Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN MINGGUAN

PRAKTIKUM ANATOMI DAN FISIOLOGI MANUSIA


ACARA V
UJI PENDENGARAN

DISUSUN OLEH :
Nama : Ayatun Nisa
NIM : E1A013005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2016

ACARA V
UJI PENDENGARAN

A.

Pelaksanaan Praktikum
1. Tujuan praktikum

: Untuk memahami mekanisme peransangan


alat kortil.

2. Hari, tanggal praktikum : Rabu, 11 Mei 2016


3. Tempat praktikum

: Laboratorium Biologi, FKIP, Universitas


Mataram.

B.

Landasan Teori
Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul
di lingkungan eksternal, yaitu masa pemadatan dan pelonggaran molekul yang
terjadi berselang seling mengenai membran timpani. Plot gerakan-gerakan ini
sebagai perubahan tekanan di membran timpani persatuan waktu adalah
satuan gelombang, dan gerakan semacam itu dalam lingukangan secara umum
disebut gelombang suara. Secara umum kekerasan suara berkaitan dengan
amplitudo gelombang suara dan nada berkaitan dengan prekuensi (jumlah
gelombang persatuan waktu). Semakin besar suara semakin besar amplitudo,
semakin tinggi frekuensi dan semakin tinggi nada. Namun nada juga
ditentukan oleh factor - faktor lain yang belum sepenuhnya dipahami selain
frekuensi

dan

frekuensi

mempengaruhi

kekerasan,

karena

ambang

pendengaran lebih rendah pada frekuensi dibandingkan dengan frekuensi lain.


Gelombang suara memiliki pola berulang, walaupun masing - masing

gelombang bersifat kompleks, didengar sebagai suara musik, getaran apriodik


yang tidak berulang menyebabakan sensasi bising (Gannong,2005:66).

Telinga merupakan organ pendengaran dan juga memainkan peran


penting dalam mempertahankan keseimbangan. Bagian-bagian yang berperan
dalam pendengaran : bagian luar, bagian tengah, dan koklea. Bagian-bagian
yang berperan dalam keseimbangan : kanal semisirkular, utrikel, dan sakulus.
Telinga luar terdiri dari atas aurikula (daun telinga) dan liang telinga luar
(meatus akustikus eksternus). Meatus akustikus eksternus terdapat di antara
daun telinga dan membrana timpani. Telinga bagian tengah merupakan
merupakan ruang kecil dalam tulang temporal, dipisahkan oleh membran
timpani dari telinga bagian luar, dinding selanjutnya dibentuk oleh dinding
bagian lateral telinga dalam. Rongga tersebut dikelilingi membran mukosa
dan berisi udara yang masuk dari faring melalui saluran pendengaran. Hal ini
membuat tekanan udara di kedua sisi membran timpani sama. Telinga tengah
terdiri dari tiga tulang tipis, yang disebut osikel, yang menghantarkan getaran
ke membrana timpani melalui telinga dalam. Membran timpani tipis dan
semitransparan dan tempat melekatnya malleus, osikel pertama, melekat
dengan kuat ke permukaan dalam. Inkus berartikulasi dengan malleus dan
stapes, bagian dasar osikel, yang menempel pada fenestra vestibuli dan
mengarah ke bagian dalam telinga. Dinding posterior telinga tengah terbuka
tidak beraturan, mengarah ke mastoid antrum dan membelok ke sekolompok
sel udara mastoid, seperti sinus nasal yang terinfeksi. Telinga dalam (disebut
juga labirin) terdiri atas sebuah sistem saluran yang tak beraturan (labirin
membranosa) yang dibatasi oleh tulang (labirin tulang). Labirin tulang dapat
dibagi dalam tiga bagian yang secara struktural dan fungsional berbeda, yaitu
vestibulum, koklea dan kanalis semisirkularis. Labirin tulang ini berisikan
prelimfe. Labirin membranosa, yang dikelilingi dan berenang dalam prelimfe,
berisikan endolimfe (Syaifuddin,2009:55).

