1.
Pengertian
a. Diare merupakan gejala yang terjadi karena kelainan yang melibatkan fungsi
penyerapan dan sekresi. Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus
(gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (kolitis), usus dan kolon (enterokolitis)
(Dona L. Wong, Buku Ajar Keperawatan Pediatrik).
b. Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal, yang ditandai
dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari pada
anak, dan lebih dari 4 kali sehari pada neonatus (Hidayat, 2006).
c. Diare didefmisikan sebagai inflamasi pada membran mukosa lambung dan usus halus
yang ditandai dengan diare, muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan dan
elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit
(Betz,2009).
d. Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang
encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila
frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih
dari 1 bulan dan anak, frekuensinya lebih dari 3 kali (Simatupang, 2004).
e. Diare merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses
dan frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan diare bila feses lebih berair dari
biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar berair tapi
tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes, 2009).
2.
Epidemiologi
Menurut WHO, diare membunuh 2 juta anak di dunia setiap tahun sedangkan di
Indonesia menurut Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu penyebab kematian
kedua terbesar pada balita. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama
pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare
berat (Simatupang, 2004).
Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), insidensi diare di Indonesia pada tahun
2000 adalah 301 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,5 episode setiap
tahunnya untuk golongan umur balita. Cause Specific Death Rate (CSDR) diare
golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita. Kejadian diare pada anak laki-laki
hampir sama dengan anak perempuan. Penyakit ini ditularkan secara fecal-oral melalui
makanan dan minuman yang tercemar. Di negara yang sedang berkembang, insiden yang
tinggi dari penyakit diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar,
kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh
(Suharyono, 2003).
3.
Etiologi
Penyebab utama diare akut adalah bakteri, parasit, maupun virus. Penyebab lain
yang dapat menimbulkan diare akut adalah cacing, toksin dan obat, nutrient enteral
diikuti puasa yang berlangsung lama, kemoterapi, impaksi, fekal (overflow diarrhea) atau
berbagai kondisi lain.
Diare dapat juga disebabkan oleh intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi namun
tetap sebagian besar diare disebabkan oleh infeksi. Di Indonesia, penyebab utama diare
adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter, E. Coli, dan Entamoeba histolytica (Depkes
RI, 2000).
a. Bakteri penyebab diare ada 2, yaitu :
1.
2.
Bakteri Enteroinvansif
Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi dan
bersifat sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir dan darah.
Bakteri yang termasuk dalam golongan ini adalah Enteroinvansive E. Coli (EIEC),
S. Paratyphi B. S. Typhimurium, S. Enteriditis, S. Choleraesuis, Shigela, Yersinia
dan C. Perfringens tipe C.
b. Virus
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70 80%). Diare dapat
disebabkan oleh infeksi virus seperti Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain; infeksi bakteri
seperti Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas
dan sebagainya (Kliegman, 2006).
c. Helmint
Infeksi
parasit
seperti
cacing
(Ascaris,
Trichiuris,
Strongyloides).
Strongyloides stercoralis, kelainan pada mucosa usus akibat cacing dewasa dan
larva, menimbulkan diare. Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan
pada berbagai organ termasuk intestinal dengan berbagai manifestasi, termasuk diare
dan perdarahan usus. Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus,
terutama jejunu, menyebabkan inflamasi dan atrofi vili dengan gejala klinis watery
diarrhea dan nyeri abdomen (Kliegman, 2006).
d. Protozoa
Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis),
jamur (Candida albicans). Giardia lamblia, parasit ini menginfeksi usus halus.
Mekanisme patogensis masih belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorbsi
dan metabolisme asam empedu. Transmisi melalui fecal-oral route. Interaksi hostparasite dipengaruhi oleh umur, status nutrisi, endemisitas, dan status imun.
Didaerah dengan endemisitas yang tinggi, giardiasis dapat berupa asimtomatis,
kronik, diare persisten dengan atau tanpa malabsorbsi. Di daerah dengan endemisitas
rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 8 hari setelah terpapar dengan manifestasi
diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan anoreksia. Kadang-kadang
dijumpai malabsorbsi dengan faty stools, nyeri perut dan kembung. Entamoeba
histolytica. Prevalensi disentri amoeba ini bervariasi, namun penyebarannya di
seluruh dunia. Insidennya meningkat dengan bertambahnya umur, dan ter pada lakilaki dewasa. Kira-kira 90% infeksi asimtomatik yang disebabkan oleh E.histolytica
non patogenik (E.dispar). Amebiasis yang simtomatik dapat berupa diare yang
ringan dan persisten sampai disentri yang fulminant. Cryptosporidium. Dinegara
yang berkembang, cryptosporidiosis 5 15% dari kasus diare pada anak. Infeksi
biasanya siomtomatik pada bayi dan asimtomatik pada anak yang lebih besar dan
dewasa. Gejala klinis berupa diare akut dengan tipe watery diarrhea, ringan dan
biasanya self-limited. Pada penderita dengan gangguan sistim kekebalan tubuh
seperti pada penderita AIDS, cryptosporidiosis merupakan reemerging disease
dengan diare yang lebih berat dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik.
