FARMAKOTERAPI I
HIPERTIROID
Dosen Pengajar: DHS Palupi, M.Si.,Apt
Disusun Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Bonaventura Pandu P.
Elya Yenitasari.
Hanun Alfreda.
Lina Hadi Widayanti.
Muhammad Aldi M.
Dara Camelia Irnanda
( 1041211021 )
( 1041311057 )
( 1041311072 )
( 1041311086 )
( 1041311100 )
( 1041511036 )
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertiroidisme dan tirotoksikosis sering disamakan, meskipun secara prinsip
berbeda. Hipertiroidisme disebabkan oleh hiperfungsi kelenjar tiroid dan sekresi
berlebih dari hormon tiroid. Sedangkan tirotoksikosis disebabkan oleh etiologi
yang berbeda, tidak hanya dari kelenjar tiroid. Tiroid sendiri diatur oleh kelenjar
lain yang berlokasi di otak, disebut pituitari. Sebagian pituitari diatur oleh hormon
tiroid yang beredar dalam darah (suatu efek umpan balik dari hormon tiroid pada
kelenjar pituitari) dan sebagian oleh kelenjar lain yang disebut hipothalamus.
Hipothalamus melepaskan suatu hormon yang disebut thyrotropin releasing
hormone (TRH), yang mengirim sebuah sinyal ke pituitari untuk melepaskan
thyroid stimulating hormone (TSH). Kemudian TSH mengirim sebuah signal ke
tiroid untuk melepas hormon-hormon tiroid. Jika aktivitas yang berlebihan dari
ketiga kelenjar ini terjadi, maka jumlah hormon tiroid yang dihasilkan akan
berlebihan, yang kemudian disebut hipertiroid. Pengobatan hipertiroidisme adalah
membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan
produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif,
tiroidektomi subtotal).
1.2 Tujuan
Memberikan penjelasan mengenai hipertiroid dan terapinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hipertiroid
graves
ditemukan
menjadi 5 kasus
periode 20-tahun, rata-rata terjadi pada orang berusia 20-40 tahun. Gondok
multinodular (15-20%) lebih
banyak
terjadi di
daerah defisiensi
yodium.
(Lee, et.al.,
2011).
pada wanita
sebesar
(1,9%)
dan
pria
(0,9%).
Di
Eropa
ditemukan
BAB II
PATOFISIOLOGI
3.1 Hipertiroidisme
Hipertiroid atau hipertiroidesme adalah suatu keadaan klinis akibat produksi
hormon tiroid yang berlebihan oleh kelenjar tiroid yang terlalu aktif.
3.1.1 Etiologi
Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau
hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai
penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negatif TH terhadap pelepasan
keduanya. Hipertiroidisme akibat rnalfungsi hipofisis memberikan gambaran
4
kadar TH dan TSH yang tinggi. TRF akan rendah karena umpan balik negatif dari
TH dan TSH. Hipertiroidisme akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan
TH yang tinggi disertai TSH dan TRH yang berlebihan.
Beberapa penyakit yang menyebabkan hipertiroid yaitu :
a. Penyakit Grave
Graves disease merupakan kelainan autoimun dimana sistem imun
membentuk suatu antibodi yang disebut thyroid stimulating immunoglobulin.
Antibodi immunoglobulin G dapat merangsang reseptor TSH dan mengaktivasi
enzim adenilat siklase sehingga meningkatkan pembentukan dan pelepasan T3 dan
T4. TSI berbeda dengan TSH, TSI tidak dipengaruhi oleh inhibisi umpan balik
negatif oleh hormon tiroid sehingga sekresi dan pertumbuhan tiroid terus
berlangsung.
b. Toxic Nodular Goiter
Benjolan leher akibat pembesaran tiroid yang berbentuk biji padat, bisa satu
atau banyak. Kata toxic berarti hipertiroid, sedangkan nodule atau biji itu tidak
terkontrol oleh TSH sehingga memproduksi hormon tiroid yang berlebihan
c. Inflamasi dari kelenjar tiroid atau tiroiditis
Tiroiditis tidak menyebabkan peningkatan produksi hormon oleh kelenjar
tiroid, namun menyebabkan kebocoran penyimpanan hormon tiroid sehingga
keluar dari kelenjar dan meningkatkan kadar hormon tiroid di dalam darah.
