberikan nirtat sublingual 3 kali dengan
interval 5 menit, direkomendasikan pemberian nitrogliserin intravena (mulai 5-10
ug/menit). Laju infus dapt ditingkatkan 10 ug/menit tiap 3-5 menit sampai keluhan
menghilang atau tekanan darah sistolik <100 mmHg. Setelah nyeri dada hilang dapat
digantikan dengan nitrat oral atau dapat mengggantikan nitogliserin intravena jika pasien
sudah bebas nyeri selama 12-24 jam. Kontraindikasi absolut adalah hipotensi atau
penggunaan sildenafil atau obat sekelasnya dalam 24 jam sebelumnya.
1.2 Penyekat beta
Penyekat beta oral diberikan dengan target frekuensi jantung 50-60 kali/menit.
Antagonis kalsium yang mengurangi frekuensi jantung seperti verapamil atau diltiazem
28
direkomendasikan pada pasien dengan nyeri dada persisten atau rekuren setelah terapi
nitrat dosis penuh dan penyekat beta dan pada paisen dengan kontraindikasi penyekat
beta. Jika nyeri dada menetap walaupun dengan pemberian nitrogliserin intravena, morfin
sulfat dengan setengah dosis 1-5 mg dapat diberikan tiap 5-30 menit sampai dosis total 20
mg.
Penyekat Beta Dalam Praktek Klinis
Obat
Propanolol
20-80 mg 2x/hari
Metoprolol
50-200 mg 2x/hari
Atenolol
50-200 mg/hari
2.1.1
Aspirin
Peran penting aspirin adalah menghambat siklooksigenase-1 yang telah
dibuktikan dari penelitian klinis multipel dan beberapa meta-analisis, sehinggga
aspirin menjadi tulang pungggung dalam pelaksanaan APTS/NSTEMI.
2.1.2
Klopidogrel
Klopidogrel direkomendasikan sebagai obat lini pertama untuk APTS/NSTEMI
dan ditambahkan aspirin pada pasien-pasein tersebut, kecuali merka dengan resiko
tinggi perdarahan dan pasien yang memerlukan CABG segera. Klopidogrel sebaiknya
diberikan pada pasien dengan APTS/NSTEMI yang :
29
2.1.3
2.2
2.2.1
30
Dosis awal 162-325 mg formula nonenterik dilanjutkan 75160 mg/hari formula enterik atau nonenterik.
Klopidogrel
(Plavix)
Terapi Antiplatelet IV
Abciximab(Reopro)
Eptifibatid(Integrilin)
180 ug/kg bolus dilanjutkan infus 2 ug/kg permenit untuk 7296 jam.
Tirofiban (ggrastat)
Heparin
Dalteparin (Fragmin)
Enoxaparin (Lovenox)
Heparin (UFH)
V. Revaskularisasi
Secara luas dibicarakan terdapat 2 perbedaan tatalaksana pasien dengan
APTS/NSTEMI, yaitu konservatif dini (EC) dan invasif dini (EI). Pada EC, angiografi
koroner ditujukan pada pasien-pasien dengan kejadian iskemia meskipun telah
mendapatkan terapi medis. Pada pendekatan EI, semua pasien tanpa kontraindikasi untuk
revaskularisasi koroner merupakan subyek untuk dilakukan angiografi dan revaskularisasi
(jika ada indikasi klinis).
VI. Pencegahan Sekunder
31
Tata laksana terhadap faktor resiko antara lain mencapai berat badan yang optimal,
nasihat diet, penghentian merokok, olahraga, pengontrolan hipertensi dan tata laksana
intensif diabetes melitus dan deteksi adanya diabetes yang tidak dikenali sebelumnya.
Pasien APTS/NSTEMI sebaiknya diterapi sesuai National Cholesterol Education
Program (NCEP III), dan konsentrasi kolesterol LDL sebaiknya tereduksi sehingga
kurang dari 100 mg/dl.
ANGINA PEKTORIS
Angina pektoris adalah rasa nyeri yang timbuk karena iskemia mikokardium.
Biasanya mempunyai karakteristik tertentu :
1. Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikit dimkirinya, dengan
penjalaran ke leher, rahang , bahu kiri s/d lengan dan jari-jari bagian ulnar,
punggung/pundak kiri.
2. Kualitas nyeri biasanya merupakan nyari yang tumpul sperti rasa tertindih/berat
di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atu dari bawah diafragma, seperti
diremas-remas atau dada mau pecah dan biasabya pada keadaan yang berat
disertai keringat dingin dan sesak napas serta perasaan takut mati. Biasanya
bukanlah nyeri yang tajam seperti ditusuk-tusuk /diiris dan bukan pula mules.
Tidak jarang pasien mengatakan bahwa ia hanya merasa tidak enak didadanya.
Nyeri berhubungan dengan aktifitas, hilang dengan istirahat, tapi tak
berhubungan dengan gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan ke kanan.
Nyeri juga dapat dipresipitasi oleh stres fisik ataupun emosional.
3. Kuantitas : Nyeri yang pertama kali timbul biasanya agak nyata, dari beberapa
menit sampi kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan baru pertama kali
(first onset) maka perlu dipertimbangkan sebagai angina pektoris tidak stabil
sehingga dimasukkan dalam sindrom koroner akut yang memerlukan perawatan
khusus. Nyeri dapat dihilangkan dengan nitrogliserin sublingual dalam hitungan
detik sampai beberapa menit. Nyeri tidak terus menerus tapi hilang timbul dengan
intensitas yang makin bertambah atau makin berkurang sampai terkontrol. Nyeri
yang berlangsung terus menerus sepanjang hari bahkan sampai berhari-hari
biasanya bukanlah nyeri angina pektoris.
32
Kelas
I
Keterangan
Aktivitas fisik sehari-hari tidak menyebabkan angina (misal: berjalan atau naik
tangga). Angina terjadi pada aktivitas berat, cepat, atau berlangsung lama.
II
Hambatan ringan terhadap aktivitas fisik sehari-hari. Angina terjadi bila berjalan
atau naik tangga dengan cepat, mendaki bukit, berjalan atau naik tangga sesudah
makan, dalam cuaca dingin, sewaktu hujan atau stres emosional, atau hanya
beberapa jam setelah bangun tidur. Angina timbul bila jalan lebih dari dua blok pada
jalan datar atau naik tangga lebih dari satu tingkat dengan tempo biasa dan dalam
keadaan biasa.
III
Hambatan berat terhadap aktivitas fisik sehari-hari. Angina terjadi saat berjalan 1-2
blok pada jalan datar dan naik tangga 1 tingkat dengan tempo biasa dan dalam
keadaan biasa.
IV
Keterangan
Tidak terbatas, aktivitas fisik sehari-hari tidak menyebabkan lelah, sesak nafas atau
palpitasi.
II
III
Aktivitas fisik sangat terbatas, saat istirahat tanpa keluhan namun aktivitas kurang
dari sehari-hari menimbulkan gejala.
IV
Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun tanpa keluhan, gejala gagal jantung
33
timbul bahkan saat istirahat dan bertambah berat bila melakukan aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Silvia A. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
edisi 4. 1995. Jakarta: EGC
2. McPhee, Sthepen J. Pathophysiology of Disease, A Introduction to
Clinical Medicine. 2003. United States: McGraw Hill
3. Rilantono, Lily Ismudiati, dkk. Buku Ajar Kardiologi. 2004. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI
34
4. Kasper, D.L., Braunswald E., Fauci A.S., Hauser S.L., Longo D.L.,
Jameson J.L. Harrisons Principles of Internal Medicine, 16 th edition,
New Tork: Mc Graw Hill; 2005
5. Hanafi b. Trisnohadi, Idrus Alwi, S. Harun. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 2006. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
6.
35