Microsporidium spp, Isospora belli, Cyclospora cayatanensis
Penyebab utama diare dapat digolongkan ke dalam faktor infeksi dan noninfeksi, yaitu sebagai berikut (Suriadi dan yuliani, 2001).
a. Faktor infeksi:
1. Bakteri; enteropathogenic Escherichia coli, Salmonella, Shigella, Yersinia
2.
enterocolitica.
Virus; enterovirus Echoviruses, Adenovirus, Human retrovirua seperti agent,
rotavisus
3. Jamur; Candida enteritis.
4. Parasit; Giardia clambia, Crytosporidium.
5. Protozoa.
b. Faktor non-infeksi:
1. Alergi makanan; susu, protein.
2. Gangguan metabolik atau malabsorpsi; penyakit celiac, cystic fibrosis pada
3.
4.
5.
6.
7.
4.
pancreas.
Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan.
Obat-obatan; antibiotik.
Penyakit usus; colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis.
Emosional atau stres.
Obstruksi usus.
5.
Klasifikasi
Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkann :
a. Diare akut
Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya dan
berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu.
Menurut Depkes (2002), diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14
hari tanpa diselang-seling berhenti lebih dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan
yang hilang dari tubuh penderita, gradasi penyakit diare akut dapat dibedakan dalam
empat kategori, yaitu: (1) Diare tanpa dehidrasi, (2) Diare dengan dehidrasi ringan,
apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat badan, (3) Diare dengan dehidrasi
sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 5-8% dari berat badan, (4) Diare dengan
dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 8-10%.
b. Diare kronis
Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan
penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan
metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari. Menurut
(Suharyono, 2008), diare kronik adalah diare yang bersifat menahun atau persisten
dan berlangsung 2 minggu lebih.
c. Diare Kronis Nonspesifik
Dikenal dengan istilah kolon iritabel atau diare toddler, merupakan penyebab
diare kronis yang sering dijumpai pada anak-anak yang berusia 6-54 minggu. Anakanak ini memperlihatkan feses yang lembek yang sering disertai partikel yang tidak
dicerna, dan lamanya melebihi 2 minggu. Ana-anak penderita diare ini tidak
memperlihatkan gejala malnutrisi, tidak ada darah dalam feses dan tidak tampak
infeksi enterik.
Menurut pedoman dari Laboratorium/UPF Ilmu Kesehatan Anak, Universitas
Airlangga (1994), diare dapat dikelompokkan menjadi:
1.
2.
3.
Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung paling lama 3-5 hari
Diare berkepanjangan, bila diare berlangsung lebih dari 7 hari
Diare kronik, bila diare berlangsung lebih dari 14 hari.
Diare akut, terbagi atas: diare dengan dehidrasi berat, diare dengan dehidrasi
ringan/sedang, dan diare tanpa dehidrasi.
6.
2.
Diare persisten bila diare berlangsung 14 hari atau lebih, terbagi atas: diare
3.
Gejala klinis
Gejala klinis umum dari diare, yaitu (Suraatmaja, 2007). :
a. Haus
b.Lidah kering
c. Turgor kulit menurun
d.Suara serak
e. Nadi meningkat
f. Keringat dingin
g.Fontanela cekung
h.Muka pucat
i. Mual, muntah
j. Demam
k.Nyeri perut/kejang perut
l. Mata cowong
Tanda dan gejala yang muncul dibedakan berdasarkan klasifikasi diare, yaitu:
Klasifikasi
Diare dengan dehidrasi berat
sangat lambat
Terdapat dua atau lebih tanda-tanda
berikut:
1. Gelisah, rewel, atau mudah marah
2. Mata cekung
3. Haus, minum dengan lahap
4. Cubitan kulit perut kembalinya
lambat
Tidak
cukup
tanda-tanda
untuk
atau ringan/sedang
Diare selama 14 hari atau lebih disertai
Diare persisten
dengan dehidrasi
Diare selama 14 hari atau lebih tanpa
Disentri
7.
Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum:
1. Baik, sadar (tanpa dehidrasi)
2. Gelisah, rewel (dehidrasi ringan/sedang)
3. Lesu, lunglai, atau tidak sadar (dehidrasi berat)
b.
