Tinjauan
Pustaka
Masalah
Istimewa
Remaja Dewasa Lansia Bumil
Diagnostik
Manajemen
Neonatus Bayi
An
ak
Deskripsi:
Perempuan, 63 tahun, datang ke IGD dengan keluhan sesak napas yang semakin berat
sejak 2 hari SMRS. Sejak 2 hari SMRS os mengeluh sesak napas bertambah berat.
Sudah 5 hari os tidak melakukan pekerjaan apapun tapi sesak napas tetap ada meskipun os
beristirahat. Os tidak bisa tidur karena sesak semakin bertambah jika posisi berbaring, os
tidur dengan posisi setengah duduk.. Nyeri dada (-). Batuk (+), tidak berdahak, tidak
berdarah.. Bengkak pada kaki (+). BAK biasa. BAB biasa.
Tujuan:
Mengetahui penatalaksanaan tatalaksana CHF
Bahan bahasan:
Tinjauan Pustaka
Ris Kasus Audit
et
Cara membahasa:
Presentasi
dan
Di Email Pos
diskusi
skusi
Data Pasien
Ny A 63 tahun
Nomor RM: Nama Klinik
IGD RSUD SOEGIRI LAMONGAN Telp: Trdftr sjk:
Data Utama untuk Bahan Diskusi:
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:
CHF, sesak, batuk, kaki bengkak
2. Riwayat Pengobatan:
3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit:
HT (+) DM (-)
4. Riwayat keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.
5. Riwayat Pekerjaan:
Ibu Rumah Tangga
Daftar Pustaka:
1) Brashaers, Valentina L. Gagal jantung kongestif. Dalam: Aplikasi klinis patofisiologi,
pemeriksaan dan manajemen. 2nd ed. Jakarta: EGC.2007.
2) Panggabean MM. Gagal Jantung. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV.
Pusat Penerbitan IPD FK UI: Jakarta, 2006.
1
3) Rani, A. Aziz, dkk. Gagal jantung kronik. Dalam: Panduan pelayanan Medik,
perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Jakarta: PB PAPDI. 2008.
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis CHF
2. Patofisiologi CHF
3. Penatalaksanaan CHF
1. Subjektif
Perempuan, 63 tahun, datang ke IGD dengan keluhan sesak napas yang semakin berat
sejak 2 hari SMRS. Sejak 2 hari SMRS os mengeluh sesak napas bertambah berat.
Sudah 5 hari os tidak melakukan pekerjaan apapun tapi sesak napas tetap ada
meskipun os beristirahat. Os tidak bisa tidur karena sesak semakin bertambah jika
posisi berbaring, os tidur dengan posisi setengah duduk.. Nyeri dada (-). Batuk (+),
tidak berdahak, tidak berdarah.. Bengkak pada kaki (+). BAK biasa. BAB biasa.
2. Objektif
Tanda-tanda vital
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Pernafasan
Keadaan Umum
Status generalis
Kepala
Mata
pupil
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Paru
Jantung
Abdomen
I
A
P
P
: compos mentis
: 150/80 mmHg
: 88 kali/ menit
: 36,9 0C
: 30 kali/ menit
: Tampak sakit berat
: normocephali, rambut tumbuh merata warna putih
: konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, refleks cahaya +/+,
isokor diameter 3mm
: normotia, sekret -/: sekret -/-, deviasi septum (-), mukosa tidak hiperemis
: karies dentis (-)
: pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-) JVP (5+2)
cmH2O
: pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, retraksi (-),
sikatrik (-), massa (-), krepitasi (-) sonor di seluruh lapang
paru suara pernafasan vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi +/+
: ictus cordis tidak terlihat
S1 dan S2 reguler, murmur (-) gallop (-)
: abdomen datar, caput medusae (-) sikatrik (-)
: bising usus (+), 6 kali/ menit
: timpani
: dinding abdomen supel, nyeri tekan (-)
Extremitas atas :
2
Assessment
CHF
3. Plan
Rencana tatalaksana:
O2 2-3 lpm
IVFD NS 8tpm
Inj. Lasix 3x1 amp
Inj. Antrain 3x1 amp
Inj. Ranitidin 2x1 amp
PO
Letonal 25 mg 1x1
Aspilet 1x1
Fargoxin 1x1
Candesartan 1x4 mg
CHF
I.
DEFINISI
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting
dari definisi ini adalah pertama, definisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan
metabolik tubuh. Kedua, penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung
secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi
miokardium; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi
mekanisme
kompensatorik
sirkulasi
dapat
menunda
atau
bahkan
mencegah
miokardium
dan
kardiomiopati.
Faktor-faktor
yang
dapat
memicu
PATOFISIOLOGI
Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti infark miokard, maka
kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan
timbul dua efek utama penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena yang
menimbulkan kenaikan tekanan vena jugularis.
Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai terpacu
dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup
peningkatan aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini
mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau
hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat.
Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak
saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin
kurang efektif.
1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :
Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung adalah
peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya aktivitas adrenergik
simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan
medulla adrenal. Katekolamin ini akan menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung
4
(efek inotropik positif) dan peningkatan kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi
vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume
darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah
misal kulit dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak.
Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk
selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling. Kadar
katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama selama
latihan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam
darah untuk mempertahankan kerja ventrikel.namun pada akhirnya respons
miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin akan
berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel.
2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron :
Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air
oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme yang mengakibatkan aktivasi
sistem renin angiotensin aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas. Namun
apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung akan memulai serangkaian
peristiwa berikut:
Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus
Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus
Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
-
angiotensinI
Konversi angotensin I menjadi angiotensin II
Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.
Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus. Angiotensin
gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir dari peristiwa yang saling berkaitan ini
adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung.
V. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat
latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala
hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal jantung,
toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan
aktivitas yang lebih ringan.
Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai
dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.
Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun kelelahan
adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala kelelahan
merupakan gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak
kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang untuk berolahraga juga berkurang.
Beberapa pasien bahkan tidak merasakan keluhan ini dan mereka tanpa sadar
membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang paling
umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat kongesti
vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya tahanan aliran udara
juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari
kongesti vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar,
maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan
gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama
disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah
ke arah sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga
akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal
Nocturnal Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND
merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan
dengan dispnea atau ortopnea.
6
Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi
berbaring.
Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas dari
gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru karena
pengaruh gaya gravitasi.
Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat
distensi vena.
Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena
sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-vena leher
mengalami bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara
paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan
terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.
Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan
kapsula hati.
Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat
disebabkan kongesti hati dan usus.
Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema
mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada malam
hari; dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi
cairan.nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu
berbaring, dan juga berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.
Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka.
Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara
klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini
dari bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal
jantung kanan yang nyata.
Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat mengalami
sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia ventrikel akibat
iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sietem saraf simpatis sering terjadi
dan merupakan penyebab penting kematian mendadak dalam situasi ini.
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan
penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax,
EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker.
Kriteria Diagnosis :
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif
Kriteria Major :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kriteria Minor :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Diagnosis
Edema eksremitas
Batuk malam hari
Dispnea deffort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardi(>120/menit)
gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria
minor.
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan pedoman
untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan tingkat aktivitas
fisik, antara lain:
NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik
serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak
NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak dalam
kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala
b. Pemeriksaan Penunjang
Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan
penunjang sebaiknya dilakukan.
1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :
Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN),
kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan
gula darah, profil lipid.
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG
adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy
(LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal
biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada LV.
3. Radiologi :
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung
dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang-kadang
efusi pleura.
kardiak
noninvasive
penting
untuk
mendiagnosis,
pengobatan.
Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat
dilakukan
seperti
biasa.
Sesuaikan
kemampuan
fisik
Tindakan Umum :
Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal
jantung ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah
cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada
b. Farmakologi
Terapi
farmakologik
terdiri
atas
panghambat
ACE,
Antagonis Angiotensin II, diuretik, Antagonis aldosteron, blocker, vasodilator lain, digoksin, obat inotropik lain, antitrombotik, dan anti-aritmia.
a. Diuretik.
Kebanyakan
pasien
dengan
gagal
jantung
tiazid.
Diuretik
hemat
kalium,
spironolakton,
emboli
atrial
serebral
dengan
pada
fungsi
penderita
ventrikel
dengan
yang
buruk.
atau
aritmia
ventrikel
yang
menetap.
imobilitas.
Pemberian
antikoagulan
diberikan
pada
13
13