Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A.

PROFIL PUSKESMAS
1. Keadaan Wilayah
Pada umumnya adalah Pemukiman dan Pertanian terdiri dari 7 Desa yang

meliputi: Desa Japoh, Desa Ngepringan, Desa Mlale, Desa Dawung, Desa
Kandagsapi, Desa Jenar, Desa Banyurip. Dari 7 desa kemudian dikembagkan
menjadi 1 puskesmas induk dan 3 pustu.
2. Batas wilayah
Adapun batas wilayah Puskesmas Jenar adalah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara: Kabupaten Purwodadi
2.Sebelah Timur: KecamatanMantingan, Kabupaten Ngawi
3. Sebelah Selatan: Desa Sambungmacan dan Kecamatan Sambungmacan
4. Sebelah Barat: Kecamatan Tangen
dengan wilayah kerja meliputi 7 Desa dengan kebayanan sebagai berikut:
1.

Desa Japoh

: 3 kebayanan

2.

Desa Ngepringan

: 3 kebayanan

3.

Desa Mlale

: 3 kebayanan

4.

Desa Dawung

: 3 kebayanan

5.
6.
7.

Desa Kandagsapi
Desa Jenar
Desa Banyurip

: 3 kebayanan
: 3 kebayanan
: 3 kebayanan

3. Demografi
Luas wilayah puskesmas Jenar kurang lebih 6.397,24 Ha terdiri 7 Desa
dengan jumlah penduduk 27.446 jiwa.
(Data diambil dari RSB Puskesmas Jenar tahun 2015)

B.

LATAR BELAKANG

Penduduk usia lanjut (yang kemudian disingkat lansia) merupakan bagian


masyarakat yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan kita. Siapapun pasti akan
mengalami masa fase lansia tersebut. Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah
lansia di Indonesia pada tahun 1980 adalah sebanyak 7,7 juta jiwa atau hanya 5,2
persen dari seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk lanjut
usia meningkat menjadi 11,3 juta orang atau 8,9 persen. Dan data terbaru
menunjukkan bahwa jumlah lansia di Indonesia diperkirakan akan mencapai
9,77% atau sejumlah 23,9 juta jiwa pada tahun 2010 dan meningkat lagi secara
signifikan sebesar 11,4 % atau sebanyak 28,8 juta jiwa pada tahun 2020. Hal ini
berkorelasi positif dengan peningkatan kesejahteraan yang dialami oleh
masyarakat Indonesia khususnya di bidang kesehatan yang ditunjukkan dengan
semakin tingginya angka harapan hidup masyarakat Indonesia. Pada tahun 1980,
angka harapan hidup masyarakat Indonesia hanya sebesar 52,2 tahun. Sepuluh
tahun kemudian meningkat menjadi 59,8 tahun pada tahun 1990 dan satu
dasawarsa berikutnya naik lagi menjadi 64,5 tahun. Diperkirakan pada tahun 2010
usia harapan hidup penduduk Indonesia akan mencapai 67,4 tahun. Bahkan pada
tahun 2020 diperkirakan akan mencapai 71,1 tahun. Dengan data data tersebut,
maka diperkirakan 10 tahun ke depan struktur penduduk Indonesia akan berada
pada struktur usia tua (Departemen Sosial Republik Indonesia, 2009).
Isu sentral masalah kependudukan yaitu masih rendahnya kualitas sumber
daya manusia usia lanjut (lansia) yang dipengaruhi langsung oleh beberapa faktor,
antara lain konsumsi makanan dan gizi, tingkat kesehatan, tingkat pendidikan
serta pengakuan masyarakat bahwa mereka masih mempunyai kemampuan kerja
dan pendapatan dari pensiunan yang masih rendah. Konsumsi makanan dan gizi
kurang (malnutrisi) masih dialami oleh beberapa lansia di Indonesia yang tersebar
pada beberapa desa dan daerah pinggiran kota. Kondisi yang demikian
mengakibatkan masih rendahnya derajat kesehatan masyarakat lansia (Sri Gati
Setiti, 2006).
Pertambahan penduduk di Jawa Tengah telah berhasil diturunkan dari
1,47% pada tahun 1990 menjadi 0,91% tahun 1995. Namun secara absolut
pertumbuhan penduduk tersebut masih relatif tinggi yaitu sebesar 196.758 jiwa

per tahun. Dampak lebih jauh dari permasalahan kependudukan adalah


bertambahnya penduduk berusia lanjut dengan kriteria:
a. Rendahnya kualitas kesehatan lansia yang disebabkan oleh rendahnya
pendapatan, di samping pendapatan itu sendiri belum merata diterima
setiap Lansia.
b. Adanya tuntutan persediaan pangan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan
kalori yang makin berkualitas bagi lansia (Sri Gati Setiti, 2006).
Permasalahan penduduk lansia perlu ditangani dengan strategi antara lain
melalui pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi bersama-sama dengan
peningkatan prasarana dan pelayanan kesehatan yang dipusatkan pada Posyandu.
Strategi peningkatan kesehatan lansia ini ditempuh melalui penurunan angka
kesakitan dan jumlah jenis keluhan lansia. Penurunan Angka Kesakitan Lansia
(AKL) tidak hanya merupakan tanggung jawab sektor kesehatan tetapi merupakan
tanggung jawab semua sektor terkait (Departemen Sosial Republik Indonesia,
2009).
Agar program penurunan AKL dapat dicapai secara efektif dan efisien
perlu didukung adanya data. Posyandu Lansia merupakan sarana pelayanan
kesehatan dasar untuk meningkatkan kesehatan para Lansia. Gerakan Sadar
Pangan dan Gizi (GSPG) juga merupakan wadah lintas sektoral untuk
melaksanakan keterpaduan unsur terkait dalam rangka mendukung kesehatan para
lansia (Departemen Sosial Republik Indonesia, 2009).
Berbagai kemitraan antara pemerintah daerah kabupaten/ kota sebagai
pelaksana pembangunan daerah dengan pihak swasta maupun universitas telah
ikut berpartisipasi secara aktif dan bekerja sama dalam gerakan sadar pangan dan
gizi yang dikhususkan bagi lansia. Cita-cita pembangunan untuk lansia supaya
tetap sehat, aktif, dan produktif dapat terwujud di setiap wilayah baik desa
maupun kota. Untuk itu perlu keterlibatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dalam
upaya menyusun strategi pemberdayaan kaum lansia khususnya pada tingkat
pelayanan kesehatan dasar berbasis masyarakat. Oleh karena itu, topik ini
dimaksudkan untuk mengantarkan mahasiswa di lapangan khususnya di Posyandu
Lansia agar gambaran pemberdayaan kaum lansia yang tepat guna menjamin

kelangsungan hidup sehat, aktif, dan produktif di masyarakat dapat terpenuhi


(Buku Panduan Fiel Lab KIE Posyandu Lansia FK UNS, 2016).
C.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melakukan kegiatan laboratorium lapangan diharapkan mahasiswa

dapat memiliki kemampuan :


1. Memahami peran dan fungsi Posyandu Lansia.
2. Menjelaskan cara pengisian dan penggunaan KMS (Kartu Menuju Sehat)
lansia.
3. Menjelaskan kelainan kelainan yang sering terjadi pada lansia beserta
pencegahan dan pengobatannya.
4. Memahami tatalaksana diet lansia dan pola hidup sehat lansia.
5. Melakukan penyuluhan kesehatan komunitas tentang manfaat Posyandu
Lansia dalam meningkatkan kesehatan lansia.
6. Melakukan pengumpulan dan analisis data tentang program Posyandu,
prevalensi penyakit yang diderita lansia, serta upaya kuratif dan
rehabilitatif.
7. Melakukan penilaian status depresi lansia dengan menggunakan GDS
(Geriatric

Depression

Scale)

dan

MMSE

(Mini

Mental

State

Examination).
8. Mampu melakukan pengamatan dan penilaian pada Posyandu Lansia
setempat dengan standar program Posyandu Lansia.
D.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Diabetes Mellitus (DM)


Diabetes adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu mengendalikan
jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini menyebabkan hiperglikemia,
suatu keadaan gula darah yang tingginya sudah membahayakan (Setiabudi, 2008).
Faktor utama pada diabetes ialah insulin, suatu hormon yang dihasilkan
oleh kelo mpok sel beta di pankreas. Insulin memberi sinyal kepada sel tubuh agar
menyerap glukosa. Insulin, bekerja dengan hormon pankreas lain yang disebut
glukagon, juga mengendalikan jumlah glukosa dalam darah. Apabila tubuh

menghasilkan terlampau sedikit insulin atau jika sel tubuh tidak menanggapi
insulin dengan tepat terjadilah diabetes (Setiabudi, 2008).
American Diabetes Association (ADA) memperkenalkan sistem klasifikasi
berbasis etiologi dan kriteria diagnosa untuk diabetes yang diperbaharui pada
tahun 2010. Sistem klasifikasi ini mengelaskan tipe diabetes, antaranya:
1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (IDDM)
2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (NIDDM)
3. Diabetes Autoimun Fase Laten
4. Maturity-Onset diabetes of youth
5. Sebab-sebab lainnya
(Barclay L, 2010)
Manifestasi klinis yang utama dari Diabetes Mellitus adalah poliuria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan tanpa diketahui sebab lainnya.
Malaise atau kelemahan juga dapat berupa manifestasi klinis dari Diabetes
Mellitus (Bare dan Suzanne, 2002).
2. Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Tekanan darah diukur dengan
spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset
menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung
tegak atau terlentang paling sedikit selama lima menit sampai tiga puluh menit
setelah merokok atau minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah
hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder
karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report of The Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation andTreatment of High
Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi
menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2
(Wilson LM, 1995).

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai


mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan
penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang
sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada
otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma
yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah
proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic
Attack/TIA) (Anggreini AD et al, 2009).
3. Osteoarthritis (OA)
Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana
keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan
kerusakan tulang rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta
sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi,
meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan melemahnya otototot
yang menghubungkan sendi (Felson, 2008).
Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang
dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan. Berikut
adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA:
a. Nyeri sendi
b. Hambatan gerakan sendi
c. Kaku pagi
d. Krepitasi
e. Pembesaran sendi (deformitas)
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
g. Tanda-tanda peradangan
h. Perubahan gaya berjalan
Diagnosis OA didasarkan pada gambaran klinis yang dijumpai dan hasil
radiografis (Soeroso, 2006).

TAMBAHAN PEMBAHASAN
Diit Lansia dan Pola Hidup Sehat Lansia
Diit lansia dan pola hidup sehat lansia di sini mengacu pada KMS Lansia
yang telah dibagikan pula oleh para lansia yang mengikuti kegiatan di Posyandu
Lansia. Anjuran hidup sehat tersebut adalah:
a. Perkuat ketaqwaan pada Tuhan Yang Maha Esa untuk mengendalikan
stress.
b. Periksakan kesehatan secara berkala.
c. Makan/minum (diit lansia):
-

Kurangi gula

Kurangi lemak

Kurangi garam

Perbanyak buah

Perbanyak susu tanpa lemak dan ikan

Hindari alkohol

Berhenti merokok

Perbanyak minum air putih (6-8 gelas per hari atau sesuai anjuran
petugas kesehatan)

d. Kegiatan fisik dan psikososial:


-

Pertahankan berat badan normal

Lakukan kegiatan fisik sesuai kemampuan

Lakukan latihan kesegaran jasmani sesuai kemampuan (jalan kaki,


berenang, senam, bersepeda, dan lain-lain)

Tingkatkan silaturahmi

Sempatkan rekreasi dan salurkan hobi secara teratur dan bergairah

Gunakan obat-obatan atas saran petugas kesehatan

Pertahankan hubungan harmonis dalam keluarga

Tetap melakukan kegiatan seksual dengan pasangan hidup

MENUJU HARI TUA YANG BERGUNA SEJAHTERA DAN BAHAGIA


Berat badan berlebihan dihindari/dikurangi
Aturlah makanan hingga seimbang
Hindari faktor-faktor risiko penyakit degeneratif (penyakit jantung koroner, gula,
dsb)
Agar terus berguna dengan mempunyai kegiatan/hobi yang bermanfaat
Gerak badan teratur wajib terus dilakukan
Iman dan taqwa ditingkatkan, hindari tangkai situasi yang menegangkan
Awasi kesehatan dengan memeriksakan badan secara periodik
Diit makanan tersebut sering diingatkan oleh para petugas kesehatan dari
Puskesmas Jenar di Posyandu Lansia terutama saat ada penyuluhan-penyuluhan
mengenai penyakit degeneratif pada lansia. Untuk pemeriksaan kesehatan secara
berkala juga dilakukan pihak Puskesmas Jenar setiap mereka mendatangi
Posyandu Lansia.

DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, A.D., Asputra, H., Siahaan. S.S., Situmorang, E., and Warren, A.,
2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan kejadian Hipertensi pada Pasien
yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang. FK UNRI.
Barclay L, 2010. Diabetes Diagnosis & Screening Criteria Reviewed.
Available from: http://www.medscape.com. [Accessed May 2016]
Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi
8), EGC Jakarta.
Felson, D.T., 2008. Osteoarthritis. Dalam : Fauci, A., Hauser, L.S., Jameson, J.L.,
Ed. HARRISON's Principles of Internal Medicine Seventeenth Edition. New
York, United States of America. McGraw-Hill Companies Inc. : 2158-2165.
Setiabudi, 2008. Referensi Kesehatan-Diabetes Melitus. Available from:
http://creasoft.wordpress.com/2008/04/15/diabetes-melitus/ [Accessed May 2016]
Soeroso, J., Isbagio, H., Kalim, H., Broto, R., dan Pramudiyo, R., 2006.
Osteoartrits. Dalam : Alwi, I., Sudoyo, A.W., dan Setiati, S., ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta, Indonesia : Penerbit FKUI Pusat,
1195-1201.
Wilson, L.M., & Price, A.P., 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi ke-4. Jakarta: EGC.
TAMBAHAN DAFTAR PUSTAKA
Departemen Sosial Republik Indonesia. (2009). Dukungan Kelembagaan dalam
Kerangka

Peningkatan

Kesejahteraan

Lansia.

Kantor

Urusan

Pemberdayaan

Lansia.

Departemen

Sosial

Republik

Indonesia.

Jakarta. www.depsos.go.id. Diakses 10 Mei 2016.


Sri Gati Setiti. (2006). Pelayanan Lanjut Usia Berbasis Kekerabatan (Studi Kasus
pada Lima Wilayah di Indonesia). www.depsos.go.id. Diakses 6 Mei 2016
Tim Field Lab UNS. (2015). Buku Panduan Field Lab KIE Posyandu Lansia. FK
UNS
Kementerian Kesehatan RI. (2012). Buku Pedoman Pelayanan Gizi Lanjut Usia.
Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
Depkes RI. (2005). Pedoman Pembinaan Kesehatan Lansia Bagi Petugas
Kesehatan I. Jakarta
Azizah.ML., (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu

KMS Lansia

Anda mungkin juga menyukai