Berat badan. Menurut S. Partono (1999), anak yang diare dengan dehidrasi biasanya
mengalami penurunan berat badan, sebagai berikut:
Tingkat dehidrasi
Dehidrasi ringan
Dehidrasi sedang
Dehidrasi berat
c.
Kulit
Dilakukan pemeriksaan turgor untuk mengetahui elastisitas kulit, yaitu dengan cara
mencubit daerah perut menggunakan kedua ujung jari (bukan kedua kuku). Apabila
turgor kulit kembali dengan cepat (< 2 detik), berarti diare tanpa dehidrasi. Apabila
turgor kembali dengan lambat (cubitan kembali dalam waktu 2 detik), ini berarti
diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Apabila turgor kembali sangat lambat (cubitan
kembali > 2 detik), ini termasuk diare dengan dehidrasi berat.
d.
Kepala
Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubunnya biasanya
cekung.
e.
Mata
Anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya normal. Apabila
mengalami dehidrasi ringan/sedang, kelopak matanya cekung (cowong). Sedangkan
apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak matanya sangat cekung.
f.
g.
h.
Anus dan sekitarnya kemungkinan lecet karena seringnya defekasi dan tinja yang
asam.
1.
Inspeksi :
a. Muka pucat
b. Lidah kering
c. Nafas cepat
d. Mata cowong
e. Sianosis pada ujung extremitas
f. Fontanela cekung
2.
Palpasi :
a. Turgor kulit menurun
b. Denyut nadi meningkat
c. Keringat dingin
d. Demam
3.
Auskultasi :
a. Suara bising usus meningkat atau menurun
b. Tekanan darah menurun
c. Suara serak
d. Gerakan peristaltik meningkat
4.
Perkusi :
Suara perut timpani
8.
Pemeriksaan diagnostik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Pemeriksaan darah 5 darah perifer lengkap, analisis gas darah (gda) &
elektrolit (na, k, ca, dan p serum pada diare disertai yang kejang)
(Suraatmaja, 2007)
9.
Diagnosis
a. Pernapasan Kusmaul (pernapasan lebih cepat)
b. Aritmia jantung
c. Anuria
d. Nekrosis tubular akut
(Suraatmaja, 2007)
10. Komplikasi
Komplikasi dari diare yaitu (Suraatmaja, 2007) :
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik/ hipertonik)
b. Renjatan hipovolemik
c. Hipokalemia/ dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, takikardia, perubahan
EKG)
d. Hipoglikemia
e. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktosa
f. Kejang, pada dehidrasi hipertonik
g. Malnutrisi energi protein (muntah dan mual bila lama/ kronik)
11. Derajat Dehidrasi
Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan Suraatmaja (2009) :
a.
Kehilangan BB
1.
2.
3.
4.
b.
: menurun BB < 2 %
: menurun BB 2 - 5%
: menurun BB 5 - 10%
: menurun BB 10%
Menentukan kekenyalan kulit, kulit perut dijepit antara ibu jari dan telunjuk (selama
30-60 detik) kemudian dilepaskan (Capillary Refill), jika kulit kembali dalam :
1.
2.
3.
c.
terdapat dua atau lebih dan tanda-tanda berikut anak rnenjadi gelisah dan
rewel/marah, mata cekung, haus. Minum dengan lahap, cubitan kulit perut kembalinya
lambat.
12. Terapi/tindakan penanganan
a.
b.
Jumlah Cairan
Diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang dikeluarkan.
Kehilangan cairan tubuh dapat dihitung dengan beberapa cara :
Metoda Pierce :
Derajat Dehidrasi
Ringan
Sedang
8%
Berat
c.
10 %
d.
Penanganan fokus pada penyebab. Pemberian cairan dan elektrolit : oral (seperti,
pedialyte atau oralit) atau terapi parenteral. Pada bayi, pemberian ASI diteruskan jika
penyebab bukan dari ASI.
Whaley and Wong (1997), Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil 1998), Suharyono,
Prinsip penanganan diare (menurut WHO, 1988) :
1. Pemberian cairan rehidrasi oral sedini mungkin/cairan rumah tangga (CRT) atau
oralit begitu anak menderita diare, cairan rumah tangga dapat berupa air tajin,
larutan garam gula.
2. Pemberian dieting : pemberian makan dilakukan dalam porsi sedikit-sedikit tetapi
dengan frekuensi sesering mungkin. Apabila anak dengan anoreksia, sebaiknya
makanan tersebut rendah serat.
3. Pemberian obat-obatan : cairan Ringer Laktat (RL), Lakto B, cairan oralit,
Tyhmisin (obat antibiotika).
b.
Terapi Simtomatik
Obat diare bersifat simtomatik dan diberikan sangat hati-hati atas pertimbangan yang
rasional.
c.
d.
