Anda di halaman 1dari 13

Borang Portofolio

Topik : Congestive Heart Failure


Tanggal (kasus) : 13 Maret 2015
Tanggal presentasi : 29 Mei 2015
Tempat presentasi : Ruang Komite Medik
Obyektif presentasi:
Keilmuan
Keterampilan

Presenter : dr. Ashoka S


Pendamping: dr. M. Ainul ghuri
Penyegaran

Tinjauan
Pustaka
Masalah
Istimewa
Remaja Dewasa Lansia Bumil

Diagnostik
Manajemen
Neonatus Bayi

An
ak
Deskripsi:
Perempuan, 63 tahun, datang ke IGD dengan keluhan sesak napas yang semakin berat
sejak 2 hari SMRS. Sejak 2 hari SMRS os mengeluh sesak napas bertambah berat.
Sudah 5 hari os tidak melakukan pekerjaan apapun tapi sesak napas tetap ada meskipun os
beristirahat. Os tidak bisa tidur karena sesak semakin bertambah jika posisi berbaring, os
tidur dengan posisi setengah duduk.. Nyeri dada (-). Batuk (+), tidak berdahak, tidak
berdarah.. Bengkak pada kaki (+). BAK biasa. BAB biasa.
Tujuan:
Mengetahui penatalaksanaan tatalaksana CHF
Bahan bahasan:

Tinjauan Pustaka
Ris Kasus Audit
et
Cara membahasa:

Presentasi
dan
Di Email Pos
diskusi
skusi
Data Pasien
Ny A 63 tahun
Nomor RM: Nama Klinik
IGD RSUD SOEGIRI LAMONGAN Telp: Trdftr sjk:
Data Utama untuk Bahan Diskusi:
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:
CHF, sesak, batuk, kaki bengkak
2. Riwayat Pengobatan:
3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit:
HT (+) DM (-)
4. Riwayat keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.
5. Riwayat Pekerjaan:
Ibu Rumah Tangga
Daftar Pustaka:
1) Brashaers, Valentina L. Gagal jantung kongestif. Dalam: Aplikasi klinis patofisiologi,
pemeriksaan dan manajemen. 2nd ed. Jakarta: EGC.2007.
2) Panggabean MM. Gagal Jantung. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV.
Pusat Penerbitan IPD FK UI: Jakarta, 2006.
1

3) Rani, A. Aziz, dkk. Gagal jantung kronik. Dalam: Panduan pelayanan Medik,
perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Jakarta: PB PAPDI. 2008.
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis CHF
2. Patofisiologi CHF
3. Penatalaksanaan CHF
1. Subjektif
Perempuan, 63 tahun, datang ke IGD dengan keluhan sesak napas yang semakin berat
sejak 2 hari SMRS. Sejak 2 hari SMRS os mengeluh sesak napas bertambah berat.
Sudah 5 hari os tidak melakukan pekerjaan apapun tapi sesak napas tetap ada
meskipun os beristirahat. Os tidak bisa tidur karena sesak semakin bertambah jika
posisi berbaring, os tidur dengan posisi setengah duduk.. Nyeri dada (-). Batuk (+),
tidak berdahak, tidak berdarah.. Bengkak pada kaki (+). BAK biasa. BAB biasa.
2. Objektif
Tanda-tanda vital
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Pernafasan
Keadaan Umum
Status generalis
Kepala
Mata
pupil
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Paru

Jantung
Abdomen

I
A
P
P

: compos mentis
: 150/80 mmHg
: 88 kali/ menit
: 36,9 0C
: 30 kali/ menit
: Tampak sakit berat
: normocephali, rambut tumbuh merata warna putih
: konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, refleks cahaya +/+,
isokor diameter 3mm
: normotia, sekret -/: sekret -/-, deviasi septum (-), mukosa tidak hiperemis
: karies dentis (-)
: pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-) JVP (5+2)
cmH2O
: pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, retraksi (-),
sikatrik (-), massa (-), krepitasi (-) sonor di seluruh lapang
paru suara pernafasan vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi +/+
: ictus cordis tidak terlihat
S1 dan S2 reguler, murmur (-) gallop (-)
: abdomen datar, caput medusae (-) sikatrik (-)
: bising usus (+), 6 kali/ menit
: timpani
: dinding abdomen supel, nyeri tekan (-)

Extremitas atas :
2

akral hangat +/+, edema -/-, deformitas -/Extremitas bawah :


Akral hangat +/+, edema +/+, deformitas -/-

Assessment
CHF
3. Plan
Rencana tatalaksana:
O2 2-3 lpm
IVFD NS 8tpm
Inj. Lasix 3x1 amp
Inj. Antrain 3x1 amp
Inj. Ranitidin 2x1 amp
PO
Letonal 25 mg 1x1
Aspilet 1x1
Fargoxin 1x1
Candesartan 1x4 mg

CHF
I.