Tiroiditis umumnya tidak memberikan rasa nyeri, adapun tiroiditis yang
menimbulkan rasa nyeri (tiroiditis subakut) disebabkan oleh invasi virus atau
parenkim tiroid.
d. Asupan iodine yang berlebih
Iodine digunakan kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid,
sehingga konsumsi iodine akan mempengaruhi jumlah hormon tiroid yang
dihasilkan. Beberapa obat yang mengandung iodine dalam jumlah relatif banyak,
diantaranya amiodarone yang digunakan sebagai terapi penyakit jantung dan
beberapa jenis sirup obat batuk.
e. Struma
5
g. Hipertiroidisme sekunder
Hipertiroidisme sekunder disebabkan oleh tumor hipofisa. Tumor tersebut
menghasilkan terlalu banyak TSH, sehingga menghasilkan hormon tiroid yang
berlebih. Wanita dengan mola hidatidosa (hamil anggur) juga bisa menderita
hipertiroidisme
karena
perangsangan
terhadap
kelenjar
tiroid
akibat
kadar HCG (human chorionic gonadotropin) yang tinggi dalam darah. Jika
kehamilan anggur berakhir dan HCG tidak ditemukan lagi di dalam darah, maka
hipertiroidisme akan menghilang.
3.1.2 Patogenesis
Pada hipertiroidisme, konsentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu
yang menyerupai TSH yaitu antibodi immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid
Stimulating Immunoglobulin). TSI berikatan dengan reseptor yang mengikat
TSH. Hal tersebut merangsang aktivasi CAMP dalam sel sehingga terjadi
hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme konsentrasi TSI
meningkat. TSI mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid,
yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam.
Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga
menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Banyak keringat
Denyut
nadi
cepat,
seringkali
>100x/menit
Berat badan
turun,
meskipun
dan paha
Jari tangan gementar (tremor)
Rambut rontok
Tegang, gelisah, cemas, mudah Kulit halus dan tipis
3.
4
tersinggung
Jantung berdebar cepat
Haid menjadi tidak teratur
1.
keguguran
Bola mata menonjol dapat disertai Terjadi perubahan pada mata
bertambahnya pembentukan air
dengan penglihatan ganda
mata, iritasi dan peka terhadap
cahaya
Denyut
nadi
tidak
No.
Nilai
+1
Berdebar
+2
Kelelahan
+3
-5
+5
Keringat berlebih
+3
Gugup
+2
+3
-3
`10
Berat badannaik
-3
11
+3
No.
Tanda
Ada
Tidak
Tyroid teraba
+3
-3
Bising tiroyd
+2
-2
Exoptalmus
+2
+1
Hiperkinetik
+4
-2
Tremor jari
+1
Tangan panas
+2
-2
Tangan basah
+1
-1
Fibrilasi atrial
+4
10
Nadi teratur
-
-3
+3
<80 kali/menit
80-90 kali/menit
>90 kali/menit
Hipertiroid : 20
Eutiroid : 11-18
Hipotiroid : <11
(Sumber : Anonim, 2011)
Tabel 1. Hipertiroid indeks Wayne
BAB IV
TATA LAKSANA TERAPI
4.1 Sasaran Terapi
Sasaran terapi pada pasien hipertiroid adalah menekan produksi hormon
tiroid (obat antitiroid) atau merusak jaringan kelenjar (dengan yodium radioaktif
atau pengangkatan kelenjar) (Tjay dan Kirana, 2007).
4.2 Penatalaksanaan Terapi Hipertiroid
9
10
ini
bekerja
dengan
cara
per
oral
hampir
pasien
hipertiroidisme
yang
sedang
hamil
trimester pertama. Hal ini disebabkan sifat PTU yang kurang larut
lemak dan ikatan dengan albumin lebih besar menyebabkan obat yang
12
Pemeriksaan (mg/hari)
5 20
Metimazol
30 60
5 20
Propiltiourasil
300 600
50 200
13
dapat
maksimal. Levothyroxine
memberikan
efek
ditujukan
untuk
imunosupresan
yang
mengganti kebutuhan
hormon tiroid yang dihambat oleh obat anti tiroid dosis tinggi.
Metode ini memiliki keuntungan berupa fluktuasi fungsi tiroid yang lebih
terjaga dan durasi pengobatan yang lebih pendek (6 bulan). Namun
memiliki efek samping yang cukup besar seperti agranulositosis.
