PENDAHULUAN
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kemampuan kandungan. Sebagai batasan digunakan kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. 1
Dari penelitian WHO diperkirakan 20-60% adalah aborsi yang disengaja
(Induced abortion). Tenaga medis tentu tidak akan melakukan tindakan aborsi
kecuali jika ada indikasi medis dengan syarat-syarat tertentu. Wanita yang tidak
menginginkan kehamilan tentu akan berusaha menggugurkan kandungannya.
Akibatnya terjadi unsafe abortion, karena upaya pengguguran dilakukan orang
yang tidak berkompeten. Lebih dari 90% aborsi tidak aman terjadi di negaranegara sedang berkembang. Aborsi tidak aman merupakan penyebab dari 11%
kematian ibu. Insidens abortus tidak aman secara global adalah sekitar 20 juta per
tahun atau 1 diantara 10 kehamilan atau 1 aborsi tidak aman dengan 7 kelahiran
hidup. 2,3
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan,
sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut
Abortus provokatus. Abortus provokatus dibagi dalam 2 kelompok yaitu abortus
provokatus medisinalis dan abortus provokatus kriminalis. Disebut medisinalis
bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Angka
kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak
dilaporkan kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Komplikasi aborsi yang paling
sering terjadi adalah perdarahan yang berat, infeksi, trauma genital dan
abdominal, perforasi uterus dan keracunan bahan abortifasien. 1,2,4
Abortus infeksiosa ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genital.
Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi dari tindakan abortus yang paling
sering terjadi bila kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis. Abortus
Infeksiosa perlu segera mendapat pengelolaan yang adekuat kerena dapat menjadi
infeksi yang lebih luas selain di sekitar alat genitalia juga ke rongga peritoneum,
bahkan sepsis dan dapat jatuh ke dalam syok septik. 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kemampuan kandungan, dan sebagai batasan digunakan
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. 1
Abortus provokatus merupakan abortus yang terjadi dengan sengaja
dilakukan tindakan. Abortus infeksiosa ialah abortus yang disertai infeksi pada
alat genital. Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi dari tindakan abortus
apabila kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis. Adanya penyebaran kuman
atau toksin ke dalam sirkulasi dan cavum peritoneum dapat menimbulkan
septicemia, sepsis, atau peritonitis. 1
B. EPIDEMIOLOGI
Setiap tahun, telah diperkirakan terjadi 22 juta kasus aborsi dan sebagian
besar kasus tersebut (98%) terjadi di negara-negara berkembang. Jumlah total
kasus aborsi tidak aman ini meningkat dari sekitar 20 juta kasus pada tahun 2003
menjadi 22 juta kasus pada tahun 2008, walaupun rentang kejadian abortus tetap
tidak berubah sejak tahun 2000. Setidaknya terjadi 47.000 kehamilan yang
berhubungan dengan kematian akibat kasus abortus yang terjadi. Di United States,
setidaknya 1,2 juta kasus abortus terjadi pada tahun 2008, sedangkan pada United
Kingdom, lebih dari 200.000 kasus abortus telah dilaporkan. Sekitar satu dari tiga
wanita akan memiliki kasus abortus. 5,6
Badan Litbang kesehatan, dalam laporan Riset Dasar Kesehatan (Riskesdas)
2010 mengungkapkan bahwa angka kejadian keguguran secara nasional adalah
sebesar 4%. Sulit mendapatkan data tentang abortus buatan di Indonesia oleh
karena abortus dilakukan secara sembunyi dan bila terjadi komplikasi hanya
dilaporkan komplikasinya saja, tidak abortusnya. Praktik aborsi tidak aman,
misalnya dengan memasukkan berbagai jenis benda yang tidak steril ke dalam
C. ETIOLOGI
Dahulu, abortus kriminalis dan abortus inkomplit yang ditelantarkan
terinfeksi oleh bakteri komersal vagina yang sebenarnya tidak virulen, misalnya
Clostridium perfringens. Hal ini hampir tidak pernah ditemukan setelah abortus
dilegalkan. Namun pada tahun 2005 Centers for Disease Control and Prevention
