Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai dipusat-pusat
pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (20022010) menjadi dekade tulang dan persendian.
Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan,
jumlah kendaraan jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan dan
kecepatan kendaraan maka mayoritas kemungkinan terjadi fraktur adalah akibat kecelakaan
lalu lintas. Sementara trauma-trauma lain yang dapat mengakibatkan fraktur adalah jatuh dari
ketinggian, kecelakaan kerja, dan cedera olah raga.
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang
dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan, atau terjatuh dengan posisi
miring, pemuntiran, atau penarikan. Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma,
kekuatan, dan arahnya. Kita harus dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya kecelakaan
agar dapat menduga fraktur yang dapat terjadi. Setiap trauma yang dapat mengakibatkan
fraktur juga dapat sekaligus merusak jaringan lunak di sekitar fraktur mulai dari otot , fascia,
kulit, tulang, sampai struktur neurovaskuler atau organ-organ penting lainnya.
Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan
sendi, tetapi fraktur bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang dan bagaimana
mengatasinya, akan tetapi harus ditinjau secara keseluruhan dan harus diatasi secara
simultan. Harus dilihat apa yang terjadi secara menyeluruh, bagaimana, jenis penyebabnya,
apakah ada kerusakan kulit, pembuluh darah, syaraf, dan harus diperhatikan lokasi kejadian,
waktu terjadinya agar dalam mengambil tindakan dapat dihasilkan sesuatu yang optimal.

1.2.

Tujuan
Mampu dan memahami bagaimana cara anamnesa, pemeriksaan fisik, menegakkan
diagnose dan terapi pada kasus fraktur femur dengan tepat.

BAB II
ANATOMI FEMUR

Di sebelah atas, femur bersendi dengan acetabulum untuk membentuk articulatio coxae
dan dibawah dengan tibia dan patella untuk membentuk articulation genus. Ujung atas femus
memiliki caput, colum, trochanter mayor, dan trochanter minor. Caput membentuk kira-kira
dua pertiga dari bulatan dan bersendi dengan acetabulum os coxae untuk membentuk
artikulasio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, untuk
tempat melekatnya ligamentum capitis femoralis. Sebagian suplai darah untuk caput femoris
dari a. obturatoria dihantarkan melalui ligamentum ini dan memasuki tulang melalui fovea
capitis.
Collum, yang menghubungkan caput dengan corpus,berjalan ke bawah, belakang, dan
lateral serta membentuk sudut sekitar 125 derajat (pada perempuan lebih kecil) dengan
sumbu panjang corpus femoris. Besarnya sudut ini dapat berubah akibat adanya penyakit.
Trochanter mayor dan minor merupakan tonjolan besar pada taut antara collum dan
corpus. Linea intertrochanterica menghubungkan kedua trochanter ini dibagian anterior,
tempat

melekatnya

ligamentum

iliofemorale,

dan

dibagian

posteriormoleh

crista

intertrochanterica yang menonjol, pada crista ini terdapat tuberculum quadratum.


Corpus femoris permukaan anteriornya licin dan bulat, sedangkan permukaan
posteriornya mempuyai rigi, disebut linea aspera. Pada linea ini melekat otot-otot dan septa
intermuskularis. Pinggir-pinggir linea melebar ke atas dan kebawah. Pinggir medial berlanjut
ke distal sebagai crista supracondylaris medialis yang menuju ke tuberculum adductorum
pada condylus medial. Pinggir lateral melanjutkan diri ke distal sebagai crista
supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior corpus, dibawah trochanter mayor
terdapat tuberositas glutea untuk tempat melekatnya m. gluteus maximus. Corpus melebar
kearah ujung distalnya dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya,
yang disebut facies poplitea.
Ujung bawah femur mempunyai condyli medialis dan lateralis, yang dibagian posterior
dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus bersatu dengan facies
articularis patella. Kedua condili ikut serta dalam pebentukan articulation genus. Diatas

condyli terdapat epicondilus lateralis dan medialis. Tuberculum adductormdilanjutkan oleh


epicondylus medialis.

Gb1. Anatomi Femur

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fraktur
2.1.1. Definisi
Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifise atau tulang
rawan sendi.
Penyebab fraktur adalah trauma. Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas di
Indonesia baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa
angkutandan bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan, jumlah pemakai
jasa angkutan dan bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan, maka
mayoritas fraktur adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas sering
mengakibatkan trauma kecepatan tinggi dan kita harus waspada terhadap
kemungkinan politrauma yang dapat mengakibatkan trauma organ-organ lain seperti
trauma kapitis, trauma toraks, trauma abdomen, trauma ginjal, dan lain lain. Fraktur
yang diakibatkan juga sering fraktur terbuka derajat tiga.
Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, dan cedera
olah raga. Kita harus dapat membayangkan rekonstruksi terjadinya kecelakaan agar
dapat menduga fraktur yang dapat terjadi.
Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri, dan bengkak
dibagian tulang yang patah, deformitas, nyeri tekan, krepitasi, gangguan fungsi
musculoskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan
neurovascular. Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnosis fraktur dapat
ditegakkan walaupun jenis konfigurasi frakturnya belum dapat ditentukan.
2.1.2. Deskripsi Fraktur
1)
Komplit dan tidak komplit
Fraktur Komplit : garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang.
Fraktur tidak komplit : garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti :
o Hairline Fracture ( patah retak rambut)
o Buckle Fracture atau Torus fracture ( terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya). Fraktur ini umumnya terjadi pada
distal radius anak-anak.
o Greenstick Fracture ( fraktur tangkai dahan muda). Mengenai satu dahan
korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang
anak.
2)
Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
Garis patah melintang : trauma angulasi atau langsung.
Garis patah oblique : trauma angulasi