2. Titrasi
Pada metode ini pemberian dosis disesuaikan dengan kondisi
hipertiroidisme masing-masing pasien. Dosis awal untuk methimazole
15 40 mg/hari (single dose) dan dosis awal untuk propylthiouracil
300 400 mg/hari (multiple dose).
Pemberian obat anti tiroid dengan metode titrasi memberikan efikasi
yang setara dengan metode block and replacement namun dengan efek
samping yang lebih kecil.
Durasi pengobatan yang dibutuhkan lebih lama dibandingkan
dengan metode block and replacement yaitu 12 24 bulan dan perlu
dilakukan kontrol rutin untuk mengetahui profil TSH dan hormon tiroid
darah untuk penyesuaian dosis.
3. Iodine Radioaktif
Iodine radioaktif atau RAI akan di uptake oleh kelenjar tiroid seperti
iodine di dalam tubuh. RAI mencegah sintesis hormon tiroid sehingga
dapat
menurunkan
kadar
hormon
tiroid
yang
berlebihan.
4.2.2 Tiroidektomi
Tiroidektomi merupakan prosedur pembedahan pada kelenjar tiroid.
Metode terapi ini merupakan pilihan bagi pasien yang kontraindikasi atau
menolak pengobatan dengan obat anti tiroid dan iodine radioaktif.
Secara umum prosedur tiroidektomi dapat dibedakan menjadi dua
metode berikut.
1. Tiroidektomi total
Pada prosedur ini dilakukan pengangkatan seluruh bagian kelenjar
tiroid. Hal ini akan menyebabkan kondisi hipotiroidisme karena tidak
adanya kelenjar yang menghasilkan hormon tiroid lagi. Dengan demikian,
pasien perlu mengonsumsi obat pengganti hormon tiroid oral seumur
hidup.
2. Tiroidektomi partial (lobekstomi)
Prosedur ini hanya dilakukan pengangkatan sebagian kelenjar tiroid.
Kelebihan dari prosedur ini adalah tubuh masih dapat memproduksi
hormon tiroid sehingga tidak perlu konsumsi obat pengganti hormon
tiroid. Namun kelemahannya adalah adanya resiko untuk kambuh lagi.
Efek samping dari prosedur ini adalah Hipoparatioroidisme.
Hipoparatiroidisme merupakan kondisi dimana hormon paratiroid
tubuh kurang dari normal, manifestasi klinik yang muncul berupa
hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
4.2.3 Pengobatan Tambahan
a. Beta-blocker
Beta-blocker atau penghambat beta adalah obat yang digunakan
untuk mengatasi gejala yang muncul akibat hipertiroidisme seperti
hiperaktif, detak jantung cepat, dan tremor. Obat ini tidak boleh
dikonsumsi oleh penderita asma.
Beta-blocker diberikan setelah produksi hormon kelenjar tiroid
bisa dikendalikan oleh thionamide. Efek samping yang paling umum
akibat obat ini adalah mual, kaki dan tangan menggigil, insomnia, dan
selalu merasa lelah. Contoh : propanolol.
4.3 Pemeriksaan
A. Pemeriksaan Fisik
15
BAB V
STUDI KASUS
5.1 Kasus Hipertiroid
Ny. Aisyah (46 tahun) seorang buruh tani datang ke RS. Mitra dengan
keluhan utama sesak napas secara tiba-tiba. Sebelumnya tidak pernah merasakan
hal yang sama. Sesak napasnya dirasakan ketika pasien berjalan sekitar 200 meter
dan ketika pasien berjalan ke ketinggian (seperti menaiki anak tangga). Selain itu
pasien juga merasa nyeri seperti ditusuk-tusuk pada dada sebelah kiri ketika
bernafas namun tidak menjalar dan dirasakan semakin memberat jika dibuat
bernafas atau berubah posisi.
Pasien juga sering merasa berdebar-debar tanpa didahului perasaan yang tidak
enak atau sebagainya. Pasien juga sering berkeringat walau tidak berada dibawah
sinar matahari maupun saat bekerja (saat beristirehat). Jika diminta untuk memilih
antara suhu panas dan dingin, pasien lebih memilih suhu yang dingin karena
merasa lebih nyaman. Pasien juga mengalami penurunan berat badan sedangkan
16
nafsu makan meningkat dan pasien sering merasa cepat lapar. Pasien juga sering
merasa lemas
mengeluhkan merasa sangat mudah lelah walau hanya melakukan aktivitas yang
sangat sederhana dan ringan. Pasien juga sudah tidak mengalami menstruasi lagi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/80 mmHg, denyut nadi
122 kali/menit dan suhu tubuh 38C. Pada daerah leher didapatkan pembesaran
kelenjar tiroid dengan ukuran 3x2x5cm. Selain itu, pada pasien ini juga
didapatkan tremor halus.
Dari pemeriksaan hasil laboratorium didapatkan :
1. Peningkatan Total T3 (2,56ng/mL)
2. Peningkatan T4 bebas (5.00ng/dL)
3. Penurunan hasil TSH (0.018IU/mL)
4. Berdasarkan EKG didapatkan Sinus Takikardia
: Ny. Aisyah
Umur
: 46 Tahun
Pekerjaan
: Buruh tani
5.1.2 Objective
5.1.2.1 Gejala :
1. Sesak nafas
Pasien hipertiroid akan mengalami kenaikan curah jantung dan
konsumsi oksigen pada saat maupun setelah melakukan aktivitas. Selain
itu kapasitas vital pada penderita hipertiroid akan menurun disertai dengan
gangguan sirkulasi dan ventilasi paru
17
tiroid
yang
bersifat
kalorigenik
No.
Gejala
yang
timbul
dan
atau Nilai
Checklist
bertambah berat
1
+1
Berdebar
+2
Kelelahan
+3
-5
+5
Keringat berlebih
+3
Gugup
+2
+3
-3
10
-3
11
+3
19
No
Tanda
Ada
Tidak
Checklist
Tyroid teraba
+3
-3
Bising tiroyd
+2
-2
Exoptalmus
+2
mata
5
Hiperkinetik
+4
-2
Tremor jari
+1
Tangan panas
+2
-2
Tangan basah
+1
-1
Fibrilasi atrial
+4
10
Nadi teratur
<80 kali/menit
-3
80-90 kali/menit
>90 kali/menit
+3
Hipertiroid : 20
Eutiroid : 11-18
Hipotiroid : <11
20
Total Score : 24
Pasien di diagnosa mengalami hipertiroid
5.1.4 Plan
5.1.4.1 Pengobatan Non Farmakologi :
Kurangi stres
21
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, P., Avenell, A., Park, C.M., Watson, W.A. dan Bevan, J.S. 2005.
Systematic Review of Drug Therapy for Graves Hyperthyroidism. European
Journal of Endocrinology 153. 489498.
Ajjan, R.A. dan Weetman, A.P.2007. Medical Management of Hyperthyroidism.
US Endocrine Disease, 7376.
Anonim. 2008. Graves Disease, National Institute of Health Publication, United
States of America.
Bahn, R.S., Burch, H.B., Cooper, D.S., Garber, J.R., Greenlee, M.C., Klein,
Laurberg, P., McDougall, I.R., Montori, V.M., Rivkees, S.A., Ross, D.S., Sosa,
J.A., dan Stan, M.N. 2011. Hyperthyroidism and Other Causes of Thyrotoxicosis:
Management Guidelines of The American Thyroid Association and American
Association of Clinical Endocrinologists. Endocr Pract. 17 (No.3)
Baskin, H.J., Cobin, R.H., Duick, D.S., Gharib, H., Guttler, R.B., Kaplan, M.M.,
dan Segal, R.L. 2002. American Association of Clinical Endocrinologists Medical
Guidelines for Clinical Practice for the Evaluation and Treatment of
Hyperthyroidism and Hypothyroidism. Endocr Pract 8(No.6), 457469.
Bartalena, L. 2011. Antithyroid Drugs. Thyroid International 2, 315.
Corwin, E,J, 2000, Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta.
Dipiro, J.T..2009. Pharmacoterapy Handbook 7th editioan. Mc Graw Hill. New
York. Hal 227-234.
Klein I: Cardiovascular Effects of Hyperthyroidism. Available
atwww.uptodate.com. last updated on September 12, 2006.
Sukandar, et al. 2013. ISO Farmakoterapi. ISFI Penerbitan : Jakarta, 38-43.
22
23