melaporkan 4 kematian dengan abortus medisinalis akibat syok toksik yang
disebabkan oleh infeksi Clostridium sordellii. Fischer and dkk. (2005)
menjelaskan manifestasi klinis yang dialami pada 1 minggu setelah abortus
medisinalis. Tanda utama adalah cedera endotel berat disertai kebocoran kapiler
dan hemokonsentrasi, hipotensi, dan leukositosis berat. Sejak saat itu, Cohen, dkk
(2007) melaporkan 4 kasus lain yaitu 2 kasus Clostridium sordellii dan 2 kasus
Clostridium perfringens yang terjadi setelah abortus spontan dan induksi. Selain
itu dilaporkan sindrom syok toksik akibat infeksi streptococcus grup A setelah
abortus medis elektif. 8
Abortus septik adalah abortus disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman
atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Hal ini sering
ditemukan pada abortus inkompletus atau abortus buatan, terutama yang
kriminalis tanpa memperhatikan syarat-syarat asepsis dan antisepsis. 1
Diperkirakan 1-10% malformasi janin adalah akibat dari paparan obat,
bahan kimia atau radiasi yang umumnya akan berakhir dengan abortus, misalnya
paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Berbagai bahan pernah
dilaporkan berkaitan dengan peningkatan insidens abortus adalah merokok,
alkohol dan kafein. 1,8
Merokok dilaporkan berkaitan dengan peningkatan risiko terjadinya abortus.
Dua penelitian mencurigai bahwa peningkatan risiko abortus berbanding lurus
dengan jumlah konsumsi batang rokok per hari. Sigaret rokok diketahui
mengandung ratusan unsur toksis, antara lain nikotin yang telah diketahui
mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon
monoksida juga menurukan pasokan oksigen ibu dan janin dan dapat memacu
neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat
terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus. 1,8,9
mengancam nyawa dan kesehatan ibu dan atau kehamilan yang mengancam
nyawa dan kesehatan janin. Kehamilan akibat perkosaan merupakan kehamilan
hasil hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tindakan aborsi akibat
perkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40
hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir. 14
2. Abortus Provokatus Kriminalis
Pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang yang
tidak berwenang dan dilarang oleh hokum atau dilakukan oleh yang tidak
berwenang. Pengakhiran kehamilan sebelum janin mampu hidup atas permintaan
wanita yang bersangkutan, tetapi bukan atas indikasi medis. Tindakan abortus
yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara medis dan dilakukan hanya untuk
kepentingan si pelaku. 8,10,15
Kehamilan yang tidak diingankan berkaitan erat dengan unsafe abortion.
Wanita yang tidak menginginkan kehamilan akan berusaha untuk menggugurkan
kandungannya. Bila kehamilannya dinyatakan positif, upaya yang paling banyak
dilakukan oleh perempuan-perempuan tersebut dalam usaha penguguran
kandungannya adalah dengan minum lebih banyak jamu-jamuan atau dengan
upaya pemijatan untuk aborsi yang dilakukan oleh dukun tradisional. Bila upaya
aborsi tersebut belum juga berhasil, perempuan tersebut baru kemudian
mengugurkan kandungannya di klinik. Sebanyak 25% dari klien menggunakan
pengobatan oral dan dipijat agar terjadi penguguran, 13% menerima suntikan
untuk pengguguran, 13% memasukkan benda asing ke dalam vagina atau rahim
dan 4% melakukan aborsi dengan cara akupuntur. 2,4
F. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat tentang upaya
tindakan abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan didapat
gejala dan tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardi, perdarahan
pervaginam yang berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan.
Nyeri di atas simfisis atau nyeri di perut bawah, perdarahan pervaginam disertai
pengeluaran hasil konsepsi atau plasenta. Meskipun abortus ilegal sekarang sangat
jarang di United State, abortus septik harus dipikirkan pada setiap wanita dengan
keluhan nyeri abdomen bawah dan perdarahan pervaginam, khususnya jika ada
demam dan nyeri tekan.