Garis patah spiral : trauma rotasi


Fraktur Kompresi : trauma aksial-fleksi pada tulang spongiosa
Fraktur Avulsi : trauma tarikan atau traksi otot pada tulang, misalnya : fraktur
patella.

Gb2. Jenis-jenis fraktur


3)

4)

5)

Jumlah garis patah


Fraktur Kominutif : garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
Fraktur Segmental : garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan. Bila dua
garis patah disebut pula fraktur bifocal.
Fraktur multiple : garis patah lebih dari satu, tetapi pada tulang yang berlainan
tempatnya, misalnya : fraktur femur, fraktur kruris, dan fraktur tulang belakang.
Bergeser- tidak bergeser
Fraktur tidak bergeser ( undisplaced) : garis patah komplit tetapi kedua fragmen
tidak bergeser. Periosteumnya masih utuh.
Fraktur bergeser ( displaced) : terjadi pergeseran fragmen-fragmen fracture yang
juga disebut dislokasi fragmen.
o Dislokasi ad longitudinam cum contractionum ( pergeseran searah sumbu dan
overlapping)
o Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
o Dislokasi ad latus ( pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauhi)
Terbuka- Tertutup
Fraktur terbuka : bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur
dengan udara luar atau permukaan kulit.
Fraktur tertutup : tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar
atau permukaan kulit.

Bila terdapat luka melalui kulit dan subkutis tetapi fasia masih utuh disebut
fraktur yang potensial terbuka
Bila fraktur dan luka berada pada regio yang berlainan atau berjauhan tidak
disebut fraktur terbuka. Misalnya : fraktur kruris 1/3 distal dengan luka di 1/3
proksimal yang tidak berhubungan sama sekali dengan hematoma fraktur tersebut.
2.1.4. Diagnosa Fraktur
Harus disebut jenis tulang atau bagian tulang yang mempunyai nama sendiri, kiri
atau kanan, bagian mana dari tulang 1/3 proksimal, tengah, atau distal, komplit atau
tidak komplit, bentuk garis patah, jumlah garis patah, bergeser tidak bergeser, terbuka
atau tertutup dan komplikasi bila ada. Misalnya :
Fraktur femoris dekstra 1/3 proksimal garis patah oblique dislocation ad latus
terbuka derajat satu neuro vaskuler distal baik.
Fraktur kondilus lateralis humerus sinistra, displace, tertutup dengan paralysis n.
radialis.
Diagnosa fraktur ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesa
Jika tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci
jenisnya, besar-ringannya trauma, arah trauma dan posisi penderita atau
ekstermitas yang bersangkutan. Dari anamnesa saja dapat diduga :
Kemungkinan politrauma
Kemungkinan fraktur multiple
Kemungkinan fraktur-fraktur tertentu, misalnya : fraktur colles, fraktur
suprakondiler humerus, fraktur kolum femur.
Pada anamnesa ada nyeri tetapi bisa tidak jelas pada fraktur inkomplit
Ada gangguan fungsi, misalnya : fraktur femur, penderita tidak dapat
berjalan. Kadang-kadang fungsi masih bertahan pada fraktur inkomplit dan
fraktur impacted (impaksi tulang kortikal kedalam tulang spongiosa).
2. Pemeriksaan Umum
Dicari kemungkinan komplikasi umum, misalnya: syok pada fraktur multiple,
fraktur pelvis atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka
terinfeksi.
3. Pemeriksaan Status Lokalis
Tanda tanda fraktur yang klasik adalah untuk fraktur tulang panjang. Fraktur
tulang-tulang kecil misalnya : navikulare manus, fraktur avulse, fraktur intra
artikuler, fraktur epifisis. Fraktur tulang-tulang yang dalam misalnya : odontoid
servical, sevical, acetabulum, dan lain-lain, mempunyai tanda-tanda tersendiri.
Tanda-tanda fraktur yang klasik tersebut adalah :

