Anda di halaman 1dari 35

IDENTITAS PASIEN

Nama

: Tn. E

No CM

: 01411943

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 48 tahun

Agama

: Islam

Alamat

: Cimunuk-hilir, Wanaraya

Pekerjaan

: Guru

Status

: Menikah

Masuk RS

: 19 Juni 2011

Keluar RS

: 23 Juni 2011

ANAMNESIS
Keluhan utama

: Nyeri dada sejak 4 jam SMRS

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke IGD RSU Dr. Slamet Garut dengan keluhan nyeri dada kiri
sejak 4 jam SMRS. Nyeri dada dirasakan seperti tertusuk-tusuk, tidak dapat
ditunjuk oleh jari, sehingga pasien menunjukkan dengan telapak tangannya. Nyeri
hanya dirasakan didaerah dada kiri dan sedikit ke dada kanan, tidak menjalar
ketangan kiri, tangan kanan, leher dan punggung. Pasien mengaku baru pertama kali
merasakan nyeri hebat pada dada kirinya, yang timbul secara tiba-tiba setelah
sebelumnya pasien melakukan aktivitas mencuci motor pada pagi hari. Nyeri
dirasakan berlangsung terus menerus lebih dari 1 jam. Nyeri tidak berkurang dengan
beristirahat dan perubahan posisi. Pasien tidak pernah minum obat yang dibawah
lidah atau nitrat. Keluhan nyeri dada dirasakan disertai mual, nyeri ulu hati dan
keringat dingin.
Pasien mengakui memiliki riwayat merokok selama 20 tahun yang seharinya
mampu menghabiskan 1-2 bungkus rokok. Pasien mengaku mempunyai riwayat
dirawat karena stroke 3 tahun yang lalu. Pasien tidak mengetahui memiliki penyakit

jantung dan pasien tidak pernah berobat sebelumnya. Keluhan bengkak pada kaki
disangkal. riwayat batuk lama disertai keringat malam disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat memiliki tekanan darah tinggi
Riwayat Stroke diakui
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: Sakit Sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda Vital
Tekanan darah

: 170/110

mmhg

Nadi

: 76

x/ mnt

Respirasi

: 24

x/ mnt

Suhu

: 36,4

Kepala
Mata

: Konjungtiva Anemis -/- , Sklera ikterik -/- , Reflek pupil +/+

Hidung : Deformitas (-), Krepitasi (-) , Nyeri tekan (-), PCH (-)
Mulut

: Sianosis (-), Mukosa bibir lembab

Telinga : Sekret -/Leher


Trakea Deviasi (-) Pembesaran KGB (-)
JVP 52 cmH2O, tidak meningkat.
Thorax
Pulmo
I

: Pergerakan hemitorak kanan-kiri simetris saat keadaan statis


maupun dinamis

P : Fremitus taktil dan vokal, hemitorak kanan- kiri simetris


P : Sonor pada seluruh lapang paru
A : VBS kanan = kiri, Ronkhi -/-, Wheezing -/2

Cor
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis tidak teraba
P : Batas atas jantung ICS III linea parasternal sinistra
Batas kanan jantung ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri jantung ICS V linea mid clavicula sinistra
A : BJ I-II reguler, Gallop (-), Mur-mur (-)
Abdomen
I : Cembung
A: Bising usus (+) normal
P : Lembut, tidak teraba massa, hepar dan lien tidak teraba pembesaran
P : Timpani keempat kuadran abdomen
Extremitas:
Akral hangat, deformitas (-/-)
Edema tungkai -/PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUMTanggal19/06/2011:
Hematologi

Haemoglobin

:14.7g/dL

Hematokrit

:44%

Leukosit

:14.300/mm3

Trombosit

:270.000/mm3

Eritrosit

:5.36juta/mm3

SGOT

:239u/L

SGPT

:77u/L

CKMB

:217u/lt

Ureum

:27mg/dl

Kreatinin

:1.14mg/dl

KolesterolTotal

:290mg/dl

KimiaKlinik

Trigliserida

GulaDarahSewaktu :133mg/dL

:580mg/dl

PEMERIKSAAN EKG:
LEAD I, II, III, aVR, aVL, aVF

LEAD V1, V2, V3, V4, V5, V6

Kesimpulan EKG:
ST Elevasi di V1, V2, V3, V4

Kesan EKG : ST Elevasi STEMI anteroseptal


4

RINGKASAN MASALAH
Laki-laki 48 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada kiri sejak 4 jam SMRS. Nyeri
dada seperti tertusuk. Nyeri dirasakan berlangsung terus menerus saat istirahat dan
tidak membaik pada saat perubahan posisi. Mual (+) nyeri ulu hati (+) Riwayat
hipertensi (+), riwayat stroke (+), riwayat nyeri dada ringan sebelumnya (-) riwayat
merokok (+)
DAFTAR MASALAH
Acute Coronary Syndrome STEMI antero septal
PENGKAJIAN MASALAH
1. Acute coronary syndrome
Nyeri dada seperti tertusuk,
Nyeri dada terus menerus lebih dari 30 menit
Riwayat merokok (+)
Riwayat hipertensi (+)
Hiperlipidemia (+)

PERENCANAAN
Diagnostik

EKG
Ro thorax PA
Cek Lab : Hematologi, Darah rutin Hb, Ht, Leukosit,
Trombosit, Eritrosit, LED
Kimia Klinik, AST (SGOT), ALT (SGPT), CK-MB
Ureum, Kreatinin, Kolesterol total, HDL, LDL,
Trigliserid, Glukosa darah puasa, Asam Urat, Na, K

Terapi

Perawatan di ruang Mutiara Atas


O 2-3 L/menit
2

Infuse RL 20 tetes/ mnt

Antikoagulan : Arixtra ( Fondaparinux ) 1x2.5 mg IV


Antiplatelet

: Aptor ( Asetosal ) 1 x 100 mg p.o


Placta ( Clopidogrel bisulfat ) 1 x 75 mg

Antiangina

: ISDN (Isosorbid Dinitrat) 3 x 5 mg p.o

Antikolesterol : Simvastatin 1 x 20 mg p.o


Antihistamin H2: Ranitidin 2 x 1 amp i.v
Antihipertensi : Amlodipin ( Ch.blocker) 1 x 5mg p.o
Laksatif

: Laxadine syr 3 x C1

Antianxietas & Antiinsomnia : Alprazolam 1 x 0,5 mg


Edukasi

: Bed rest total

PROGNOSIS
Quo ad vitam

dubia ad bonam

Quo ad fungsionam

dubia ad malam

Quo ad sanationam

dubia ad bonam

OBSERVASI HARIAN di MUTIARA ATAS


Tanggal
21 / 06 / 11

Subjektif
Nyeri dada

Objektif
KU: SS KS :