1,8,11
Menusuk kandungan
Melepaskan fetus
Higginson type syringe dan cairannya adalah air sabun, desinfektan atau air
biasa/air panas. Penyemprotan ini dapat mengakibatkan emboli. 13
2. Obat/Zat tertentu
Pernah dilaporkan penggunaan bahan tumbuhan yang mengandung minyak
eter tertentu yang merangsang saluran cerna hingga terjadi kolik abdomen, jamu
perangsang kontraksi uterus dan hormone yang merangsang kontraksi uterus
melalui hiperemi mukosa uterus. Kombinasi kina atau menolisin dengan ekstrak
hipofisis (oksitosin) ternyata sangat efektif. Akhir-akhir ini dikenal juga sitostatika
(aminopterin) sebagai abortivum. 13
3. Abortus Bedah dan Abortus Medis
Abortus dapat dilakukan secara medis atau bedah melalui beberapa teknik.
Kehamilan trimester pertama dapat diakhiri secara bedah dengan kuretase uterus
atau dengan sejumlah regimen medis. 8
1.
Tindakan Bedah
Dilatasi servik
yang 1.
2.
Kuretase
Aspirasi
Tindakan Medis
Oksitosin intravena
Cairan
hiperosmolar
intra
amniotik:
Vakum
(Suction
Saline 20%
Curettage)
Dilatasi Dan Evakuasi (D&E)
Urea 30%
3.
2.
Menstrual aspiration
3.
Laparotomi
Histerotomi
Insersi vagina
Histerektomi
Injeksi parenteral
Peroral
4.
Antiprogesterone-RU 486
(mifepristone) & epostane
5.
6.
10
11
12
13
teknik ini. Dilatasi serviks yang dicapai dengan dilator logam atau higroskopik,
mendahului destruksi mekanis dan evakuasi bagian-bagian janin. Setelah janin
keluar maka plasenta dan jaringan yang tersisa dikeluarkan dengan kuret vakum
berdiameter besar. 8
3)
intrakranium setelah melahirkan tubuh janin melalui serviks yang telah membuka
membantu ekstraksi dan memperkecil kemungkinan cedera uterus atau serviks
akibat instrumen atau tulang janin. Dalam istilah lain tindakan ini disebut partial
birth abortion. 8
Dilator Higroskopik
Trauma akibat dilatasi mekanis dapat dikurangi dengan menggunakan alat
yag secara perlahan membuka serviks. Alat ini yang disebut dilator higroskopik
14
(laminaria), menyerap air dari jaringan serviks dan mengembang, secara perlahan
membuka serviks. Salah satu dilator higroskopik berasal dari batang Laminaria
digitalis atau Laminaria japonica, sejenis rumput coklat. Batang tanaman ini
dipotong, dikupas, dibentuk, dikeringkan dan dikemas sesuai dengan ukuran
(kecil diameter 3-5 mm, sedang 6-8 mm, besar 8-10 mm). Batang laminaria sering
digunakan untuk membantu membuka serviks pada abortus. Laminaria yang
sangat higroskopik ini diperkirakan bekerja dengan menarik air dari kompleks
proteoglikan sehingga terjadi disosiasi pada kompleks tersebut dan menyebabkan
serviks menjadi lunak dan membuka. 8,9
Untuk memasukkan dilator higroskopik, serviks dibersihkan dengan larutan
povidon iodium dan dipegang di anterior dengan tenakulum. Dilator higroskopik
sesuai ukuran kemudian dimasukkan dengan menggunkan klem kassa uterus
sehingga ujungnya berada setinggi ostium internus. Setelah 4-6 jam, laminaria
akan membengkak dan membuka serviks sehingga dilatasi dan kuretase mekanis
dapat dilakukan. Mengembangnya laminaria sering disertai oleh rasa kram. 8
Aspirasi Haid
Tindakan aspirasi rongga endometrium menggunakan sebuah kanula lentur
minggu setelah keterlambatan haid. Masalah yang dapat terjadi adalah tidak
adanya kehamilan, hilangnya zigot yang tertanam oleh kuret, kegagalan
mengenali kehamilan ektopik dan yang jarang perforasi uterus. 8,9
5)
16
17
Laparatomi
Pada beberapa keadaan, abortus melalui histerotomi atau histerektomi
18
adalah
antiprogestin
berfungsi
memblokir
reseptor
progesterone, sehingga jika digunakan pada awal kehamilan rahim tidak akan
mampu mempertahankan embrio yang tumbuh. Mifepristone juga memicu
peningkatan prostaglandin endogen sehingga membuka serviks dan membantu
proses aborsi. Mifepriston bekerja dengan meningkatkan kontraktilitas uterus
disamping menginhibisi progesteron dalam menghambat kontraksi uterus.