LOOK
a. Deformitas
Penonjolan yang abnormalmisalnya : fraktur kondilus lateralis humerus
Angulasi
Rotasi
pemendekan
b. Fungsio Laesa
Misalnya pada fraktur kruris tidak dapat berjalan dan pada fraktur antebrachii
tidak dapat menggunakan lengan
FEEL
Terdapat nyeri tekan dan nyeri sumbu.
MOVE
a. Kripitasi : terasa krepitasi bila fraktur digerakkan, tetapi ini bukan cara yang
baik dan kurang halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran atau beradunya ujungujung tulang kortikal. Pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa
krepitasi.
b. Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun gerakan pasif.
c. memeriksa seberapa jauh gangguan gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang
tidak mampu dilakukan, range of motion dan gerakann
d. gerakan yang tidak normal : gerakan yang terjadi tidak pada sendi, misalnya :
pertengahan femur dapat digerakkan. Ini adalah bukti paling penting adanya
fraktur yang membuktikan adanya putusnya kontinuitas tulang sesuai definisi
fraktur. Hal ini penting untuk membuat visum, misalnya : bila tidak ada fasilitas
pemeriksaan rontgen.
4. Pemeriksaan Radiologis
Untuk fraktur-fraktur dengan tanda-tanda klasik, diagnosis dapat dibuat
secara klinis sedangkan pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk melengkapi
deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya.
Untuk raktur-fraktur yang tidak memberikan tanda-tanda klasik memang
diagnosanya harus dibantu pemeriksaan radiologis, baik rontgen biasa atau pun
pemeriksaan canggih seperti MRI, misalnya untuk fraktur tulang belakang dengan
komplikasi neurologis. Foto rontgen minimal harus dua proyeksi yaitu AP dan
lateral. Posisi yang salah akan memberi interpretasi yang salah. Untuk pergelangan
tangan atau sendi panggul diperlukan posisi aksial pengganti lateral. Untuk
asetabulum diperlukan proyeksi khusus alar dan obturator.
2.1.5. Penyembuhan Fraktur

1) Tulang Kortikal
Penyembuhan terutama oleh aktivitas periosteum yang membentuk kalus oleh
rangsangan hematoma fraktur. Ujung-ujung fragmen yang avaskuler tidak berperan
pada tahap awal penyembuhan, pada akhirnya menyambung melaluiosifikasi
endokhondral dan terjadilah konsolidasi.
Pada anak-anak dengan periosteum yang tebal, aktif pada tulang-tulang
dengan vaskularisasi yang baik dan terbungkus otot, penyembuhan berlangsung
cepat.
2) Tulang Spongiosa
Penyembuhan terutama oleh aktivitas endosteum dalam trabekula tulang
spongiosa. Oleh vaskularisasi yang baik dan bilamana kontak antara fragmen cukup
baik maka penyembuhan akan cepat.
3) Lempeng Epifisis
Oleh karena epifisis aktif dalam pembentukan tulang dalam proses
pertumbuhan panjang, fraktur epifisis sangat cepat penyembuhannya.
4) Tulang rawan sendi
Oleh karena tulang rawan sendi vaskularisasinya tidak ada dan nutrisinya dari
cairan sendi maka penyembuhan fraktur tulang rawan sendi sulit. Bila ada celah
fraktur akan diisi jaringan ikat.
Penyembuhan kembali menjadi tulang rawan hyaline dimungkinkan jika
dilakukan reposisi anatomis dengan fiksasi interna khusus dan gerakan sendi yang
terus menerus setelah operasi dengan alat CPM (Continous passive movement).

Gb3. Proses penyembuhan fraktur

2.1.6. Komplikasi Fraktur

Komplikasi Segera
o Lokal
Kulit dan otot ; berbagai vulnus (abrasi, laserasi, sayatan, dll),
kontusio, dan avulse
Vaskuer : terputus, kontusio, dan perdarahan
Organ dalam : jantung, paru-paru, hepar, dan limfa
Neurologis : otak, medulla spinalis, kerusakan saraf perifer
o Umum
Trauma multiple
syok
Komplikasi dini
o Lokal
Nekrosis kulit otot, syndrome kompartemen, thrombosis, infeksi sendi,
osteomielitis
o Umum
ARDS, emboli paru, tetanus
Komplikasi Lama
o Lokal
Tulang : mal union, non union, delayed union, osteomielitis, gangguan
pertumbuhan, patah tulang rekuren
Sendi : ankilosis, penyakit degenerative sendi pasca trauma
Miositis osifikan
Distrofi reflex
Kerusakan saraf
o Umum
Batu ginjal (akibat imobilisasi lama ditempat tidur dan hiperkalsemia)
Neurosis pasca trauma

2.1.7. Terapi Fraktur


Prinsip menangani fraktur adalah megembalikan posisi patahan tulang ke posisi
semula ( reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah
tulang (imobilisasi).
Reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai keadaan sempurna seperti semula
karena tulang mempunyai kemampuan remodeling (proses swapugar).
Cara pertama penanganan adalah proteksi saja tanpa reposisi dan imobilisasi.
Pada fraktur dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau tidak akan
menyebabkan cacat dikemudian hari, cukup dilakukan dengan proteksi saja, misalnya
dengan mengenakan mitela atau sling. Contoh kasus yang ditangani dengan cara ini

adalah fraktur iga, fraktur clavikula pada anak, dan fraktur vertebre dengan kompresi
minimal.

