1998). Salah satu ciri khas dari organisasi pergerakan adalah kondusifnya
iklim diskusi baik tentang teori sosial, wacana kiri, maupun isu-isu
kontemporer. Diskusi tema-tema seperti ini yang jarang dilakukan di
bangku perkuliahan.
Wajar jika organisasi pergerakan mahasiswa disebut juga sebagai dapur
wacana bagi mahasiswa era 1998. Selain itu, jaringan (networking) yang
luas serta jenjang pengkaderan yang sistematis menjadikan organisasi
pergerakan mahasiswa menjadi memiliki peran lebih. Hal ini dapat dilihat
dari eksistensi dan peran organisasi pergerakan mahasiswa dari masa ke
masa.
Pelabelan organisasi pergerakan mahasiswa sebagai organ ekstrakampus
merupakan kebijakan politis Orde Baru (Orba) untuk membedakan antara
organisasi yang kooperatif dan nonkooperatif. Organisasi intrakampus
atau organisasi kooperatif ini ada di dalam struktur kampus seperti Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Dewan
Mahasiswa (DEMA), dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ).
Semuan perizinan dan pendanaan organisasi tersebut berasal dari
kampus. Pada masa Orba, organisasi intrakampus tidak berani melakukan
perlawanan secara terbuka sebagaimana organisasi ekstrakampus karena
terancam dicabut perizinan dan pendanaannya dari pihak kampus.
Sebaliknya, organisasi ekstrakampus seperti Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa
Nasionalis Indonesia (GMNI), dan KAMMI memilki peluang yang besar
untuk melakukan kritik terhadap pemerintah yang berkuasa karena
posisinya berada di luar struktur kampus.
Pemerintah lebih sulit membekukan organisasi ekstrakampus daripada
intrakampus. Untuk mensiasati agar tidak dibekukan, pada era reformasi
1998 organisasi intrakampus dan ekstrakampus bekerja sama dengan
cara membuat organ-organ baru di luar organisasi yang sudah ada,
misalnya Solidaritas Mahasiswa Peduli Bangsa (SMPB), Solidaritas
Mahasiswa Peduli Tanah Air (SMPTA) dan organisasi taktis lainnya.
Kerja Sama