DEFINISI
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting
dari definisi ini adalah pertama, definisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan
metabolik tubuh. Kedua, penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung
secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi
miokardium; gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi
mekanisme

kompensatorik

sirkulasi

dapat

menunda

atau

bahkan

mencegah

perkembangan penyakit menjadi gagal jantung.


II1. ETIOLOGI
3

Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta


dan defek septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi
stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark

miokardium

dan

kardiomiopati.

Faktor-faktor

yang

dapat

memicu

perkembangan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak dapat


berupa : aritmia, infeksi sistemik, infeksi paru-paru dan emboli paru.
Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit
katup mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik, dan penyakit miokardium primer.
Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri, yang
menyebabkan kongesti paru dan peningkatan tekanan arteria pulmonalis. Gagal
jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai gagal jantung kiri pada pasien dengan
penyakit parenkim paru dan atau pembuluh paru (kor polmunale) dan pada pasien
dengan penyakit katup arteri pulmonalis atau trikuspid.
IV.

PATOFISIOLOGI
Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti infark miokard, maka
kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan
timbul dua efek utama penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena yang
menimbulkan kenaikan tekanan vena jugularis.
Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai terpacu
dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup
peningkatan aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini
mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau
hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat.
Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak
saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin
kurang efektif.
1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :
Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung adalah
peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya aktivitas adrenergik
simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan
medulla adrenal. Katekolamin ini akan menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung
4

(efek inotropik positif) dan peningkatan kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi
vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume
darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah
misal kulit dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak.
Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk
selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling. Kadar
katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama selama
latihan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam
darah untuk mempertahankan kerja ventrikel.namun pada akhirnya respons
miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin akan
berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel.
2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron :
Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air
oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme yang mengakibatkan aktivasi
sistem renin angiotensin aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas. Namun
apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung akan memulai serangkaian
peristiwa berikut:
Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus
Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus
Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
-

angiotensinI
Konversi angotensin I menjadi angiotensin II
Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.
Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus. Angiotensin

II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah.


3. Hipertrofi ventrikel :
Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau bertambah
tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan peningkatan kekuatan
kontraksi ventrikel.
Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan;
namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan
kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan
untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan
kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban akhir
dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel; beban akhir juga meningkat
karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen
5

miokardium juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih


lanjut akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan
kebutuhan oksigen

tidak dapat dipenuhi akan terjadi iskemia miokardium dan

gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir dari peristiwa yang saling berkaitan ini
adalah meningkatnya beban miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung.
V. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat
latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala
hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal jantung,
toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan
aktivitas yang lebih ringan.
Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai
dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.

Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun kelelahan
adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala kelelahan
merupakan gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak
kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang untuk berolahraga juga berkurang.
Beberapa pasien bahkan tidak merasakan keluhan ini dan mereka tanpa sadar
membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang paling
umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat kongesti
vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya tahanan aliran udara
juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari
kongesti vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar,
maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan
gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama
disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah
ke arah sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga
akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal
Nocturnal Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND
merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan
dengan dispnea atau ortopnea.
6

Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi
berbaring.

Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas dari
gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru karena
pengaruh gaya gravitasi.

Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat
distensi vena.

Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena
sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-vena leher
mengalami bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara
paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan
terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.

Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan
kapsula hati.

Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat
disebabkan kongesti hati dan usus.

Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema
mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada malam
hari; dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi
cairan.nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu
berbaring, dan juga berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.

Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka.
Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara
klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini
dari bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal
jantung kanan yang nyata.

Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat mengalami
sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia ventrikel akibat

iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sietem saraf simpatis sering terjadi
dan merupakan penyebab penting kematian mendadak dalam situasi ini.
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan
penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax,
EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker.
Kriteria Diagnosis :
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif
Kriteria Major :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Paroksismal nokturnal dispnea


Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peninggian tekana vena jugularis
Refluks hepatojugular

Kriteria Minor :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Diagnosis

Edema eksremitas
Batuk malam hari
Dispnea deffort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardi(>120/menit)
gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria

minor.
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan pedoman
untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan tingkat aktivitas
fisik, antara lain:

NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik
serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak

napas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa.


NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka
tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa
dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung
berdebar, sesak napas atau nyeri dada.
8

NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak dalam
kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala

insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.


NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa
menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik
meskipun sangat ringan.

b. Pemeriksaan Penunjang
Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan
penunjang sebaiknya dilakukan.
1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :
Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN),
kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan
gula darah, profil lipid.
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG
adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy
(LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal
biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada LV.
3. Radiologi :
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung
dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang-kadang
efusi pleura.

begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat

mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala pasien. .


4. Penilaian fungsi LV :
Pencitraan

kardiak

noninvasive

penting

untuk

mendiagnosis,

mengevaluasi, dan menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna


adalah echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat memberikan penilaian
semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV begitu pula dengan
9

menentukan keberadaan abnormalitas pada katup dan/atau pergerakan dinding


regional (indikasi adanya MI sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan
hypertrophy LV, disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic
pada LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal
jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-D/Doppler juga bernilai
untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan pulmoner, dimana sangat
penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor pulmonale. MRI juga
memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan sekarang
menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume LV. Petunjuk paling
berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi dengan
end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur dengan pemeriksaan
noninvasive dan mudah dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima secara luas
oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki beberapa keterbatasan sebagai tolak
ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh perubahan pada afterload
dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi mitral
sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah.
Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi
sistolik biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%).
VII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi
penalaksanaan secara non farmakologis dan secara farmakologis.
Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun kronik ditujukan
untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun
penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta
beratnya kondisi.
Terapi :
a. Non Farmakalogi :
Anjuran umum :
Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan

pengobatan.
Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat
dilakukan

seperti

biasa.

Sesuaikan

kemampuan

fisik

dengan profesi yang masih bisa dilakukan.


10

Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan


panjang.

Tindakan Umum :
Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal
jantung ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah
cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada

gagal jantung ringan.


Hentikan rokok
Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari

pada yang lainnya.


Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu
selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu
selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung

maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).


Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan
eksaserbasi akut.

b. Farmakologi
Terapi

farmakologik

terdiri

atas

panghambat

ACE,

Antagonis Angiotensin II, diuretik, Antagonis aldosteron, blocker, vasodilator lain, digoksin, obat inotropik lain, antitrombotik, dan anti-aritmia.
a. Diuretik.

Kebanyakan

pasien

dengan

gagal

jantung

membutuhkan paling sedikit diuretik reguler dosis rendah.


Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila
respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat dinaikkan,
berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik
dengan

tiazid.

Diuretik

hemat

kalium,

spironolakton,

dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas


pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat
(klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.
b. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivitas
neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan
disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan
11

dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai


dosis yang efektif.
c. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE.
Pemberian dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama
beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal
jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada
gagal jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang
digunakan carvedilol, bisoprolol atau metaprolol. Biasa
digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan
diuretik.
d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada
intoleransi terhadap ACE ihibitor.
e. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal
jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang
dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama diuretik,
ACE inhibitor, beta blocker.
f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk
pencegahan
fibrilasi

emboli

atrial

serebral

dengan

pada

fungsi

penderita

ventrikel

dengan

yang

buruk.

Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis


maupun dengan riwayat emboli, trombosis dan Trancient
Ischemic Attacks, trombus intrakardiak dan aneurisma
ventrikel.
g. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang
asimptomatik

atau

aritmia

ventrikel

yang

menetap.

Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali pada aritmia yang


mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron
dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak
digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak dapat
digunakan untuk mencegah kematian mendadak.
h. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium
antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi pada
gagal jantung.
Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan
(1,5 2 l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada
12

pasien. Tirah baring jangka pendek dapat membantu perbaikan


gejala karena mengurangi metabolisme serta meningkatkan perfusi
ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada penderita
dengan

imobilitas.

Pemberian

antikoagulan

diberikan

pada

penderita dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat


dengan dilatasi ventrikel.

13

Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis


dispneu, takikardia serta cemas,pada kasus yang lebih berat
penderita tampak pucat dan hipotensi. Adanya trias hipotensi
(tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac output
yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok
kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik
biasanya timbul pada infark miokard luas, aritmia yang menetap
(fibrilasi atrium maupun ventrikel) atau adanya problem mekanis
seperti ruptur otot papilari akut maupun defek septum ventrikel
pasca infark.

13

Anda mungkin juga menyukai