Gb4. Mitela
Cara kedua ialah imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap diperlukan
imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah pengelolaan
patah tulang tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.
Cara ketiga berupa reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan
imobilisasi. Ini dilakukan pada patah tulang dengan dislokasi fragmen yang berarti,
seperti pada patah tulang radiusdistal.
Cara keempat berupa reposisi dengan traksi terus menerus selama masa tertentu,
misalnya beberapa minggu, lalu diikuti dengan imobilisasi. Hal ini dilakukan pada
patah tulang yang bila di reposisi akan terdislokasi kembali didalam gips, biasanya
pada fraktur yang dikelilingi oleh otot yang kuat seperti pada patah tulang femur.
Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar.
Fiksasi fragmen fraktur menggunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen tulang,
kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan batang logam diluar kulit. Alat
ini dinamakan fiksator eksterna.
Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif diikuti dengan pemasangan
fiksator tulang secara operatif, misalnya reposisi patah tulang kolum femur. Fragmen
direposisi secara non-operatif dengan meja traksi, setelah tereposisi, dilakukan
pemasangan prosthesis pada kolum femur secara operatif.
Cara ketujuh berupa reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna. Cara
ini disebut juga sebagai reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF). Fiksasi interna yang
dipakai biasanya berupa pelat dan sekrup. Keuntungan ORIF adalah tercapainya

reposisi yang sempurna dan fiksasi yang kokoh sehingga pasca operasi tidak perlu lagi
dipasang gips dan imobilisasi segera bisa dilakukan. Kerugiannya adalah adalnya
resiko infeksi tulang. ORIF biasanya dilakukan pada fraktur femur, tibia, humerus, dan
antebrakhia.
Cara yang terakhir berupa eksisi fragmen patahan tulang dan menggantinya
dengan protesis, yang dilakukan pada patah tulang kolum femur. Kaput femur dibuang
secara operatif lalu diganti dengan protesis. Penggunaan protesis dipilih jika fragmen
kolum femur tidak dapat disambungkan kembali, biasanya pada orang lanjut usia.

2.2. Fraktur Femur


2.2.1. Fraktur Leher Femur
1. Fraktur Intrakapsuler
Fraktur intrakapsuler ini (collum femur) dapat disebabkan oleh trauma langsung
(direct), dan tidak langsung (indirect).
Trauma langsung biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana
daerah trokanter mayor langsung terbentur dengan benda keras. Trauma tidak langsung
disebabkan gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Karena kepala
femur terikat kuat dengan ligamen didalam asetabulum, oleh ligamen iliofemoral dan
kapsul sendi, mengakibatkan fraktur didaerah colum fraktur. Pada dewasa muda
apabila terjadi fraktur intrakapsuler berarati traumanya cukup hebat. Sedangkan
kebanyakan pada femur kolum ini (intrakapsuler), kebanyakan terjadi pada wanita tua
(60 tahun ke atas) dimana tulangnya sudah mengalami osteoporotic. Trauma yang
dialami oleh wanita tua ini biasanya ringan.
Pada umumnya pembagian klasifikasi fraktur kolum femur berdasarkan : 1).
Lokasi anatomi, 2). Arah garis patah, 3). Dislokasi atau tidak dari fragmen.
Berdasarkan lokasi anatomi dibagi menjadi tiga yaitu ; fraktur subkapital, fraktur trans
servikal, dan fraktur basis kolum femur. Berdasarkan arah sudut garis patah dibagi
menurut Pauwel : tipe I sudut 30%, tipe II sudut 50%, tipe III sudut 70%. Berdasarkan
dislokasi atau tidak fragmen dibagi menurut Garden : Garden I incomplete
(impacted), Grade II fraktur kolum femur tanpa dislokasi, Garden III fraktur kolum
femur dengan sebagian dislokasi, Garden IV fraktur kolum femur dan dislokasi total.
Pemeriksaan fisik pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami
kecelakaan berat . pada penderita tua usia biasanya traumanya ringan. Penderita tidak
dapat berdiri karena rasa sakit sekali pada panggul. Posisi panggul dalam fleksi dan
eksorotasi. Didapatkan juga adanya perpendekan dari tungkai yang cedera. Paha dalam

