Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU HAMA TANAMAN

HUBUNGAN ANTARA POPULASI DENGAN


PERKEMBANGAN HAMA

Oleh :
Nama

: Isna Ummul Marifah

NIM

: 135040201111194

Kelompok

: B2 (Senin 13.00)

Asisten

: Munika Dwi

MINAT HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN


PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

BAB III METODOLOGI


3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a.
b.
c.
d.
e.

Fial film sebagai wadah untuk meletakan objek pengamatan


Kain kasa sebagai penutup fial film
Karet gelang untuk mengikat kain kasa pada fial film
Label untuk memberi tanda pada tiap perlakuan
Nampan plastik sebagai tempat untuk meletakkan fial film

3.1.2. Bahan
a. Kacang hijau sebagai objek pengamatan
b. Callosobruchus chinensis sebagai spesimen pengamatan
3.2 Metode Pelaksanaan
Menyiapkan alat dan bahan
Mengisi fial film dengan kacang hijau sebanyak

1
2

bagian fial film

Mengidentifikasi C. Chinensis jantan dan betina


Memasukan C. Chinensis kedalam fial film dengan komposisi 1 jantan 1 betina, 1
jantan 2 betina, 1 jantan 3 betina, 2 jantan 3 betina
Menutup fial film dengan kain kasa dan mengikat dengan karet gelang
Memberi label sesuai dengan perbandingan jantan dan betina
Meletakkan fial film kedalam nampan plastik
Melakukan pengamatan setiap 2 hari sekali
Mencatat hasil pengamatan
3.3 Analisa Perlakuan
Pada praktikum hubungan antara populasi dengan perkembangan hama
ini langkah pertama yang dilakukan yaitu menyiapakan alat dan bahan. Alat
yang digunakan yaitu fial film, kain kasa, karet gelang, label, nampan plastik.
Spesimen yang diamati yaitu Callosobruchus chinensis pada kacang hijau .
Langkah selanjutnya yaitu mengisi fial film dengan kacang hijau sebanyak
1
2

bagian fial film. Setelah itu mengidentifikasi C. Chinensis jantan dan

betina. Perbedaan jantan dan betina terletak pada tipe antena. Jantan bertipe
pectinate yaitu seperti sisir, banyak ruas, dengan juluran lateral, langsing dan
panjang. Sedangkan betina bertipe gada yaitu ruas-ruas meningkat secara
bertahap, panjang antena lebih pendek dari jantan. Kemudian langkah
selanjutnya memasukan C. Chinensis kedalam fial film dengan komposisi 1
jantan 1 betina, 1 jantan 2 betina, 1 jantan 3 betina, 2 jantan 3 betina. Setelah
itu menutup fial film dengan kain kasa dan mengikat dengan karet gelang.
Kemudian memberi label sesuai dengan perbandingan jantan dan betina.
Selanjutnya meletakkan fial film kedalam nampan plastik. Langkah
berikutnya yaitu melakukan pengamatan setiap 2 hari sekali dan mencatat
hasil pengamatan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Praktikum
a. Tabel pengamatan C. chinensis dengan komposisi 1 jantan 1 betina
Pengamatan ke-

Telur

Larva

Pupa

Pengamatan ke-1 (hari ke-2)

Imago

Imago

baru
-

mati
-

Rabu 4 Mei 2016


Pengamatan ke-2 (hari ke-4)
Jumat 6 Mei 2016
Pengamatan ke-3 (hari ke-6)
Minggu 8 Mei 2016

Imago

Imago

baru

mati

Tabel pengamatan C. chinensis dengan komposisi 1 jantan 2 betina


Pengamatan ke-

Pengamatan ke-1 (hari ke-2)


Rabu 4 Mei 2016
Pengamatan ke-2 (hari ke-4)
Jumat 6 Mei 2016
Pengamatan ke-3 (hari ke-6)
Minggu 8 Mei 2016

Telur

Larva

Pupa

1 jantan

2 betina

semua
mati

Tabel pengamatan C. chinensis dengan komposisi 1 jantan 3 betina


Pengamatan ke-

Pengamatan ke-1 (hari ke-2)


Rabu 4 Mei 2016
Pengamatan ke-2 (hari ke-4)
Jumat 6 Mei 2016

Telur

Larva

Pupa

Imago

Imago

baru

mati

1 betina

1 imago
-

jantan
baru

Pengamatan ke-3 (hari ke-6)


Minggu 8 Mei 2016

1 jantan,
2 betina
semua
mati

Tabel pengamatan C. chinensis dengan komposisi 2 jantan 3 betina


Pengamatan ke-

Pengamatan ke-1 (hari ke-2)


Rabu 4 Mei 2016
Pengamatan ke-2 (hari ke-4)
Jumat 6 Mei 2016
Pengamatan ke-3 (hari ke-6)
Minggu 8 Mei 2016

Telur

Larva

Pupa

Imago

Imago

baru

mati
1 jantan,

1 jantan
1 betina
-

4.2 Pembahasan
a. Komposisi C. Chinensis yang mana yang menunjukkan perkembangan
populasi tertinggi dan terendah berdasarkan persamaan 1 ?
Persamaan :
P2 = P1 + N M

Perlakuan 1
P2 = P1 + N M D
=2+00 0
=2

Perlakuan 2
P2 = P1 + N M D

1 betina
2 betina
1 jantan

=3+03 0
=0

Perlakuan 3
P2 = P1 + N M D
=4+04 0
=0

Perlakuan 4
P2 = P1 + N M D
=5+01 0
=4
Berdasarkan persamaan 1 komposisi C. Chinensis pada perlakuan 1

populasi akhir 2 ekor, perlakuan 2 dan perlakuan 3 populasi 0 ekor atau mati
semua, dan perlakuan 4 populasi akhir 4 ekor.
Komposisi C. Chinensis yang menunjukkan perkembangan populasi
tertinggi pada perlakuan 4 dan terendah pada perlakuan 2 dan 3. Hal tersebut
dikarenakan perbedaan sex ratio. Suatu perbandingan yang menunjukkan jumlah
betina lebih besar dari jumlah jantan, diharapkan akan meghasilkan populasi
keturunan berikutnya yang lebih besar, bila dibandingkan dengan suatu populasi
yang memiliki perbandingan yang menunjukkan jumlah jantan yang lebih besar
dari pada jumlah betina.
b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perubahan serangga secara
umum ?
1. Faktor Internal
a. Sex ratio
Serangga hama pada umumnya

berkembangbiak

melalui

perkawinan walaupun ada beberapa spesies tertentu yang menghasilkan


keturunannya

tanpa melalui

pembuahan

telurnya

disebut

parthenogenesis. Perbandingan serangga jantan dan serangga betina


atau lebih dikenal dengan sex ratio sangat penting dalam menentukan

cepatnya

pertumbuhan

populasi hama.

Sebagian

besar

serangga

mempunyai sex ratio 1:1 yang artinya kemungkinan serangga jantan


dan serangga betina bertemu melakukan kopulasi akan lebih tinggi
sehingga reproduksi serangga tersebut akan tinggi.
b. Keperidian dan Fekunditas
Keperidian (natalitas) adalah besarnya kemampuan jenis serangga
untuk melahirkan keturunan baru. Serangga umumnya memiliki
keperidian yang cukup tinggi . Semakin kecil ukuran serangga, biasanya
semakin besar keperidiannya. Sedangkan fekunditas (kesuburan) adalah
kemampuan yang dimiliki oleh seekor betina untuk memproduksi telur.
Lebih banyak jumlah telur yang dihasilkan, maka lebih tinggi kemampuan
berkembang biaknya. Kecepatan berkembang biak dari sejak terjadinya
telur sampai menjadi dewasa yang siap berkembang biak, tergantung dari
lamanya siklus hidup serangga. Serangga yang memiliki siklus hidupnya
pendek, akan memiliki frekuensi bertelur yang lebih tinggi atau lebih
sering dibandingkan dengan serangga lainnya yang memiliki siklus hidup
lebih lama (Natawigena, 1990).
Serangga hama yang mempunyai keperidian cukup tinggi
biasanya

diketahui dengan

faktor

luar

sebagai penghambat

perkembangannya, yang tinggi pula. Baik berupa makanannya, musuh


alami, faktor fisik ataupun faktor kompetisi antara serangga
sendiri

dalam

memperoleh

ruang

tempat

hama

itu

hidup, kompetisi

memperoleh makanan dan lain sebagainya. Pada serangga hama tertentu


meletakkan telur satu per satu dan dalam jumlah yang
banyak, serangga

hama

ini

akan

meletakkan

tidak
telur

begitu
secara

berkelompok dan begitu menetas akan terjadi kompetisi diantara


serangga sendiri.
2. Faktor eksternal
a. Makanan

Tersedianya makanan baik kualitas yang cocok maupun kualitas


yang cukup bagi serangga, akan menyebabkan meningkatnya populasi
serangga dengan cepat. Sebaliknya apabila keadaan kekurangan makanan,
maka populasi serangga dapat menurun.
b. Suhu / Temperatur
Setiap spesies serangga mempunyai jangkauan suhu masingmasing dimana ia dapat hidup, dan pada umunya jangkauan suhu yang
efektif adalah suhu minimum. Serangga memiliki kisaran suhu tertentu
untuk kehidupannya. Diluar kisaran suhu tersebut serangga dapat
mengalami kematian. Efek ini terlihat pada proses fisiologis serangga,
dimana pada suhu tertentu aktivitas serangga tinggi dan akan berkurang
(menurun) pada suhu yang lain (Ross, et al., 1982; Krebs, 1985).
Umumnya kisaran suhu yang efektif adalah 15C (suhu minimum), 25C
suhu optimum dan 45C (suhu maksimum). Pada suhu yang optimum
kemampuan serangga untuk melahirkan keturunan besar dan kematian
(mortalitas) sebelum batas umur akan sedikit (Natawigena, 1990).
c. Kelembaban Hujan
Air merupakan kebutuhan yang mutlak diperlukan bagi mahluk
hidup termasuk serangga. Namun kebanyakan air, seperti banjir dan hujan
lebat merupakan bahaya bagi kehidupan beberapa jenis serangga, termasuk
juga berbagai jenis kupu-kupu yang sedang beterbangan, serta dapat
menghanyutkan larva yang baru menetas. (Natawigena, 1990).
Umumnya serangga memperoleh air melalui makanan yang
mengandung air. Secara langsung biasanya serangga tidak terpengaruh
oleh curah hujan normal, namun hujan yang lebat secara fisik akan
menekan populasi serangga. Curah hujan juga memberikan efek secara
tidak langsung terhadap kelembaban suatu lahan, kelembaban di udara,
dan tersedianya tanaman sebagai makanan serangga. Seperti halnya suhu,
serangga

membutuhkan

kelembaban

tertentu/sesuai

bagi

perkembangannya. Pada umumnya serangga membutuhkan kelembaban

tinggi bagi tubuhnya yang dapat diperoleh langsung melalui udara dan
tanaman yang mengandung air (Krebs, 1985).

c. Ada tau tidak pengaruh perlakuan yang saudara lakukan (perbandingan


komposisi jantan dan betina pada jumlah pakan yang sama) terhadap
perkembangan populasi C. Chinensis ? mengapa demikian ? hubungkan
jawaban saudara dengan jawaban pada point b dan c !
Pada pengamatan yang telah dilakukan terdapat pengaruh
perbedaan perlakuan terhadap perkembangan populasi C. chinensis.
Perbedaannya terletak pada fase telur. Pada perlakuan 1 dengan komposisi
1 jantan dan 1 betina populasi akhir 2 imago. Pada perlakuan 2 dan 3
dengan komposisi 1 jantan dan 2 betina serta 1 jantan dan 3 betina pada
akhir pengamatan semua imagonya mati. Pada perlakuan 4 dengan
komposisi 2 jantan 3 betina pada akhir pengamatan menghasilkan 4 imago
yang masih hidup.

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh perbedaan perlakuan terhadap perkembangan populasi C. chinensis.
Perbedaannya terletak pada fase imago. Hal tersebut dipengaruhi oleh sex
ratio.

DAFTAR PUSTAKA
Krebs,

C.

J.

1985.

Experimental

Analysis

of

Distribut ion

and

Abudance. Philadelphia: Harper and Publishers. Inc


Natawigena, H. 1990. Pengendalian Hama Terpadu (Integrated Pest Control).
Armico, Bandung. Hal. 40-41.

Anda mungkin juga menyukai