1.
2.
Sifat antiemetik
2.
e.
1.
2.
3.
Terapi definitif
Pemberian edukatif sebagai langkah pencegahan. Hiegene perseorangan, sanitasi
lingkungan, dan imunisasi melalui vaksinasi sangat berarti, selain terapi
farmakologi.
Pengkajian
Pengkajian fisik meliputi semua parameter yang dijelaskan untuk pengkajian dehidrasi
seperti:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Pada dehidrasi yang lebih berat, gejala meningkatnya frekuensi nadi dan respirasi,
menurunnya tekanan darah dan CRT > 2 detik. Ini dapat menunjukkan syok yang
mengancam.
Data Subjektif:
Ibu mengeluhkan anaknya :
a.
Aktifitas/ Istirahat:
Lemas, tidak bisa tidur semalaman karena diare
b.
Eliminasi:
BAB 5 kali sehari
c.
d.
Makanan/ Cairan:
1.
Mual
2.
3.
Nyeri/ Kenyamanan
Merasa gelisah dan rewel
Data Objektif:
a.
Sirkulasi:
1.
2.
Hipertermia (38,80 C)
3.
Keringat dingin
4.
5.
b.
c.
Eliminasi:
1.
2.
Makanan/ Cairan:
Bayi tidak mau menetek
d.
Kenyamanan/ Nyeri
Distensi abdomen
Sistem
Aktivitas
Data subyektif
Data obyektif
Lesu, lemah, terasa payah, Kontraksi otot lemah
merasa tidak kuat untuk Klien ingin tidur terus dan
melakukan aktivitas sehari- lemas
Sirkulasi
hari
Badan terasa lemas
Suhu
37,20C
Eliminasi
36,50C-
bahkan
dengan
infeksi ringan.
Diare, anus terasa lebih Diare dengan feses encer
lunak, dan terasa nyeri.
Rasa nyaman
mencapai
Sakit
perut,
selalu
Rasa aman
anus.
kehilangan Anak rewel, takut pada
Merasa
serta
kehilangan
teman.
Riwayat
infeksi
yang
ke rumah sakit
Kehilangan nafsu makan, Distensi
tidak
mau
penurunan
abdomen,
berat
Sexualitas
Neurosensori
minum sedikit
Nyeri pada perut dengan
Respirasi
Belajar
rasa mules
Riwayat keluarga terkena diare, tempat tinggal kotor
(tidak menjaga lingkungan
dengan baik), tidak mencuci
tangan
tidak
sebelum
makan,
menggunakan
bersih,
air
makan-makanan
sembarangan,
pemberian
ASI (-)
2.
Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif
ditandai dengan penurunan turgor kulit, kelemahan, penurunan berat badan tiba-tiba,
membran mukosa kering, kulit kering
b. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan makanan ditandai dengan diare, kurang minat pada
makanan, ketidakmampuan memakan makanan
c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan ditandai dengan perilaku
tidak tepat, pengungkapan masalah
d.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Lynn. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri ed 5. Jakarta : EGC.
Brunner & Suddart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, Joanne M. dan Wagner, Cheryl M.
(2013). Nusing Interventions Classification (NIC). USA : Mosby Elsevier.
Depkes RI. (2009). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.
Herdman, T. Heather. (2012). NANDA Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
Hidayat, A. (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, Aziz Alimul. A. (2008). Asuhan Neonatus, Bayi & Balita Buku Praktikum
Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS). Jakarta
Kliegman R.M, Marcdante KJ, and Behrman R.E. (2006). Nelson Essentials ofPediatric. 5th ed.
Philadelphia : Elsevier Saunders.
Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, Meridean L. dan Swanson, Elizabeth. (2013).
Nursing Outcomes Classification (NOC). USA : Mosby Elsevier.
Sarwono, W. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Simadibrata, M., Daldiyono. 2006. Diare Akut. In: Sudoyo, Aru W, et al, ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Simatupang M. (2004). Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare
Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003. Program Pascasarjana, Medan :
Universitas Sumatera Utara.
Suharyono. (2003). Diare Akut, Klinik dan Laboratorik Cetakan Kedua. Rineka Cipta :
Jakarta
Supraptini, Agustina. L., Joko. I., (2003). Cakupan Imunisasi Balita dan ASI Eksklusif di
Indonesia Hasil Survei Kesehatan Nasional (SURKESNAS) 2001. Jurnal Ekologi
Kesehatan.
Suraatmaja, Sudaryat. (2007). Kapita Selekta Gastroenterologi. Sagung Seto, Jakarta
Suriadi dan yuliani. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anak. Jakarta: Sagung Seto.
Wong, DL. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.