posisi abduksi, fleksi, dan eksorotasi. Pada palpasi sering ditemukan adanya hematoma
di panggul. Pada tipe impacted, biasanya penderita masih dapat berjalan disertai rasa
sakit yang tidak begitu hebat. Posisi tungkai masih tetap dalam posisi netral.
Pemeriksaan radiologis diperlukan proyeksi anteroposterior dan lateral, kadangkadang diperlukan aksial. Pada proyeksi anteroposterior kadang-kadang tidak jelas
ditemukan adanya fraktur. Untuk ini perlu ditambahkan dengan pemeriksaan proyeksi
aksial.
Terapi pada fraktur intrakapsular terdapat perbedaan pada daerah kolum femur
dibanding fraktur tulang ditempat lain. Pada kolum femur periosteumnya sangat tipis
sehingga daya osteogenesisnya sangat kecil, sehingga seluruh penyambungan fraktur
kolum femur tergantung pada pembentukan kalus endosteal. Lagipula aliran pembuluh
darah yang melewati kolum femur pada fraktur kolum femur terjadi kerusakan. Lebihlebih lagi terjadinya hemartrosis akan menyebabkan aliran darah disekitar fraktur
tertekan alirannya, sehingga jika terjadi fraktur intrakapsuler dengan dislokasi akan
terjadi avaskuler nekrosis.
Pada fraktur kolum femur yang benar-benar impacted dan stabil maka penderita
masih dapat berjalan selama beberapa hari. Gejalanya ringan, sakit sedikit pada daerah
panggul. Kalau impactednya cukup kuat penderita dirawat 3-4 minggu kemudian
diperbolehkan berobat jalan dengan memakai tongkat selama 8 minggu. Kalau pada
X-ray foto impactednya kurang kuat, ditakutkan terjadi disimpacted, penderita
dianjurkan untuk operasi dipasang internal fiksasi. Operasi yang dikerjakan untuk
impacted fracture biasanya dengan multi pin teknik perkutaneus.
Penanggulangan dislokasi fraktur kolum femur penderita segera dirawat di
Rumah Sakit, tungkai yang sakit dilakukan pemasangan tarikan kulit (skin traction)
dengan Buck extension. Dalam waktu 24-48 jam dilakukan tindakan reposisi, yang
dilanjutkan dengan pemasangan internal fiksasi. Reposisi yang telah dilakukan dicoba
dulu dengan reposisi tertutup dengan salah satu cara yaitu : menurut Leadbetter.
Penderita terlentang di meja operasi. Asisten memfiksir pelvis. Lutut dan coxae dibuat
flexi 90 derajat untuk mengendurkan kapsul dan otot-otot disekitar panggul. Dengan
sedikit adduksi paha ditarik ke atas, kemudian dengan pelan-pelan dilakukan gerakan
endorotasi panggul 45 derajat. Kemudian sendi panggul dilakukan gerakan memutar
dengan melakukan gerakan abduksi dan ekstensi. Setelah itu dilakukan test.
Palm heel test : tumit kaki yang cedera diletakkan diatas telapak tangan. Bila
posisi kaki tetap dalam kedudukan abduksi dan endorotasi berarti reposisi berhasil
baik. Setelah reposisi berhasil dilakukan tindakan pemasangan internal fiksasi dengan
teknik multi pin perkutaneus. Kalau reposisi pertama gagal dapat diulangi sampai tiga
kali, dilakukan open reduksi. Dilakukan reposisi terbuka setelah tereposisi dilakukan

internal fiksasi. Macam-macam alat internal fiksasi di antaranya : knowless pin,


cancellous screw, dan plate.
Pada fraktur kolum femur penderita tua (<60 tahun) penanggulangannya agak
berlainan. Bila penderita tidak bersedia dioperasi atau dilakukan prinsip
penanggulangan : do nothing dalam arti tidak dilakukan tindakan internal fiksasi,
caranya penderita dirawat, dilakukan skin traksi, 3 minggu sampai rasa sakitnya
hilang. Kemudian penderita dilatih berjalan dengan menggunakan tongkat ( cruth).
Kalau penderita bersedia dilakukan operasi, akan digunakan prinsip pengobatan do
something yaitu dilakukan tindakan operasi artroplasti dengan pemasangan protese
Austine Moore.

Gb 5. Fraktur Femur
2. Fraktur Interokanter Femur
Merupakan fraktur antara trokanter mayor dan trokanter minor femur. Fraktur
ini termasuk fraktur ekstrakapsuler. Banyak terjadi pada orang tua terutama wanita ( di
atas usia 60 tahun). Biasanya traumanya ringan, hal ini bisa terjadi karena pada wanita
tua sudah mengalami osteoporosis post menopause. Pada orang dewasa dapat terjadi
fraktur ini akibat trauma dengan kecepatan tinggi ( tabrakan kendaraan bermotor).
Banyak klasifikasi yang dibuat oleh para ahli, tetapi yang banyak dianut di
banyak Negara yaitu klasifikasi dari Evan Masisie. Klasifikasi Evan-Masiie dibagi
menjadi dua yaitu stabil dan tidak stabil.
Stabil : 1). Garis fraktur intertrochanter-undisplaced, 2). Garis fraktur
intertrochanter displaced menjadi varus. Tidak stabil 1). Garis fraktur kominutiva dan
displaced varus, 2). Garis fraktur intertrokhanter dan subtrokanter.