Analisis
ACS stemi

berkurang

CM

anteroseptal

Pusing(+)

T : 140/90 mmHg

Hari ke 3

Perencanaan

Inf RL 20 tts/mnt
Arixtra 1 x 2,5 mg

Restor 1 x 100mg

R: 24 x/mnt

Placta 1 x 75 mg

S: 36,30c

Amlodipin 1x 5 mg

Ca -/- SI -/-

Simvastatin 1x 20

N: 96 x/menit

Cor:BJ I-II murni


reg. Murmur (-),

mg p.o

gallop (-)

i.v

Pulmo : VBS ka =
ki Rh -/-

Ranitidin 2 x 1 amp

wh -/-

Abdomen :
cembung lembut

Alprazolam 1 x 0,5
mg

As. Mefenamat 3 x
500mg p.o

Bu (+) Nt(-)
Extremitas : tidak
ada edem, akral
hangat

22 / 06 / 11

Pusing (-)

T : 130/90 mmHg

ACS stemi

N : 80 x/menit

anteroseptal

R: 24 x/mnt

Hari ke 4

Th/ lanjut

S: 36,5 c
Ca -/-

SI -/-

Cor:BJ I-II murni


reg. Murmur (-),
gallop (-)
Pulmo : VBS ka =
ki Rh -/-

wh -/-

Abdomen :
cembung lembut
Bu (+) Nt(-)
Extremitas : tidak
ada edem, akral
hangat

23 / 06 /11

Tidak ada

T: 120/90 mmhg;

ACS stemi

keluhan

N: 72 x/mnt

inferior

R: 20x/mnt

Hari ke-5

BLPL
Th / untuk pulang

Aptor 1 x 1

Placta 1 x 75 mg

Cor:BJ I-II murni

Amlodipin 1x 5 mg

reg. Murmur (-),

Simvastatin 1x 20

S: 36.5 c
Ca -/-

SI -/-

gallop (-)

mg p.o

Pulmo : VBS ka =
ki Rh -/-

wh -/-

Abdomen :
cembung lembut

Alprazolam 1 x 0,5
mg

As. Mefenamat 3 x
500mg p.o

Bu (+) Nt(-)
Extremitas : tidak
ada edem, akral
hangat

Pembahasan

ACUTE CORONARY SYNDROME


PENDAHULUAN
Sindroma koronaria akut (SKA) termasuk salah satu penyakit kardiovaskular yang
mengancam jiwa dan merupakan kasus gawat darurat yang sering dijumpai. Diagnosis dini
dan penanganan yang cepat merupakan hal yang sangat penting dan secara langsung
mempengaruhi harapan hidup.
Ischaemic heart disease dibagi menjadi dua yaitu pasien dengan angina stabil yang
menjadi chronic coronary artery disease dan pasien dengan sindroma koroner akut (SKA)
atau acute coronary syndrom. Sindroma koroner akut terdiri atas kelompok infark miokard
akut dengan ST-elevasi pada gambaran EKG, dan kelompok angina tak stabil dengan infark
miokard akut tanpa ST-elevasi.
Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah keadaan klinis yang meliputi angina tak stabil,
infark miokard akut (IMA) dengan gelombang Q ataupun tanpa gelombang Q (Q wave MCI
atau Non Q wave MCI).
Sindroma koroner akut

Tanpa ST-elevasi

Unstable angina

Dengan ST-elevasi

NQMI

Qw MI

Atherosclerotic plaque partially obstructs coronary blood flow

Unstable plaque with ulceration or rupture and


Stable plaque

thrombosis

Stable angina

Acute coronary syndromes

Transient
ischemia

Unstable angina

Stunned Myocytes

Sustained
ischemia

Myocardial infarction

Myocardial inflammation
and necrosis

Hibernatinng myocites

Myocardial remodeling

INFARK MIOKARD AKUT DENGAN ELEVASI ST


Pendahuluan
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di
negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh
kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun
sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap hidup pada
perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.

Patofisiologi
ST elevation myocardial infarction (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang
sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.
STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular,
dimana injuri ini dicetuskan oleh factor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
rupture, atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga
terjadi trombosis mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner.
Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami rupture jika
mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran
patologis klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi alasan pada
STEMI memberikan respons terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan
tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu
perubahan konformasi reseptor glikoproyein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya,
reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang
larut (integrin) seperti factor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah
molekul multivalent yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara stimultan,
menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak.
Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang
kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin.
Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner
yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner dan berbagai
penyakit inflamasi sistemik.
Diagnosis
Diagnosis STEMI ditegakkan berdasrkan anamnesis nyeri dada yang khas dan
gambaran EKG adanya elevasi ST 2mm, minimal pada 2 sandapan perikordial yang
berdampingan atau 1mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama
troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi

10

revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana
IMA, prinsip utama penatalaksanaan adalah time is muscle.
Anamnesis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesa secara
cermat apakah nyeri dada tersebut berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai
nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner
atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta
factor-faktor resiko seperti hipertensi, DM, dislipidemia, merokok, stress, serta riwayat sakit
jantung koroner pada keluarga.
Pada hampir setengah kasus, terdapat factor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti
aktivitas fisik berat, stress emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa
terjadi sepanjang hari atau malam, variasi siradian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa
jam setelah bangun tidur.
Nyeri Dada
Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat
apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah, dalam
jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat.
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA. Seorang dokter
harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada
lainnya, karena gejala ini merupakan pertanda awal dalam pengelolaan pasien IMA.
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut :

Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial

Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti
ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir

Penjalaran ke

: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,

punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan

Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat

Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan

Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, dan
lemas
Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis akut, emboli paru,

diseksi aorta akut , kostokondritis dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada tidak selalu

11

ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri sering lebih dijumpai pada DM dan usia
lanjut.
Pemeriksaan Fisis
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas
pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak
keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior
mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipotensi) dan
hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis
(bradikardia dan/atau hipotensi).
Tanda fisis lain pada disfungsi ventricular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat
ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apical yang bersifat sementara karena
disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai
380C dapat dijumpai dalam minggu pertama pada STEMI.
Elektrokardiogram
Pemerikasaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri
dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam
10 menit sejak kedatangan di UGD. Pemeriksaan EKG di UGD merupakan center dalam
menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen
ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika
pemeriksaan EKG awal tidak diagnostic untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan
terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan
EKG 12 sadapan secara kontinu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan
elevasi segmen ST. pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil
untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis IM gelombang Q. Sebagian
kecil menetap menjadi IM gelombang non Q. Jika obstruksi thrombus tidak total,
obstruksi bersifat sementara atau banyak ditemukan kolateral, biasanya tidak ditemukan
elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pectoris tak stabil atau
non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan
gelombang Q disebut IM non Q.

12

Laboratorium
Pemeriksaan laboraturium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien
STEMI namun tidak boleh menghambat implementasi terapi reperfusi.
Biomarker Kerusakan Jantung
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CK)MB dan Cardiac
specific Troponin (cTn)T atau cTnI dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan
sebagai pertanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal,
karena pada keadaan ini juga diikuti peningkatan CKMB.
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada
nekrosis jantung (IM).

CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada IM dan mencapai puncak dalam 10-24
jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan
kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.

cTn : ada 2 jenis yaitu cTnT dan cTnI. Enzi mini meningkat setelah 2 jam bila
ada IM dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan CtnT masih dapat dideteksi
setelah 5-14 hari, sedangakan cTnI setelah 5-10 hari.

Pemeriksaan enzim jantung lain yaitu :

Mioglobin : dapat dideteksi 1 jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8
jam.

CK : meningkat setelah 3-8 jam bila ada IM dan mencapai puncak dalam 10-36
jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.

Lactic dehydrogenase (LDH) : meningkat setelah 24-48 jam bila ada IM,
mencapai puncak 3-6 hari, kembali normal dalam 8-14 hari.

Penatalaksanaan
A. Tatalaksana pra RS
Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum
yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian
besar kematian di luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak,
yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya
terjadi pada jam pertama, sehingga elemen utama tatalaksana prahospital pada pasien
yang dicurigai STEMI abtara lain :

13

1. Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis


2. Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
resusitasi
3. Transportasi pasien ke RS yang mempunyai fasilitas ICCU/ ICU
4. Melakukan terapi reperfusi
B. Tatalaksana Umum
1. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%.
Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam
pertama.
2. Nitrogliserin (NTG)
NTG sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat
diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG
juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan
meningkatkan suplai oksigenmiokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang
terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan
NTG intravena (iv). NTG iv juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema
paru.
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg
atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan, pasien yang menggunakan
phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya, karena dapat memicu
efek hipotensi nitrat.
3. Mengurangi/ menghilangkan Nyeri Dada
Hal ini sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang
menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.

Morfin
Merupakan pilihan dalam nyeri dada STEMI. Diberikan dengan dosis 2-4 mg

dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.

Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan

efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase


trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi

14

aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang EMG. Selanjutnya aspirin


diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.

Penyekat Beta
Diberikan jika morfin tidak efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah

metoprolol 5 mg setiap 1-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung >60x/menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik
dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis iv
terakhir dilanjutkan dengan oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam,
dan dilanjutkan 100 mg setiap 12 jam.

Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan

derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien


STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang
maligna.
1. Percutaneous Coronary Intervension
Biasanya angioplasty dan/ atau stenting tanpa didahului fibrinolisis
disebut PCI primer. Akan efektif pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa
jam pertama IMA. PCI primer lebih efektif bila dibandingkan fibrinolisis
dalam membuka arteri koroner yang teroklusi dan dikaitkan dengan outcome
klinis jangka pendek dan panjang yang lebih baik.
2. Fibrinolisis
Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan
dalam 30 menit sejak masuk. Tujuan utama adalah restorasi cepat patensi
arteri koroner.
Obat fibrinolitik :

Streptokinase (SK)
Merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan

dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya


antibody. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat mencakup harganya
yang murah dan insidens perdarahan intra cranial yang rendah.

Tissue plasminogen Activator (tPA, alteplase)

15

Menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang


mendapat tPA dibandingkan SK. Namun tPA harganya lebih mahal daripada SK
dan resiko perdarahan intracranial lebih tinggi.

Reteplase (Retavase)

Tenekteplase (TNKase)
Keuntungannya mencakup memperbaiki spesifisitas fibrin dan resistensi

tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1).


Terapi Farmakologis
1. Antitrombotik
Penggunaan terapi antiplatelet dan antitrombin selama fase awal STEMI berdasarkan
bukti klinis dan laboratories bahwa trombosis mempunyai peran penting dalam
patogenesis.Tujuan utama pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan
patensi arteri koroner yang terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tedensi pasien
menjadi trombosis. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI.
Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah unfractionated
heparin. Pemberian UFH IV segera sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat
trombolitik spesifik fibrin relative (tPA, rPA atau TNK), membantu trombolisis dan
memantapkan dan mempertahankan patensi arteri yang terkait infark.,
2. Penyekat Beta
Manfaat penyekat beta pada STEMI dapat dibagi menjadi : yang terjadi segera jika
obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam jangka panjang jika obat diberikan untuk
pencegahan sekunder setelah infark. Pemberian secara iv memperbaiki kebutuhan suplai dan
kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark, dan menurunkan
resiko kejadian aritmia ventrikel yang serius.
3. Inhibitor ACE
Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas
bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Inhibitor ACE harus diberikan
dalam 24 jam pertama pada pasien STEMI. Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa
batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada pasien dnegan imaging
menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global atau terdapat abnormalitas
gerakan dinding global, ayau pasien hipertensif.

16

Komplikasi STEMI
1. Disfungsi Ventrikular
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling
ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark, ventrikel kiri mengalami
dilatasi. Secara akut, hasil ini berasal ekspansi infark. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan
segmen non-infark, mengakibatkan penipisan yang disproposional dan elongasi zona infark.
Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark,
dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dengan prognosis buruk.
2. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian di RS pada STEMI.
Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang tersering
dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada roentgen
sering dijumpai kongesti paru.
3. Syok Kardiogenik
Hanya 10% pasien syok kardiogenik ditemukan saat masuk, sedangkan 90% terjadi
selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai
penyakit arteri koroner multivesel.
4. Infark Ventrikel Kanan
Sekitar sepertiga pasien dengan infark inferoposterior menunjukkan sekurangkurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang pasien dengan infark terbatas
primer pada ventrikel kanan. Infark ventrikel kanan secara klinis menyebabkan tanda gagal
ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmauls, hepatomegali) dengan
atau tanpa hipotensi.Elevasi segmen ST pada sadapan EKG sisi kanan, terutama sadpaan
V4R, sering dijumpai dalam 24 jam pertama pasien infark ventrikel kanan. Terapi terdiri dari
ekspansi volume untuk mempertahankan preload ventrikel kanan yang adekuat dan upaya
untuk meningkatkan tampilan dengan reduksi PCW dan tekanan arteri pulmonalis.

17

5. Aritmia Pasca STEMI


Insidens aritmia pasca infark lebih tinggi pada pasien segera setelah onset gejala.
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan system saraf autonom,
gangguan elektrolit, iskemia dan perlambatan konduksi di zona iskemia miokard.
6. Ekstrasistol Ventrikel
Depolarisasi premature ventrikel sporadic yang tidak sering terjadi pada hampir
semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Penyekat beta efektif dalam mencegah
aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI dan pencegahan fibrilasi ventrikel, dan harus
diberikan rutin kecuali terpadap kontra indikasi. Hipokalemia dan hipomagnesemia
merupakan factor resiko fibrilasi ventrikel pada pasien STEMI, konsentrasi kalium serum
diupayakan mencapai 4,5 mmol/liter dan magnesium 2 mmol/liter.
7. Takikardia dan Fibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan fibrilasi ventricular dapat terjadi tanpa
tanda bahaya aritmia sebelumnya.
8. Komplikasi Mekanik
- Ruptur muskulus papilaris, rupture septum ventrikel, rupture dinding ventrikel
- Penatalaksanaan : operasi
Prognosis
Terdapat beberapa system yang ada dalam menentukan prognosis pasca IMA :
1. Klasifikasi Killip pada IMA
KLAS

DEFINISI

MORTALITAS (%)

Tak ada tanda gagal jantung kongestif

II

+ S3 dan/ atau ronki basah

17

III

Edema paru

30-40

IV

Syok kardiogenik

60-80

2. Klasifikasi Forrester untuk IMA

18

KLAS

INDEKS KARDIAK (L/min/m2)

PCWP (mmHg)

MORTALITAS (%)

>2,2

<18

II

>2,2

>18

III

<2,2

<18

23

IV

<2,2

>18

51

3. Klasifikasi TIMI risk score


FAKTOR RESIKO (BOBOT)

SKOR RESIKO/
MORTALITAS 30 HARI (%)

Usia 65-74 tahun (2 poin)

0 (0,8)

Usia >75 tahun (3 poin)

1 (1,6)

DM/ hipertensi atau angina (1 poin)

2 (2,2)

Tekanan darah sistolik < 100 mmHg (3 poin)

3 (4,4)

Frekuensi jantung >100mmHg (2 poin)

4 (7,3)

Klasifikasi Killip II-IV (2 poin)

5 (12,4)

Berat < 67 Kg (1 poin)

6 (16,1)

Elevasi ST anterior atau LBBB ( 1 poin)

7 (23,4)

Waktu ke perfusi > 4 jam ( 1 poin)

8 (26,8)

Skor resiko= total poin (0-14)

>8 (35,9)

ANGINA TAK STABIL DAN INFARK MIOKARD TANPA ST-ELEVASI


Pendahuluan
Angina tak stabil adalah rasa tidak enak pada dada atau lengan yang memiliki salah
satu karakteristik di bawah ini, yaitu:

19

1. Rest angina: keluhan muncul saat istirahat atau aktivitas minimal yang berlangsung
selama > 20 menit.
2. New onset angina: angina baru dengan minimal grade CCS kelas III.
3. Increasing angina: angina yang semakin sering, semakin lama durasinya, dan
semakin rendah tresholdnya (misal: peningkatan 1 kelas CCS ke minimal CCS
kelas III).
Spektrum klinik dari APTS sangat heterogen, oleh karena itu Braunwald
mengelompokan APTS berdasarkan beratnya manifestasi klinis, keadaan klinis saat masuk
APTS dan ada atau tidaknya tanda-tanda episode iskemik ( tabel 3).Diagnosis ditegakan
berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan klinis dan elektrokardiografi saat masuk rumah sakit
serta pengukuran petanda biokimiawi.
Tabel 1. Klasifikasi angina pektoris tak stabil
BERATNYA PENYAKIT
Kelas I

: Onset baru, berat atau adanya akselerasi angina


Angina dengan durasi kurang dari 2 bulan, berat atau terjadi 3 kali atau
Lebih dalam 1 hari, angina yg secara nyata lebih sering dan dipressipitasi
Oleh aktifitas ringan. Tidak ada nyeri saat istirahat dalam 2 bulan
terakhir.

Kelas II

:Angina saat istirahat, Sub akut. Pasien dengan episode angina saat
istirahat 1 kali atau lebih dalam 1 bulan yang lalu, tetapi bukan dalam 24
jam terakhir.

Kelas III

:Angina saat istirahat, Akut. Episode angina 1 kali atau lebih dalam 48
jam terakhir.

KEADAAN KLINIS
Kelas A : APTS sekunder. Kelas B : APTS Primer. Kelas C : APTS paska infark
( 2 minggu setelah infark).

20

Angina pektoris tak stabil dan infark miokard akut tanpa elevasi ST diketahui
merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis
sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosa NSTEMI
ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis APTS menunjukkan bukti adanya nekrosis
miokard berupa peningkatan biomarker jantung.
Patogenesis
SKA ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara pasokan dengan kebutuhan
oksigen miokard. Ada lima penyebab yang tidak terpisah satu sama lainnya.
Tabel 2. Penyebab APTS
1.

Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada

2.

Obstruksi sistemik (spasme koroner atau vasokontriksi

3.

Obstruksi mekanik yang progresif

4.

Inflamasi dan atau infeksi

5.

Factor atau keadaan pencetus


* penyebab-penyebab tersebut tidak berdiri sendiri, beberapa pasien mempunyai >2
penyebab.
Dalam 4 penyebab pertama, ketidakseimbangan terjadi terutama oleh karena suplai

oksigen ke miokard yang berkurang, sedangkan pada penyebab ke 5, ketidakseimbangan


terutama akibat meningkatnya kebutuhan oksigen moiokard, biasanya disertai adanya
kekurangan pasokan oksign yang menetap.
1. Penyebab tersering APTS/NSTEMI adalah penurunan perfusi miokard oleh karena
penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari thrombus yang ada pada plak
aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak sampai menyumbat. Mikroemboli
(emboli kecil) dari agegasi trombosit beserta komponennnya dari plak yang rupture,
yang mengakibatkan infark kecil di distal, merupakan penyebab keluarnya petanda
kerusakan miokard pada banyak pasien.
2. Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin diakibatkan oleh
spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina
Prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh
darah dan/atau akibat disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga
diakibatkan oleh konstriksi abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.

21

3. Penyebab ketiga dari APTS adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena
spasme

atau

thrombus.

Hal

ini

terjadi

pada

sejumlah

pasien

dengan

aterosklerosisprogresif aatatu dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner


perkutan (PCI).
4. Penyebab keempat adalah inflamasi, disebabkan olah atau yang berhubungan dengan
infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilitas plak, rupture
dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak meningkatkan ekspresi
enzim seperti metalloproteinase, yang dapat mengakibatkan penipisan dan rupture
dari plak, sehingga selanjutnya dapat mengakibatkan APTS/NSTEMI.
5. Penyebab kelima dari APTS yang merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus
diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab berupa penyempitan arteri koroner
yang mengakibatkan terbatasnya perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita
angina stabil yang kronik, APTS jenis ini antara lain karena:
-

Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi dan


tirotoksikosis

Berkurangnya aliran darah koroner

Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemis dan hipoksemia.

Kelima penyebab APTS/NSTEMI diatas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan banyak
terjadi tumpang tindih.
Patofisiologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena
trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali
dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti
lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah , fibrous cap yang tipis dan konsentrasi
faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester
kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruputur plak dapat
dijumpai sel makrofag dan limfosit T yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Selsel ini
akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan
merangsang hsCRP di hati.
Diagnosis
Riwayat/Anamnesis
Nyeri dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien dengan APTS/NSTEMI.
Nyeri atau rasa tidak nyaman di dada biasanya berlokasi retrosternal, sentral, atau di dada kiri

22

menjalar ke rahang atau ke lengan atas. Rasanya seperti dipukul, ditekan, atau terbakar. Berat
ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan antara gejala STEMI dan
APTS/NSTEMI.
Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri akut. Gejala
yang tidak tipikal seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek, rasa tidak nyaman di
epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama pada wanita, penderita diabetes dan
pasien usia lanjut. Kecurigaan harus lebih besar pada pasien dengan factor resiko
kardiovaskuler multiple, dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan diagnosis.
Manifestasi klinis
Gambaran klinis unstable angina berupa nyeri dada yang berlokasi di substernal atau
terkadang pada epigastrium yang menjalar ke leher, bahu kiri, dan lengan kiri. Nyeri ini dapat
berlangsung hingga 30 menit dan dapat membangunkan penderita dari tidur. Penderita tampak
berkeringat, kulit pucat dan dingin, mual, muntah, dan palpitasi.
Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan sinus takikardi, bunyi jantung S3 dan/atau
S4, ronki, sistolik murmur akibat mitral regurgitasi selama atau setelah episode iskemik,
terkadang hipotensi. Tetapi hal ini tidak spesifik untuk unstable angina.
Elektrokardiografi
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang dilakukan saat sedang
nyeri dada sangat bermanfaat.
Gambaran diagnosis dari EKG adalah:
-

depresi segmen ST > 0,05 mV

Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV inverse gelombangT


yang simetris di sandapan prekordial

Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung, terutama
sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan segmen ST. namun
EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI.

Petanda Biokimia Jantung


Kadar serum creatinine kinase (CK) dan fraksi MB merupakan indicator penting dari
nekrosis miokard. Keterbatasan utamadari kedua petanda tersebut adalah relative rendahnya
spesifitas dan sensitivitas saat awal (<6 jam) setelah onset serangan. Risiko yang lebih buruk

23

pada pasien tanpa segmen ST elevaasi lebih besar paada pasien dengan peningkatan nilai
CKMB. Dilain pihak petanda biokimia lainnya seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT)
mempunyai nilai prognostic yang lebih baik.
Troponin C, TnI, dan TnT berkaitan dengan kontraksi dari sel miokard. Susunan asam amino
dari troponin C sama dengansel otot jantung dan rangka sedangkan pada TnI dan TnT
berbeda.
Nilai prognostic dari TnI atau TnT untuk memprediksi risiko kematian, infark
miokard dan kebutuhan revaskularisasi dalam 30 hari, adalah sama. Kemampuan dan nilai
dari masing-masing petanda jantung dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 3. Petanda Biokimia Jantung Untuk Evaluasi dan Tata Laksana SKA tanpa Elevasi
Petanda
Troponin
jantung

Keunggulan
1.
2.

3.

4.

CK-MB

5.
1.
2.

Modalitas
yang
kuat
untuk
stratifikasi resiko
sensittivitas dan
spesifitas
tang
lebih baik dari
CKMB
Deteksi serangan
infark
miokard
sampai dengan 2
minggu
stelah
terjadi
Bermanfaat untuk
deteksi
pengobatan
Deteksi reperfusi
cepat,
efisien
biaya dan tepat
dapat mendeteksi
awal infark

Kekurangan
1.

2.

1.

2.

Myoglobin

1.
2.
3.

sensitifitas tinggi
bermanfaat untuk
deteksi awal infark
deteksi reperfusi

1.

Rekomendasi klinik

Kurang
sensitif
pada
awal
terjadinya
serangan (onset <6
jam)
dan
membutuhkan
penilaian ulang 612 jam, jika hasil
negatif.
Kemampuan yang
terbatas
untuk
mendeteksi infark
ulangan
yang
terlambat

Test yang bermanfaat


untuk
mendiagnosa
kerusakan
miokard
dimana klinisi harus
membiasakan
diri
dengan
keterbatasan
penggunaan
pada
laboratorium RS nya
masing-masing

Kehilangan
spesifitas
pada
penyakit
otot
jantung
dan
kerusakan
otot
miokard
akibat
bedah
kehilangan
sensitifitas
saat
awal
infark
miokard
akut
(onset <6jam) atau
sesudahnya setelah
onset (.36 jam) dan
untuk kerusakan
otot jantung minor
(terdeteksi
oleh
troponin)
spesifitas yang
rendah
dalam
menilai
kerusakan dan

Standar yang baku dan


masih dapat diterima
sebagai tes diagnostik
pada sebagian besar
kondisi

Tidak
digunakan
sebagai
satu-satunya
petanda
diagnostik
karena kelemahan pada

24

4.

sangat bermanfaat
dalam
menilai
infark miokard

2.

penyakit
otot
rangka
penurunan yang
cepat ke nilai
normal

sensitifitas jantung.