Getaran suara ditangkap oleh telinga yang dialirkan ke telinga dan


mengenai membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini
diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain.
Selanjutnya stapes menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli kemudian
getaran diteruskan melalui Rissener yang mendorong endolimfe dan membran
basilaris ke arah bawah, perilimfe dalam skala timpani akan bergerak
sehingga tingkap bundar (foramen rotundum) terdorong kearah luar. Getaran
yang mendorong endolimfe dan membran basilaris ke arah bawah, akan
menyebabkan membran basilaris juga ikut bergetar. Dimana pada permukaan
membran basilaris terdapat ogran corti ( sel sel rambut ( stereosilia dan
kinosilium ) dan membran tectorial ), oleh karena itu getaran dari membran
basilaris akan membuat sel sel rambut saling bergesekan yakni antara
stereosilia yang bergeser ke arah kinosilium mengakibatkan kanal K+ akan
terbuka sehingga K+ masuk menyebabkan depolarisasi. Akibat dari
depolarisasi, kanal Ca2+ akan terbuka dan Ca2+ akan masuk menginduksi
neurotransmitter. Neurotransmitter akan di terima oleh neuron afferent dan
terjadi potensial aksi , lalu neuron neuron aferent akan menuju ke ganglion
spiralis corti yang terdapat dalam pusat koklea. Dari pusat koklea impuls akan
di jalarkan menuju ke cortex area auditoris primer (Guyton,2006:105).

C.

Alat dan Bahan


1. Alat :
a. Garpu tala
b. Stopwatch
c. Alat tulis
2. Bahan :
a. Orang percobaan (praktikan)

D.

Cara Kerja
1. Menurut Weber
a. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan,
b. Mencatat frekuensi garpu tala yang digunakan,
c. Menutup salah satu telinga orang percobaan,
d. Menggetarkan garpu tala dan meletakkan di tengah-tengah cranium,
e. Menanyakan pada orang percobaan pada telinga mana garpu tala
terdengar lebih keras, apabila suara terdengar keras pada telinga yang
di tutup, terjadi lateralisasi,
f. Mencatat ada tidaknya lateralisasi pada orang percobaan di lembar
hasil pengamatan,
g. Melakukan langkah b-f untuk telinga kanan dan telinga kiri masingmasing sebanyak 2 kali.
2. Menurut Rinne
a. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan,
b. Mencatat frekuesnsi garpu tala (512 Hz),
c. Menggetarkan garpu tala kemudian meletakkannya di tonjolan
belakang telinga,
d. Menghitung waktu mulai terdengar bunyi garpu tala sampai tidak
mendengar menggunakan stopwatch lalu memindahkan letak garpu
tala ke depan lubang telinga (maksimal 2 cm),
e. Menghitung waktu mulai mendengar bunyi garpu tala sampai tidak
mendengar menggunakan stopwatch,
f. Mencatat hasil pengamatan pada lembar hasil pengamatan,
g. Mengulang langkah b-f untuk telinga kanan dan telinga kiri masingmasing sebanyak 2 kali.

E.

Hasil Pengamatan
1. Menurut Weber
a. Data pribadi
No.

1.

Nama

Nisa

Frekuensi

Terjadi lateralisasi

(Hz)

Kanan

314

Kiri

b. Data kelompok

No.

Nama

Enos

Ros

Tutik

Ratih

Nisa

2. Menurut Rinne
a. Data pribadi

Frekuensi
(Hz)
288

314

314

314

314

Terjadi lateralisasi
Kanan

Kiri

Waktu (s)

No.

1.

Nama

Nisa

Frekuensi

Tonjolan belakang
daun telinga

(Hz)

512

Lubang telinga

(mastoid)
Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

b. Data kelompok
Waktu (s)

No.

Nama

Sigit

Ros

Ratih

Tutik

Nisa

Frekuensi

Tonjolan belakang
daun telinga

(Hz)

512

512

512

512

512

Lubang telinga

(mastoid)
Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

F.

Pembahasan
Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul
di lingkungan eksternal, yaitu masa pemadatan dan pelonggaran molekul yang
terjadi berselang seling mengenai membran timpani. Plot gerakan-gerakan ini
sebagai perubahan tekanan di membran timpani persatuan waktu adalah
satuan gelombang, dan gerakan semacam itu dalam lingukangan secara umum
disebut gelombang suara. Secara umum kekerasan suara berkaitan dengan
amplitudo gelombang suara dan nada berkaitan dengan prekuensi (jumlah
gelombang persatuan waktu). Semakin besar suara semakin besar amplitudo,
semakin tinggi frekuensi dan semakin tinggi nada. Namun nada juga
ditentukan oleh factor - faktor lain yang belum sepenuhnya dipahami selain
frekuensi

dan

frekuensi

mempengaruhi

kekerasan,

karena

ambang

pendengaran lebih rendah pada frekuensi dibandingkan dengan frekuensi lain.


Gelombang suara memiliki pola berulang, walaupun masing - masing
gelombang bersifat kompleks, didengar sebagai suara musik, getaran apriodik
yang tidak berulang menyebabakan sensasi bising. Adapun tujuan dari
praktikum ini adalah untuk memahami mekanisme peransangan alat kortil.

Ada dua percobaan yang digunakan untuk menguji pendengaran dalam


praktikum ini yaitu menurut Weber dan menurut Rinne. Pada percobaan
menurut Weber diperoleh hasil pada orang percobaan (Nisa) ketika telinga
kanan ditutup kemudian garpu tala yang sudah digetarkan diletakkan di
tengah-tengah cranium, terdengar bunyi atau degungan yang lebih keras pada
telinga kanan, begitu juga ketika telinga kiri yang ditutup. Hal ini
menunjukkan terjadinya lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Pada lateralisasi
ke kanan terdapat kemungkinannya adalah : (a) tuli konduksi sebelah kanan,
misal adanya ototis media disebelah kanan, (b) tuli konduksi pada kedua
telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan lebih hebat, (c) tuli persepsi
sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar sebelah

kanan, (d) tuli persepsi pada kedua telinga, tetapi sebelah kiri lebih hebat dari
pada sebelah kanan, dan (e) tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah
kanan jarang terdapat. Adanya lateralisasi ini dikarenakan masking, di mana
telinga yang normal dapat mendengar suara baik dari hantaran tulang dan
udara, sedangkan pada telinga yang berkelainan, telinga tersebut hanya
mampu mendengarkan suara dari hantaran tulang saja. Test Weber adalah tes
yang dilakukan untuk membandingkan konduksi tulang di kedua sisi telinga.
Dimana normalnya konduksi tulang telinga kanan dan kiri adalah sama rata.
Tes Weber memastikan adanya tuli konduktif atau menunjukkan adanya tuli
sensorineural. Jika ada tuli konduktif pada satu telinga, suara akan terdengar
lebih keras pada telinga itu. Alasannya adalah bahwa efek peredam yang
berasal dari suara gaduh normal dilatar belakang menjadi berkurang pada
telinga tersebut karena adanya gangguan hantaran. Jika ada tuli saraf pada
satu telinga, bunyi tersebut akan terdengar lebih jelas pada telinga normal.
Pada tuli saraf, hantaran bunyi melalui udara dan tulang tidak diteruskan ke
susunan saraf pusat.

Pada percobaan menurut Rinne diperoleh hasil positif untuk orang


percobaan (Nisa). Hal ini dapat menandakan bahwa getaran melalui udara
dapat didengar dua kali lebih lama di bandingkan melalui tulang, dimana
normalnya getaran melalui udara dapat di dengar selama 70 detik, sedangkan
getaran melalui tulang dapat di dengar selama 40 detik. Namun bila pada
pemeriksaaan didapatkan hasil rinne negatif yang berarti getaran pada garpu
tala setelah berhenti pada konduksi tulang (prosesus mastoideus), tidak dapat
didengar lagi melalui konduksi udara. Hal ini menunjukkan bahwa konduksi
udara lebih lemah dibandingkan dengan konduksi tulang, yang dapat
menandakan terjadinya gangguan pendengaran yang kita sebut sebagai tuli
Konduktif yakni melemahnya transmisi suara yang melalui telinga luar dan
telinga media yang bisa disebabkann karena terlalu banyaknya wax atau

serumen atau adanya benda asing di dalam meatus acusticus eksternus,


terjadinya infeksi pada telinga media dan lain lain. Akibat tuli konduktif
adalah konduksi suara terdengar lebih baik melalui tulang dari pada konduksi
suara melalui udara. Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik
berasal dari pemeriksa maupun probandus. Kesalahan dari pemeriksa
misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus, tangkai garputala mengenai
rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa
karena jaringan lemak planum mastoid pasien terlalu tebal. Kesalahan dari
probandus misalnya probandus lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah
tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum
mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat
kita memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus.

G.

Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
a. Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul
di lingkungan eksternal, yaitu masa pemadatan dan pelonggaran
molekul yang terjadi berselang seling mengenai membran timpani.
b. Test Weber adalah tes yang dilakukan untuk membandingkan
konduksi tulang di kedua sisi telinga. Dimana normalnya konduksi
tulang telinga kanan dan kiri adalah sama rata.
c. Tes Weber memastikan adanya tuli konduktif atau menunjukkan
adanya tuli sensorineural dimana jika ada tuli konduktif pada satu
telinga, suara akan terdengar lebih keras pada telinga itu.

d. Pada percobaan menurut Weber jika diperoleh hasil suara terdengar


lebih keras pada telinga yang ditutup maka hal tersebut menunjukkan
terjadinya lateralisasi ke sisi telinga tersebut.
e. Adanya lateralisasi ini dikarenakan masking, di mana telinga yang
normal dapat mendengar suara baik dari hantaran tulang dan udara,
sedangkan pada telinga yang berkelainan, telinga tersebut hanya
mampu mendengarkan suara dari hantaran tulang saja.
f. Pada percobaan menurut Rinne diperoleh hasil Positif yang berarti
normal jika getaran pada garpu tala setelah berhenti pada konduksi
tulang (prosesus mastoideus), masih dapat di dengar pada konduksi
suara melalui udara atau lubang telinga.
g. Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari
pemeriksa maupun probandus dimana kesalahan dari pemeriksa
misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus, tangkai garputala
mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum
pasien juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien terlalu
tebal.
h. Kesalahan dari probandus misalnya probandus lambat memberikan
isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garputala saat kita
menempatkan garputala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran
kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala
kedepan meatus akustukus eksternus.

2. Saran
-

DAFTAR PUSTAKA

Ganong,William F.2005.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta:Penerbit Buku


Kedokteran EGC.
Guyton, C. Arthur and Hall, John E.2006.Fisiologi Kedokteran.Jakarta:Buku
Kedokteran EGC.
Syaifuddin.2009. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan.Jakarta:
Salemba Medika.

LAMPIRAN
Pertanyaan.
1. Apa yang dimaksud dengan lateralisasi, dan jelaskan mengapa terjadi
lateralisasi ?
2. Bagaimana kita mendengar suara sendiri ?
3. Bagaimana perbedaan suara apabila membuka menutup mulut ?

Jawaban.
1. Lateralisasi adalah proses dimana salah satu telinga berfungsi lebih baik dari
telinga yang lainnya dimana ketika dilakukan percobaan suara terdengar lebih
keras pada salah satu telinga dan tidak terdengar sama rata dengan telinga
yang lainnya. Lateralisasi dapat terjadi dikarenakan masking, di mana telinga
yang normal dapat mendengar suara baik dari hantaran tulang dan udara,
sedangkan pada telinga yang berkelainan, telinga tersebut hanya mampu
mendengarkan suara dari hantaran tulang saja. Ada bebrapa kemungkinan
yang menyebabkan terjadinya lateralisasi yaitu : (a) tuli konduksi sebelah
kanan, misal adanya ototis media disebelah kanan, (b) tuli konduksi pada
kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan lebih hebat, (c) tuli
persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar
sebelah kanan, dan (d) tuli persepsi pada kedua telinga, tetapi sebelah kiri
lebih hebat dari pada sebelah kanan.
2. Proses mendengar suara sendiri terjadi dimulai ketika getaran suara ditangkap
oleh telinga yang dialirkan ke telinga dan mengenai membran timpani,
sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang
pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes
menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli kemudian getaran diteruskan

melalui Rissener yang mendorong endolimfe dan membran basilaris ke arah


bawah, perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga tingkap bundar
(foramen rotundum) terdorong kearah luar. Getaran yang mendorong
endolimfe dan membran basilaris ke arah bawah, akan menyebabkan
membran basilaris juga ikut bergetar. Dimana pada permukaan membran
basilaris terdapat ogran corti ( sel sel rambut ( stereosilia dan kinosilium )
dan membran tectorial ), oleh karena itu getaran dari membran basilaris akan
membuat sel sel rambut saling bergesekan yakni antara stereosilia yang
bergeser ke arah kinosilium mengakibatkan kanal K+ akan terbuka sehingga
K+ masuk menyebabkan depolarisasi. Akibat dari depolarisasi, kanal Ca2+
akan terbuka dan Ca2+ akan masuk menginduksi neurotransmitter.
Neurotransmitter akan di terima oleh neuron afferent dan terjadi potensial aksi
, lalu neuron neuron aferent akan menuju ke ganglion spiralis corti yang
terdapat dalam pusat koklea. Dari pusat koklea impuls akan di jalarkan
menuju ke cortex area auditoris primer.
3. Perbedaan suara ketika membuka dan menutup mulut terlihat dari keras atau
tidaknya suara yang dihasilkan. Ketika membuka mulut suara akan terdengar
lebih keras sehingga terjadi peningkatan amplitudo getaran yang merangsang
ujung-ujung saraf bereksitasi lebih cepat. Sebaliknya ketika menutup mulut
suara hampir tidak terdengar dan hanya terdengar seperti dengungan.

Anda mungkin juga menyukai