Biasanya penderita wanita tua dengan riwayat setelah jatuh terpleset, penderita
tidak dapat jalan. Pada pemeriksaan kaki yang cedera dalam posisi eksternal rotasi.
Tungkai yang cedera lebih pendek, pada pangkal paha sakit dan bengkak.
Pemeriksaan radiologi dengan proyeksi anteroposterior dan lateral dengan
rontgen foto dapat ditentukan stabil atau tidak stabil jenis patahnya.
Umunya fraktur trokanter mudah menyambung kembali karena daerah trokanter
kaya akan vaskularisasi.
Dengan balans traksi umumnya memerlukan waktu 12 sampai 16 minggu. Pada
penderita yang sudah tua diatas 60 tahun penanggulangannya dengan traksi akan
menimbulkan penyulit yaitu terjadi komplikasi berupa pneumonia hipostatik,
bronkopneumonia, dekubitus, emboli paru, thrombosis arteri femoralis untuk
menghindari hal tersebut diatas dipilih cara yang lain dengan jalan operatif. Teknik
operasi tergantung tipe frakturnya stabil atau tidak stabil. Pada fraktur yang tidak stabil
dilakukan tindakan medialisasi menurut Dimon dan Hughston baru dilakukan internal
fiksasi dengan alat internal fiksasi diantaranya dengan jewett nail atau angle blade
plate (Ao).
Pada tipe yang stabil tidak perlu dilakukan medialisasi, langsung dilakukan
internal fiksasi dengan alat jewett nail dan angle blade plate (Ao).
2.2.2. Fraktur Subtrokanter Femur
Fraktur subtrokanter adalah fraktur dimana garis patah berada 5 cm distal dari
trokanter minor. Mekanisme fraktur biasanya karena trauma langsung, dapat terjadi
pada orang tua biasanya disebabkan oleh trauma yang ringan, dan pada orang muda
biasanya karena trauma dengan kecepatan tinggi.
Banyak klasifikasi yang dipakai antaranya : klasifikasi Zickel, klasifikasi
Scinshaemer, dan klasifikasi Fielding dan Magliato. Tetapi yang sederhana dan mudah
difahami adalah klasifikasi Fielding dan Magliato, tipe 1. Garis fraktur satu level
dengan trokanter minor, tipe 2. Garis patah berada 1-2 inch di bawah dari batas atas
trokanter minor, tipe 3). Garis patah berada 2-3 inch di distal dari batas atas trochanter
minor.
Pemeriksaan fisik ditemukan tungkai bawah yang cedera lebih pendek dan
rotasi eksternal (eksorotasi) di daerah panggul ditemukan hematoma atau ekimosis.
Pemeriksaan radiologi dibuat proyeksi anteroposterior dan lateral. Pada fraktur
subtrokanter dimana trokanternya masih utuh biasanya kedudukan fragmen bagian atas
dalam posisi abduksi dan fleksi dan fragmen distal dalam posisi adduksi. Abduksi

karena tarikan otot-otot abduktor. Fleksi karena tarikan otot iliopsoas dan adduksi
karena tarikan otot adductor magnus.
Penanggulangannya dengan melakukan skeletal traksi dan sistem balans dengan
posisi tungkai bagian distal dibuat abduksi dan fleksi. Tetapi banyak kelemahannya,
yaitu morbiditas lama dan mortalitas yang lebih tinggi. Untuk mengatasi hal tersebut
dilakukan penanggulangan operasi dengan melakukan open reduksi dan pemasangan
internal fiksasi.
Macam-macam alat untuk fiksasi diantaranya : angle blade plate (Ao), Jewett
nail, Sliding compression screw, dan Zickel nail.
2.2.3. Fraktur Batang Femur
2.2.3.1. Fraktur Batang Femur Pada Anak
Pada anak-anak sering juga mengalami fraktur femur, penyebab
terbanyak ialah jatuh waktu bermain dirumah atau disekolah.
Umumnya dengan terapi non operatif akan menyambung baik.
Perpendekan kurang 2 cm masih dapat diterima karena dikemudian hari
perpendekan ini akan sama panjangnya dengan tungkai yang normal. Hal ini
dimungkinkan karena anak-anak daya remodellingnya masih tinggi.
Penanggulangan non operatif dengan traksi kulit anak berumur dibawah 3
tahun.
Traksi kulit- Bryant traksi : anak tidur terlentang ditempat tidur, kedua
tungkai dipasang traksi kulit, kemudian kedua tungkainya ditegakkan keatas,
ditarik dengan tali yang diberi beban 1-2 kg, sampai kedua bokong anak
tersebut terangkat dari tempat tidur.