Mifepristone menyebabkan kolagen serviks berdegenerasi, yang mungkin akibat
peningkatan ekspresi matriks metalloproteinase-2. 8,18
Beberapa negara Eropa bahkan melisensi mifepristone sebagai pelunak
serviks sebelum aborsi di kehamilan trimester pertama dan kedua, serta induksi
untuk persalinan setelah kematian janin dalam kandungan. Apabila digunakan
sendiri, efektifitas mifepristone sekitar 60-80% untuk memicu aborsi pada
kehamilan kurang dari 49 hari. Penggunaan mifepristone menyebabkan rahim
lebih sensitif terhadap kontraksi yang dipicu oleh prostaglandin, karenanya
kombinasi mifepristone dan prostaglandin dapat meningkatkan efektifitas regimen
tersebut. Awalnya, sulprostone (suntikan prostaglandin) dan gemeprost (obat yang
digunakan lewat vagina) digunakan sebagai pendamping mifepristone di Eropa.
Namun, sulprostone diketahui terkait dengan sejumlah insiden kardiovaskuler,
dengan satu kasus fatal akibat serangan jantung (myocardial infarction), oleh
karena itu kemudian diganti dengan misoprostol (prostaglandin analog oral). 18
Secara global, misoprostol merupakan prostaglandin yang sangat diminati
sebagai pendamping mifepristone karena aman, berbiaya rendah, tersedia luas,
stabil disuhu ruangan, dan mudah digunakan. Misoprostol dapat digunakan secara
oral, vaginal, buccal, atau sublingual dan umumnya diberikan 24-48 jam setelah
penggunaan mifepristone. Mifepristone-misoprostol untuk aborsi di awal trimester
19
20
18
3. Metotrexat
Metotrexat merupakan antagonis asam folat yang mengganggu sintesis
DNA. Jika digunakan sebagai obat induksi aborsi, baik digabung dengan
prostaglandin atau tidak, Metotrexat dapat mengakhiri kehamilan, kehamilan
ektopik maupun intrauterine. Jika digunakan untuk memicu aborsi, tambahan
prostaglandin seperti misoprostol dapat menginduksi kontraksi dalam uterus dan
menyebabkan ekspulsi terjadi lebih cepat. 18
Metotrexat saat ini tersedia dalam bentuk larutan maupun tablet oral.
Methroxate larutan dapat digunakan baik secara oral maupun suntik
intramuskular. Regimen paling umum yang digunakan adalah 50 mg Metotrexat
secara oral, 5 sampai 7 hari kemudian diikuti dengan 800 mcg misoprostol secara
vaginal. Dosis misoprostol tersebut biasanya diulang setelah 24 jam kemudian,
jika aborsi belum terjadi. Kajian farmakokinetika mengindikasikan bahwa dosis
oral 50 mg cukup aman karena kadar serum darah tidak mencapai tingkat toksik
yang menetap. 18
Rekomendasi terbaru di Amerika Serikat untuk aborsi medis dengan
methroxate menyarankan masa tunggu paling tidak selama 29-45 hari sebelum
pilihan untuk intervensi ditawarkan. Meski demikian, beberapa perempuan
memilih untuk tidak menunggu selama itu dan meminta dilakukan tindakan lebih
awal. Sebuah studi yang membandingkan efek samping regimen aborsi medis
mifepristone dan methroxate menemukan bahwa sakit kepala lebih signifikan
dialami setelah penggunaan mifepristone. Sedangkan diare, demam, menggigil
dan rasa nyeri berat dinilai lebih umum setelah penggunaan Metotrexat. 18
21
22
23
bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respon
harus diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai. 1,12
Pada beberapa kasus, laparatomi mungkin diindikasikan untuk mengontrol
infeksi. Indikasi dilakukan laparatomi eksplorasi yaitu kegagalan respon tindakan
kuretase dan terapi medikamentosa yang adekuat, adanya perforasi, abses pelvis
dan adnexa, respon yang jelek terhadap terapi medis dan debridement, serta
adanya gas gangren. 11
Kombinasi
Dosis Oral
Antibiotik
Ampicilin
dan 3 x 1 gram oral dan
Metronidazole
3 x 500 mg
Tetracycline dan
4 x 500 mg dan
anaerob
Baik
untuk
Klindamisin
2 x 300 mg
Catatan
Chlamidia,
fragilis
Spectrum cukup luas dan
Sulfamethoksazol
hargnya relative murah
Tabel 4. Kombinasi antibiotik untuk abortus infeksiosa 12
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah abortus sepsis, perdarahan,
perforasi, syok bahkan kematian.