Meskipun mioglobin tidak spesifik untuk jantung, tapi memiliki sensitivitas yang tinggi.
Dapat terdeteksi secara dini 2 jam setelah saat nyeri. Tes negative dari mioglobin dalam 4-8
jam sangat berguna dalam menentukan adanya nekrosis miokard. Meskipun demikian
mioglobin tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya petanda jantung yang menidentifikasi
pasien dengan NSTEMI.
Peningkatan kadar CKMB sangat erat kaitannya dengan kematian pasien dengan
SKA tanpa elevasi segmen ST, dan naiknya risiko dimulai dengan meningkatnya kadar
CKMB diatas normal. Meskipun demikian nilai normal CKMB tidak menyingkirkan adanya
kerusakan ringan miokard dan adanya risiko terjadinya perburukan penderita.
Troponin khusus jantung merupakan petanda biokimia primer untuk SKA. Sudah diketahui
bahwa kadar troponin jantung tidak akan meningkat setelah 6 jam onset. Nilai troponin
negative saat < 6 jam harus diulang saat 6-12 jam setelah onset nyeri dada. Pemeriksaan
troponin jantung dapat dilakukan di laboratorium kimia atau dengan peralatan
sederhana/bedside. Jika dilakukan di laboratorium, hasilnya harus dapat diketahui dalam
waktu 60 menit.
Stratifikasi Resiko
Penilaian risiko
Penilaian risiko harus dimulai dengan penilaian terhadap kecenderungan penyakit jantung
koroner (PJK). Lima factor terpenting dimulai dari riwayat klinis yang berhubungan dengan
kecenderungan adanya PJK, diurut berdasarkan kepentingannya adalah:
1. adanya gejala angina
2. riwayat PJK sebelumnya
3. jenis kelamin
4. usia
5. diabetes, factor resiko tradisional lainnya
Saat diagnosis APTS/NSTEMI sudah dipastikan, maka kecenderungan akan terjadinya
perubahan klinis dapat diramalkan berdasarkan usia, riwayat PJK sebelumnya, pemeriksaan
klinis, EKG dan pengukuran petanda jantung.

25

Rasionalisasi Stratifikasi Risiko


Pasien dengan APTS/NSTEMI memiliki peningkatan terhadap risiko kematian, infark
berulang, iskemia berulang dengan symptom, aritmia berbahaya, gagal jantung dan stroke.
Penilaian prognosis tidak hanya menolong untuk penanganan kegawatan awal dan
pengobatannya, tetapi juga membantu penentuan pemakaian fasilitas seperti:
1. seleksi ruang perawatan (CVCU, Intermediate ward, atau rawat jalan) dan
2. seleksi pengobatan yang tepat, seperti antagonis GP IIb/IIIa dan intervensi koroner
Rekomendasi
1. Penentuan adanya kecenderungan iskemia akut karena PJK harus dilakukan pada
semua pasien dengan keluhan tidak enak di dada.
2. Pasien dengan APTS/NSTEMI harus dilakukan stratifikasi risiko yang terfokus pada
gejala angina, penemuan pemeriksaan fisik, penemuan EKG dan petanda biokimia
akan kerusakan jantung
3. EKG 12 sandapan harus dilakukan segera (dalam 10 menit) pada pasien dengan
keluhan nyeri dada terus menerus dan sesegera mungkin pada pasien dengan riwayat
iskemia akut yang menetap namun menghilang dalam evaluasi selanjutnya.
4. Petanda biokimia dari kerusakan jantung harus dinilai pada semua pasien yang datang
dengan nyeri dada karena APTS/NSTEMI. Troponin khusus jantung merupakan
petanda pilihan, dan jika mungkin, harus dilakukan pada semua pasien. Pemeriksaan
CKMB dapat juga dilakukan. Pada pasien dengan hasil negatif saat pengukuran < 6
jam, harus dilakukan penilaian ulang pada saat 6-12 jam.
Kriteria untuk Risiko Tinggi dan Rendah terhadap Kematian atau IMA
Risiko Tinggi
-

Pasien dengan gejala berat


a. Iskemia berulang (dengan gejala iskemik yang semakin sering dalam 48 jam atau
terus menerus (> 20 menit) nyeri saat istirahat
b. Pasien dengan angina saat istirahat yang tidak hilang dengan nitrat
c. Pasien dengan infark baru sebelumnya
d. Pasien dengan riwayat revaskularisasi sebelumnya (PCI, CABG)
e. Pasien dengan riwayat pengobatan ASA kurang dari 7 hari

Pasien hemodinamik tak stabil selama periode observasi


a. Edema paru
b. Regurgitasi Mitral baru atau perburukan

26

c. Hipotensi, bradikardi atau takikardi


-

Pasien dengan kelainan EKG


a. Perubahan segmen ST yang dinamik > 0,05 mV, terutama depresi segmen ST
b. Elevasi segmen ST yang transient
c. Inversi gelombang T > 0,2 mV
d. Gelombang Q patologis
e. Bundle Branch Block, baru atau diperkirakan baru
f.

Sustained Ventricular Tachycardia

Pasien dengan peningkatan kadar troponin

Pasien dengan disfungsi ventrikel kiri dan fraksi ejeksi yang menurun (dengan
ekokardiografi)

Risiko Rendah
-

Pasien tanpa keluhan nyeri dada berulang dalam periode observasi

Pasien tanpa depresi atau elevasi segmen ST tetapi menunjukkan sedikit gelombang T
negative, gel T mendatar/flat atau normal EKG

Pasien tanpa peningkatan kadar troponin atau petanda lain dari kerusakan jantung

SKORING RISIKO TIMI UNTUK APTS/NSTEMI


RIWAYAT

SKOR

Risiko serangan jantung (%) selama 14 hari dalam


TIMI 11B*

Usia > 65 th

Skor

Kematian/IMA

Kematian, IMA/

risiko
>3 faktor risiko

PJK (R.kel, HT,


Kol,

DM,

Rokok)

Diketahui PJK

(>50%)

Pemakaian

ASA 7

Revas segera

0/1

11

20

12

26

6/7

19

41

* Kriteria masukkan: APTS/NSTEMI didefinisikan sebagai

hari terakhir

nyeri iskemik saat istirahat dalam 24 jam terakhir, dengan

PRESENTASI

kejadian PJK (deviasi seg ST atau petanda (+))

27

Angina

berat

(>24

jam)
petanda biokimia

Deviasi ST > 0,5mm

Penatalaksanaan
Pasien STEMI harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi
segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi yang harus dipertimbangkan
pada pasien NSTEMI, yaitu
1. Terapi antiiskemia
2. Terapi antiplatelet/amtikoagulan
3. Terapi invasif (kateterisasi dini/revaskularisasi)
4. Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS

I. Terapi Antiiskemia
Untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang dapat diberikan
terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta. Terapi antiiskemia terdiri dari nitrogliserin
sublingual dan dapat dilanjutkan dengan intravena, dan penyekat beta oral (pada keadaan
tertentu dapat diberikan intravena). Antagonis kalsium nondihidropiridin diberikan pada
pasien dengan iskemia refrakter atau yang tidak toleran dengan obat penyekat beta.
1.1 Nitrat
Nitrat pertama kali harus diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien mengalami
nyeri dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah diberikan nirtat sublingual 3 kali dengan
interval 5 menit, direkomendasikan pemberian nitrogliserin intravena (mulai 5-10
ug/menit). Laju infus dapt ditingkatkan 10 ug/menit tiap 3-5 menit sampai keluhan
menghilang atau tekanan darah sistolik <100 mmHg. Setelah nyeri dada hilang dapat
digantikan dengan nitrat oral atau dapat mengggantikan nitogliserin intravena jika pasien
sudah bebas nyeri selama 12-24 jam. Kontraindikasi absolut adalah hipotensi atau
penggunaan sildenafil atau obat sekelasnya dalam 24 jam sebelumnya.
1.2 Penyekat beta
Penyekat beta oral diberikan dengan target frekuensi jantung 50-60 kali/menit.
Antagonis kalsium yang mengurangi frekuensi jantung seperti verapamil atau diltiazem

28

direkomendasikan pada pasien dengan nyeri dada persisten atau rekuren setelah terapi
nitrat dosis penuh dan penyekat beta dan pada paisen dengan kontraindikasi penyekat
beta. Jika nyeri dada menetap walaupun dengan pemberian nitrogliserin intravena, morfin
sulfat dengan setengah dosis 1-5 mg dapat diberikan tiap 5-30 menit sampai dosis total 20
mg.
Penyekat Beta Dalam Praktek Klinis
Obat

Dosis umum untuk angina

Propanolol

20-80 mg 2x/hari

Metoprolol

50-200 mg 2x/hari

Atenolol

50-200 mg/hari

II. Terapi Anti trombotik


Oklusi trombus sub total pada koroner mempunyai peran utama dalam patogenesis
NSTEMI dan keduanya mulai dari agregasi platelet dan pembentukan thrombin-activated
fibrin bertanggung jawab atas perkembangan klot. Oleh karena itu, terapi anti platelet dan
anti trombin menjadi komponen kunci dalam perwatan.
2.1

Terapi Anti pletelet

2.1.1

Aspirin
Peran penting aspirin adalah menghambat siklooksigenase-1 yang telah
dibuktikan dari penelitian klinis multipel dan beberapa meta-analisis, sehinggga
aspirin menjadi tulang pungggung dalam pelaksanaan APTS/NSTEMI.

2.1.2

Klopidogrel
Klopidogrel direkomendasikan sebagai obat lini pertama untuk APTS/NSTEMI
dan ditambahkan aspirin pada pasien-pasein tersebut, kecuali merka dengan resiko
tinggi perdarahan dan pasien yang memerlukan CABG segera. Klopidogrel sebaiknya
diberikan pada pasien dengan APTS/NSTEMI yang :

Direncanakan untuk mendapat pendekatan non invasif didni.

Dikethui tidak merupakan kandidat opersi koroner segera berdasarkan


pengetahuan sebelumnya tentang anatomi koroner/memiliki kontraindikasi untuk

29


2.1.3

Katerisasi ditunda/ ditangguhkan selama > 24-36 jam.

Antagonis Platelet GP IIb/IIIa


Reseptor glikoprotein (GP) IIb/IIIa adalah reseptor penting pada proses akhir
agregasi trombosit, yang akan berikatan dengan fibrinogen plasma atau faktor von
willebrand. Ikatan ini menjadi jembatan antar trombosit yang berdekatan untuk saling
berikatan dan seterusnya berikatan satu sama lain sedemikian rupa sehingga akhirnya
terbentuk `sumbat` homeostatik. Trombosis dapat dihambat secara efektif dengan
menghambat reseptor ini. Penghambatan jalur akhir agregasi trombosit oleh
glikoprotein IIb/IIIa ini, terbukti menurunkan morbiditas dan mortilitas pasien dengan
APTS/NSTEMI.
Saat ini terdapat tiga antagonis reseptor GP IIb/IIIa yang telah diakui untuk
penggunaan klinis. Abciximab (Reopro), merupakan fragmen Fab dari antibodi
monoclonal humanized murine yang mngenali reseptor fibrinogen. Selain itu, cyclic
hepatopeptide eptifibatide (integrilin) dan nonpeptide mimetic tirofiban (Aggrastat)
merupakan inhibitor kompetitif pengikatan fibrinogen.

2.2

Terapi Anti Koagulan


Heparin, baik heparin tak terfraksinasi (UFH) atau heparin berat molekul
rendah (LMWH), merupakan komponen kunci pada tatalaksana antitrombotik dari
APTS/NSTEMI.

2.2.1

Heparin tak terfraksinasi (UFH)


Heparin merupakan campuran mukopolisakarida sulfat yang etrikat dengan
antitrombin III menginaktivasi faktor Iia (trombin), faktor Ixa dan Xa, sehingga
menghambat koagulasi.
Heparin dan antitrombin III teraktivasi menghambat trombin menginduksi agregasi
platelet.

2.2.2 Heparin berat molekul rendah (LMWH)


LMWH merupakan depolimerasasi dari UFH standar yang bekerja dengan
jalan menghambat faktor IIa dan faktor Xa.
Berdasarkan petunjuk dari ACC (American College of Cardiology), enoxaparine
lebih dipilih sebagai antikoagulan dibandingkan dengan UFH pada pasien dengan
APTS/NSTEMI, kecuali pasien direncanakan CABG dalam 24 jam.

30

Penggunaan Klinis Terapi Anti trombolitika


Terapi Anti platelet
Aspirin

Dosis awal 162-325 mg formula nonenterik dilanjutkan 75160 mg/hari formula enterik atau nonenterik.

Klopidogrel

Dosis loading 300mg dilanjutkan 75 mg/hari

(Plavix)
Terapi Antiplatelet IV
Abciximab(Reopro)

0,25 mg/kg bolus dilanjutkan infus 0,125/kg per menit (maks


10 ug/mnt) untuk 12-24 jam.

Eptifibatid(Integrilin)

180 ug/kg bolus dilanjutkan infus 2 ug/kg permenit untuk 7296 jam.

Tirofiban (ggrastat)

0,4 ug/kg permenit untuk 30 menit dilanjutkan infus 0,1


ug/kg per menit untuk 48-96 jam.

Heparin
Dalteparin (Fragmin)

120 IU/kg SC tiap 12 jam (maks 10.000 IU 2 kali sehari)

Enoxaparin (Lovenox)

1 mg/kg SC tiap 12 jam, dosis awal boleh didahului bolus 30


mg intravena

Heparin (UFH)

Bolus 60-70 U/kg (maks 5000 U) IV dilanjutkan infus 12-15


U/kg per jam (maks awal 1000 U/jam) dititrasi sampai aPTT
1,5-2,5 kali kontrol.

V. Revaskularisasi
Secara luas dibicarakan terdapat 2 perbedaan tatalaksana pasien dengan
APTS/NSTEMI, yaitu konservatif dini (EC) dan invasif dini (EI). Pada EC, angiografi
koroner ditujukan pada pasien-pasien dengan kejadian iskemia meskipun telah
mendapatkan terapi medis. Pada pendekatan EI, semua pasien tanpa kontraindikasi untuk
revaskularisasi koroner merupakan subyek untuk dilakukan angiografi dan revaskularisasi
(jika ada indikasi klinis).
VI. Pencegahan Sekunder

31

Tata laksana terhadap faktor resiko antara lain mencapai berat badan yang optimal,
nasihat diet, penghentian merokok, olahraga, pengontrolan hipertensi dan tata laksana
intensif diabetes melitus dan deteksi adanya diabetes yang tidak dikenali sebelumnya.
Pasien APTS/NSTEMI sebaiknya diterapi sesuai National Cholesterol Education
Program (NCEP III), dan konsentrasi kolesterol LDL sebaiknya tereduksi sehingga
kurang dari 100 mg/dl.

ANGINA PEKTORIS
Angina pektoris adalah rasa nyeri yang timbuk karena iskemia mikokardium.
Biasanya mempunyai karakteristik tertentu :
1. Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikit dimkirinya, dengan
penjalaran ke leher, rahang , bahu kiri s/d lengan dan jari-jari bagian ulnar,
punggung/pundak kiri.
2. Kualitas nyeri biasanya merupakan nyari yang tumpul sperti rasa tertindih/berat
di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atu dari bawah diafragma, seperti
diremas-remas atau dada mau pecah dan biasabya pada keadaan yang berat
disertai keringat dingin dan sesak napas serta perasaan takut mati. Biasanya
bukanlah nyeri yang tajam seperti ditusuk-tusuk /diiris dan bukan pula mules.
Tidak jarang pasien mengatakan bahwa ia hanya merasa tidak enak didadanya.
Nyeri berhubungan dengan aktifitas, hilang dengan istirahat, tapi tak
berhubungan dengan gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan ke kanan.
Nyeri juga dapat dipresipitasi oleh stres fisik ataupun emosional.
3. Kuantitas : Nyeri yang pertama kali timbul biasanya agak nyata, dari beberapa
menit sampi kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan baru pertama kali
(first onset) maka perlu dipertimbangkan sebagai angina pektoris tidak stabil
sehingga dimasukkan dalam sindrom koroner akut yang memerlukan perawatan
khusus. Nyeri dapat dihilangkan dengan nitrogliserin sublingual dalam hitungan
detik sampai beberapa menit. Nyeri tidak terus menerus tapi hilang timbul dengan
intensitas yang makin bertambah atau makin berkurang sampai terkontrol. Nyeri
yang berlangsung terus menerus sepanjang hari bahkan sampai berhari-hari
biasanya bukanlah nyeri angina pektoris.

Tabel 4. Grading Angina Pectoris berdasarkan klasifikasi Canadian Cardiovascular Society

32

Kelas
I

Keterangan
Aktivitas fisik sehari-hari tidak menyebabkan angina (misal: berjalan atau naik
tangga). Angina terjadi pada aktivitas berat, cepat, atau berlangsung lama.

II

Hambatan ringan terhadap aktivitas fisik sehari-hari. Angina terjadi bila berjalan
atau naik tangga dengan cepat, mendaki bukit, berjalan atau naik tangga sesudah
makan, dalam cuaca dingin, sewaktu hujan atau stres emosional, atau hanya
beberapa jam setelah bangun tidur. Angina timbul bila jalan lebih dari dua blok pada
jalan datar atau naik tangga lebih dari satu tingkat dengan tempo biasa dan dalam
keadaan biasa.

III

Hambatan berat terhadap aktivitas fisik sehari-hari. Angina terjadi saat berjalan 1-2
blok pada jalan datar dan naik tangga 1 tingkat dengan tempo biasa dan dalam
keadaan biasa.

IV

Ketidakmampuan melakukan aktivitas fisik apapun tanpa keluhan, gejala dapat


terjadi dalam keadaan istirahat.

Tabel 5. Kelas Fungsional menurut New York Heart Association


Kelas

Keterangan

Tidak terbatas, aktivitas fisik sehari-hari tidak menyebabkan lelah, sesak nafas atau
palpitasi.

II

Sedikit pembatasan aktivitas fisik, aktivitas sehari-hari menyebabkan lelah, palpitasi,


sesak nafas atau angina.

III

Aktivitas fisik sangat terbatas, saat istirahat tanpa keluhan namun aktivitas kurang
dari sehari-hari menimbulkan gejala.

IV

Tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun tanpa keluhan, gejala gagal jantung

33

timbul bahkan saat istirahat dan bertambah berat bila melakukan aktivitas.

DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Silvia A. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
edisi 4. 1995. Jakarta: EGC
2. McPhee, Sthepen J. Pathophysiology of Disease, A Introduction to
Clinical Medicine. 2003. United States: McGraw Hill
3. Rilantono, Lily Ismudiati, dkk. Buku Ajar Kardiologi. 2004. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI

34

4. Kasper, D.L., Braunswald E., Fauci A.S., Hauser S.L., Longo D.L.,
Jameson J.L. Harrisons Principles of Internal Medicine, 16 th edition,
New Tork: Mc Graw Hill; 2005
5. Hanafi b. Trisnohadi, Idrus Alwi, S. Harun. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 2006. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
6.

Brashers L. Valentina. Chapter 30 : Alterations of Cardiovaskular


Function in Pathofisiology the Biologic basis for disease in Adults and
Children 5th edition. McCance L. Kathryn, Huether E. Sue,. 2006.
Philadelphia: Elsevier Mosby

7. Antman Elliot M., Braunwald Eugene. Chapter 227: Unstable Angina


and non-ST-Elevation Myocardial Infarction in Harrisons Principles of
Internal Medicine 16th edition. Braunwald, Fauci,Hauser, Jameson,
Longo, Kasper. 2005. USA: McGraw Hill

35

Anda mungkin juga menyukai