Gb 5. Bryant traksi dan Buck Extensi


Komplikasi pemakaian Bryant traksi yaitu terjadinya iskemik paralysis.
Hal ini disebabkan karena terganggunya aliran darah pada tungkai yang
ditinggikan. Anak umur 3 tahun 13 tahun dilakukan pemasangan Russel
traksi, untuk traksi ini diperlukan :
-

Frame
Katrol
Tali
Plester

Anak tidur terlentang dipasang plester dari batas lutut. Dipasang sling
didaerah poplitea, sling dihubungkan dengan tali, dimana tali tersebut
dihubungkan dengan beban penarik. Untuk mempersingkat waktu rawat
setelah 4 minggu ditraksi, kalus sudah terbentuk tetapi belum kuat benar.
Traksi dilepas kemudian dipasang gip hemispika.
2.2.3.2. Fraktur Batang Femur Pada Dewasa
Daerah tulang-tulang ini sering mengalami patah. Biasanya terjadi
karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu intas dikota-kota besar atau
jatuh dari ketinggian. Kebanyakan dialami oleh penderita laki-laki dewasa.
Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak,
mengakibatkan penderita jatuh dalam syok.
Salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya
luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi tertutup
dan terbuka.
Fraktur femur terbuka apabila ada hubungan antara tulang patah dengan
dunia luar. Fraktur terbuka ini dibagi menjadi 3 derajat :
1. Derajat I : bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka
kecil, biasanya diakibatkan tusukanfragment tulang dari dalam
menembus keluar
2. Derajat II : lukanya lebih besar 1 cm, luka ini disebabkan karena
benturan benda dari luar.
3. Derajat III : lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan
lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, dan pembuluh darah)
Pada umumnya bentuk penanggulangan fraktur terbuka, dilakukan
tindakan debridement, sebaik-baiknya kemudian penanggulangan untuk

tulangnya sendiri, dilakukan tindakan yang sama seperti pada penanggulangan


fraktur tertutup.
Daerah paha yang patah tulangnya sangat membengkak, ditemukan
tanda functiolaesa (tungkai bawah tidak dapat diangkat. Nyeri tekan dan nyeri
gerak. Tampak adanya deformitas angulasi ke lateral atau angulasi anterior,
rotasi ( exo/ endo). Tungkai bawah ditemukan adanya perpendekan tungkai.
Pada fraktur 1/3 tengah femur, pada pemeriksaan harus diperhatikan pula
kemungkinan adanya dislokasi sendi panggul dan robeknya ligament dari
daerah lutut. Kecuali itu juga diperiksa keadaan saraf sciatica dan arteri
dorsalis pedis.
Pemeriksaan radiologis cukup dengan dua proyeksi anteroposterior
dengan lateral, dalam pembuatan foto harus mencakup dua sendi : panggul
dan lutut.
Pada fraktur femur tertutup, untuk sementara dilakukan skin traksi
dengan metode Buck extension atau dilakukan dulu pemakaian Thomas
Splint, tungkai dtraksi dalam keadaan ekstensi. Tujuan skin traksi untuk
mengurangi rasa sakit dan mencegah kerusakan yang lebih lanjut jaringan
lunak disekitar daerah yang patah. Setelah dilakukan traksi kulit dapat dipilih
pengobatan non operatif atau operatif.
Tindakan non operatif yaitu dilakukan skelet traksi. Yang sering
digunakan ialah metode perkin dan metode balans skeletal traksi.
Metode parkin, digunakan apabila fasilitas peralatan terbatas, alat yang
diperlukan :
- Steinman pin
- Tali
- Beban Katrol
Penderita tidur terlentang 1-2 jari dibawah tuberositas tibia, dibor dengan
Steinman pin, dipasang staple, ditarik dengan tali. Paha ditopang dengan 3-4
bantal. Tarikan dipertahankan sampai lebih dari 12 minggu sampai terbentuk
kalus yang cukup kuat. Sementara itu tungkai bawah dapat dilatih untuk
gerakan ekstensi dan fleksi.
Metode balance skeletal traction, diperlukan alat:
- Thomas splint
- Pearson attachment
- Steinman pin
- Tali
- Katrol
- Beban

Frame
Stapler

Penderita tidur terlentang, 1-2 jari dibawah tuberositas tibia dibor


dengan Steinman pin, dipasang stapler pada stainman pin. Paha ditopang
dengan Thomas splint, sedangkan tungkai bawah ditopang oleh pearson
attachment. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu atau lebih sampai
tulangnya membentuk kalus yag cukup. Sementara itu otot-otot paha dapat
dilatih secara aktif. Kadang-kadang untukmempersingkat waktu rawat, setelah
ditraksi 8 minggu, kemudian dipasang gips hemispica atau cast bracing.
Tindakan operatif pada fraktur femur 1/3 tengah sangat baik untuk
dipasang intramedullary nail. Terdapat bermacam-macam intramedullary nail
untuk femur, di antaranya : Kuntscher nail, sneider nail, Ao nail. Diantara ke
tiga nail tersebut yang paling terkenal adalah kuntscher nail.
Pemasangan intramedullary nail dapat dilakukan secara terbuka dan
tertutup. Cara terbuka yaitu dengan menyayat kulit fascia sampai ketulang
yang patah. Pen dipasang secara retrograde.
Cara tertutup : tanpa menyayat didaerah yang patah. Pen dimasukkan
melalui ujung trokanter mayor dengan bantuan image intersifier. Tulang dapat
direposisi dan pen dapat masuk ke dalamfragmen bagian distal. Keuntungan
nya yaitu tidak menimbulkan bekas sayatan lebar dan perdarahan terbatas
Indikasi operasi :
-