1. Sepsis
Komplikasi serius yang umumnya terjadi pada abortus provocatus
kriminalis. Sepsis disebabkan oleh pathogen di usus dan flora vagina. Infeksi
terbatas pada uterus dalam bentuk metritis, tetapi bukan berarti parametritis,
peritonitis dan septicemia jarang terjadi. Pasien tampak lelah demam tinggi,
menggigil dan tekanan darah turun. 1,9
2. Perdarahan
Perdarahan terjadi akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan
yang tertinggal, koagulopati maupun perforasi uterus. Perdarahan dapat timbul
segera setelah tindakan dapat pula timbul lama setelah tindakan. Perdarahan dapat
24
25
Gagal ginjal persisten pada abortus biasanya disebabkan oleh efek infeksi
dan hipovolemia. Yang lebih jarang, penyulit ini diinduksi oleh senyawa-senyawa
toksik untuk memicu abortus. Walaupun bentuk syok bakterialis yang sangat
parah sering menyebabkan kerusakan ginjal hebat. Gagal ginjal kemungkinan
besar akan parah jika penyebab sepsis adalah Clostridium perfringens yang
menghasilkan eksotoksin hemolitik poten. Jika terjadi hemoglobinemia berat yang
mempersulit infeksi klostridium, gagal ginjal pasti terjadi. 9
8. Keracunan Obat/Zat Abortivum
Antiseptik lokal seperti KmnO4 pekat, AgNO3, K-Klorat, Iodium dan
Sublimat dapat mengakibatkan cedera yang hebat atau kematian. Demikian pula
obat-obatan seperti kina atau logam berat. Pemeriksaan adanya Met-Hb,
pemeriksaan histologik dan toksikolgik sangat diperlukan untuk menegakkan
diagnosis. 13
J. PROGNOSIS
Morbiditas yang serius atau bahkan kematian dapat terjadi pada abortus.
Namun, abortus yang diinduksi secara legal adalah suatu prosedur yang relative
aman, terutama jika dilakukan dalam 2 bulan pertama kehamilan. Risiko kematian
akibat abortus yang dilakukan dalam 2 bulan pertama sekitar 0,6 per 100.000
prosedur. 18
Dilatase dan kuretase pada primigravida meningkatkan risiko kehamilan
ektopik, abortus spontan, BBLR pada kehamilan berikutnya. Dilatasi paksa
serviks oleh prosedur apapun menyebabkan kehamilan berikutnya memiliki risiko
yang lebih tinggi. 18
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadijanto B. Perdarahan Kehamilan Muda in Ilmu Kebidanan. In: Saifuddin
Bari A., Rachimhadhi T., Winkjosastro H.G, editor. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010. p. 460, 465, 473.
2. Pranata, S, Sadewo, S. Kejadian Keguguran, Kehamilan Tidak direncanakan
dan Pengguguran di Indonesia: Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Volume
15 no. 2. 2012 april 2. 181-182.
3. Saifuddin Bari A. Kematian Ibu dan Perinatal in Ilmu Kebidanan. In:
Saifuddin Bari A., Rachimhadhi T., Winkjosastro H.G, editor. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010. p. 55, 61.
4. Sedgh G., Ball H. Aborsi di Indonesia. Guttmacher Institute. 2008. p. 2-3.
5. World Health Organization. Safe Abortion: Technical Dan Policy Guidance
For Health System, 2nd ed. Switzerland: World Health Organization; 2012.
6. Templeton A, Grimes D.A. A Request for Abortion. The New England
Journals of Medicine. 2011 Desember 8: 2198.
27
28
Dasar. 2th ed. New York: Gynuity Health Project; 2009. p. 3-5, 8, 12-13, 40,
42-45.
29