Penanggulangan non operatif gagal


Multiple fraktur
Robeknya arteri femoralis
Patologik fraktur
Orang tua

Komplikasi yang segera terjadi dapat berupa syok dan emboli lemak.
Emboli lemak jarang terjadi. Komplikasi lambat :
-

Delayed union
Non union
Mal union
Kekakuan sendi lutut
Infeksi

2.2.4. Fraktur Supra Kondiler Femur

Didaerah lutut terdapat otot-otot yang sangat penting untuk diketahui, yang
menyebabkan pada fraktur suprakondiler fragmen bagian distal selalu terjadi dislokasi
ke posterior. Hal ini disebabkan karena adanya tarikan dari otot-otot gastroknemius,
hamstring, dan quadrisep. Karena kerja otot-otot tersebut kadang-kadang menyulitkan
penanggulangan fraktur suprakondiler ini baik operatif maupun non operatif. Biasanya
fraktur suprakondiler ini disebabkan oleh trauma langsung, karena kecepatan tinggi,.
Terjadi gaya aksial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.
Klasifikasi : undisplaced impacted, displaced, dan comminutive. Pemeriksaan
fisik, dari riwayat trauma yang berat ditemukan pembengkakan daerah lutut dan
deformitas lutut. Pemeriksaan radiologi diperlukan proyeksi anteroposterior dan
lateral.
Traksi, dilakukan skeletal traksi dengan sistem balans traksi. Untuk mengatasi
dislokasi posterior fragmen distal femur dibawah lutut diganjal dengan bantalan lunak
supaya lututnya mengadakan fleksi. Traksi dipertahankan sampai terjadi kalus (8-12
minggu). Komplikasinya terjadi kekakuan sendi.
Operasi dilakukan open reduksi, dipasang internal fiksasi. Keuntungan operasi
sendi dapat digerakkan lebih bebas dan masa perawatan penderita lebih pendek. Alat
untuk fiksasi diantaranya kondilar plate Ao.

2.2.5. Fraktur Interkondiler


Biasanya fraktur interkondular diikuti oleh fraktursuprakondular sehingga
umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur. Tanda klinik hampir sama dengan
tanda-tanda fraktur suprakondiler femur, yaitu adanya pembengkakan daerah lutut dan
deformitas. Gerakan patella terhambat, ditemukan dengan jelas adanya krepitasi.
Tujuan utama dalam penanggulangan fraktur intraarticular/intracondylar adalah
membentuk permukaan sendi seanatomis mungkin. Bila terjadi fraktur undisplaced
dapat dilakukan penanggulangan dengan skeletal traksi. Bila displaced fraktur dapat
juga dicoba dengan skelet traksi, kalau tidak berhasil kedudukan fragmen tetap masih
displaced dilakukan tindakan open reduksi dan pemasangan internal fiksasi. Internal
fiksasi yang biasa dipakai : condylar blade Ao atau sliding compression screw.
Komplikasinya dapat berupa; kekakuan sendi, infeksi, mal union, dan non union.
2.2.6. Fraktur Kondiler Femur

Fraktur kondiler femur lebih jarang dibandingkan fraktur suprakondiler femur


dan intrakondiler femur. Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya
hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.
Klasifikasi :
-

Undisplaced
Displaced
Bicondylar
Coronal
Pemeriksaan Fisik :

Trauma berat
Lutut hemartrosis
Tampak deformitas varus pada lutut
Krepitasi jelas dirasa

Kalau terjadi fraktur undisplaced dapat dilakukan penanggulangan non operatif


yaitu dengan melakukan skeletal traksi. Kalau terjadi displaced dilakukan open reduksi
dengan pemasangan internal fiksasi dengan cancellous screw.
Komplikasi
-

Mal union
Non union
Infeksi (sering terjadi pada operasi)
BAB IV
PENUTUPAN

4.1.

KESIMPULAN
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas tulang dan jaringan penunjangnya.
Fraktur bisa mengenai seluruh tulang, dan dapat disebabkan karena bermacam-macam hal,
misalnya karena benturan yang sangat keras pada kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari
ketunggian, atau dapat juga disebabkan karena kompisis tulang yang semakin tidak stabil,
misalnya fraktur tulang pada penderita osteoporosis.
Fraktur dapat diterapi dengan non operatif dan operatif, penatalaksanaan terapi
disesuaikan dengan tipe dan letak fraktur. Komplikasi yang ditimbulkan fraktur juga sangat
beragam; komplikasi terhadap vaskuler, neuro, dan jaringan sekitar fraktur.
Fraktur femur merupakan terputusnya kontinuitas pada tulang femur, baik pada
batang femur, caput, maupun colum femur.

DAFTAR PUSTAKA
Jong, De . 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta : EGC
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta : EGC
Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kumpulan Kuliah
Ilmu Bedah. Jakarta : Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai